Anda di halaman 1dari 9

Moisture

Pada dasarnya air yang terdapat di dalam batubara maupun yang terurai dari batubara apabila
dipanaskan sampai kondisi tertentu, terbagi dalam bentuk-bentuk yang menggambarkan ikatan
serta asal mula air tersebut di dalam batubara.

Ada dua bentuk/wujud moisture pada batubara yakni air yang terdapat di dalam batubara dalam
bentuk H2O dan air hasil penguraian zat organik yang ada dalam batubara karena adanya oksidasi
terhadap batubara tersebut.

Air yang terdapat dalam batubara dalam bentuk H2O dibagi dalam 3 bentuk yakni.

1. Inherent moisture ialah air yang secara fisik terikat di dalam rongga-rongga kapiler serta
pori2 batubara yang relatif kecil, serta mempunyai tekan uap air yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan tekanan uap air yang terdapat pada permukaan batubara.
2. Adherent moisture ialah air yang terdapat permukaan batubaraatau di dalam pori2 batubara
yang relatif besar. Air dalam bentuk ini mudah menguap pada suhu ruangan.
3. Air kristal ialah air yang terikat secara kimia pada mineral-mineral dalam batubara. Bentuk
ini menguap pada suhu yang cukup tinggi, tergantung dari jenis mineral yang mengikatnya,
penguapan pada umumnya mulai terjadi pada suhu diatas 450 derajat celcius. Beberapa
badan standarisasi international membuat metode untuk penetapan air kristal ini, namun
jarang orang mempergunakannya, amerika menetapkan bahwa air kristal yang terdapat di
dalam batubara ialah 8% dari kadar abu batubara, sedangkan negara-negara eropa
menetapkan sebesar 9% dari kadar abu batubara.

PENGERTIAN MOISTURE PADA BATUBARA

Moisture pada batubara bukanlah seluruh air yang terdapat dalam pori-pori batubara baik besar
maupun kecil dan yang terbentuk dari penguraian batubara selama pemanasan.

Moisture batubara ialah air yang menguap dari batubara apabila dipanaskan sampai pada suhu 105
– 110 derajat celcius.

Berdasarkan pengertian diatas, serta melihat kembali kepada bentuk2 air yang terdapat di dalam
batubara, maka hanya air dalam bentuk inherent dan bentuk adherent sajalah yang dapat
dikategorikan sebagai moisture batubara, sedangkan 2 bentuk lainnya, yaitu air kristal mineral dan
air hasil penguaraian zat organik karena oksidasi, tidak termasuk sebagai air batubara.

ISTILAH YANG DIPAKAI

berdasarkan bentuk-bentuk air yang dianggap sebagai air batubara, kemudian muncullah bermacam
istilah yang dipergunakan, istilah-istilah tersebut antara lain :

Kondisi 1 : Inherent moisture (moisture holding capacity : bed moisture, equilibrium moisture) dan
Adherent moisture (surface moisture, free moisture).

Kondisi 2 : Total moisture terdiri dari 2 yakni Free moisture (air dry loss, extraneous moisture) dan
Residual moisture.

Kondisi 3 : Free moisture dan moisture (air dried moisture, moisture in the analysis sample)
selain istilah-istilah tersebut masih banyak istilah lainnya yang dipergunakan orang, seperti natural
moisture, internal moisture, critical moisture, chemically combined moisture, as received moisture
dan lain sebagainya.

PEMBAHASAN ISTILAH

Kondisi 1

1. Inherent moisture

Inherent moisture ialah moisture yang dianggap terdapat di dalam rongga-rongga kapiler dan pori-
pori batubara yang relatif kecil, pada kedalaman aslinya yang secara teori dinyatakan bahwa kondisi
tersebut ialah kondisi dengan tingkat kelembapan 100% serta suhu 30 derajat celcius.

Karena sulitnya mengsimulasi kondisi batubara di kedalaman aslinya, maka badan-badan


standarisasi menetapkan kondisi pendekatan untuk dipergunakan pada metode standar pengujian di
laboratorium.

