KIM1310
TEORI IKATAN VALENSI
OLEH:
INGRIT LUMBAN BATU 1813031006
NI LUH PUTU SUARTINI 1813031012
AMELIA AYNUL PUTRI 1813031031
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya lah, kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ikatan Kimia yang berjudul “Teori Ikatan Valensi”
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Tanpa bimbingan Tuhan dan orang-orang di sekitar kami, mungkin makalah
ini tidak akan selesai tepat pada waktunya. Tak lupa kami ucapkan terimakasih
kepada Bapak Dr. I Nyoman Suardana, M.Si. dan Bapak I Putu Septian Eka Adista
Putra, S.Pd., M.Si. yang telah memberikan tugas ini dan membimbing dalam
pembuatan tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, mohon
dimaklumi. Dan harapan kami semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Teori Orbital dan Ikatan ............................................................................ 3
2.2 Teori Ikatan Valensi .................................................................................. 7
2.3 Model Ikatan Orbital Overlap (Tumpang Tindih Orbital) ........................ 11
2.4 Hibridisasi Orbital Atom ........................................................................... 16
2.5 Ikatan Rangkap dan Kasus Spesial Benzena ............................................. 19
2.6 Teori Ikatan Valensi Pada Kompleks ........................................................ 21
2.7 Struktur Senyawa Kompleks ..................................................................... 30
2.8 Teori Medan Kristal dan Sifat Kemagnetan.............................................. 34
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 38
3.2 Saran .......................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
6. Bagaimana teori ikatan valensi pada kompleks?
7. Bagaimana struktur lewis senyawa kompleks?
8. Bagaimana teori medan kristal dan sifat kemagnetan?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan teori orbital dan ikatan.
2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan teori ikatan valensi.
3. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan model ikatan orbital overlap
(tumpang tindih elektron).
4. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hibridisasi orbital atom.
5. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan ikatan rangkap dan kasus spesial
benzena.
6. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan teori ikatan valensi pada
kompleks.
7. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan struktur lewis senyawa
kompleks.
8. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan teori medan kristal dan sifat
kemagnetan.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Teori orbital molekular mengandaikan bahwa apabila dua atom atau lebih
bergabung membentuk suatu spesies, maka spesies ini tidak lagi memiliki sifat
orbital atomik secara individual, melainkan membentuk orbital molekular
“baru”. Orbital molekular adalah hasil tumpang-tindih dan penggabungan
orbital atomik pada molekul. Menurut pendekatan lurus (linear combination),
jumlah molekuler yang bergabung sama dengan orbital atomik yang bergabung.
Bila dua atom yang bergabung masing-masing menyediakan satu orbital atomik
maka dihasilkan dua orbital molekuler, salah satu merupakan kombinasi
jumlahan kedua orbital atomik yang saling menguatkan dan lainnya kombinasi
kurangan yang saling meniadakan kombinasi jumlahan menghasilkan orbital
molekuler ikat (bonding) yang mempunyai energi lebih rendah, dan kombinasi
kurangan menghasilkan orbital molekuler antiikat (antibonding).
3
Orbital atom mengandung jenis atom tertentu. Orbital molekul mengandung
molekul dari atom. Jumlah orbital molekul sebanding dengan jumlah orbital
atom yang mengalami tumpang tindih.
Tiap orbital atom menggambarkan paling banyak dua elektron. Orbital atom
setengah penuh jika mengandung satu elektron. Orbital atom penuh jika
mengandung dua elektron. Dua elektron dibutuhkan untuk mengisi pada tingkat
energi sama untuk membentuk orbital molekul ikatan atau anti ikatan.
4
Energi dari elektron pada orbital ikatan lebih rendah daripada energi dari
elektron yang terpisah pada atom hidrogen. Ini membuat molekul hidrogen
stabil. Gambar berikut menunjukkan pembentukan ikatan dan anti ikatan orbital
molekul.
5
Ikatan dihasilkan dari ketidakseimbangan antara inti gaya tarik dan gaya
tolak. Karena bermuatan berlawanan, inti dan elektron tertarik satu sama lain.
Karena bermuatan sama, inti menolak inti dan elektron menolak elektron lain.
