Anda di halaman 1dari 13

Nama : Adelin Hasugian

Nim : 4173240001

Kelas : Fisika Non Kependidikan 2017

Mata Kuliah : Geologi Fisik

1. Mekanisme terjadinya hujan air, hujan salhu dan hujan es.

 Hujan Air

Hujan adalah sebuah presipitasi berwujud cairan, berbeda dengan presipitasi non-cair
seperti salju, batu es dan slit. Hujan memerlukan keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat
menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas permukaan Bumi. Di Bumi, hujan adalah
proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan
biasanya tiba di daratan. Dua proses yang mungkin terjadi bersamaan dapat mendorong udara
semakin jenuh menjelang hujan, yaitu pendinginan udara atau penambahan uap air ke udara.
Virga adalah presipitasi yang jatuh ke Bumi namun menguap sebelum mencapai daratan; inilah
satu cara penjenuhan udara. Presipitasi terbentuk melalui tabrakan antara butir air atau kristal es
dengan awan. Butir hujan memiliki ukuran yang beragam mulai dari pepat, mirip panekuk (butir
besar), hingga bola kecil (butir kecil).

Mekanisme Terjadinya Hujan adalah :

1. Proses Penguapan Akibat Sinar Matahari

Seperti yang telah kita ketahui bahwa matahari menjadi sumber energi utama di bumi. Planet
yang bertugas sebagai pusat dari tata surya ini mampu menyinari seluruh area di bumi dengan
kurun waktu tertentu. Adanya proses penyinaran oleh matahari tersebut membuat perairan-
perairan yang ada di bumi mengalami penguapan. Mulai dari sungai, danau, hingga hamparan air
laut. Selain wilayah perairan, panas matahari juga dapat menimbulkan proses penguapan pada
tubuh manusia, hewan, serta tumbuhan. Karena seluruh makhluk hidup tersebut juga
mengandung air di dalam tubuhnya.
2. Hasil Penguapan Air Berubah Menjadi Awan

Uap air yang berlimpah dari berbagai sumber air yang terpapar sinar matahari tersebut akan
terangkat hingga ke udara. Semakin tinggi jarak ketinggian dari bumi, maka suhu udara di area
tersebut akan semakin rendah atau dingin. Tidak hanya air-air yang ada di bumi, asap industri
dan kendaraan bermotor juga dapat terangkat ke udara dan berkumpul dengan hasil penguapan
yang lain. Jadi kumpulan uap air yang terangkat ke udara dan mencapai pada area yang memiliki
suhu rendah tersebut akan berubah menjadi sebuah gumpalan uap air yang sering kita sebut
dengan awan.

3. Awan Membesar dengan Bantuan Angin

Dengan adanya bantuan angin, maka awan-awan yang mulanya berukuran kecil tersebut,
lama-lama akan bergabung dengan awan-awan lain sehingga berubah menjadi ukuran yang lebih
besar. Ketika awan memiliki ukuran yang bertambah besar, maka warnanya akan berubah
menjadi semakin gelap sehingga dari bawah akan nampak berwarna kelabu. Awan berwarna
kelabu tersebut yang kita sebut dengan mendung.

4. Turunnya Air Hujan

Setelah awan terus bergerak mengikuti arah tiupan angin menuju ke area yang lebih dingin,
awan tersebut akan berukuran lebih besar karena semakin banyak uap air yang tergabung.
Namun, awan tersebut memiliki daya tampung maksimal. Sehingga ketika mencapai ukuran
maksimal dan memiliki massa yang semakin berat, awan tersebut akan luruh dan jatuh ke bumi
dengan bentuk tetesan-tetesan air atau kita sebut dengan air hujan.

