Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ANORGANIK FISIK

TEORI ORBITAL MOLEKUL

OLEH KELOMPOK 4:
1. Alya Hadranita Utami (G1C019005)
2. Bq. Hizanatul Ummah (G1C019017)
3. M. Agung Ramdhany (G1C019037)
4. Mammi Dwi Rahmaputri (G1C019041)
5. Muhammad Aliffadhani AL-Gifari (G1C019045)
6. Neni Amalia (G1C019051)
7. Samiratul Fitri (G1C019061)
8. Siti Haliyaturrahmah (G1C019065)

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2021
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................
Daftar Isi.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teori Orbital Molekul.........................................................................................
2.2 Pembentukan Orbital Molekul .........................................................................
2.2.1 Teori Orbital Molekul pada Senyawa Diatomik Homointi.....................
2.2.2 Teori Obital Molekul pada Senyawa Diatomik Heterointi.....................
2.3 Diagram Orbital Molekul Senyawa Kompleks................................................
2.3.1 Kompleks Oktohedral.............................................................................
2.3.2 Kompleks Tetrahedral.............................................................................
2.4 Teori Ikatan Phi...............................................................................................
2.5 Ligan Donor dan Aseptor Dalam Teori Orbital Molekul.................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................
3.2 Saran................................................................................................................
Refrensi..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori orbit molekuler merupakan teori tentang interaksi elektrostatik
maupun interaksi kovalen. Berdasarkan teori orbit molekuler, pada
pembentukan senyawa kompleks, orbital-orbital dari atom pusat dengan orbit-
orbit dari ligan akan saling berinteraksi membentuk orbital-orbital molekuler.
teoriorbit molekuler mempertimbangkan interaksi elektrostatik dan interaksi
kovalen antaraatom pusat dengan ligan. Orbital-orbital pada atom pusat dengan
orbital-orbital dariligan saling berinteraksi membentuk orbital-orbital
molekuler lain. Struktur atom dan mekanika gelombang memungkinkan untuk
memecahkan masalah pokok dalam ilmu kimia, yaitu apa yang menyebabkan
atom dapat saling terikat menjadi molekuler.
Postulatnya tentang bagaimana bentuk dari suatu senyawa, antara lain,
teori Valence-Shell Elektron Pair Repulsion (VSEPR), teori Ikatan Valensi,
teori Orbital Molekul, teori Lewis, dan sebagainya. Mengenai ikatan kovalen,
dikenal dua jenis pendekatan yaitu teori Orbital Molekul (teori MO) dan teori
ikatan valensi (teori VB). Berdasarkan teori ikatan valensi, ikatan kovalen dapat
terbentuk jika terjadi tumpang tindih orbital valensi dari atom yang berikatan.
Teori Ikatan Valensi mampu secara kualitatif menjelaskan kestabilan ikatan
kovalen sebagai akibat tumpang-tindih orbital-orbital atom. Dengan konsep
hibridisasi pun dapat dijelaskan geometri molekul sebagaimana yang
diramalkan dalam teori VSEPR, tetapi sayangnya dalam beberapa kasus, teori
ikatan valensi tidak dapat menjelaskan sifat-sifat molekul yang teramati secara
memuaskan. Contohnya adalah molekul oksigen, yang struktur Lewisnya
sebagai berikut. Menurut gambaran struktur Lewis Oksigen di atas, semua
elektron pada O2 berpasangan dan molekulnya seharusnya bersifat diamagnetik,
namun kenyataanya, menurut hasil percobaan diketahui bahwa. Oksigen
bersifat paramagnetik dengan dua elektron tidak berpasangan. Temuan ini
membuktikan adanya kekurangan mendasar dalam teori ikatan valensi, sesuatu
yang mendorong pencarian alternatif pendekatan ikatan yang lain yang dapat
menjelaskan sifat-sifat O2 dan molekul-molekul lain yang tidak cocok dengan
ramalan teori ikatan valensi. Untuk menjawab hal tersebut diperlukan teori lain
yang dapat mendukung kelemahan teori ikatan valensi ini yaitu teori Orbital
Molekul.
Sifat magnet dan sifat-sifat molekul yang lain dapat dijelaskan lebih
baik dengan menggunakan pendekatan mekanika kuantum yang lain yang
disebut sebagai teori orbital molekul (OM), yang menggambarkan ikatan
kovalen melalui istilah orbital molekul yang dihasilkan dari interaksi orbital-
orbital atom dari atom-atom yang berikatan dan yang terkait dengan molekul
secara keseluruhan. Perbedaan antara orbital molekul dan orbital atom adalah
bahwa orbital atom terkait hanya dengan satu atom. Pendekatan dimulai dengan
inti-inti atom yang terdapat dalam molekul pada posisi-posisi tertentu sebagai
suatu kesatuan, baru kemudian satu per satu elektron ditempatkan ke dalam
sistem tersebut. Kebalikannya, teori ikatan valensi lebih mendasarkan
pendekatannya pada sudut pandangan kimia dalam arti bahwa atom-atom secara
individu dianggap memang terdapat dalam molekul.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan teori Orbital Molekul?
b. Bagaimana pembentukan teori orbital molekul?
c. Bagaimana digram orbital molekul senyawa kompleks?
d. Bagaimana teori ikatan phi?
e. Bagimana ligan donor dan aseptor dalam teori orbital molekul?