Pada molekul hidrogen gaya tarik antara inti hidrogen dan elektron
mempengaruhi keseimbangan karena adanya gaya tarik. Pada energi lebih
tinggi atau orbital molekul anti ikatan, elektron tidak berada diantara inti.
Meskipun keseimbangan terjadi karena gaya tolak. Gaya tolak terjadi jika dua
atom helium bergabung membentuk molekul He2. Tiap atom memiliki dua
elektron 1s. Dua dari elektron masuk pada tingkat energi ikatan dan dua lainnya
masuk pada tingkat energi anti ikatan.
Pada kasus ini gaya anti ikatan lebih besar daripada gaya ikatan, meskipun
molekul He2 tidak stabil dibandingkan atom helium dan helium ada hanya
dalam bentuk atom.
Orbital atom p juga bertumpang tindih untuk membentuk orbital molekul.
Contoh, atom fluor terisi setengah penuh pada orbital 2p. Ketika dua atom fluor
6
bergabung, orbital mengalami tumpang tindih untuk membentuk orbital
molekul ikatan penuh. Orbital molekul ikatan menunjukkan kemungkinan besar
menemukan pasangan elektron antara nuklida yang bermuaan positif dari dua
atom fluor. Inti fluor tertarik ke daerah yang memiliki kerapatan elektron tinggi.
Daya tarik menahan atom berikatan dalam molekul fluor, F2. Tumpang tindih
pada orbital 2p menghasilkan orbital molekul simetris ketika diperlihatkan
sepanjang sumbu aksis ikatan F-F. Oleh karena itu ikatan F-F merupakan ikatan
sigma.
7
b. Orbital molekul diatomik periode 2
Litium adalah unsur pada periode kedua yang paling sederhana. Dalam
fasa padat dan liquid, litium berikatan logam sedangkan dalam fasa gas
merupakan molekul diatomic. Dua elektron dari orbital atom 2s terdapat
orbital molekul σ2s dan memiliki 1 orde ikatan. Hasil pengukuran panjang
ikatan dan energi ikat berkesesuaian dengan nilai orde ikatan. Okupansi
orbital molekul terluar (valensi) ditulis (σ2s) 2.
8
Orbital atom oksigen memiliki energi lebih rendah dibandingkan orbital
atom karbon akibat besarnya Zeff. Perbedaan utama antara molekul diatomik
homonuklir dan heteronuklir adalah orbital molekul dihasilkan dari orbital
atom 2s suatu unsur yang tumpang tindih energinya dengan orbital atom 2p
dari unsur lain. Dengan demikian, kita harus mempertimbangkan molekul
orbital yang berasal dari kedua orbital atom pada penyusunan diagram
orbital molekul. Karena energi orbital bersifat asimetri, orbital molekul
bonding diturunkan dari orbital atom oksigen berenergi rendah, sedangkan
orbital molekul antibonding diturunkan dari orbital atom karbon berenergi
tinggi. Terdapat dua orbital molekul yang dihasilkan dari kontribusi orbital
atom berergi rendah dari oksigen dan berenergi tinggi dari karbon, yaitu
orbital molekul nonbonding (σNB), tidak berkontribusi signifikan terhadap
ikatan.
Untuk menentukan orde ikatan karbon monoksida, jumlah pasangan
antibonding (0) telah dikurangi dari jumlah pasangan bonding (3),
perhitungan ini mengarah pada prediksi ikatan rangkap tiga (triple bond).
Energi ikat paling tinggi sebesar 1072 kJ.mol-1.
9
derajat overlapnya, bertambah kuat ikatannya dan bertambah sedikit energi
potensial atom bila ikatan terbentuk
Teori ikatan valensi dikembangkan oleh Linus Pauling dan lainnya pada
1930an, teori medan kristal dan teori medan ligand unggul pada tahun 1950an
dan 1960an yang secara perlahan kalah dari teori orbital molekul. Menurut teori
ikatan valensi, elektron berada dalam orbital mekanika kuantum yang
terlokalisasi pada atom individu. Dalam banyak kasus, orbital ini hanyalah
standar s, p, d, dan f. Dalam kasus lain, orbital ini adalah orbital atom
hibridisasi, sejenis campuran atau kombinasi dari dua atau lebih orbital atom
standar. Ketika dua atom saling mendekat, elektron dan inti atom satu
berinteraksi dengan elektron dan inti atom lainnya. Dalam teori ikatan valensi,
kita menghitung bagaimana interaksi ini mempengaruhi energi elektron dalam
orbital atom. Jika energi sistem diturunkan karena interaksi, maka terbentuk
ikatan kimia. Jika energi sistem dinaikkan oleh interaksi, maka ikatan kimia
tidak terbentuk.