5. Air Hujan Terserap ke Dalam Tanah dan Kembali ke Sumber Perairan


Setelah hujan turun, maka air-air tersebut akan terserap ke dalam lapisan tanah. Kemudian
resapan air hujan tersebut akan kembali ke berbagai sumber air yang ada di sekitarnya. Sehingga
sebagian dari air hujan yang terserap ke dalam tanah tersebut akan kembali mengalami proses
terjadinya hujan dan terus berputar sepanjang waktu, selama musim hujan. Jadi, dapat kita
simpulkan bahwa proses terjadinya hujan merupakan peristiwa yang saling berkesinambungan
yang terus berputar, dan tidak dapat dipisahkan antara peristiwa satu dengan lainnya.
 Hujan Salju

Hujan Salju

Salju merupakan benda padat yang terbuat dari air yang membeku sehingga bisa kita
sebut sebagai es. Biasanya salju akan turun ketika musim dingin tiba. hujan salju berarti hujan
yang terjadi bukan menurunkan air namun menurunkan salju. Hujan salju adalah fenomena yang
jarang terjadi pada waktu satu tahun di wilayah non tropis tentunya. Hujan salju tidak datang
setiap waktu, namun hanya datang ketika musim dingin tiba. hujan salju bisa berlangsung lama
maupun sebentar. Suhu ketika hujan salju pun juga beragam.

Proses Terjadinya Hujan Salju

Hujan salju merupakan fenomena alam yang bisa terjadi karena sesuatu hal. Hujan salju bisa
terjadi karena sesuatu hal dan ini membutuhkan suatu proses hingga terjadi hujan salju yang
sesungguhnya. Hujan salju diawali dengan adanya pembentukan salju karena salju merupakan
komponen utama yang menyebabkan adanya hujan salju.

Supaya lebih kronologis kita akan jelaskan dalam poin- point berikut ini:

 Sumber air yang ada di bumi terkena sinar matahari sehingga menguap
 Uap air tersebut berkumpul ke atmosfer Bumi
 Kumpulan uap air tersebut mendingin hingga mencapai titik kondsensasi (temperatur
dimana gas berubah wujud menjadi cair atau padat) dan membentuk awan
 Ketika pembentukan awan, massanya jauh lebih kecil dari massa udara sehingga awan
tersebut mengaoung di udara
 Uap air terus bertambah sehingga massanya pun juga bertambah, sehingga ketika udara
tidak kuat lagi maka awan tersebut akan pecah dengan menyebarkan partikel- partikel air
yang sifatnya murni (belum terkontaminasi oleh partikel lain)
 Air murni tidak langsung membeku pada suhu 0 derajat Celcius. Untuk membuat asir
murni beku dibutuhkan temperatur lebih rendah dari 0 derajat Celcius yang berada tepat
di bawah awan
 Untuk membentuk salju, ternyata tidak hanya diperlukan temperatur rendah saja, ketika
partikel air murni tersebut bersentuhan dengan udara maka air tersebut akan terkotori
oleh partikel- partikel lain yang berfungsi mempercepat pembekuan dan perekat antar uap
air sehingga partikel air yang sudah tidak murni akan bergabung dengan partikel lainnya
membentuk es yang lebih besar
 Apabila temperatur udara tidak sampai melelehkan kristal es tersebut maka kristal es
akan jauh ke tanah, dan inilah yang kita sebut dengan salju.

 Hujan Es

Hujan es, dalam ilmu meteorologi disebut juga hail, adalah presipitasi yang terdiri dari
bola-bola es. Salah satu proses pembentukannya adalah melalui kondensasi uap air lewat
pendinginan di atmosfer pada lapisan di atas level beku. Es yang terjadi dengan proses ini
biasanya berukuran besar. Karena ukurannya, walaupun telah turun ke arah yang lebih rendah
dengan suhu yang relatif hangat, tidak semua es mencair. Hujan es tidak hanya terjadi di negara
subtropis, tetapi bisa juga terjadi di daerah ekuator.