1.3 Tujuan penulisan


Penulisan makalah tentang teori orbital molekul bertujuan untuk:
a. Untuk memahami tentang teori Orbital Molekul?
b. Untuk mengetahui pembentukan teori orbital molekul?
c. Untuk mengetahui diagram orbital molekul senyawa kompleks?
d. Untuk memahami teori ikatan phi?
e. Untuk mengetahui ligan donor dan aseptor dalam teori orbital molekul?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Orbital Molekul


Teori orbital molekul didasarkan asumsi yaitu pada pembentukan
senyawa kompleks terjadi interaksi antara orbital-orbital dari atom pusat dengan
orbital-orbital dari ligan membentuk orbital molekul. Orbital molekul senyawa
kompleks dapat diperoleh dari kombinasi linear orbital-orbital dari atom pusat
dengan orbital-orbital dari ligan -ligan. Interaksi antara atom pusat dengan ligan
-ligan merupakan gabungan dari interaksi elektrostatis (ionik) dan interaksi
kovalen. Agar ini terjadi, elektron harus berada pada suatu orbital molekul
untuk mengikat dua atom untuk saling berinteraksi dengan pusatnya atom.
Menurut aturan mekanika kuantum, orbital tidak bisa muncul dan
menghilang begitu saja sehingga akan menimbulkan pada jarak interneuklear
yang tiba-tiba berubah dari memiliki dua orbital menjadi satu orbital akibat
orbital yang hilang atau yang tidak bisa muncul. Ketika orbital berinteraksi,
orbital akan bebas untuk mengubah bentuknya tetapi harus selalu ada nomor
yang sama.
Berdasarkan teori orbital molekul, pada pembentukan senyawa
kompleks, orbital-orbital dari atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan akan
saling berinteraksi membentuk orbital-orbital molekul. Berdasarkan
pendekatan kombinasi linear, orbital-orbital molekul senyawa kompleks
dianggap merupakan kombinasi linear dari orbital-orbital atom pusat dan
orbital-orbital ligan karena kombinasi linear dari orbital-orbital atom pusat dan
orbital-orbital ligan yang perbedaan tingkat energinya besar dapat diabaikan
maka dalam menggambarkan orbital molekul senyawa kompleks cukup
digambarkan orbital-orbital valensinya. Seandainya suatu basa lewis B yang
memiliki satu pasangan elektron bebas dan asam lewis A+ yang memiliki dua
orbital hibrida sp dan sebuah elektron bereaksi membentuk kompleks [AB] +.
Berdasarkan teori medan kristal akibat interaksi tersebut dua orbital
hibrida sp dari asam lewis A+ akan mengalami kenaikan tingkat energi. Bila dua
orbital sp tersebut disebut orbital A1 dan A2 dan dalam pengisian kedua elektron
orbital tersebut dinyatakan dengan garis mendatar ( - ) maka dua orbital tersebut
akan mengalami pemisahan