Energi interaksi biasanya dihitung sebagai fungsi dari jarak antar inti antara
dua atom ikatan. Misalnya, gambar di bawah menunjukkan perhitungan
energi interaksi antara dua atom hidrogen sebagai fungsi dari jarak antara
mereka.
Sumbu y dari grafik adalah energi potensial dari interaksi antara elektron
dan inti atom hidrogen yang satu dengan elektron dan inti atom hidrogen
lainnya. Sumbu x adalah pemisahan (atau jarak antar inti) antara kedua atom.
Seperti yang dapat kita lihat dari grafik, ketika atom berjauhan (sisi kanan
grafik, berlabel 1), energi interaksi hampir nol karena dua atom tidak
10
berinteraksi sampai batas yang signifikan. Saat atom semakin dekat (berlabel 2
dan 3 pada grafik), energi interaksi menjadi negatif. Penurunan energi interaksi
adalah net stabilisasi yang menarik satu atom hidrogen yang lain. Jika atom
terlalu dekat (berlabel 4 pada grafik), namun, energi interaksi mulai meningkat,
terutama karena adanya gaya tolak menolak antara dua inti yang bermuatan
positif. Yang paling stabil titik pada kurva terjadi pada energi interaksi
minimum—ini adalah panjang ikatan kesetimbangan (berlabel 3 pada grafik).
Pada jarak ini, dua orbital atom 1s memiliki jumlah tumpang tindih yang
signifikan, dan elektron menghabiskan waktu di internuklear wilayah di mana
mereka dapat berinteraksi dengan kedua inti. Nilai energi interaksi di jarak
ikatan kesetimbangan adalah energi ikatan.
Ketika kita menerapkan teori ikatan valensi ke sejumlah atom dan atom
yang bersesuaian molekul, kita sampai pada pengamatan umum berikut: energi
interaksi biasanya negatif (atau stabil) ketika orbital atom yang berinteraksi
mengandung total dua elektron yang dapat melakukan spin-pair (berorientasi
dengan putaran yang berlawanan). Paling umum, dua elektron berasal dari dua
orbital yang terisi setengah, tetapi dalam beberapa kasus, dua elektron berasal
dari satu orbital terisi yang tumpang tindih dengan orbital yang benar-benar
kosong (ini disebut ikatan kovalen koordinat. Dengan kata lain, ketika dua atom
dengan setengah terisi orbital saling mendekat, orbital setengah terisi tumpang
tindih—bagian orbital menempati ruang yang sama—dan elektron yang
menempatinya sejajar dengan putaran yang berlawanan. Hasil ini dalam
stabilisasi energi bersih yang merupakan ikatan kimia kovalen yang dihasilkan
geometri molekul muncul dari geometri orbital yang tumpang tindih.
Kita dapat menerapkan konsep umum teori ikatan valensi untuk
menjelaskan ikatan dalam hidrogen sulfida, H2S. Konfigurasi elektron valensi
atom-atom dalam molekul adalah sebagai berikut:
11
Atom hidrogen masing-masing memiliki satu orbital setengah terisi, dan
atom belerang memiliki dua orbital setengah terisi. Orbital setengah terisi pada
setiap atom hidrogen tumpang tindih dengan dua orbital setengah terisi pada
atom belerang, membentuk dua ikatan kimia:
12
Orbital sp Orbital sp2 Orbital sp3
h1 = s + p h1 = s + (2)½py h1 = s + px + py + pz
h2 = s – p h2 = s + (1.5)½px - h2 = s - px - py + pz
(0.5)½py
h3 = s - (1.5)½px - (0.5)½py h3 = s - px + py - pz
h4 = s + px - py - pz
Contoh:
Berilium membutuhkan orbital linier untuk digunakan dengan 2 elektron
valensi.