Berikut adalah proses terjadinya hujan es :

1. Air yang banyak tersebut tersimpan dalam satu wadah yang dinamakan samudera, laut,
sungai, danau, rawa, dan lain sebagainya. Kemudian air- air tersebut akan mengalami
penguapan atau disebut dengan evaporasi melalui bantuan sinar matahari. Termasuk pula
dengan air yang berada di dedaunan tumbuh- tumbuhan atau di permukaan tanah.
2. Proses penguapan air (khususnya dari tumbuh- tumbuhan) tersebut dinamakan
transpirasi. Uap air yang dihasilkan dari penguapan tersebut akan mengalami pemadatan
atau kondensasi yang kemudian menjadi awan. Kemudian awan- awan tersebut bergerak
sendiri- sendiri ke tempat yang berbeda- beda dengan bantuan angin, baik angin yang
berhembus vertikal maupun horizontal.
3. Lalu awan yang mengandung uap air tersebut tertiup dan sampailah pada tempat yang
suhunya lebih dingin dan mencapai dew point atau titik embun, lalu mengembun, dan
karena beratnya embun ini maka turunlah menjadi titik- titik hujan.
Ketika telah mengembun tersebut, sudah menjadi air, dan tertiup oleh angin thermis yang
naik, ke ketinggian yang memiliki temperatur dibawah titik beku, embun tersebut akan
berubah menjadi es kristl yang akan jatuh ke bawah. Ikatan antar molekul es ini lebih
kuat daripada antar molekul air, kare es merupakan benda padat. Hal itu menyebabkan es
tersebut jatuh ke bawah dengan bentuk yang tidak rapi teratur, bisa seukuran kerikil,
namun ada juga yang hingga seukuran kepalan tangan.

2. Proses Penyulingan Air

Proses penyulingan menggunakan sumber panas untuk menguapkan air. Tujuan dari
destilasi adalah memisahkan molekul air murni dari kontaminan dengan titik didih lebih tinggi
dari air. Dalam proses distilasi, air pertama dipanaskan hingga mencapai titik didihnya dan mulai
menguap. Suhu kemudian disimpan di sebuah konstanta.

Suhu stabil memastikan lanjutan penguapan air, tapi melarang minum kontaminan air
dengan titik didih lebih tinggi dari penguapan. Berikutnya, air menguap ditangkap dan dipandu
melalui sistem tabung untuk wadah lain. Akhirnya, dihapus dari sumber panas, uap mengembun
kembali ke bentuk cair aslinya. Kontaminan memiliki titik didih lebih tinggi dari air tetap dalam
wadah aslinya. Proses ini menghilangkan sebagian mineral, sebagian besar bakteri dan virus, dan
bahan kimia apapun yang memiliki titik didih lebih tinggi dari air dari air minum.

1. Pengambilan air laut

Tahapan paling awal dalam proses desalinasi adalah pengambilan air laut sebagai bahan baku
proses. Metode yang umum dilakukan adalah dengan pemasangan pipa kearah laut hingga jarak
beberapa kilometer dari pantai. Hal ini dilakukan untuk memperoleh air laut dengan kualitas baik
yang terhindar dari pergerakan sedimen permukaan yang umumnya terjadi pada laut kedalaman
dangkal. Laju alir pengambilan air laut dilakukan secara lambat untuk mencegah masuknya biota
laut ke dalam pipa.

Metode alternatif yang sedang ramai diperbincangkan adalah dengan memanfaatkan kondisi
geologi lokal pantai untuk menyaring air laut dengan sistem sumur (beach wells). Dengan
metode ini, air laut diekstraksi dari lapisan bawah permukaan (subsurface) pantai. Selain itu,
teknologi yang sedang dikembangkan adalah tipe gallery dengan struktur menyerupai
penyaringan pasir yang dipasang di permukaan bawah laut (seabed) untuk mendapatkan bahan
baku dengan kualitas tinggi. Metode-metode diatas tercakup dalam sistem  subsurface intake.

2. Pengolahan awal

Pengolahan awal bertujuan untuk mengkondisikan bahan baku, dalam hal kandungan
pengotor, agar ramah bagi proses utama desalinasi. Pengotor yang biasa terkandung dalam air
laut mencakup makromolekul (pasir dan biota laut termasuk ikan, alga dll.) dan mikromolekul
(unsur penyebab sedimentasi, kristalisasi dan fouling). Teknik yang dilakukan pada umumnya
mencakup koagulasi-flokulasi-sedimentasi (coagulation-flocculation-sedimentation), membrane
tekanan rendah (low pressure membrane), penyaringan dengan media (media filter) dan catridge
filter. 