Standar internasional, British, Australia dan Amerika menetapkan bahwa kondisi pendekatan
tersebut ialah kondisi dengan tingkat kelembapan 96 – 97 % dengan suhu 30 derajat celcius.
sedangkan standar jepang menetapkan kondisi tersebut pada tingkat kelembapan 67 % dengan suhu
30 derajat celcius. sehingga hasil yang diperoleh dengan standar jepang selalu lebih kecil
dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan standar lainnya.

Banyaknya jumlah inherent moisture dalam suatu batubara dapat dipergunakan sebagai tolok ukur
tinggi rendahnya tingkat rank batubara tersebut. Semakin tinggi nilai inherent moisture suatu
batubara, semakin rendah tingkat rank batubara tersebut.

Bed moisture ialah istilah lain inherent moisture yang banyak dipakai, sedangkan moisture holding
capacity (MHC) ialah istilah yang dipakai oleh international standard (ISO), British Standard (BS) dan
Australia Standard (AS), sedangkan American Standard (ASTM) mempergunakan istilah Equipment
moisture, Moisture Holding Capacity dan equilibrium moisture ialah istilah yang dipergunakan untuk
nama pengujian.

2. Adherent moisture

Adherent moisture ialah moisture yang dianggap terdapat pada permukaan batubara dan pori-pori
batubara yang relatif besar. Surface moisture ialah istilah yang dipergunakan oleh international
standard (ISO), BS, AS sedangkan ASTM mempergunakan istilah free moisture. Nilai adherent
moisture diperoleh dari pengurangan nilai total moisture oleh nilai inherent moisture (Adherent
moisture = total moisture – inherent moisture). Keberadaan adherent moisture pada batubara
dimungkinkan terjadi dalam beberapa situasi, antara lain:

1. Bercampurnya air tanah dengan batubara pada waktu penambangan maupun pada kondisi
asalnya di dalam tanah.
2. Taburan air hujan pada tumpukan batubara
3. sisa-sisa air yang tertinggal pada permukaan batubara setelah proses pencucian.
4. Air yang disemprotkan untuk mengurangi debu pada tumpukan batubara.

Keberadaan adherent moisture ini dapat dikurangi jumlahnya dengan proses penirisan (drainage),
centrifuge, pengeringan di udara terbuka, pengeringan dengan pemanasan. Oleh karena sebagian
besar moisture ini terdapat pada permukaan batubara, maka semakin luas permukaan suatu
batubara, semakin besar pula jumlah surface moisture-nya, ini berarti bahwa semakin halus suatu
batubara, semakin besar pula surface moisture-nya. Pada batubara yang halus, keberadaan surface
moisture-nya sangat kuat, karena adanya ikatan antara moisture pada permukaan partikel-
partikelnya, yang disebut dengan “bridging” sehingga sulit sekali untuk dikurangi, dan apabila
mencapai jumlah yang cukup besar terlebih lagi kalau mengandung mineral cukup besar pula, maka
akan menimbulkan masalah yang serius pada penanganan batubara tersebut (coal handling), oleh
karena itulah pada waktu pembelian batubara selalu diperiksa jumlah partikel halusnya.

Kondisi 2

1. Total Moisture ialah seluruh jumlah air yang terdapat pada batubara dalam bentuk inherent dan
adherent pada kondisi saat batubara tersebut diambil contohnya (as sampled) atau pada pada
kondisi saat batubara tersebut diterima (as received). Nilai total moisture diperoleh dari hasil
perhitungan niali free moisture dengan nilai residual moisture dengan rumus.

% TM = % FM + % RM x (1 – % FM/100)

Nilai-nilai free moisture dan residual moisture diperoleh dari hasil analisis penetapan total moisture
metode dua tahap (two state determination).