13
Jika kita mencampurkan orbital s dengan dua orbital p, maka akan
membentuk tiga "orbital hibrida":
h1 = s + (2)½py
h2 = s + (1.5)½px - (0.5)½py
h3 = s - (1.5)½px - (0.5)½py
14
Contoh:
Boron memiliki 3 elektron valensi, dan dapat menggunakan geometri orbital
trigonal planar.
Untuk membuat orbital hibrida dengan simetri yang tepat untuk metana (CH4),
maka satu orbital s bergabung dengan tiga orbital p:
15
h1 = s + px + py + pz
h2 = s - px - py + pz
h3 = s - px + py - pz
h4 = s + px - py - pz
16
kedua atom. Ikatan phi dihasilkan karena tumpangsuh dua orbital –p yang
berdekatan dan sejajar. Kekuatan ikatan sigma lebih besar daripada ikatan phi.
Huruf Yunani π berasal dari nama orbital p karena simetri orbital ikatan
pi adalah sama dengan orbital p ketika dilihat dari sumbu ikatan. Orbital p
biasanya terlibat dalam ikatan sejenis ini. Orbital d juga dianggap terlibat
dalam ikatan pi, namun tidaklah seperlunya benar, walaupun konsep ikatan
orbital d sesuai dengan hipervalensi.
Ikatan pi biasanya lebih lemah dari ikatan sigma karena rapatan
elektronnya lebih jauh dari inti atom yang bermuatan positif, sehingga
memerlukan lebih banyak energi. Dari sudut pandang mekanika kuantum,
kelemahan ikatan ini dijelaskan oleh ketumpangtindihan yang sangat sedikit
di antara orbital p oleh karena orientasinya yang paralel.
Walaupun ikatan pi lebih lemah dari ikatan sigma, ikatan pi seringkali
merupakan komponen dari ikatan rangkap bersamaan dengan ikatan sigma.
Kombinasi dari ikatan sigma dan pi lebih kuat dari ikatan pi dan sigma yang
berdiri sendiri. Kekuatan ikatan yang bertambah dari ikatan rangkap
diindikasikan oleh banyak pengamatan, namun yang paling menonjol
adalah kontraksi panjang ikatan. Sebagai contoh, dalam kimia organik,
17
panjang ikat karbon-karbon pada etana adalah 154 pm, etilena 133 pm, dan
asetilena 120 pm.
18
Ikatan sigma ini didapatkan dari orbital-orbital atom yang tumpang
tindih. Konsep ikatan sigma diperluas untuk menjelaskan interaksi
ikatan yang melibatkan ketumpangtindihan cuping tunggal sebuah
orbital dengan cuping tunggal lainnya. Sebagai contoh, propana
dideskripsikan mengandung 10 ikatan sigma, masing-masing untuk dua
ikatan C-C dan delapan ikatan C-H. Ikatan σ pada molekul poliatomik
ini sangat ter-delokalisasi dan berlawanan dengan konsep dua orbital
satu ikatan. Terlepas dari masalah ini, konsep ikatan σ sangatlah
berguna, sehingga digunakan secara luas.
b. Ikatan sigma dalam senyaw a yang berikatan rangkap banyak
Senyawa-senyawa yang memiliki ikatan rangkap, seperti etilena dan
kromium (II) asetat memiliki ikatan sigma di antara ikatan rangkap
tersebut. Ikatan sigma ini ditambahi dengan ikatan π seperti pada etilena
dan bahkan dengan ikatan &delta seperti pada kasus kromium (II) asetat
untuk membentuk ikatan rangkap.
Semua ikatan tunggal adalah ikatai σ, ikatan ganda terdiri dari ikatan σ dan
π. Seperti struktur Lewis pada O2 mengandung ikatan rangkap, dan N2
mengandung ikatan rangkap tiga. Ikatan ganda terdiri dari satu ikatan σ dan satu
ikatan phi, dan ikatan rangkap tiga terdiri dari satu ikatan σ dan dua ikatan phi.
Di antara dua atom, ikatan pertama yang terbentuk akan selalu menjadi ikatan
σ, tetapi hanya ada satu ikatan σ di satu lokasi. Dalam setiap ikatan ganda, akan
ada satu ikatan σ, dan sisanya satu atau dua ikatan akan menjadi ikatan πi.
