Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Hujan

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG),


hujan merupakan bentuk presipitasi atau endapan dari cairan atau zat
padat. Hal itu berasal dari kondensasi yang jatuh dari awan menuju
permukaan bumi.

Pada dasarnya, kehidupan semua makhluk sangat bergantung pada keberadaan air, salah satunya
bersumber dari hujan. Sebab, hujan akan menjadi sumber air yang penting apabila kita tidak bisa
mengakses sumber air lainnya, seperti sungai, danau, ataupun sumur. Selain itu, air hujan juga
memiliki banyak manfaat. Misalnya, untuk mengairi lahan pertanian, kepentingan industri, dan
pembangkit listrik.

Hujan menjadi sumber air bersih utama di sebagian besar wilayah di dunia. Sebab, air yang
dihasilkan oleh hujan tersebut dapat membantu berbagai ekosistem. Tak kalah penting, fenomena
hujan adalah bagian dari proses terbentuknya air. Saat air itu jatuh ke permukaan bumi, saat
itulah disebut sebagai hujan. Sebab, tidak semua air yang jatuh dapat mencapai bumi. Banyak di
antaranya yang menguap begitu saja. Kondisi tersebut kerap terjadi di daerah panas dan kering
seperti padang gurun.

Beberapa Proses Terbentuknya Hujan


Penyerapan air hujan ke tanah bisa melalui celah-celah, pori-pori tanah, maupun melalui batuan.
Air yang masuk ke dalam tanah tersebut akan menjadi sumber air atau air cadangan. Oleh sebab
itu, penting untuk menyediakan daerah resapan air agar ada air cadangan. Biasanya, daerah
resapan air tersedia di hutan-hutan dengan kondisi vegetasi yang masih rapat.

Pohon-pohon yang ada di hutan mampu menguatkan struktur tanah sehingga ketika hujan turun
air tidak langsung hanyut begitu saja. Air akan terserap dan tersimpan di dalam tanah. Dengan
demikian, air yang tersimpan akan menjadi air tanah.

Peran tumbuhan pun sangat penting untuk memudahkan penyerapan air ke tanah, terutama pada
bagian akar tumbuhan. Air dan akar di dalam tanah mampu membuat struktur tanah menjadi
kokoh dan tidak mudah longsor. Namun demikian, turunnya air hujan tidak sesederhana air yang
turun dari langit. Terjadinya hujan melewati beberapa proses siklus air. Secara umum, tahapan
terjadinya hujan dibagi menjadi tiga, yaitu evaporasi, kondensasi, dan presipitasi.
1. Evaporasi
Tahapan pertama yang dilalui adalah evaporasi, yaitu proses penguapan air. Panasnya suhu bumi
dari matahari akan membuat air sungai, danau, dan laut menguap menjadi butiran atau uap air.
Uap air tersebut akan naik ke atmosfer, lantas menggumpal menjadi awan. Apabila suhu udara
semakin panas maka semakin banyak pula air yang akan menguap ke udara. Hal itu akan
menyebabkan terjadinya hujan semakin deras.

Coba perhatikan saat kamu tak sengaja menumpahkan segelas air di suatu tempat, misalnya, di
lantai atau di jalanan. Dalam beberapa jam, air tersebut akan hilang. Bagaimana bisa? Ya, hal itu
dapat terjadi karena air yang tumpah tersebut telah mengalami proses penguapan.

Proses penguapan bisa menjadi lebih cepat apabila terjadi saat suhu di suatu tempat panas akibat
teriknya sinar matahari. Evaporasi menjadi tahapan awal dari serangkaian proses terjadinya
hujan. Energi panas matahari membuat air yang berada di laut, sungai, danau, dan banyak
sumber air di permukaan bumi mengalami penguapan. Apabila panas matahari semakin tinggi,
maka akan semakin banyak pula air yang menguap dan naik ke atmosfer bumi.

2. Kondensasi
Tahapan selanjutnya adalah kondensasi. Uap air hasil proses penguapan atau evaporasi akan naik
ke atmosfer, kemudian mengalami kondensasi atau pengembunan. Pada proses tersebut, uap air
akan berubah menjadi partikel-partikel es yang sangat kecil.
Partikel es yang terbentuk dari uap air tersebut akan mendekati satu sama lain, kemudian
membentuk gumpalan putih yang biasa disebut awan. Proses partikel es yang saling mendekat
dan membentuk awan itu disebut koalesensi.

Pada tahapan itu, partikel es memiliki jari-jari sekitar 5-20 mm. Dalam ukuran tersebut air akan
jatuh dengan kecepatan 0,01 – 5 cm/s. Sementara, kecepatan aliran udara yang lebih tinggi akan
membuat partikel itu tidak jatuh ke bumi.

