I. PENDAHULUAN
1
Dari uraian di atas terlihat ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan
melibatkan banyak sektor pembangunan. Keberhasilan pembangunan ketahanan
pangan sangat ditentukan tidak hanya oleh performa salah satu sektor saja tetapi
juga oleh sektor lainnya. Dengan demikian sinergi antar sektor, sinergi
pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia usaha) merupakan kunci
keberhasilan pembangunan ketahanan pangan.
1. Impor
Tabel 1. Volume dan Nilai Impor beberapa bahan pangan tahun 2003
2
2. Produksi
3. Konsumsi
Melihat data produksi dan kebutuhan pangan pada tahun 2003 terlihat
bahwa terjadi defisit untuk keempat jenis komoditas pangan tersebut, beras
sejumlah 1, 6 juta ton, kedelai 1,3 juta ton, gula 1,32 juta ton dan garam sejumlah
1,7 juta ton. Defisit pangan ini diatasi dengan cara mengimpor . Kecuali untuk
beras, persentase impor pangan lainnya terhadap produksi sangat
mengkhawatirkan berkisar 30-70%.
3
Dengan jumlah penduduk yang besar sekitar 216 juta jiwa pada tahun 2003
dan laju pertumbuhan 1.35% per tahun, maka kebutuhan pangan akan semakin
besar di masa mendatang. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia
diperkirakan akan mencapai 220.6 juta jiwa, dan tahun 2010 sebesar 236 juta.
Apabila kemampuan produksi bahan pangan nasional tidak dapat mengikuti
peningkatan kebutuhannya, maka Indonesia akan semakin tergantung pada
impor yang berdampak membahayakan ketahanan nasional.
a. Teknis
1. Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke
non pertanian seperti industri dan perumahan (laju 1%/tahun).
5. Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-
15%).
b. Sosial- ekonomi
7. Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh
pemerintah.
4
8. Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan
karena besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan
produksi yang semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5%/tahun).
9. Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari
pemerintah kecuali beras.
10. Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif
impor yang melindungi kepentingan petani.
11. Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi
penyediaan pangan.
a. Teknis
b. Sosial-ekonomi
a. Teknis
5
b. Sosial-ekonomi
3. Tingginya konsumsi beras per kapita per tahun ( tertinggi di dunia > 100 kg,
Thailand 60 kg, Jepang 50 kg) .
4. Kendala budaya dan kebiasaan makan pada sebagian daerah dan etnis
sehingga tidak mendukung terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi
seimbang serta pemerataan konsumsi pangan yang bergizi bagi anggota
rumah tangga.
5. Aspek Manajemen
6
2. Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil
di bidang pangan.
3. Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup
instansi dan antar instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non
pemerintah, pusat dan daerah dan antar daerah.
IV. PELUANG
Sebagai negara agraris yang besar dengan potensi sumber daya alam yang
beragam, Indonesia mempunyai berbagai peluang untuk mencapai kemadirian
dalam bidang pangan secara berkelanjutan sebagai berikut
1. Keragaman sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang besar yang
dapat dimanfaatkan melalui pemanfaatan dan pengembangan pangan
sumber kabohidrat non beras, sumber protein dan gizi mikro di masing-
masing daerah
2. Perkembangan teknologi yang pesat dalam berbagai aspek ; produksi, pasca
panen dan pengolahan, distribusi, pemasaran untuk meningkatkan kapasitas
produksi pangan, produktivitas dan efisiensi, meningkatkan keuntungan
agribisnis pangan, dan ketahanan pangan
3. Perubahan manajemen pembangunan dan pemerintah kearah desentralisasi
dan partisipasi masyarakat yang memudahkan pencapaian ketahanan pangan
dan kemandirian pangan dengan memperhatikan sumber daya,
kelembagaan dan budaya lokal.
V. TUJUAN
VI. STRATEGI
7
2. Revitalisasi industri hulu produksi pangan (benih, pupuk, pestisida dan alat
dan mesin pertanian) .
VII. PROGRAM
8
1. Ekstensifikasi atau perluasan lahan pertanian (140.000 Ha/tahun)
2. Intensifikasi
9
Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi dengan Lembaga Pemerintah
Non departemen , seperti LAPAN berperan memberikan data dan informasi
tentang iklim dan cuaca yang dapat dimanfaatkan petani dan pihak yang
membutuhkan dalam berproduksi. BATAN dan LIPI berperan dalam
menciptakan varietas padi dan palawija yang tahan kekeringan untuk mensuplai
kebutuhan benih nasional. BPPT dan LIPI berperan dalam teknologi budidaya
dan pasca panen.
3. Diversifikasi
10
petani, pengumpul, KUD dan usaha jasa pelayanan alsin pasca panen di sentra
produksi (beras, kedelai). Produktifitas industri gula ditingkatkan dengan
modernisasi alat dan mesin pengolahan gula.
Paket teknologi serta alat dan mesin pasca panen dan pengolahan pangan
yang telah dikembangkan oleh berbagai lembaga Deptan, Dep. Perindustrian, dan
Dep Perikanan dan Kelautan, BPPT, LIPI dan PT serta Swasta dapat segera
diterapkan setelah mendapat pengujian.
Alokasi dana ditujukan pada penyediaan kredit alsin pasca panen dan
pengolahan dan pengembangan sentra pengolahan pangan.
Koordinator program adalah Deptan dan Depperin didukung oleh Bank, dan
Asosiasi Alat dan Mesin Pertanian dan pengolahan Pangan.
6. Kebijakan Makro
11
petani dan koperasi. Alokasi dana diperlukan untuk rapat koordinasi dan
penyusunan kebijakan antar instansi.
1. Konsolidasi lahan agar lahan pertanian dapat dikelola lebih efisien dan
efektip, karena masuknya peralatan dan mesin dan menggiatkan aktivitas
ekonomi dan pedesaan.
2. Perluasan pemilikan lahan pertanian oleh petani.
12
PUSTAKA
13
Partisipasi Masyarakat
- Petani, Nelayan, Peternak
- Swasta, BUMN, Asing
OUTPUT
Ketahanan Pangan
INPUT Berkelanjutan
14
14