19
Rata-rata ikatan karbon-karbon tunggal adalah 347 kJ/mol, sementara dalam
ikatan rangkap karbon-karbon, energi ikatan meningkat sebesar 267 kJ/mol.
Tambahan ikatan π menyebabkan peningkatan dari 225 kJ/mol. Kita dapat
melihat pola yang sama ketika kita membandingkan ikatan σ dan π lainnya.
Dengan demikian, setiap ikatan π adalah lebih lemah daripada ikatan σ antara
dua atom yang sama. Dalam ikatan σ, ada tumpang tindih orbital yang lebih
besar daripada dalam ikatan π.
20
orbital p. Menurut mekanikan kuantum, fungsi gelombang s dan px
adalah
2. Hibridisasi sp2
Hibridisasi sp2 adalah bentuk hibridisasi orbital di mana orbital satu
tumpang tindih dengan dua orbital p untuk membentuk tiga orbital hybrid
yang baru. Hal ini karena terdapat tiga orbital atom p dalam sebuah atom,
hibridisasi ini menyisakan satu orbital p un-hibridisasi. Di dalam
hibridisasi sp2, orbital 2s hanya bergabung dengan dua orbital 2p
membentuk 3 orbital sp2 dengan satu orbital p tersisa.
3. Hibridasasi sp3
Hibridisasi sp3 adalah bentuk hibridisasi orbital di mana orbital satu
tumpang tindih dengan orbital p tiga. Oleh karena itu, tidak ada orbital p
yang tidak hibridisasi karena semua orbital p terlibat dalam proses
hibridisasi. Contoh dari hibridisasi sp3 adalah senyawa CH4. Pada CH4,
empat orbital hibrid sp3 bertumpang tindih dengan orbital 1s hidrogen,
sehingga menghasilkan empat ikatan sigma. Empat ikatan ini memiliki
panjang dan kuat ikat yang sama sehingga sesuai dengan pengamatan.
Sama
dengan
21
2 1 sp2 AX2E sudut SO2
4 0 sp3 AX4 Tetra hedral CH4
Trigonal
4 3 1 sp3 AX3E NH3 ; PCl3
piramida
2 2 sp3 AX2E2 Bentuk V H2O
Trigonal
5 0 sp3d AX5 PCl5
bipiramida
5
3 2 sp3d AX3E2 Bentuk T IF3
2 3 sp3d AX2E3 linier XeF2
6 0 sp3d2 AX6 oktahedral SF6
Segiempat
4 2 sp3d2 AX4E2 XeF4
6 planar
Piramida
5 1 sp3d2 AX5E IF5
segiempat
2s2, 2p1
Orbital di atas belum mengalami hibridisasi. Kemudian, untuk dapat
memasangkan elektron pada B dengan elektron dari atom Cl diperlukan 3 buah
elektron yang tidak berpasangan. Untuk mendapatkan 3 elektron tidak
berpasangan inilah dilakukan perpindahan elektron dari orbital yang disebut
hibridisasi. Berikut diagram orbital dari
B setelah hibridisasi.
22
Dari diagram di atas terjadi hibridisasi yang terdiri dari orbital s dan orbital
p yang awalnya s2p1 menjadi sp2 dan menghasilkan molekul berbentuk segitiga
sama sisi.
23
Ikatan karbon-karbon pada benzena terdiri atas ikatan sigma (σ) dan ikatan
phi (π). Menurut teori ini ikatan valensi orbital molekul terbentuk dari tumpang
tindih orbital-orbital atom. Ikatan kovalen yang terbentuk dari tumpang tindih
ujung dengan ujung disebut ikatan sigma (σ), sedangkan ikatan kovalen yang
terbentuk dari tumpang tindih sisi dengan sisi disebut ikatan phi (π).
Contoh ikatan sigma (σ) dari tumpang tindih orbital p – p (ujung dengan ujung)
Contoh ikatan phi (π) dari tumpang tindih orbital p – p (sisi dengan sisi)
Ikatan yang pertama antara dua atom merupakan ikatan sigma, dan ikatan
yang kedua merupakan ikatan phi. Jadi ikatan tunggal adalah ikatan sigma, dan
ikatan kovalen rangkap dua terdiri atas ikatan sigma dan ikatan phi.
Benzena memiliki enam karbon sp2 dalam sebuah cincin segi enam datar.