Proses pengolahan awal menjadi kunci penting lancarnya proses desalinasi karena
menentukan stabilitas dan kinerja proses dengan semakin tingginya kualitas air umpan. Dari segi
ekonomi, proses pengolahan awal terhitung hampir mencapai 30% dari keseluruhan biaya
proses. Penghematan biaya dalam proses pengolahan awal sangat mungkin dilakukan dengan
aplikasi alternatif pengambilan air laut seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dengan bahan baku
yang kualitasnya lebih baik saat, proses pengolahan awal akan lebih ringan sehingga mengurangi
konsumsi bahan kimia proses serta mengurangi jumlah peralatan proses dan pada akhirnya 
menurunan biaya operasional serta meningkatkan performa dan stabilitas proses.

3. Proses Inti

Pada tahapan ini, bahan baku yang telah mengalami pengolahan awal akan mengalami proses
penyisihan garam sehingga menghasilkan air bersih. Berdasarkan teknik pemisahan garamnya,
proses desalinasi dikategorikan menjadi dua: berbasis panas dan berbasis membran.
Pada proses berbasis panas, bahan baku dikondisikan mendidih pada tekanan rendah
sehingga menghasilkan uap air pada temperatur rendah. Pada proses ini, hanya air saja yang
mengalami penguapan, sehingga setelah pengumpulan dan pengkondensasian uap, akan
dihasilkan air bersih tanpa garam dan pengotor. Multistage flash distillation dan multi effect
distillation adalah contoh teknologi desalinasi dengan berbasis panas.

Berbeda halnya pada proses diatas yang menggunakan energi panas untuk pemisahan garam
dari air laut, teknologi membran menggunakan energi tekanan. Membran adalah istilah umum
untuk saringan tipis yang memfasilitasi pemisahan secara selektif – hanya bahan-bahan tertentu
yang dapat dilewatkan dan ditahan oleh membran ini. Tipe membran yang digunakan sangat
bergantung pada aplikasi. Khusus untuk desalinasi, digunakan reverse osmosis (RO) membrane
dengan karakter tak berpori yang mampu melakukan pemisahaan pada level ion, termasuk garam
dengang komposisi utama ion natrium dan klorida.

Penyaringan dengan membran RO dilakukan dengan cara menekan bahan baku air laut pada
permukaan membran sehingga melewatkan air murni pada sisi produk, sementara menahan
kandungan garam dan pengotor lainnya ke aliran buangan. Produk air yang dihasilkan sangat
murni dengan konsentrasi ion yang sangat rendah.

4. Pengolahan akhir

Kondisi air murni dengan konsentrasi ion rendah dalam produk desalinasi perlu disesuaikan
agar nyaman saat dikonsumsi dan tidak merusak pipa distribusi. Untuk konsumsi, air murni tidak
berasa, perlu adanya penambahan mineral supaya rasanya sesuai dengan kualitas air minum: rasa
menyegarkan dari air berasal dari kandungan mineral. Kandungan ion yang minimal dapat
memicu proses korosi pada pipa distribusi karena kecenderungan pengikatan ion-ion metal pipa
agar keseimbangan kimia air tercapai. Pada tahapan akhir penambahan mineral dilakukan pada
aliran produk sehingga dihasilkan produk air bersih dengan kualitas air minum.

Proses desalinasi air laut hingga saat ini terus berkembang di seluruh dunia untuk memenuhi
kebutuhan air bersih dan mengentaskan permasalahan krisis air. Kegiatan penelitian sangat
intensif dilakukan dan menyeluruh pada setiap tahapan proses untuk menjadikan proses ini lebih
ramah lingkungan, hemat energi dan murah. Proses ini juga cocok untuk diimplementasikan di
Indonesia yang merupakan negara maritime dengan garis pantai yang panjang. Studi mengenai
energi yang berujung pada kelayakan ekonomi perlu di lakukan lebih lanjut pada implementasi
proses ini.

