Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH RADIOKIMIA

“Teori Struktur Inti, Energi Penghalang Coulomb, dan


Penampang Lintang Penangkapan Partikel”

DOSEN PENGAMPU:
Dr. H. R. Usman Rery, M.Pd

DISUSUN OLEH KELOMPOK V:


KIMIA 18 B

Anjelly Wulandari 1805111669

Masahul Muthahira 1805113374

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini
merupakan hasil dari tugas kelompok yang ditujukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Radiokimia di semester empat ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari
segi isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari dosen pengampu mata kuliah dan juga teman-teman untuk
perbaikan dan penyempurnaan dalam belajar pada masa mendatang.

Semoga makalah yang penulis susun dapat bermanfaat bagi pembaca dan
menambah pengetahuan serta pemahaman pembaca.

Pekanbaru, 19 Februari 2020

Penyususn

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

DESKRIPSI SINGKAT.............................................................................................................1

TUJUAN MATERI.......................................................................................................................3

PEMBAHASAN MATERI........................................................................................................4

A.Teori Struktur Inti...............................................................................................................4

a) Model Tetes Cairan................................................................................................................9

b) Model Kulit Inti.....................................................................................................................9

C. Energi Penghalang Coulomb...............................................................................................13

D. Penampang Lintang Penangkapan Partikel.........................................................................14

SIMPULAN............................................................................................................................17

SOAL-SOAL DAN PEMBAHASAN.....................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21

ii
DESKRIPSI SINGKAT
Saat ini tidak ada teori dasar yang dapat menjelaskan sifat-sifat nukleus yang
teramati. Sebagai pengganti teori, beberapa model pun dikembangkan, namun hanya
beberapa diantaranya yang berhasil menjelaskan sifat-sifat inti. Pada tahap awal
berangkat dari keyakinan bahwa sejumlah tertentu nukleon membentuk kulit tertutup
dan nukleon dalam satu kulit tidak berinteraksi dengan nukleon pada kulit lain
sebagaimana halnya elektron dalam kulit-kulit yang berbeda pada bagian luar atom.
Dengan anggapan dasar yang berbeda, kedua model tampak memiliki
kemampuan dan keterbatasan dalam menjelaskan fenomena sifat inti. Walaupun
terdapat model lain yang dikembangkan lebih lanjut untuk menyempurnakan model
inti, pada bagian ini hanya akan dibahas mode tetes cairan dan model kulit inti.
Model tetes cairan sangat sesuai untuk menjelaskan energi ikat inti. Di dalam
model tetes cairan yang dirumuskan oleh Niels Bohr, nukleon-nekleon tersebut
dibayangkan berinteraksi secara kuat satu dengan lainnya, serupa seperti molekul-
molekul di dalam tetes cairan. Sebuah nukleon yang diberikan sering bertumbukan
dengan nukleon lain di bagian dalam inti tersebut, dan jalan bebas rata-ratanya
sewaktu bergerak mondar-mandir sangat lebih kecil daripada diameter inti. Model ini
memperlakukan inti sebagai suatu massa homogen dan setiap nukleon berinteraksi
secara kuat dengan tetangga terdekatnya.
Model kulit dikemukakan berdasarkan anggapan bahwa nukleon terdistribusi
dalam suatu deretan tingkat energi diskrit yang memenuhi kondisi mekanika kuantum
tertentu, namun tidak persis sama seperti kulit-kulit elektron di luar inti. Proton dan
neutron masing-masing menempati kulit berbeda dalam deretan kulit terpisah. Setiap
kulit memiliki daya tampung nukleon sebagai kulit penuh. Model ini memperhatikan
gerakan setiap nukleon secara individual, sehingga model ini disebut juga sebgai
model partikel tunggal dan terutama digunakan untuk inti pada keadaan dasar. Model
ini konsisten dengan keperiodikan yang teramati pada sejumlah sifat inti.

1
Untuk berlangsungnya suatu reaksi inti, terutama reaksi yang bersifat
endorgenik dan reaksi dengan proyektil partikel bermuatan, terdapat energi ambang
minimum tertentu yang harus dimiliki proyektil tersebut. Misalnya pada reaksi 27Al
(α,n) 30p, nilai Q reaksi sebesar -2,636 MeV. Akan tetapi , hal ini tidak berarti untuk
berlangsungnya reaksi tersebut cukup dengan proyektil partikel α yang berenergi
2,636 MeV, karena tidak semua enenrgi kinetik partikel α tersebut diubah menjadi
energi reaksi dan untuk partikel bermuatan terdapat energi penghalang Coulomb yang
harus diatasi agar proyektil dapat memasuki inti sasaran.

