Berita berasal dari bahasa sansekerta "Vrit" yang dalam bahasa Inggris disebut
"Write" yang arti sebenarnya adalah "Ada" atau "Terjadi".Ada juga yang menyebut
dengan "Vritta" artinya "kejadian" atau "Yang Telah Terjadi". Menurut kamus
besar,berita berarti laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Berita
adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau
penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar,
radio, televisi, atau media on-line internet.
Pengertian Berita Menurut Para Ahli yaitu:
1. J.B Wahyudi (penulis buku komunikasi jurnalistik)
Berita adalah sebuah uraian tentang fakta dan atau pendapat yang
mengandung nilai berita dan yang sudah disajikan melalui media
massa periodic.
2. Mochtar Lubis (sastrawan, budayawan, dan wartawan Indonesia)
Berita adalah apa saja yang ingin diketahui banyak orang dan
membacanya.
3. Menurut Dja’far H Assegaf
Berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa (baru), yang
dipilih oleh staff redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat
menarik perhatian pembaca. Entah karena luar biasa, entah karena
pentingnya, atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi-segi
human interest seperti humor, emosi dan ketegangan.
4. Neil McNeil (pembantu utama redaktur malam New York Times)
Berita adalah gabungan fakta dan peristiwa-peristiwa yang
menimbulkan perhatian atau kepentingan bagi para pembaca surat
kabar yang memuatnya.
5. Charles A. Dana ( editor New York Sun)
Berita adalah laporan setiap saat atau sesuatu yang menarik bagi
pembacanya dan berita terbaik dinilai kemenarikannya bagi para
pembaca.
6. William S Maulsby
Berita adalah suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari
fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat
menarik perhatian pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut.
7. Eric C. Hepwood
Berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting yang dapat
menarik perhatian umum.
Kurang lebih sama dengan poin pertama. Profesional di sini juga berarti terbuka
menjelaskan sumber pelengkap tulisan, foto atau video yang dimuat. Contohnya:
memberi tautan sumber asli jika mengutip dari situs lain (ini nyaris tidak pernah
dilakukan di kebanyakan media di Indonesia yang saya amati).
Poin ini lagi ngetren dilanggar belakangan ini. Mungkin karena terdesak harus cepat
terbit, sehingga tak cukup waktu untuk menguji informasi dan memastikan tidak ada
opini menghakimi yang tercampur dengan fakta. Intinya sih, jangan pernah percaya
sesuatu kalau belum benar-benar terbukti.
4. Dilarang berbohong
Salah satu akibat dari meremehkan poin ketiga adalah berbohong, dan ini tidak baik.
Janganlah mengada-ada apalagi melakukan fitnah.
Bijaksana ini sulit mengukurnya, tapi kalau bisa dilakukan dengan prinsip seperti:
korban, pelaku dan anak (berusia kurang dari 17 tahun) yang terlibat langsung atau
tidak langsung dengan peristiwa, mesti dirahasiakan identitasnya.
7. Melindungi narasumber
8. Hormati keberagaman!
Janganlah kita menyiarkan berita berdasarkan prasangka atas dasar perbedaan suku,
ras, warna kulit, agama, jenis kelamin dan bahasa; juga soal status seperti miskin,
sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Wartawan juga manusia, sesekali bisa salah. Saat itu terjadi, mengakulah. Lakukan
ralat dan perbaiki kekeliruan secara terbuka. Lengkapi dengan permintaan maaf pada
pembaca, pendengar atau penonton medianya.
11. Menerima koreksi pada bagian yang keliru
Terkait salah tadi, ada pula yang namanya hak jawab dan hak koreksi; yang
merupakan hak seseorang atau kelompok untuk menanggapi dan menyanggah
informasi yang dianggap merugikan nama baiknya, atau mengusulkan perbaikan atas
kekeliruan fakta yang termuat pada berita.
2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan
menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis
dan cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan sisila.
Ketiga organisasi profesi ini memiliki sejarah masing-masing. Pun dalam aplikasinya,
masing-masing memiliki standar etik profesi/kode etik yang susunannya berbeda,
namun tetap menekankan hal yang sama.
Pada sebuah pertemuan bersama, ketiga organisasi ini bermufakat untuk menyatukan
secara umum kode etik masing-masing menjadi sebuah kode etik yang dikenali
sebagai Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI).
Kendati begitu, ketiga organisasi, secara internal, masih tetap menggunakan kode etik
masing-masing sebagai standar etik organisasi.
Kemerdekaan pers merupakan sarana terpenuhinya hak asasi manusia untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers,
wartawan Indonesia menyadari adanya tanggung jawab sosial keberagaman
masyarakat. Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak
masyarakat diperlukan suatu landasan-moral/etika profesi yang bisa menjamin
pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan.
Atas dasar itu wartawan Indonesia menetapkan Kode Etik.