a. Free Moisture (FM) ialah jumlah air yang menguap apabila contoh batubara yang baru
diterima atau yang baru diambil, dikeringkan dalam ruangan terbuka pada kondisi tertentu
sampai didapat berat konstannya.
Berat konstan ialah berat penimbangan terakhir apabila pada dua penimbangan
terakhir dicapai perbedaan berat < 0,1%/jam.
Free moisture istilah yang dipakai ISO, BS dan AS sedangkan ASTM mempergunakan
istilah air dry loss (ADL). Pada ASTM dikenal juga istilah free moisture akan tetapi istilah
tersebut mempunyai pengertian yang berbeda dengan istilah free moisture yang
dipergunakan oleh ISO, BS, AS.
b. Residual Moisture ialah jumlah air yang menguap dari contoh batubara yang sudah kering
(setelah free moisturenya menguap) apabila dipanaskan kembali pada suhu 105 – 110
derajat celcius, proses pengerjaan untuk mendapatkan nilai residual moisture merupakan
tahap kedua dari penetapan total moisture (metode dua tahap).

Kondisi 3

1. Free Moisture (informatif) ialah istilah yang dipergunakan untuk mengambarkan persen jumlah
air yang menguap dari contoh batubara yang dikeringkan pada kondisi ruangan (suhu dan
kelembapan ruangan) yang kadang2 dibantu dengan hembusan kipas angin. Pengeringan tidak perlu
dilakukan sampai dicapai berat konstan. Pengeringan justru harus mengikuti ketentuan yang
ditetapkan oleh metode standar. Hal ini dilakukan agar pengeringan tidak terlalu berlebihan karena
akan terjadi oksidasi terhadap batubara tersebut sehingga mengurangi nilai calorific value. Air dry
loss ialah istilah yang dipergunakan dalam ASTM. Nilai free moisture ini sifatnya hanya informatif
dan nilainya dari satu laboratorium ke laboratorium lainnya tidak selalu harus sama.
2. Air dried moisture, ISO, BS dan AS mempergunakan ukuran partikel -212 um, sedangkan ASTM
mempergunakan partkel ukuran -250 um. Air dried moisture ialah air yang menguap dari contoh
yang halus apabila dipanaskan pada suhu 105 – 110 derajat celcius dan penetapannya merupakan
bagian dari analisis proximate, istilah lain yang banyak dipergunakan ialah moisture in the analysis
sample atau moisture saja. Nilai moisture ini hanya dipergunakan untuk menghitung hasil-hasil
analisis lainnya, yang ada hubungannya dengan moisture ke dalam basis yang diinginkan. Hal ini
perlu dilakukan apabila kita akan memperbandingkan dua hasil analisis dari contoh yang
sama atau diperlukan juga untuk pengklasifikasian batubara tersebut. Keberadaan moisture
dalam contoh batubara yang halus sangat dipengaruhi oleh tingkat oleh tingkat kelembapan
serta suhu dimana contoh tersebut berada, oleh karena itu nilainya dari waktu ke waktu dan
dari suatu tempat ke tempat lainnya dapat berubah mengikuti perubahan kondisi di mana
contoh tersebut berada.
Inherent moisture bukanlah istilah yang tetap untuk moisture ini, walaupun begitu banyak
orang yang tetap mempergunakannya. Residual moisture yang diperoleh pada
penetapan total moisture tahap kedua ialah nilai yang hampir sama dengan nilai moisture
ini, adapun yang membedakannnya ialah

1. Pengeringan
 Pada residual moisture, moisture dilakukan sampai diperoleh berat konstan
 pada moisture (proximate) tidak perlu dilakukan sampai diperoleh berat
konstan tetapi sampai contoh tersebut cukup kering untuk digiling, dibagi
dan dihaluskan saja, pengeringannya pun harus mengikuti aturan yang
terdapat di dalam metode standar.

1. Ukuran partikel contoh


 Pada residual moisture, standar ISO, BS dan AS mempergunakan partikel -3
mm sedangkan ASTM mempergunakan beberapa ukuran partikel tergantung
dari metode yang dipergunakannya, ukuran tersebut antara lain 2.36 mm,
0,850 mm dan 0,250 mm.
 Pada moisture (proximate) standar ISO, BS dan AS mempergunakan partikel
-212 um sedangkan ASTM mempergunakan partikel berukuran -250 um
2. Sebelum dianalisis
 Pada residual moisture contoh tidak boleh di equilize
 Pada moisture (proximate) contoh sebaiknya di equilize terlebih dahulu
selama tidak lebih dari 45 menit
Residual Moisture Batubara
1.1 Pengertian Residual Moisture Pada Batubara
Residual Moisture merupakan kelembaban yang ditahan oleh sampel batubara setelah
mencapai mencapai kesetimbangan dalam lingkungan atmosfir. Residual Moisture dapat
pula diartikan sebagai jumlah air yang menguap dari sampel batubara yang sudah kering
(setelah free moisturenya menguap) apabila dipanaskan kembali pada suhu 105 – 110oC,
proses pengerjaan untuk mendapatkan nilai Residual Moisture merupakan tahap kedua dari
penetapan Total Moisture (metode dua tahap).