2
TUJUAN MATERI
1) Dapat mengetahui tentang teori struktur inti yaitu teori tetes cairan dan teori kulit
inti
2) Dapat memahami tentang energi penghalang coulomb
3) Dapat memahami tentang penampang lintang penangakapan partikel

3
PEMBAHASAN MATERI
A. Teori Struktur Inti
a) Teori Tetes Cairan
Pada tahun 1935, C.v. Weiszacker mengemukakan bahwa sifat-sifat inti yang
berkaitan dengan ukuran geometris, massa dan energi ikatannya mirip dengan
yang telah diketahui mengenai sebuah tetes cairan. Pada tetes cairan, kerapatannya
konstan,ukurannya berbanding lurus dengan jumlah partikel atau molekul dalam
tetesan, dan kalor uap atau energi ikatnya berbanding lurus dengan massa atau
jumlah partikel yang membentuk tetesan.
(Gautreau dan William.2006: 152)

Model ini diajukan oleh Bohr karena adanya kesamaan beberapa sifat inti dan tetes
cairan,yaitu :
1. Kerapatan yang konstan di seluruh volumenya dan tidak bergantung pada
ukurannya.
2. Bahang penguapan pada tetes cairan ekuivalen dengan energi ikat pernukleon
dalam inti.
3. Peristiwa penguapan tetes cairan ekuivalen dengan proses peluruhan inti
4. Pengembunan atau pembentukan tetes sesuai dengan peristiwa pembentukan
inti gabungan.
Dengan model ini dapat disusun persamaan energi ikat inti sebagai fungsi nomor
massa sebagai berikut :
1. Berdasarkan anggapan bahwa kerapatan inti adalah konstan dan tidak
bergantung ukurannya maka seharusnya energi ikat inti sebanding dengan
cacah nukleon yang ada, yaitu sama dengan nomor massa A. Tiap-tiap
nukleon memberikan pengaruh energi ikat yang sama. Dengan demikian
energi ikat inti adalah a1A. Dengan a1 adalah suatu tetapan.

4
2. Energi ikat pada nomor 1 harus dikoreksi oleh adanya kenyataan bahwa Z
proton dalam inti saling tolak-menolak sehingga mengurangi energi ikat yang
telah diberikan. Pengurangan tentunya sebanding dengan energi potensial
Coulomb dari proton dalam inti yang sebanding dengan Z2e2/R. Karena R A
1/3
maka suku koreksi dapat dituliskan sebaga a 2Z2 A-1/3 dengan a2 adalah
tetapan.
3. Koreksi berikut didasarkan pada pengertian tegangan permukaan yang terjadi
pada tetes cairan. Nukleon yang berada didekat permukaan inti mendapatkan
gaya tarik yang tidak sama dengan gaya tarik yang dialami oleh nukleon di
bagian dalam, sehingga energi permukaan yang sebanding dengan luas
permukaan inti , yaitu R2 A2/3= -a3A2/3 dengan a3 adalah
tetapan.
4. Untuk suatu Z dan A tertentu, kestabilan inti ditentukan oleh distribusi proton.
Adanya kelebihan cacah proton terhadap neutron mengurangi tingkat
kestabilan inti. Fermi mengusulkan efek tersebut sebagai :
-a4 (Z-A/23)2
A
5. Akhirnya, suatu koreksi empirisδ harus diberikan mengingat bahwa
kestabilan inti ditentukan oleh keadaan genap-gasal cacah nukleon. Inti
dengan n-p genap-genap lebih stabil dari inti gasal-gasal.
δ = 0 untuk N genap, Z gasal , A gasal
= 0 untuk N gasal ,Z genap, A gasal
= +a5A3/4 untuk N genap, Z genap,A genap
= -a5A-3/4 untuk N gasal, Z gasal,A genap
Energi ikat nukleon merupakan jumlah kelima suku sebelumnya dan disajikan oleh
rumus semiempiris Weiszἄcker.