Perubahan uap air menjadi es tersebut dipengaruhi oleh perbedaan suhu pada perbedaan
ketinggian awan di udara. Apabila semakin tinggi awan yang terbentuk, suhu akan semakin
dingin. Pada proses kondensasi, uap air akan naik ke atas lantaran terkena panas dari matahari.
Setelah uap air naik cukup tinggi, terjadilah pengembunan yang berubah menjadi tetesan air.

Apabila kamu pernah melihat segelas air dingin di atas meja, uap air yang berada di gelas
tersebut akan mengembun, lalu menjadi tetesan air. Hal yang sama juga terjadi ketika uap air
naik ke langit lalu menjadi cairan. Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua air yang
mengembun akan membentuk awan. Hal itu karena sebagian mengembun di dekat tanah,
sebagian naik menjadi kabut, dan sebagian lagi akan naik ke langit membentuk awan.

3. Presipitasi
Proses yang ketiga adalah presipitasi. Presipitasi merupakan proses mencairnya butiran es di
awan, kemudian turun menjadi titik-titik hujan ke bumi. Awan yang telah terbentuk pada proses
sebelumnya barangkali tertiup angin dan terbawa sehingga menjadi turun hujan di tempat lain
dari proses sebelumnya. Awan yang sudah terlalu padat dengan uap air dan tidak bisa lagi
menahan beban air akan jatuh ke daratan, kemudian menjadi titik-titik hujan.

Ukuran titik-titik hujan bervariasi mulai dari 0,5 milimeter atau lebih besar. Sementara, hujan
gerimis berukuran kurang dari 0,5 millimeter. Ukuran tersebut biasanya bervariasi tergantung
lokasi awan yang menurunkan hujan. Gerimis diturunkan oleh awan dangkal, sementara hujan
deras diturunkan oleh awan dengan tinggi menengah atau sangat tinggi.

Lantaran posisi hujan yang sangat tinggi, udara di tempat awan berada sangat dingin, kemudian
biasanya hujan akan jatuh sebagai salju ataupun es. Semakin menurun mendekati daratan, es itu
akan mencair menjadi air hujan. Semakin mendekati daratan, suhu akan semakin menghangat,
kemudian mencairkan titik-titik es.

Perlu diketahui, setiap belahan bumi memiliki curah hujan berbeda-beda. Misalnya di wilayah
padang pasir curah hujannya hanya kurang dari 10 milimeter hujan per tahun. Berbeda halnya
dengan negara tropis seperti Indonesia yang rata-rata memiliki curah hujan 2.000-3.000
milimeter per tahun.
Hal yang perlu diwaspadai adalah hujan asam, yaitu awan yang terdiri dari gumpalan uap air, juga
mengandung partikel lain seperti debu, garam, asap, dan polutan. Apabila awan mengandung senyawa
sulfur dioksida dan nitrogen oksida, kemudian kedua zat itu berinteraksi dengan air, maka akan menjadi
hujan asam.

Hujan asam sangat berbahaya bagi tanaman, binatang, tanaman laut, dan tanah. Senyawa sulfur
dioksida dan nitrogen dioksida sebenarnya terkandung di dalam udara normal. Namun, pada
beberapa kondisi, kadar kedua senyawa tersebut meningkat di udara. Kondisi yang bisa
menyebabkan kedua zat tersebut meningkat misalnya erupsi gunung berapi dan asap pembakaran
bahan bakar fosil.

Jenis-Jenis Hujan
Ada beberapa jenis hujan yang jatuh ke bumi. Pasti di antaranya pernah kamu lihat secara
langsung. Hujan dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu hujan konvektif, hujan orografis atau relief,
hujan frontal, dan hujan muson.

1. Hujan Konvektif
Hujan konvektif adalah proses yang terjadi akibat perbedaan panas di lapisan udara dan
permukaan tanah. Semakin tinggi naik ke atmosfer, udara panas akan menjadi dingin, hingga
akhirnya uap air yang mengembun mulai membentuk awan cumulonimbus yang turun menjadi
hujan.

Namun demikian, jenis hujan ini terjadi tidak pada seluruh wilayah, melainkan hanya pada
cakupan wilayah yang kecil sehingga sering kali kamu bisa melihat di daerah tertentu hujan
turun dengan deras, tetapi sekitarnya tidak hujan.

2. Hujan Orografis atau Relief


Hujan orografis pada umumnya terjadi pada perbukitan atau pegunungan karena proses
terjadinya diakibatkan angin yang datang mendorong udara yang mengarah pada bukit maupun
pegunungan ataupun hutan hujan tropis dimana tempat berbagai fauna tinggal, seperti halnya
yang dibahas pada buku Seri Mengenal Habitat Hewan: Hutan Hujan Tropis.

Kemudian, udara yang mencapai bukit mulai menjadi lebih dingin. Ketika mencapai kelembaban, ia akan
perlahan-lahan mengembun menjadi awan lalu turun ke bawah menjadi tetesan hujan di permukaan bumi.