Pada dasarnya air yang terdapat di dalam batubara maupun yang terurai dari batubara
apabila dipanaskan sampai kondisi tertentu, terbagi dalam bentuk-bentuk yang
menggambarkan ikatan serta asal mula air tersebut di dalam batubara. Ada dua
bentuk/wujud moisture pada batubara, yakni air yang terdapat di dalam batubara dalam
bentuk H2O dan air hasil penguraian zat organik yang ada dalam batubara karena adanya
oksidasi terhadap batubara tersebut.
Air yang terdapat pada batubara dalam bentuk H2O dibagi menjadi (tiga) bentuk, yakni :
1. Inherent Moisture ialah air yang secara fisik terikat di dalam rongga-rongga kapiler serta
pori-pori batubara yang relatif kecil, serta mempunyai tekanan uap air yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan tekanan uap air yang terdapat pada permukaan batubara.
2. Adherent Moisture ialah air yang terdapat permukaan batubara atau di dalam pori-pori
batubara yang relatif besar. Air dalam bentuk ini mudah menguap pada suhu ruangan.
3. Air kristal ialah air yang terikat secara kimia pada mineral-mineral dalam batubara.
Bentuk ini menguap pada suhu yang cukup tinggi, tergantung dari jenis mineral yang
mengikatnya, penguapan pada umumnya mulai terjadi pada suhu diatas 450oC. Beberapa
badan Standarisasi Internasional membuat metode untuk penetapan air kristal ini, namun
jarang orang mempergunakannya, Amerika menetapkan bahwa air kristal yang terdapat di
dalam batubara ialah 8% dari kadar abu batubara, sedangkan negara-negara Eropa
menetapkan sebesar 9% dari kadar abu batubara.

1.2 Istilah-Istilah Moisture Dalam Batubara


Berdasarkan bentuk-bentuk air yang dianggap sebagai air batubara, muncullah bermacam
istilah yang dapat dipergunakan untuk menguji kadar air pada batubara, istilah-istilah
tersebut antara lain:
1.2.1 Inherent Moisture
Inherent moisture ialah moisture yang dianggap terdapat di dalam rongga-rongga kapiler
dan pori-pori batubara yang relatif kecil. Pada kedalaman aslinya yang secara teori
dinyatakan bahwa kondisi tersebut ialah kondisi dengan tingkat kelembapan 100% serta
suhu 30oC.

Karena sulitnya menstimulasi kondisi batubara di kedalaman aslinya, maka badan-badan


standarisasi menetapkan kondisi pendekatan untuk dipergunakan pada metode standar
pengujian di laboratorium.
Standar internasional, British, Australia dan Amerika menetapkan bahwa kondisi
pendekatan tersebut ialah kondisi dengan tingkat kelembapan 96 – 97 % dengan suhu 30oC,
sedangkan standar Jepang menetapkan kondisi tersebut pada tingkat kelembapan 67%
dengan suhu 30oC. Sehingga hasil yang diperoleh dengan standar Jepang selalu lebih kecil
dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan standar lainnya.

Banyaknya jumlah Inherent Moisture dalam suatu batubara dapat dipergunakan sebagai
tolak ukur tinggi rendahnya tingkat rank batubara tersebut. Semakin tinggi nilai Inherent
Moisture suatu batubara, semakin rendah tingkat rank batubara tersebut.