B = a1A – a2 Z2A-1/3 -a3 A2/3 – a4 ( Z− 12 A )2 +δ


A

5
Tetapan a1 sampai dengan a5 dicari dengan pencocokan persamaan diatas terhadap
data-data percobaan dan diperoleh nilai-nilai a1 = 15,753; a2 = 0,7103; a3 = 17,8; a4
=94,77; dan a5 = 33,6; semua dalam satuan MeV.
Energi ikat per nukleonnya adalah
1
B
A
2 -4/3
B́= = 15,753 – 0, 7103 Z A - 94,77
Z− A 2
2 (
+δ /¿
A.)
A2

(Kusminarto, 2014: 165-167)

Model tetes cairan bagi inti menghasilkan pernyataan berikut yang dikenal
sebagai rumus massa semi-empiris, untuk ketergantungan massa sebuah inti pada
A dan Z;
M= Zmp + (A – Z)mn – b1A+ b2A2/3 + b3Z2A-1/3 + b4(A – 2Z)2A-1 + b5A-3/4 …….
(28.1)
Tetapan diatas ditentukan dari data eksperimental; nilai nilai (dalam satuan energi)
yang diperoleh sebagai berikut:
b1 = 14,0 MeV b3 = 0,58 MeV
b2 = 13,0 MeV b4 = 19,3 MeV
dan b5 diberikan menurut skema berikut:
A Z b5
Genap Genap -33,5 MeV
Ganjil 0
Genap Ganjil +33,5 MeV
Tabel 1. nilai nilai b5(dalam satuan energi)
berbagai suku dalam persamaan (28.1) diperoleh melalui suatu deretan koreksi
berurutan dengan cara sebagai berikut.
Dengan mengabaikan energi ikat, maka taksiran pertama massa inti-inti
yang tersusun dari proton (Z) dan netron (N = A – Z ) akan sama dengan Zm p +

6
(A – Z)mn. Taksiran massa ini dikoreksi dengan memperhitungkan energi ikat
nukleon-nukleon. Karena gaya inti adalah tarik menarik, maka energi ikat ini akan
positif (diperlukan usaha positif untuk memisahkan nukleon nukleon), sehingga
massa inti akan lebih kecil daripada jumlah massa nukleon-nukleon secara
terpisah. Dari model tetes cairan, kalor uapnya (enegri ikat) akan berbanding lurus
dengan jumlah nukleon A sehingga massa inti harus dikurangi b1A (b1 > 0).
Anggapan yang dibuat dalam koreksi pertama bahwa energi ikat per
nukleon adalah b1, setara dengan menganggap bahwa semua nukleon dikelilingi
oleh jumlah nukleon yang sama banyak. Ini tentu saja tidaklah benar bagi nukleon-
nukleon pada permukaan inti, yang ikatannya lebih lemah.jadi terlalu banyak yang
dikurangkan oleh koreksi pertama ini, sehingga suatu koreksi massa yang
sebanding dengan luas permukaan inti, b2A2/3, harus ditambahkan untuk
memperhitungksn efek “permukaan” ini. Energi Coulomb positif antara proton
proton, Ec (yang setara dengan energi ikat –Ec) menambah massa inti sebanyak
Ec/c2.
Hingga tahap ini, semua suku dalam penyataan massa ini telah diperoleh dari
analoginya dengan sebuah tetes cairan bermuatan yang tak termampatkan.
Disamping itu, karena efek mekanika kuantum, maka dua suku tambahan biasanya
ditambahkan sebagai berikut.
Diperoleh bahwa jika sebuah inti mengandung lebih banyak netron daripada
proton (atau sebaliknya), maka energinya dan dengan spin-spin yang berlawanan.
Sebagai akibat dari efek ini, disimpulkan bahwa terdapat suatu energi pasangan
yang perubahannya sebanding dengan A-3/4 dan bertambah dengan jumlah nukleon-
nukleon yang tak berpasangan. Jumlah ini ditentukan sebagai berikut:
Jumlah nukleon yang
A Z
tak berpasangan
Genap Genap 0
Ganjil 1
Genap Ganjil 2(1 neutron dan 1

7
proton)

Pernyataan suku energi pasangan ini dengan demikian memberi pernyataan akhir
(28.1), bagi massa inti. Energi ikat rata rata per nukleon diperoleh dari (28.1)
dengan mengambil selisih antara massa energi inti dan massa energi dari nukleon
nukleon penyusunnya dan kemusan membagi hasilnya dengan jumlah nukleon:
EI
=[Zmp + (A-Z)mn – M]c2 = b1 – b2 A-1/3 – b3Z2A-4/3 – b4 (A – 2Z)2 A-2 – b5A-7/4
A
…….
(28.2)