Tiap atom karbon memiliki satu orbital p yang tegak lurus bidang cincin.
Tumpang tindih keenam orbital p mengakibatkan terbentuknya enam orbital
molekul sehingga terbentuk awan elektron berbentuk “donat” pada bagian atas
dan bawah cincin segi enam benzena.
24
ligan–logam–ligan adalah 90° dan bersifat diamagnetik. Pauling mengusulkan
terjadinya hibridisasi dsp2 yang mengarah ke sudut-sudut suatu persegi. Orbital
hibridisasi ini kemudian membentuk ikatan σ dengan ligand. Elektron dalam
ion bebas yang berjumlah 8 menjadi berpasangan dalam 4 orbital (n-1)d.
25
terbentuknya oktahedral dengan ikatan σ antara metal dan ligand adalah dz2
dan dx2–y2. Untuk kompleks paramagnetik, orbital d yang digunakan adalah
yang pada level nd.
26
Banyak kompleks yang menyalahi prinsip kenetralan elektron: logam dengan
bilangan oksidasi rendah berikatan dengan ligand yang keelektronegatifannya
rendah.
Kompleks karbonil stabil oleh kemampuan CO menerima “donasi balik”
kerapatan elektron dari atom logam. Dalam teori ikatan valensi proses ikatan
balik terjadi pada orbital π karbon yang menyebabkan ikatan dengan oksigen
melemah.
27
Apabila ligan yang berikatan merupakan ligan monodentat maka bilangan
koordinasi akan sama dengan jumlah ligan.
Asam Lewis
Rumus Basa Lewis Atom Bilangan
(Atom/ion
Molekul (Ligan) Donor Koordinasi
pusat)
[Ag(NH2)2]+ NH3 Ag+ N 2
[Zn(CN)4]2- CN- Zn2+ C 4
[Ni(CN)4]2- CN- Ni2+ C 4
[PtCl6]2- Cl- Pt2+ Cl 6
[Ni(NH3)6]2+ NH3 Ni2+ N 6
sp3d2
Jika kompleks bersifat paramagnetik.
Contoh: [NiCl4]2–
Ni2+ [Ar] 3d8
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑ ↑ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
3d 4s 4p
4sp3
28
Menghasilkan senyawa kompleks paramagnetik dan diamagnetik
tergantung jenis promosi, yaitu:
a. Pemasangan e- dalam satu orbital,
b. Transfer e- ke orbital yg lebih tinggi,
c. Transfer e- ke orbital yg lebih tinggi kemudian dilanjutkan
dengan pemasangan e dalam orbital tersebut.
Contoh:
Jika kompleks bersifat diamagnetik.
[Co(NH3)6]3+
Co [Ar] 3d7 4s2
Co3+ [Ar] 3d6
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
3d 4s 4p 4d
d2sp3 oktahedral
29
memiliki kebasaan yang tinggi. Untuk menjaga agar bilangan
koordinasi kompleks kationik tetap rendah maka digunakan ion lain
yang kebasaan dan kemampuan dalam mengkoordinasi atom pusat
bersifat rendah/lemah, misalnya nitrat (NO3-), perklorat (ClO4-),
tetrafloroborat (BF4-), heksaflorofosfat (PF6-), dll.
Faktor-faktor yang mendukung terbentuknya senyawa kompleks dengan
bilangan koordinasi tinggi adalah:
1) Kompleks memiliki ligan keras dan atom pusat logam dgn biloks tinggi
Hal ini akan meningkatkan kestabilan kompleks akibat kontribusi
interaksi elektrostatik yang tinggi antara atom pusat logam dgn ligan –
ligan.
2) Ligan yang ada berukuran kecil (low steric effect)
Ligan yang kecil akan meminimalkan tolakan antar ligan yang terikat
pada atom pusat shg kompleks lebih stabil meskipun BK-nya tinggi.
Ligan seperti ini contohnya F- dan O-2.
3) Kation pengimbangnya berukuran besar dan bukan merupakan asam
Kompleks dgn BK tinggi cenderung memiliki atom pusat dengan biloks
tinggi. Meskipun ligan yang terikat ukurannya kecil namun jumlahnya
banyak sehingga kompleks anionik yang dihasilkan berukuran relatif
besar. Untuk menstabilkan kisi kristal senyawa kompleks yang
diperoleh, diperlukan kation pengimbang yang bukan asam dan
berukuran relatif besar pula.