Bed Moisture ialah istilah lain Inherent Moisture yang banyak dipakai, sedangkan MHC
(Moisture Holding Capacity) ialah istilah yang dipakai oleh ISO (International Standard), BS
(British Standard) dan AS (Australia Standard), sedangkan ASTM (American Standard for
Testing American) mempergunakan istilah Equipment moisture, Moisture Holding Capacity
dan Equilibrium Moisture ialah istilah yang dipergunakan untuk nama pengujian.

1.2.2 Total Moisture


Total Moisture ialah seluruh jumlah air yang terdapat pada batubara dalam bentuk inherent
dan adherent pada kondisi saat batubara tersebut diambil sampelnya (as sampled) atau
pada kondisi saat batubara tersebut diterima (as received).
Nilai Total Moisture diperoleh dari hasil perhitungan niali Free moisture dengan nilai
Residual Moisture dengan rumus.
% TM = % FM + % RM x (1 – % FM/100)
Nilai-nilai Free Moisture dan Residual Moisture diperoleh dari hasil analisis penetapan Total
Moisture metode dua tahap (two state determination).

1. Free Moisture (FM) ialah jumlah air yang menguap apabila sampel batubara yang baru
diterima atau yang baru diambil, dikeringkan dalam ruangan terbuka pada kondisi tertentu
sampai didapat berat konstannya. Berat konstan ialah berat penimbangan terakhir apabila
pada dua penimbangan terakhir dicapai perbedaan berat < 0,1%/jam. Free Moisture istilah
yang dipakai ISO, BS dan AS sedangkan ASTM mempergunakan istilah Air Dry Loss (ADL).
Pada ASTM dikenal juga istilah Free Moisture akan tetapi istilah tersebut mempunyai
pengertian yang berbeda dengan istilah Free Moisture yang dipergunakan oleh ISO, BS, AS.

2. Residual Moisture ialah tahap kedua dari penetapan Total Moisture (metode dua tahap).

1.2.3 Adherent Moisture


Adherent Moisture ialah moisture yang dianggap terdapat pada permukaan batubara dan
pori-pori batubara yang relatif besar. Air yang terbentuk dalam istilah ini dapat lebih mudah
menguap pada suhu ruangan.

Nilai Adherent Moisture diperoleh dari pengurangan nilai Total Moisture oleh Nilai Inherent
Moisture (Adherent Moisture = Total Moisture – Inherent Moisture).
Keberadaan Adherent Moisture pada batubara dimungkinkan terjadi dalam beberapa
situasi, antara lain :
1. Bercampurnya air tanah dengan batubara pada waktu penambangan maupun pada
kondisi asalnya di dalam tanah.
2. Taburan air hujan pada tumpukan batubara.
3. Sisa-sisa air yang tertinggal pada permukaan batubara setelah proses pencucian.
4. Air yang disemprotkan untuk mengurangi debu pada tumpukan batubara.
Keberadaan Adherent Moisture ini dapat dikurangi jumlahnya dengan proses penirisan
(drainage), centrifuge, pengeringan di udara terbuka, dan pengeringan dengan pemanasan.

1.3 Metode Standar yang digunakan pada Residual Moisture


1.3.1 International Organizator for Standarisation (ISO)
ISO adalah organisasi non-pemerintah yang membentuk jembatan antara sektor publik dan
swasta.. Di satu sisi, banyak lembaga anggotanya merupakan bagian dari struktur
pemerintah negara mereka, atau diberi mandat oleh pemerintah mereka. Di sisi lain,
anggota lain memiliki akar unik di sektor swasta, yang telah didirikan oleh kemitraan
nasional asosiasi industri. Oleh karena itu, ISO memungkinkan dapat mencapai konsensus
pada solusi yang memenuhi kedua persyaratan bisnis dan kebutuhan masyarakat yang lebih
luas.

1.3.2 British Standards (BS)


British Standards adalah standar yang diproduksi oleh BSI Group yang didirikan di bawah
Royal Charte dan yang secara resmi ditunjuk sebagai Badan Standar Nasional (NSB) untuk
negara Inggris dan merupakan standar konsensus formal. Salah satu tujuan BSI, yaitu
mengatur standar mutu barang dan jasa, mempersiapkan dan mempromosikan adopsi
umum Inggris Standar, dan mengubah standar tersebut sebagai pengalaman dan kondisi
yang saling membutuhkan.