(perlu diperhatikan bahwa EI/A tidaklah sama dengan energi yang diperlukan
untuk mengambil satu nukleon dari sebuah inti tertentu). Grafik persamaan ini
ditunjukkan pada gambar 28.1.tampak bahwa untuk Ayang besar nilai EI/A
hampir konstan pada energi 8 MeV.
Perlu ditekankan bahwa (28.1) atau (28.2) tidak memberikan nilai-nilai yang
pasti tetapi hanya meramalkan nilai-nilai hampiran, dengan ketelitian yang
berbeda untuk inti yang berbeda.
(Gautreau dan William.2006: 152-153)

8
b) Teori kulit inti
Di dalam model tetes cairan, nukleon-nukleon tidak diperlukan secara
individu , sebaliknya efek-efeknya akan dirata-ratakan seperti nukleus. Model ini
berhasil menjelaskan beberapa sifat inti, seperti rata-rata energi ikat per nuklus.
Namun, sifat-sifat inti lainnya, seperti energi-energi kedaan terseksitasi dan momen
magnet inti, membutuhkan pemakaian model mikroskopik dalam perhitungan
perilaku nukleon-nukleon secara individu.
Ketika data inti sudah diakumulasikan , akan terbukti bahwa perubahan bruto
dalam sifat inti terjadi di dalam nukleus dengan N atau Z sebesar 2, 8, 20, 28, 50,
82, atau 126, yang dikenal sebagai “bilangan-bilangan ajaib”. Pada bilangan-
bilangan ajaib ini, nukleus-nukleus didapati dalam keadaan stabil dan berjumlah
banyak. Nukleon-nukleon terakhir yang meliengkapi “kulit-kulit’ ini memiliki
energi-energi ikat tinggi. Selain itu, energi-energi pada keadaan tereksitasi pertama
ternyata lebih besar dibandingkan dengan energi nukleus-nukleus terdekat yang
tidak memilki bilangan-bilangan ajaib. Sebagai contoh, perak, dengan bilangan
ajaib Z= 50, memiliki 10 isotop stabil (Z sama, A berbeda), sehingga energi yang
dibutuhkan untuk melepaskan proton adalah sekitar 11 MeV dan keadaan
tereksitasi pertama untuk isotop-isotop genap-genap (Yaitu N dan Z bernilai genap)
adalah sekitar 1,2 MeV di atas keadaan dasar. Sebalikya untuk isotop-isotop
terulium terdekat, dengan Z = 52, energi yang dibutuhkan untuk melepaskan proton
adalah sekitar 7 MeV dan untuk isotop-isotop gneap-genap, keadaan tereksitasi
pertamanya memiliki energi sebesar 0,60 MeV.
Fluktuasi yang sama dalam perilaku akan teramati di dalam atom, sebagai
elektron-elektron yang mengisi penuh beberapa kulit atom. Kesamaan dalam
perilaku ini mengisyaratkan adanya kemungkinan bahwa beberapa sifat inti dapat
dijelaskan dalam bentuk model kulit inti.
Struktur kulit atom didapatkan dari suatu deret pendekatan yang berurutan.
Pertama-tama kita asumsikan bahwa tingkat-tingkat energi untuk suatu nukleus

9
bermuatan Ze telah terisi penuh oleh electron-elektron Z dan seolah-olah tidak ada
interaksi satu sama lain, kemudian dibuatlah koreksi-koreksi untuk menghitung
efek-efek interaksi yang terjadi. Namun, koreksi-koreksi ini sangat kecil; efek
utamanya yang menghasilkan pendekatan pertama terhadap tingkat-tingkat kulit,
memunculkan suatu keadaan bahwa secara rata-rata elektron bergerak independen
di dalam medan coulomb nukleus.
Jika pendekatan yang sama diambil untuk mengembangkan gambaran kulit
nukleus tersebut, potensial yang berbeda harus digunakan untuk mempresentasikan
gaya-gaya inti rentang pendek. Salah satu pendekatannya adalah dengan
mengansumsikan bahwa nukleon-nukleon bergerak ke dalam suatu rata-rata
potensial osilator harmonik
1 2
V= kR = mω 2R2
2
Perlakuan mekanika kuantum selanjutnya memperlihatkan bahwa tingkat-tingkat
energi diberikan oleh
3
E = ( N + ) ℏω
2
Dengan N=2 ( n−1 ) +l. Besaran ladalah bilangan kuantum momentum anguler
orbital dan nilainya adalah 0, 1, 2, 3,…; serta berhubungan dengan vektor
momentum anguler orbital dalam bentuk biasa |I | = √ l(l+ 1)ℏ. (Untuk nukleon
vector-vektor terkuantisasi dan bilangan-bilangan kuantum akan dipresentasikan
dengan huruf-huruf kecil). Besaran n adalah suatu bilangan bulat yang nilainya
adalah 1, 2, 3, 4,… Namun, berbeda dengan solusi atom hidrogen, nilai l ini tidak
dibatasi oleh n.
Keadaan momentum anguler orbital nucleon ditunjukkan dengan notasi
spektrokopik :
Nilai l : 0 1 2 3 4 5
Simbol huruf : s p d f g h