3. Hujan Frontal
Hujan frontal dapat terjadi saat pertemuan udara dingin dan hangat. Bayangkan ketika kamu
mendaki sebuah bukit. Semakin tinggi kamu naik, maka akan semakin dingin pula suasana yang
terasa di atas. Hal ini juga berlaku pada hujan tersebut saat udara panas naik menuju atmosfer
kemudian menabrak udara dingin di atas.
Udara yang mulai dingin itu akan menjadi awan stratus, kemudian turun ke permukaan bumi
sebagai hujan. Hujan jenis ini juga bisa disertai dengan badai petir dan kilat. Selain itu, hujan
frontal juga dapat terjadi hingga beberapa jam.

4. Hujan Muson
Hujan muson diakibatkan oleh angin muson atau yang lebih dikenal sebagai angin yang
menyebabkan musim hujan dan kemarau. Angin muson juga berhembus dari benua asia ke
australia seiring dengan perubahan musim yang ada. Saate angin ini melewati berbagai
samudera, akan ada banyak uap air yang berakibat pada terjadinya hujan. Sering kali hujan ini
turun wilayah di India, Asia Tenggara, dan beberapa kawasan lainnya.

Manfaat Air Hujan


Air hujan akan turun di darat, di laut, dan juga di tanah. Air hujan yang jatuh di tanah akan
meresap menjadi air tanah, lantas akan keluar melalui sumur. Selain itu, air hujan juga akan
merembes ke danau atau sungai. Sementara, air hujan yang jatuh ke perairan seperti sungai dan
danau akan menambah jumlah air di tempat itu. Kemudian, air akan mengalir ke laut. Meski
demikian, sebagian air di tempat perairan akan menguap kembali. Proses penguapan tersebut
akan membentuk awan yang juga berasal dari tumbuhan. Proses siklus air itu akan terus
berulang, hanya saja wujud dan tempatnya berubah.

Bisa Menjadi Cadangan Saat Musim Kemarau


Berdasarkan informasi dari laman resmi Institut Teknologi Bandung, air hujan bisa dimanfaatkan
dengan cara menyimpannya. Cara tersebut dapat berguna untuk mengatasi kekeringan di kala
musim kemarau tiba. Secara umum, cara penyimpanan air hujan bisa dilakukan melalui dua
teknik.

Pertama, simpan air sejak di hulu sungai. Air dapat disimpan di bagian Daerah Aliran Sungai
(DAS) sungai maupun hilir sungai. Penyimpanan itu bisa dilakukan di atas permukaan tanah
maupun di bawah permukaan tanah.

Cara kedua, yakni melakukan rekayasa. Rekayasa tersebut bisa dimulai dengan cara melakukan
revitalisasi atau penghidupan situ kembali di hulu sungai, kemudian membuat embung sungai.
Jika aliran sungainya besar dan panjang seperti kali Citarum, pada bagian tengah aliran sungai
bisa dibuat waduk. Waduk yang sudah ada misalnya Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur.

Air Hujan Dapat Dipanen


Bukan hanya tanaman, air hujan pun dapat dimanfaatkan dengan cara “dipanen”. Hal itu bisa
dilakukan dengan memakai bak penampungan atau mengalirkannya ke sumur. Air hujan dari
atap bisa dialirkan melalui pipa ke sumur atau melalui bak penampung. Selain itu, hujan juga
bisa disaring dengan alat sederhana seperti kain dan kaos agar terbebas dari debu.
Tak hanya itu, para petani juga dapat memanen air hujan dengan membuat sumur atau kolam di
sekitar lahan pertanian. Apabila musim kemarau tiba, air yang ditampung tersebut dapat menjadi
alternatif untuk pengairan. Air hujan juga dapat dimanfaatkan untuk perikanan.

Tak banyak orang tahu, air hujan di Indonesia juga masih layak untuk dikonsumsi. Tingkat
keasaman air hujan di berbagai daerah pernah diteliti, di antaranya Jogja, Bali, Bogor dan
Jakarta. Penelitian itu menyimpulkan rata-rata tingkat pH (potential hydrogen) air hujan di
sejumlah daerah itu adalah 7,2 sampai 7,4.

Artinya, secara kualitas air hujan di Indonesia masih layak diminum oleh manusia. Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga telah mengembangkan dua bentuk sistem
pemanfaatan dan pengolahan air hujan untuk air minum, yaitu Sistem Pemanfaatan Air Hujan
(SPAH) dan Pengolahan Air Siap Minum (ARSINUM).

Selain itu, cara pengolahan air dengan metode lebih sederhana juga pernah dikembangkan
sejumlah komunitas pemanen air hujan di sekitar Magelang, Klaten, Jogja dan daerah lainnya.
Misalnya, cara pengolahan air hujan menjadi air siap minum yang dilakukan oleh Komunitas
Banyu Bening di Sleman (DI Yogyakarta) serta Komunitas Kandang Udan di Desa Bunder,
Klaten (Jawa Tengah).

Anda mungkin juga menyukai