Pada interaksi tersebut kenaikan tingkat energi orbital A1 adalah lebih


tinggi dibandingkan kenaikan tingkat energi orbital A 2 karena orbital A1
berhadapan langsung dengan basa lewis B, sedangkan A 2 tidak berhadapan
langsung. Transisi elektron dapat terjadi dari orbital A2 dengan energi transisi
sebesar ΔE1.
Apabila orbital dari basa disebut orbital B, maka berdasarkan teori
ikatan kovalen murni pembentukan orbital bonding ( orbital ikatan ), 𝜓h, dan
orbital anti bonding ( orbital anti ikatan ), 𝜓a adalah :
𝜓 h = A1 + B
𝜓 a = A1 + B
Orbital A2 yang tidak digunakan dalam pembentukan ikatan akan
menjadi orbital non bonding ( orbital bukan ikatan ) 𝜓a, diagram orbital molekul
kompleks hipotetik [ AB ]+.

Tingkat energi [ AB ]+ adalah minimal apabila distribusi elektron pada


kompleks tersebut adalah 𝜓b2 𝜓h1 𝜓a0. Transisi elektron dengan energi terendah
adalah dari orbital non bonding 𝜓n1 ke orbital anti bonding 𝜓a dengan energi
transisi sebesar ΔE2.
Berdasarkan teori orbital molekul maka pembentukan [ AB ]+ akan
melibatkan baik interaksi elektrostatik maupun interaksi kovalen. Pada waktu
asam lewis A+ berinteraksi dengan basa lewis B maka interaksi yang pertama
terjadi dapat dianggap interaksi elektrostatik. Interaksi tersebut menyebabkan
dua orbital hibrida A1 dan A2 dan asam lewis A+ akan mengalami kenaikan
tingkat energi sedangkan orbital A2 akan mengalami penurunan tingkat energi.
Transisi elektron dengan energi terendah adalah dari orbital non bonding
𝜓n ke orbital bonding 𝜓a dengan energi transisi sebesar ΔE
Teori orbital molekular mengandaikan bahwa apabila dua atom atau
lebih bergabung membentuk suatu spesies, maka spesies ini tidak lagi memiliki
sifat orbital atomik secara individual, melainkan membentuk orbital molekul
baru. Orbital molekular adalah hasil tumpeng-tindih dan penggabungan orbital
atomik pada molekul. Menurut pendekatan lurus (linear combination), jumlah
molekul yang bergabung sama dengan orbital atom yang bergabung. Bila dua
atom yang bergabung masing-masing menyediakan satu orbital atom maka
dihasilkan dua orbital molekul, salah satu merupakan kombinasi jumlahan
kedua orbital atom yang saling menguatkan dan lainnya kombinasi kurangan
yang saling meniadakan. Kombinasi jumlahan menghasilkan orbital molekul
ikat (bonding) yang mempunyai energi yang lebih rendah, dan kombinasi
kurangan menghasilkan orbital molekul anti ikat (anti bonding). Orbital
molekul ikat (bonding) yaitu orbital dengan rapatan elektron ikat terpusat
mendekat pada daerah antara kedua inti atom yang bergabung, dengan demikian
menghasilkan situasi yang lebih stabil. Orbital molekul anti ikat (antibonding)
yaitu orbital dengan rapatan elektron ikat terpusat menjauh dari daerah antara
inti atom yang bergabung dan menghasilkan situasi kurang stabil, jadi bahwa
setiap elektron yang berada dalam anti ikatan (anti bonding) tidak mungkin
berkonstribusi dalam pembentukan ikatan. Jika pada daerah tumpang - tindih
ada orbital atonik yang tidak bereaksi dalam pembentukan ikatan, orbital ikatan
yang dihasilkan disebut orbital non ikat (nonbonding)