10
Memberikan nilai n di depan simbol huruf akan menunjukkan orde (terhadap
kenaikan energi) dari suatu keadaan l tertentu (untuk l yang tetap, N akan naik
sebesar n). dengan demikian, keadaan 2d adalah keadaan l = 2 setelah keadaan yang
paling rendah.

11
`

12
Gambar 28-2(a) menunjukkan berbagai tingkat energi yang diramalkan dari potensial
osilator harmonik, bersama dengan jumlah nukleon maksimum dalam tiap tiap
tingkat energi sesuai dengan asas larangan pauli. Tampak bahwa tingkat energinya
terisi penuh pada jumlah nukleon 2, 8, 20, 40, 70, 112 dan 168, hanya ketiga bilangan
yang pertama merupakan bilangan bilangan ajaib.

13
Untuk menghitung bilangan ajaib yang teramati, M. Mayer dan J. Jensen pada
tahu 1949 secara independen memperlihatkan keberadaan interaksi spin-orbit (l∙ s)

1
selain potensial isolator harmonik. Lantaran nukleon memiliki nilai = yang unggal
2
untuk bilangan kuantum spin-nya, efek spin-orbit akan menyebabkan setiap keadaan
momentum anguler orbital dengan l > 0 terbagi menjadi dua orbit (atau orbital),
mengikuti apakah total bilangan kuantum momentum anguler j adalah j = l + s atau j
= l – s. Energi relatif untuk melakukan pembagian diperoleh melalui pengevaluasian.
1
l∙ s =
2
[ j ( j+1 )−l ( l+ 1 )−s( s+1)] ℏ2
1 2 1
= ℏ j = l+
2 2
l+1 2 1
ℏ j = l−
2 2
Pengurangan kedua ekspresi ini memperlihatkan bahwa pemisahan energi antar
kedua orbit sebanding dengan 2l + 1 dan menjadi besar seiring bertambahnya l.
Orbit-orbit ditunjuk dengan menambahkan nilai-nilai j sebagai subskrip akhir ke
simbol untuk keadaan momentum anguler orbital. Sebagai contoh, 1d3/2 merupakn

3
kombinasi bilangan-bilangan kuantum n = 1, l=2, j = l-s = . Untuk nukleus-
2
nukleus, lebih mudah menuliskan ulang prinsip pengecualian pauli sebagai berikut :
tidak ada dua nukleon yang dapat memiliki kumpulan bilangan kuantum sama (n, l, j,
dan mj). Ini berarti suatu orbit dapat membuat maksimum 2j + 1 nukleon.
Di dalam atom, pembagian spin-orbit adalah suatu efek kecil yang
menghasilkan struktur “halus”. Namun di dalam nukleus, interaksi spin-orbit
berlangsung agak kuat sehingga mengahsilkan pemisahan energi yang dapat
diperbandingkan dengan separasi antar tingkat-tingkat energi isolator harmonik.
Perbedaan lain antara pembagian l∙ s di dalam nukleus dengan di dalam atom adalah

14
1
bahwa di dalam nukleus energi orbit sebesar j = l + lebih rendah daripada orbit j =
2

1
l - , yang hanya berlawanan dengan apa yang dijumpai di dalam atom-atom.
2
Rasanya mustahil untuk memprediksi apakah pembagian spin-orbit ini akan
atau tidak akan menghasilkan “persilangan” tingkat-tingkat osilator harmonik awal.
Orde akhir orbit ditentukan oleh bukti eksperimen. Penutupan kulit- total jumlah
nukleon yang bergantung pada setiap celah energi yang besar-bersesuaian dengan
bilangan ajaib. Proton (dan neutron) di orbit yang sama akan cenderung berpasangan
untuk membentuk keadaan momentum anguler nol. Oleh karena itu, nukleus-nukleus
genap-genapakan memiliki total momentum anguler, J = ∑j , sebesar nol,
sedangkan jika suatu nukleus memiliki proton atau neutron ganjil, total momentum
angulernya adalah momentum anguler nukleon terakhir (ganjil).