1.3.3 American Socity for Testing and Materials (ASTM)


ASTM International, sebelumnya dikenal sebagai American Society untuk Pengujian dan
Material. ASTM merupakan pemimpin global yang diakui dalam pengembangan dan
pengiriman standar internasional konsensus sukarela. Hampir seluruh dunia menggunakan
ASTM dalam meningkatkan kualitas produk pengujian mereka karena ASTM telah
memberikan metode pengujian, spesifikasi, panduan dan praktek-praktek yang mendukung
industri.

1.4 Akurasi, Presisi, Dan Bias


1.4.1 Akurasi (Accuracy)
Akurasi (Accuracy) dalam istilah bahasa Indonesia artinya adalah ketepatan. Yang dimaksud
dengan akurasi suatu pengukuran ialah besar atau kecilnya penyimpangan hasil pengukuran
tersebut terhadap nilai sesungguhnya.

Cara menentukan akurasi adalah dengan cara membandingkan hasil pengukuran dengan
nilai sesungguhnya. Apabila perbedaannya sangat kecil maka dikatakan bahwa pengukuran
tersebut akurasinnya tinggi atau disebut juga dengan sangat akurat, dan sebaliknya apabila
perbedaannya besar, maka dikatakan bahwa dengan pengukuran tersebut akurasinya
rendah atau dengan kata lain tidak akurat.
Nilai sesungguhnya tidak pernah bisa diketahui, oleh karena itu penentuan akurasi suatu
pengukuran pun tidak dapat dilakukan. Yang dapat dilakukan hanyalah membandingkan
hasil pengukuran tersebut terhadap nilai yang dianggap sama dengan nilai sesungguhnya
(nilai pendekatan). Nilai pendekatan didapat dengan cara :
1. Merata-ratakan sebanyak mungkin hasil pengukuran. Pengukuran sebaiknya dilakukan
oleh beberapa pengukur yang berbeda, tentunya dengan cara yang sama dan dianggap
paling baik.
2. Menentukan cara dan tempat sampling yang dianggap akan mendapatkan sampel
sehingga mampu menghasilkan nilai sesungguhnya (misalnya stopped belt).

1.4.2 Presisi (Precision)


Precision dalam bahasa Indonesianya adalah presisi atau kecermatan. Jika suatu
pengukuran dilakukan berulang-ulang dan memberikan hasil yang variasinya kecil, maka
dikatakan bahwa presisi pengukuran tersebut tinggi, sebaliknya apabila memberikan hasil
yang variasinya besar, maka dikatakan bahwa presisi pengukuran tersebut rendah.
Presisi dan akurasi sebenarnya merupakan dua hal yang berbeda namun banyak orang
menganggap kedua hal tersebut merupakan hal yang sama, perlu kita sadari bahwa suatu
hasil analisa yang akurasinya rendah mungkin saja mempunyai presisi yang tinggi dan
sebaliknya suatu hasil analisis yang presisinya tinggi mungkin saja tidak akurat.
Umumnya parameter yang dipergunakan untuk mengukur presisi ialah kadar abu, karena
umumnya abu merupakan komponen yang paling bervariasi dalam batubara. Apabila kadar
abunya rendah dan merata maka bisa dipergunakan parameter lain, seperti Total Moisture
atau Calorific Value, namun perlu diperhatikan bahwa nilai kedua parameter ini mudah
berubah.

1.4.3 Bias
Apabila perbedaan hasil suatu analisis dengan suatu hasil yang dianggap benar selalu lebih
kecil atau selalu lebih besar, maka peristiwa tersebut disebut bias.
Batubara mempunyai partikel dengan ukuran dan berat jenis yang bervariasi, perlu kita
ketahui bahwa kualitas tiap partikel batubara tersebut dapat berbeda satu sama lainnya.
Semakin besar variasi distribusi partikel suatu batubara semakin besar pula variasi
kualitasnya dan semakin besar kemungkinan terjadinya bias pada pengambilan sampelnya.

Anda mungkin juga menyukai