3. Topografi Danau Toba

Danau Toba adalah danau kaldera terbesar di dunia yang terletak di Provinsi Sumatera
Utara, berjarak 176 km ke arah Barat Kota Medan sebagai ibu kota provinsi.Danau Toba (2,88o
N–98,5o 2 E dan 2,35o N – 99,1o E) adalah danau terluas di Indonesia (90 x 30 km2) dan juga
merupakan sebuah kaldera volkano-tektonik (kawah gunungapi raksasa) Kuarter terbesar di
dunia. Sebagai danau volcano tektonik terbesar di dunia, Danau Toba mempunyai ukuran
panjang 87 km berarah Baratlaut-Tenggara dengan lebar 27 km dengan ketinggian 904 meter dpl
dan kedalaman danau yang terdalam 505 meter.

Secara administratif Kawasan Danau Toba berada di Provinsi Sumatera Utara dan secara
geografis terletak di antara koordinat 2°10’3°00’ Lintang Utara dan 98°24’ Bujur Timur.
Kawasan ini mencakup bagian dari wilayah administrasi dari 8 (delapan) kabupaten yaitu
Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten
Humbang Hansudutan, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Simalungun dan Kabupaten
Pak Pak Barat. Secara fisik, Kawasan Danau Toba merupakan kawasan yang berada di sekitar
Danau Toba dengan deliniasi batas kawasan didasarkan atas deliniasi Daerah Tangkapan Air
(Catchment Area) dan CAT.

Kondisi topografi Kawasan Danau Toba didominasi oleh perbukitan dan pegunungan,
dengan kelerengan lapangan terdiri dari datar dengan kemiringan (0 – 8 %), landai (8 – 15 %),
agak curam (15–25 %), curam (25–45 %), sangat curam sampai dengan terjal (> 45 %).

Kondisi kelerengan Kawasan Danau Toba ini dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Pada bagian utara Kawasan Danau Toba yakni wilayah yang merupakan bagian dari Tanah
Karo, DTA relatif sempit dan memiliki relief bergunung dengan lereng terjal. Sedangkan arah
tepi danau memiliki relief berombak hingga berbukit yang sebagian digunakan untuk budidaya
pertanian. Pada wilayah yang terjal, kemiringannya mencapai > 75%. Sedangkan pada daratan
yang sempit, kemiringannya < 3%.

2) Ke arah Timur dan Tenggara di daerah Parapat-Porsea-Balige memiliki relief datar hingga
bergunung. Di sisi Timur dan Tenggara ke arah batas DTA terdapat dataran yang relatif luas
yang digarap oleh masyarakat setempat sebagai lahan sawah. Tepi batas DTA merupakan
wilayah berbukit hingga bergunung dengan kemiringan lahan mencapai > 75%.

3) Bagian Selatan Kawasan Danau Toba merupakan dataran hingga wilayah berbukit ke arah
batas DTA. Pada daerah yang datar dengan kemiringan lahan < 3%, diusahakan oleh masyarakat
setempat sebagai lahan pertanian, sedangkan ke arah batas DTA memiliki kontur relief berbukit
hingga bergunung.
4) Di bagian Barat hingga Utara merupakan dataran dan perbukitan hingga bergunung, dengan
lereng terjal ke arah tepi danau, seperti di sekitar Tele, Silalahi dan Tongging. Lereng terjal di
wilayah ini mencapai kelerengan > 75%.

5) Pulau Samosir memiliki dataran yang relatif luas di sekililing tepian Danau Toba dengan
kemiringan < 3%. Ke arah tengah pulau reliefnya bergunung dan berlereng terjal dengan
kemiringan lahan antara 30,5 hingga > 75%. Dataran yang terdapat dibagian Barat dan Selatan
pulau ini relatif lebih luas dibanding di sisi Utara dan Timur.