(Gautreau dan William.2006: 154-155)

B. Energi Penghalang Coulomb


Partikel α sebagai proyektil bermuatan akan mengalami gaya tolak Coulomb
dalam memasuki inti sasaran. Besarnya energi penghalang Coulomb untuk
proyektil atom Z1, dengan jari-jari R1 terhadap inti sasaran bernomor atom Z2 dan
berjari-jari R2 diungkapkan dengan persamaan
Z 1 Z 2 e2
Vc =
4 ππ 0 ( R1 + R2 )
atau jika dinyatakan dalam MeV dan R1, R2 dinyatakan dalam fermi
Z1 Z 2
Vc = 1.44 MeV
R 1+ R 2
Maka untuk reaksi penembakan 27Al dengan partikel α, besarnya energi penghalang
Coulomb adalah : Vc = 5.83 MeV.

15
Namun tidak semua reaksi inti memerlukan energi ambang, beberapa reaksi
dengan neutron sebagai proyektil bersifat sebagai reaksi eksoergik, maka dapat
dipahami jika reaksi (n, γ) atau beberapa reaksi fisi dapat berlangsung walaupun
menggunakan neutron termal yang berenergi sekitar 0.025 eV, karena untuk reaksi
tersebut tidak terdapat energi penghalang Coulomb dan reaksi bersifat eksoergik.
(Bundjali, 2002:92)
Untuk berlangsungnya suatu reaksi inti, secara kualitatif telah disebutkan
bahwa, terutama untuk reaksi endorgenik dan reaksi proyektil partikel bermuatan ,
partikel harus memiliki energi kinetik minimum tertentu (Energi ambang reaksi)
agar dapat masuk ke dalam inti sasaran. Selain factor energi kinetik proyektil,
faktor lain yang secara kuantitatif berpengaruh terhadap randemen hasil reaksi
adalah :
(a) Fluks proyektil yang menyatakan kerapatan arus partikel proyektil persatuan
luas persatuan waktu, misalnya ∅ cm-2 s-1
(b) Kerapatan permukaan inti sasaran, yang menyatakan jumlah atom sasaran
persatuan luas, misalnya No cm
(c) Penampang lintang reaksi yang dinyatakan dalam satuan barn, Penampang
lintang reaksi X (a,b) Y dilambangkan dengan σ a,b untuk X.
(Bundjali, 2002:93)

C. Penampang Lintang Reaksi Inti


Dari ketiga faktor yang disebutkan diatas, faktor ketiga merupakan sifat
karakteristik dari interaksi proyektil-inti sasaran untuk suatu reaksi inti tertentu.
Kebolehjadian atau probabilitas sebuah partikel penembak akan menghasilkan suatu
reaksi nuklir dinyatakan dalam penampang lintang. Satuan penampang lintang adalah
barn (1 barn = 10-24-cm2). Perlu diperhatikan, penampang lintang bukan berarti
penampang inti secara geometris, melainkan suatu pernyataan tentang kebolehjadian.
Penampang lintang merupakan fungsi dari inti target, macam dan energi partikel

16
penembak. Selanjutnya inti target yang sama yang ditembaki dengan satu macam
partikel dengan satu macam energi dapat dinyatakan dengan lebih dari satu
penampang lintang, tergantung pada peluruhan berikutnya dari inti senyawa yang
terbentuk.
(Wilis, 1989:43-44)
Penampang-lintang inti didefinisikan sebagai berikut:
jumlah reaksi per detik per inti
σ=
jumlah proyektil datang per detik per luas
semakin besar nilai σ, semakin tinggi kemungkinan suatu reaksi dapat berlangsung.
Penampang melintang memiliki dimensi-dimensi luas dan biasanya diukur dalam
satuan yang disebut barn, dengan
1 barn = 10-28 m2
sehingga satu barn merupakan orde kuadrat jari-jari nuklir. Jika jumlah inti per satuan
volume dalam suatu bahan adalah n, maka jumlah partikel, Nsc, yang dihamburkan
apabila suatu berkas proyektil N0 jatuh pada ketebalan, T, maka
Nsc= N0 (1 – e-nσT)
Penampang-lintang ini berbeda untuk reaksi yang berbeda, dan bagi reaksi tertentu
akan berubah terhadap energi partikel yang ditembakkan. Jika reaksi endotermik,
maka penampang-lintangnya akan nol jika energinya berada di bawah energi ambang.
(Gautreau, 2006:175)

