JUDUL JURNAL: “THE LIVING QUR’AN: Beberapa Prespektif An tropologis”
PENELITI: Heddy Shri Ahimsa-Putra Universitas Gajah Mada Yogyakarta PENERBIT: Walisongo, Volome 20, No 1, Mei 2012 ABSTRAK: disini mengangkat mengangkat tiga kata kunci fenomena, prespektif, dan living qur’an PENGANTAR: Kajian living qur’an disini ada 3 poin penting, yakni: pertama al-qur’an hidup dan dimaknai nabi muhammad, nabi sebagi panutan hidup dan harus dipatuhi. Kedua pedoman hidup adalah al-qur’an dimana da larangan dan perintah. Ketiga al-qur’an adalah kitab yang hidup dalam perwujudan sehari hari. Ketiga poin ini dijadikan penulis sebagai peta kajian dan menjadikanya pola-pola dasar untuk bertidak dan berperilaku menurut al-qur’an. TUJUAN PENULISAN: Mengetahui pandangan masyarakat mengenai al-qur’an yang hidup dari sudut pandang antropologi. Dan pengarunya dalam realitas sosial budaya dari kajian living qur’an. METODE PENELITIAN: Mengunakan metode “diskriptif kualitatif”. mediskripsikan semua fakta dari fenomena yang ada dan yang terjadi. Dengan ini dapat didapatkan penyelesaian permasalahan yang menjadi ruang lingkup peneliti kare di perjelas subjek dan objek-objeknya. HASIL PENELITIAN: Manusia adalah manhluk yang mengembangkan simbol guna menyampaikan pesan-pesan sehinggan terjadi pemaknaan yang berbeda-beda, oleh karenanya manusia disebut “animal symbolicum”. Hal ini dapat dilihat dimana al-qur’an dimaknai bergam di tengah masyrakat kita. Penulis menjelaskanya dengan bentuk skema. pemaknaanya adalah pemaknaan al-qur’an yang berkembang pada masyarakat. Dan dari sanalah terjadi quranisai kehidupan, mulai dari pengajian-pengajian al-qur’an dan bahkan pengobatan qurani dan lain sebagainya. Semua itu adalah bukti dari realitas living quran pada masyarakat kita ini. Mengakaji living quran dengan paradikma antropologi terkusus: akulturasi, dimana penyatuan al-qur’an dengan budaya lokal sehingga dapat diterima masyarakat dengan baik. Fungsional, yakni fungsi kultur gejala yang dihasilkan dari hal ini yakni bagaimana terlahirnya pola pola al-qur’an yang hadir di tengah tengah masyarakat. Dan ada 3 parakdima lain yakni struktural, fenomenal, dan hermeneutik. KESIMPULAN: Manusia adalah “animal symbolicum” dan bagaimana mereka memaknai al-qur’an. Al-qur’an adalah satu hal yang sama dimanapun namun manusia memaknainya berbeda-beda, terkusu penafsiran. Hal ini yang memepengaruhinya adalah faktor budaya, yang berhasilkan penafsiran yang jika dilihat dari prespektif antropologi yang di jabarkan penulis maka semuanya sah dan dapat dibenarkan karena ini bersifat relatif. Al-qur’an sendiri berisi simbol-simbol bahasa arab yang disusun sedemikian rupa dan menjadikanya sebuah karya yang agung ini bukti empiris. Dari sudut antropologis yang jelas tersebut maka dapat di intrepetasikan dengan parakdikma akulturasi, fungsional, struktural, fenomenal, dan hermenetik. KEKURANGAN: Jelas peneliti kurang mendalami dalam kajian ini, dimana adanya banyak kekurangan disana-sini yang menjadikan kajian ini kurang memumpui jika digunakan sebagai acuan dalam dunia akademik. KELEBIHAN: Kajian ini menyetuh lapisan-lapisan masyarakat yang paling dekat dengan kita dan memberikan sajian yang cukup jika sebagai bacaan dalam realitas kehidupan masyarakat kita.