Anda di halaman 1dari 2

TUGAS REVIEW JURNAL

Nama: faqih ridwan ihya ulumudin


Nim: 191111019
Kelas: IAT 4A

JUDUL JURNAL: “THE LIVING QUR’AN: Beberapa Prespektif An tropologis”


PENELITI: Heddy Shri Ahimsa-Putra Universitas Gajah Mada Yogyakarta
PENERBIT: Walisongo, Volome 20, No 1, Mei 2012
ABSTRAK: disini mengangkat mengangkat tiga kata kunci fenomena, prespektif, dan living qur’an
PENGANTAR:
Kajian living qur’an disini ada 3 poin penting, yakni: pertama al-qur’an hidup dan dimaknai nabi
muhammad, nabi sebagi panutan hidup dan harus dipatuhi. Kedua pedoman hidup adalah al-qur’an dimana
da larangan dan perintah. Ketiga al-qur’an adalah kitab yang hidup dalam perwujudan sehari hari. Ketiga
poin ini dijadikan penulis sebagai peta kajian dan menjadikanya pola-pola dasar untuk bertidak dan
berperilaku menurut al-qur’an.
TUJUAN PENULISAN:
Mengetahui pandangan masyarakat mengenai al-qur’an yang hidup dari sudut pandang antropologi. Dan
pengarunya dalam realitas sosial budaya dari kajian living qur’an.
METODE PENELITIAN:
Mengunakan metode “diskriptif kualitatif”. mediskripsikan semua fakta dari fenomena yang ada dan yang
terjadi. Dengan ini dapat didapatkan penyelesaian permasalahan yang menjadi ruang lingkup peneliti kare
di perjelas subjek dan objek-objeknya.
HASIL PENELITIAN:
Manusia adalah manhluk yang mengembangkan simbol guna menyampaikan pesan-pesan sehinggan terjadi
pemaknaan yang berbeda-beda, oleh karenanya manusia disebut “animal symbolicum”. Hal ini dapat dilihat
dimana al-qur’an dimaknai bergam di tengah masyrakat kita. Penulis menjelaskanya dengan bentuk skema.
pemaknaanya adalah pemaknaan al-qur’an yang berkembang pada masyarakat. Dan dari sanalah terjadi
quranisai kehidupan, mulai dari pengajian-pengajian al-qur’an dan bahkan pengobatan qurani dan lain
sebagainya. Semua itu adalah bukti dari realitas living quran pada masyarakat kita ini.
Mengakaji living quran dengan paradikma antropologi terkusus: akulturasi, dimana penyatuan al-qur’an
dengan budaya lokal sehingga dapat diterima masyarakat dengan baik. Fungsional, yakni fungsi kultur
gejala yang dihasilkan dari hal ini yakni bagaimana terlahirnya pola pola al-qur’an yang hadir di tengah
tengah masyarakat. Dan ada 3 parakdima lain yakni struktural, fenomenal, dan hermeneutik.
KESIMPULAN:
Manusia adalah “animal symbolicum” dan bagaimana mereka memaknai al-qur’an. Al-qur’an adalah satu
hal yang sama dimanapun namun manusia memaknainya berbeda-beda, terkusu penafsiran. Hal ini yang
memepengaruhinya adalah faktor budaya, yang berhasilkan penafsiran yang jika dilihat dari prespektif
antropologi yang di jabarkan penulis maka semuanya sah dan dapat dibenarkan karena ini bersifat relatif.
Al-qur’an sendiri berisi simbol-simbol bahasa arab yang disusun sedemikian rupa dan menjadikanya sebuah
karya yang agung ini bukti empiris. Dari sudut antropologis yang jelas tersebut maka dapat di
intrepetasikan dengan parakdikma akulturasi, fungsional, struktural, fenomenal, dan hermenetik.
KEKURANGAN:
Jelas peneliti kurang mendalami dalam kajian ini, dimana adanya banyak kekurangan disana-sini yang
menjadikan kajian ini kurang memumpui jika digunakan sebagai acuan dalam dunia akademik.
KELEBIHAN:
Kajian ini menyetuh lapisan-lapisan masyarakat yang paling dekat dengan kita dan memberikan sajian yang
cukup jika sebagai bacaan dalam realitas kehidupan masyarakat kita.

Anda mungkin juga menyukai