Letusan Toba Muda

Danau ini memiliki luas 1.130 kilometer persegi yang menampung air hingga sebanyak 240
kilometer kubik, bersumber dari aneka mata air disekelilingnya seiring curah hujan tahunan lebih
dari 2.100 mm/tahun (rata-rata). Paras air danau terletak di ketinggian 906 meter dpl dengan
kedalaman maksimum 530 meter dari paras. Ini menjadikannya sebagai danau terdalam ke-2 di
Indonesia (setelah Danau Matano di Sulawesi) dan juga danau terdalam keempatbelas di seantero
Bumi. Perairan luas ini dipagari oleh tebing-tebing curam yang ketinggiannya bervariasi antara
400 hingga 1.200 meter dari paras danau, dengan puncak tertinggi menyembul 1.700 meter di
atas paras danau. Air danau ini mengalir di sudut tenggara sebagai Sungai Asahan dengan debit
rata-rata 155 meter kubik/detik. Besarnya debit air dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik
lewat dibangunnya waduk Sigura–gura (tinggi bendungan 47 meter) dan waduk Tangga (tinggi
bendungan 82 meter) dengan total produksi 426 megawatt listrik.
Gambar Topografi Danau Toba dan lingkungan sekelilingnya beserta kedalaman perairannya.
Tersaji pula lubang-lubang letusan yang dibentuk oleh keempat letusan sangat dahsyat Gunung
Toba di masa silam. Sumber: Chesner, 2011 dengan labelisasi oleh Sudibyo, 2014.

Di tengah-tengah danau terdapat Pulau Samosir (panjang 45 kilometer, lebar 20


kilometer), yang sejatinya bukan pulau. Dahulu Samosir tersambung langsung dengan daratan
Sumatra lewat jembatan alamiah (tanah genting) di sisi barat. Namun romantisme era Hindia
Belanda membuat tanah genting ini dikeruk demikian rupa sehingga Samosir pun akhirnya
benar-benar terpisah dan menjadi pulau yang berdiri sendiri. Di pulau terdapat dua danau kecil
yakni Danau Sidihoni dan Danau Aek Natonang, membuatnya kerap disebut sebagai danau di
atas danau. Selain keunikan ini, pemandangan indah di sekujur Danau Toba juga disokong oleh
sejumlah air terjun seperti air terjun Sipiso-piso maupun air terjun Sigura-gura. Sigura-gura
adalah air terjun setinggi 250 meter, menjadikannya air terjun tertinggi se-Indonesia. Panorama
yang indah dan udara yang sejuk menjadikan danau raksasa yang juga jantung masyarakat Batak
ini menjadi tujuan wisata yang populer.
Di balik keindahannya, ada misteri yang tersembunyi di danau ini semenjak awal
peradaban umat manusia. Misteri yang menggetarkan itu baru terkuak kurang dari seabad silam.
Ternyata danau raksasa ini adalah sebuah gunung berapi. Adalah RW van Bemmelen, geolog
legendaris era Hindia Belanda, yang mengungkapnya pada masa antara 1930 hingga 1939 TU.
Geolog yang sangat populer dengan opus magnumnya The Geology of Indonesia, buku yang
wajib dibaca dalam pembelajaran geologi Indonesia, awalnya curiga dengan kehadiran ignimbrit
yang tersebar pada area luas di Sumatra bagian utara. Ignimbrit adalah campuran antara debu
vulkanik yang mengeras (tuff) dengan butir-butir batuapung yang bersifat asam (kaya silikat)
demikian rupa hingga membatu. Ignimbrit hanya bisa hadir kala terjadi letusan gunung berapi
yang eksplosif dan berskala besar sehingga menghempaskan awan panas dalam jumlah besar.
Kian mendekat ke Danau Toba, ignimbrit yang dijumpai kian menebal saja. Bahkan dijumpai
pula tuff yang terlaskan (welded tuff) yang berlimpah, lagi-lagi petunjuk terjadinya letusan
berskala besar di masa silam.
Ignimbrit yang tebal di sekitar Danau Toba namun menipis begitu jaraknya lebih jauh
mengesankan bahwa batuan vulkanik itu bersumber dari tempat yang kini menjadi Danau Toba.
Jelas sudah. Danau Toba adalah perairan tawar raksasa yang menempati sebuah cekungan sangat
besar produk letusan gunung berapi yang sangat dahsyat. Dengan luas cekungan 2.270 kilometer
persegi (panjang sekitar 100 kilometer dan lebar sekitar 30 kilometer), maka jelaslah bahwa ia
berkualifikasi kaldera. Danau Toba merupakan perairan tawar yang menempati kaldera tersebut
meski genangannya tak sampai mencakup separuh luas kaldera. Sehingga Danau Toba adalah
danau vulkanik. Ukuran Kaldera Toba yang demikian raksasa membuat kaldera-kaldera produk
letusan dahsyat gunung berapi dalam era sejarah di Indonesia seperti kaldera Rinjani, Tambora
dan Krakatau menjadi terasa kerdil. Andaikata kaldera raksasa Toba ditempatkan di pulau Jawa
bagian tengah, maka ia akan membentang mulai dari Gunung Slamet di barat hingga Gunung
Sumbing-Sindoro di timur.