Macam-macam BK adalah:
a. BK rendah (1 – 3)
Umumnya terjadi pada logam d10 bermuatan +1, dengan ligan ruah
(bulky). Strukturnya:
n1 = Linier
n2 = Linier atau bengkok
n3 = Segitiga planar atau segitiga piramid
b. BK medium (4 – 8)
Struktur:
n = 4 (segi empat planar, tetrahedral)
30
n = 5 (TBP, piramida alas bujur sangkar, TBP – SP)
n = 6 (oktahedral, tetragonal bipiramidal, antiprisma trigonal, prisma
trigonal)
n = 7 (PBP, prisma trigonal dgn satu tudung, oktahedral dgn satu
tudung)
n = 8 (kubus, antiprisma bujur sangkar, dodekahedral trigonal)
c. BK tinggi (9 – 12)
Umumnya terbentuk antara atom pusat yang berukuran besar dan biloks
tinggi dengan ligan yang berukuran kecil agar diperoleh efek tolakan
minimal antara ligan-ligan. Struktur yang terbentuk adalah prisma
trigonal dengan tiga tudung (three capped trigonal prism).
31
3) Orbital d dari logam kesemuanya terdegenerasi dan memiliki energi
yang sama, akan tetapi jika terbentuk kompleks maka akan terjadi
pemecahan tingkat energi orbital d tersebut akibat adanya tolakan dari
elektron pada ligan, pemecahan tingkat energi orbital d ini tergantung
orientasi arah orbital ligandengan arah datangnya ligan.
4) Kelima orbital d tidak identik dan dapat dibagi menjadi dua kelompok
orbital t2g dan eg.
• Orbital-orbital t2g – dxy; dxz; dan dyz – memiliki bentuk yang
sama dan memiliki orientasi arah di antara sumbu x, y, da z.
• Orbital-orbital eg – dx 2-
y2; dan dz 2-
memiliki bentuk yang
berbeda dan terletak di sepanjng sumbu.
Orbital d
32
• Pentagonal bipiramida
• Piramida segiempat
• Trigonal bipiramida
33
Sebaliknya, ligan-ligan (seperti I− dan Br−) yang berproduksi Δ orbital-d
yang kecil disebut ligan ajang lemah. Dalam kasus ini, merupakan bertambah
mudah menempatkan elektron di arah energi orbital yang bertambah tinggi daripada
menempatkan dua elektron pada orbital yang sama. Ini dikarenakan gaya tolak antar
dua elektron bertambah besar daripada Δ. Oleh sebab itu, masing-masing elektron
akan diletakkan pada setiap orbital-d terlebih dahulu sebelum dipasangkan. Hal ini
sesuai dengan kaidah Hund dan menghasilan kompleks "spin-tinggi". Sebagai
contoh, Br− merupakan ligan ajang lemah dan berproduksi Δoct yang bertambah
kecil. Makan, ion [FeBr6]3−, yang juga memiliki 5 elektron-d, akan memiliki
diagaram pemisahan elektron yang kelima orbitalnya dipenuhi secara tunggal.
Berikut ini adalah diagram ajang kristal [FeBr6]3−.
34
Jika pemisahan orbital-d pada ajang oktahedron adalan Δoct, tiga orbital t2g
distabilkan relatif terhadap sentroid sebesar 2/5 Δoct, dan orbital-orbital eg
didestabilkan sebesar 3/5 Δoct. Stabilisasi ajang kristal bisa dipergunakan dalam
menjelaskan geometri kompleks logam transisi. Gagasan mengapa banyak
kompleks d8 memiliki geometri datar persegi merupakan sebab banyaknya
stabilisasi ajang kristal yang diproduksi struktur geometri ini dengan banyak
elektron 8. Berikut ini adalah energi stabilisasi ajang kristal oktahedron.