Kajian mengenai besarnya penampang lintang penangkapan neutron terhadap


jumlah neutron dalam nuklida penangkap , memberikan informasi data yang sangat
berarti mengenai kestabilan relatif nuklida yang memiliki jumlah neutron sama
dengan bilangan ajaib. Penampang lintang serapan neutron berenergi 1MeV adalah
50 sampai dengan 100 kali lebih rendah pada nuklida yang mengandung neutron 20,
50, 82, dan 126 dibandingkan dengan nuklida tetangganya yang mengandung neutron
kurang satu dari bilangan ajaib. Hal ini dapat dilihat pada tabel dan besarnya Vo -30

17
– 50 Mev, ke dalam sumur potensial (untuk neutron 5 MeV lebih dalam daripada
proton), tanda minus menunjukkan potensial gaya tarik-menarik.

Nuklida α/b
88 5,8 × 10-3
Sr
38 50
87 16
Sr
38 49
136 0,16
Sr
54 82
135 2,65 × 106
Sr
54 81
Tabel 3. Penampang lintang penangkapan neutron termal pada nuklida dengan jumlah neutron
bilangan ajaib dan yang kurang satu dari bilangan ajaib
(Bundjali, 2002:66)

18
SIMPULAN

Pada tetes cairan, kerapatannya konstan,ukurannya berbanding lurus dengan


jumlah partikel atau molekul dalam tetesan, dan kalor uap atau energi ikatnya
berbanding lurus dengan massa atau jumlah partikel yang membentuk tetesan. Model
ini diajukan oleh Bohr karena adanya kesamaan beberapa sifat inti dan tetes
cairan,yaitu :
1. Kerapatan yang konstan di seluruh volumenya dan tidak bergantung pada
ukurannya.
2. Bahang penguapan pada tetes cairan ekuivalen dengan energi ikat pernukleon
dalam inti.
3. Peristiwa penguapan tetes cairan ekuivalen dengan proses peluruhan inti
4. Pengembunan atau pembentukan tetes sesuai dengan peristiwa pembentukan inti
gabungan.

Model kulit dikemukakan berdasarkan anggapan bahwa nukleon terdistribusi


dalam suatu deretan tingkat energi diskrit yang memenuhi kondisi mekanika kuantum
tertentu, namun tidak persis sama seperti kulit-kulit elektron di luar inti. Proton dan
neutron masing-masing menempati kulit berbeda dalam deretan kulit terpisah. Setiap
kulit memiliki daya tampung nukleon sebagai kulit penuh. Model ini memperhatikan
gerakan setiap nukleon secara individual, sehingga model ini disebut juga sebgai
model partikel tunggal dan terutama digunakan untuk inti pada keadaan dasar. Model
ini konsisten dengan keperiodikan yang teramati pada sejumlah sifat inti.
Penampang lintang merupakan fungsi dari inti target, macam dan energi
partikel penembak. Selanjutnya inti target yang sama yang ditembaki dengan satu
macam partikel dengan satu macam energi dapat dinyatakan dengan lebih dari satu

19
penampang lintang, tergantung pada peluruhan berikutnya dari inti senyawa yang
terbentuk.
Partikel α sebagai proyektil bermuatan akan mengalami gaya tolak Coulomb
dalam memasuki inti sasaran. Besarnya energi penghalang Coulomb untuk proyektil
atom Z1, dengan jari-jari R1 terhadap inti sasaran bernomor atom Z2 dan berjari-jari R2
diungkapkan dengan persamaan
Z 1 Z 2 e2
Vc =
4 ππ 0 ( R1 + R2 )
atau jika dinyatakan dalam MeV dan R1, R2 dinyatakan dalam fermi
Z1 Z 2
Vc = 1.44 MeV
R 1+ R 2