4. Mendeteksi Keberadaan Air Tanah

1. Uji Geolistrik

Uji ini untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai
kedalaman sekitar 300 m sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akuifer
yaitu lapisan batuan yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah
‘confined aquifer’ yaitu lapisan akuifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya
lapisan lempung) pada bagian bawah dan bagian atas. ‘Confined’ akifer ini mempunyai
‘recharge’ yang relatif jauh, sehingga ketersediaan air tanah di bawah titik bor tidak terpengaruh
oleh perubahan cuaca setempat.

Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras
resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Bisa juga untuk mengetahui
perkiraan kedalaman ‘bedrock’ untuk fondasi bangunan. Metoda geolistrik juga bisa untuk
menduga adanya panas bumi (geotermal) di bawah permukaan. Hanya saja metoda ini
merupakan salah satu metoda bantu dari metoda geofisika yang lain untuk mengetahui secara
pasti keberadaan sumber panas bumi di bawah permukaan

Salah satu tekhnik untuk menentukan titik pengeboran dengan lokasi yang memiliki
cekung air/sumber air yang banyak (akuifer) adalah dengan metoda Geolistrik. Metoda ini
memerlukan lahan untuk dilakukan survey yang cukup luas untuk mencari cekungan air (akuifer)
di dalam tanah. Dengan menggunakan teknik resistivity maka dapat ditentukan tahanan yang
disesuaikan dengan kontur tanah/jenis batuan yang merupakan sumber air. Sehingga dapat
ditentukan kedalaman yang ideal untuk mencapai air yang cukup banyak dan kualiatas yang
baik. Dikarenakan Peralatan geolistrik ini cukup mahal, maka setiap pengeboran melakukan
survey terlebih dahulu. Kegiatan survey geolistrik ini bisa memperoleh informasi keadaan tanah
hingga 150 meter. Survey geolistrik ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kandungan
mineral lainnya yang terdapat diperut bumi seperti batu andesit, pasir,  bijih besi, batubara, emas
dan kandungan mineral lainnya. aat ini karena peralatan geolistrik semakin baik dengan
dukungan peralatan makin canggih maka jasa survey akan bisa lebih cepat dilaksanakan dan
debit kandungan air dan mineralnya pun dapat bisa dihitung sehingga lebih memudahkan para
pengusaha untuk menghitung RAB dan kemungkinan layak tidaknya suatu lokasi untuk di
eksplorasi kandungan air maupun mineralnya.

2. Uji Geoelektromagnetik – Satelite Scan

Penentuan titik pengeboran dengan metoda geo electromagnetic satellite scan (metode
belah bumi) lebih akurat dibandingkan dengan menggunakan peralatan Geolistrik. Karena
metode ini mampu melacak :

1. Lebar Sungai Bawah Tanah


2. Arah Aliran Sungai Bawah Tanah
3. Membaca hingga kedalaman 400 mtr dibawah tanah
4. Mengetahui Struktur Tanah secara detail
5. Mengetahui frekuensi Aliran Air tanah
6. Mengetahui kedalaman Jalur Sungai Bawah Tanah
7. Mengetahui Conductivity Struktur Tanah

Akurasi ketepatan geolistrik hanya 50% sedangkan Geo Electromagnetic Satellite Scan 90%
Seringkali Clay basah dibaca air oleh peralatan Geolistrik. Geo Electromagnetic Satellite Scan
hanya membaca air yang mengalir di dalam tanah sehingga untuk pengeboran jarang sekali
mengalami air kering setelah proses pengeboran selesai.

Anda mungkin juga menyukai