Sifat kemagnetan ion kompleks merupakan resultan dari momen spin dan
momen orbital dari ion atom pusat. Semakin banyak elektron tidak berpasangan
dalam suatu orbital maka sifat kemagnetan semakin tinggi. Ada dua jenis yaitu
paramagnetik dan diamagnetik. Penentuan sifat kemagnetan suatu senyawa
kompeks dapat dilakukan dengan metoda Gouy dan metoda Evans. Faktor lain yang
mempengaruhi sifat ini adalah suhu. Diagram pemisahan bisa membantu dalam
memprediksikan sifat-sifat magnetik dari senyawa koordinasi. Senyawa yang
memiliki elektron yang tak berpasangan pada diagram pemisahannya bersifat
paramagnetik dan akan ditarik oleh ajang magnet. Sedangkan senyawa yang tidak
memiliki elektron tak berpasangan pada diagram pemisahannya bersifat
diamagnetik dan akan disorongkan oleh ajang magnet.
35
2) Kelemahan tersebut mengindikasikan bahwa interaksi kovalen memiliki
peran dalam menjelaskan beberapa fakta tersebut.
36
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tiap orbital atom menggambarkan paling banyak dua elektron. Orbital
atom setengah penuh jika mengandung satu elektron. Orbital atom penuh jika
mengandung dua elektron. Dua elektron dibutuhkan untuk mengisi pada
tingkat energi sama untuk membentuk orbital molekul ikatan atau anti ikatan.
Teori ikatan valensi hanya memperhatikan elektron terluar (elektron
valensi) dari atom pusat sehingga geometri molekul dari senyawa kompleks
yang dibentuk dapat diketahui. Teori ikatan valensi (TIV) atau Valence Bond
Theory (VBT) mengasumsikan bahwa sebuah ikatan kimia terbentuk ketika
dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama oleh karena
efek penurunan energi sistem, teori ini berlaku dengan baik pada molekul
diatomik.
Tumpang tindih antara dua orbital –s tidak kuat karena distribusi muatan
yang berbentuk bola; pada umumnya ikatan s-s relatif lemah. Orbital –p dapat
bertumpang tindih dengan orbital –s atau orbital –p lainnya dengan lebih
efektif, karena orbita-orbital –p lebih terkonsentrasi pada arah tertentu.
Tumpang tindih antar orbital-orbital dapat menghasilkan ikatan sigma dan
ikatan phi.
Hibridisasi merupakan sebuah konsep bersatunya beberapa orbital atom
untuk membentuk orbital hibrid yang baru dan sesuai dengan penjelasan
kualitatif sifat ikatan atom. Konsep beberapa orbital yang terhidrasi sangat
berguna dalam menjelaskan bentuk orbital molekul dari sebuah molekul. Pada
hibridisasi terbagi menjadi 3 macam yaitu hibridisasi sp, hibridisasi sp2, dan
hibridisasi sp3.
Ikatan rangkap yang terjadi pada benzena lebih banyak dibandingkan
dengan alkena. Hal ini karena sepuluh tahun setelah ditemukan benzena
diketahui bahwa benzena memiliki rumus molekul C6H6. Ikatan rangkap pada
benzena berbeda karena ikatan rangkapnya dapat bereaksi secara substitusi.
37
Dalam teori ikatan valensi pembentukan senyawa koordinasi adalah reaksi
antara asam (logam atau ion logam) dan basa Lewis (ligand) dengan
pembentukan ikatan kovalen koordinasi (dativ). Hibridisasi orbital s, p dan d
logam dirumuskan untuk menjawab fenomena bentuk dan sifat magnetik
senyawa kompleks.
Struktur senyawa kompleks dapat diprediksi dari bilangan koordinasinya.
Bilangan Koordinasi (BK) menyatakan banyaknya jumlah donor atom dari
ligan yang berikatan dengan atom atau ion pusat (pada bola koordinasi dalam).
Teori medan kristal (Crystal Field Theory) adalah sebuah model yang
menjelaskan struktur elektronik dari senyawa logam transisi yang semuanya
dikategorikan sebagai kompleks koordinasi. Sifat kemagnetan ion kompleks
merupakan resultan dari momen spin dan momen orbital dari ion atom pusat.
Semakin banyak elektron tidak berpasangan dalam suatu orbital maka sifat
kemagnetan semakin tinggi.
3.2 Saran
Masih banyak terdapat kekurangan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis berharap untuk selanjutnya dalam pembuatan makalah mengenai teori
ikatan valensi dapat ditulis lebih lengkap dengan referensi materi yang baik.
38
DAFTAR PUSTAKA
39