20
SOAL-SOAL DAN PEMBAHASAN

40 41 39
(1) Massa-massa 20 Ca, 20 Ca, dan 20 Ca masing-masing adalah 39,962589 u ;
40,962275 u dan 38,970691 u. Hitunglah selisih energi antara kulit-kulit neutron
1d3/2 dan 1f7/2 (yaitu celah energi yang bersesuaian dengan bilangan ajain neutron
20)
Jawaban :
 Dari model kulit 39 40
20 Camengalami kehilangan satu neutron di kulit 1d 3/2, 20 Ca

memenuhi kulit ini dan 41


20 Ca menambahkan neutron ke kulit 1f7/2

Energi ikat neutron 1d3/2, 40❑Ca adalah


BE1 = (M 40Ca + mn – M41ca ) c2
= (38,970691 u + 1,008665 u – 39,962589 u) ()931,5 MeV/u)
= 15,62 MeV
Selisih energi-energi ikat adalah separasi energi, , δ , dari kulit −kulit 1f7/2 dan
1d3/2 adalah :
δ =BE1 – BE2 = 15,62 MeV –8,36 MeV = 7,26 MeV

(2) Berapakah perbedaan antar energi-energi ikat 32 He dan 31 H ?


Jawaban :
 Energi ikat untuk 32 He
BEHe = (Zmp + Nmn – M) c2
MeV
= [ 2 ( 1,007825u )+1,008665 u – 3,016030 u ] (931,5 )
u
= 7,72 MeV

21
Energi ikat untuk 31 H adalah
MeV
BEH = [ ( 1,007825 u ) +2(1,008665 u) – 3,016030 u ] (931,5 )
u
= 8,48 MeV
(3) Untuk mencari momentum spin, tuliskan konfigurasi proton dan neutron untuk
Zn-63!
Jawaban :
 Karena Z untuk Zn adalah 30, berarti ada 30 proton dan 33 neutron. Karena
kdua bilangan tersebut cukup besar, maka konfigurasi keduanya dimulai dari
bilangan ajaib terbesar yang masih lebih kecil dari 30. Konfigurasinya
adalah :
Proton : [ 28 ] , (2d3/2)2
Neutron : [ 28 ] , (2d3/2)4, (1f5/2)1
Dengan demikin perilaku inti Zn-63 ditentukan oleh neutron tidak

5
berpasangan di 1f5/2, sehingga spin untu Zn-63 adalah .
2

(4) Dengan menggunakan model tetes cairan , tentukan isobar yang paling stabil untuk A
ganjil tertentu.
Jawaban :
Untuk a ganjil b3 = 0 dalam rumusan masa semiempiris sehingga energi ikatnya
menjadi
EI= b1A - b2A2/3 - b3Z2A-1/3 - b4(A – 2Z)2A-1
Inti isobar (A = tetap) yang paling stabil adalah yang memiliki energi ikat
maksimum. Ini diperoleh dengan megambil d(EI)/dZ =0
d ( EI )
=¿-2b3ZA -1/3 + 4b4 (A – 2Z) A-1 = 0
dZ

22
A
4 b4 +2
Z= −1/ 3 −1 =
b 3 2 /3
2b 3 A +8 b 4 A A
2 b4
Dengan menggunakan b3 = 0,58 MeV dan b4 = 19,3 MeV kita peroleh
A
Z=
0,015 A 2/ 3+ 2

5. Jelaskan alasan munculnya tanda plus, minus, dan nol, untuk suku koreksi akibat
berpasangan dari nucleon, δ , pada persamaan :

B = Bv − Bs − Bc − Ba + Bp + Bm

z( z −1) (N − Z)2
= avA − asA2/3 − ac A 1/ 3 A − aa +δ+η

Jawaban :
Setiap nukleon hanya punya dua kemungkinan nilai spin, yaitu spin up dan spin down.
Dengan demikian, masing-masing netron dan proton akan membentuk pasangan spin dan
mempunyai energi minimal jika jumlahnya genap. Untuk A ganjil, maka ada dua ke-mungkinan
kombinasi nilai N dan Z, yaitu genap - ganjil dan ganjil - genap. Kedua kombinasi tersebut
menyisakan satu proton atau satu netron tak berpasangan. Kondisi tersebut adalah kondisi yang
harus terjadi dan tidak ada kondisi lain yang mungkin. Dengan demikian tidak ada faktor koreksi
terkait dengan sifat berpasangan ini, δ = 0.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bunbun, Bunjali.2002. Kimia Inti. Bandung : Penerbit ITB


Gautreau, Ronald dan William Savin. 2006. Seri Buku Schaum: Fisika Modern Edisi
Kedua.. Jakarta: Penerbit Erlangga
Halliday, David dan Robert Resnick. 1990. Fisika Modern Edisi Ke 3. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Kusminarto. 2014. Esensi Fisiska Modren. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Ratna Wilis D. 1989.Kimia inti. P2LPTK. Jakarta

24

Anda mungkin juga menyukai