2.2 Pembentukan Orbital Molekul


Dalam pembentukan molekul, orbital atom bertumpang tindih
menghasilkan orbital molekul yakni fungsi gelombang elektron dalam molekul.
Jumlah orbital molekul adalah jumlah atom, dan orbital molekul ini
diklasifikasikan menjadi orbital molekul ikatan, non-ikatan, atau antiikatan
sesuai dengan besarnya partisipasi orbital itu dalam ikatan antar atom. Syarat
pembentukan orbital molekul ikatan sebagai berikut:
1. Cuping orbital atom penyusunnya cocok untuk tumpang tindih.
2. Tanda positif atau negatif cuping yang bertumpang tindih sama.
3. Tingkat energi orbital-orbital atomnya dekat.
Kasus paling sederhana adalah orbital molekul yang dibentuk dari
orbital atom A dan B dan akan dijelaskan di sini. Orbital molekul ikatan
dibentuk antara A dan B bila syarat-syarat di atas dipenuhi, tetapi bila tanda
salah satu orbital atom dibalik, syarat ke-2 tidak dipenuhi dan orbital molekul
anti ikatan yang memiliki cuping yang bertumpang tindih dengan tanda
berlawanan yang akan dihasilkan.

Gambar. Pembentukan orbital molekul


Tingkat energi orbital molekul ikatan lebih rendah, sementara tingkat
energi orbital molekul anti ikatan lebih tinggi dari tingkat energi orbital atom
penyusunnya. Semakin besar selisih energi orbital ikatan dan anti ikatan,
semakin kuat ikatan. Bila tidak ada interaksi ikatan dan anti ikatan antara A dan
B, orbital molekul yang dihasilkan adalah orbital non ikatan. Elektron
menempati orbital molekul dari energi terendah ke energi yang tertinggi. Orbital
molekul terisi dan berenergi tertinggi disebut HOMO (highest occupied
molekuler orbital) dan orbital molekul kosong berenergi terendah disebut
LUMO (lowest unoccupied molekuler orbital). Dua atau lebih orbital molekul
yang berenergi sama disebut orbital terdegenerasi (degenerate). Orbital-orbital
itu dinamakan sigma (σ) atau pi (π) sesuai dengan karakter orbitalnya. Suatu
orbital sigma mempunyai simetri rotasi sekeliling sumbu ikatan, dan orbital pi
memiliki bidang simpul. Oleh karena itu, ikatan sigma dibentuk oleh tumpang
tindih orbital s-s, p-p, s-d, p-d, dan d-d (Gambar 2.5) dan ikatan pi dibentuk oleh
tumpang tindih orbital p-p, p-d, dan dd (Gambar 2.6).
Bila dua fungsi gelombang dari dua atom dinyatakan dengan φA dan
φB, orbital molekul adalah kombinasi linear orbital atom (linear combination
of the atomic orbitals (LCAO) diungkapkan sebagai :

Menurut Bird, T (1987), pendekatan orbital molekuler memiliki


beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi. Prinsip dasar itu adalah:
a. Jumlah molekuler yang terbentuk sama dengan jumlah orbital atomik yang
berinteraksi.
b. Jumlah orbital antiikatan yang terbentuk sama dengan jumlah orbital ikatan.
c. Tiap orbital molekuler dapat menampung dua elektron yang harus memiliki
spin yang berlawanan.
d. Elektron-elektron yang terdapat pada orbital molekuler juga mengikuti
aturan Hund dan prinsip Pauli.
e. Untuk membentuk ikatan yang stabil, jumlah elektron dalam orbital ikatan
harus lebih besar daripada jumlah elektron dalam orbital antiikatan.

2.2.1 Teori Orbital Molekul pada Senyawa Diatomik Homointi


Senyawa diatomik homointi terdiri dari dua unsur yang memiliki
inti atom yang identik. Atom-atom yang sama akan memiliki tingkat
energi yang sama pula. Dalam molekul hidrogen (H2) tumpang tindih
orbital 1s masing-masing atom hidrogen membentuk orbital ikatan σ g
bila cupingnya mempunyai tanda yang sama dan antiikatan σ u bila
bertanda berlawanan, dan dua elektron mengisi orbital ikatan σ g.

Gambar. Orbital molekul H2, tanda panah mengindikasikan spin


elektronnya
Terbentuknya orbital molekuler pada molekul H2 dapat didekati
dengan metoda KLOA (Kombinasi Linear Orbital Atomik) sebagai
berikut:
Ψ = N (Ψx + Ψy)
Ψ* = N (Ψx + Ψy)
Ψ = fungsi gelombang untuk orbital molekuler
Ψ = fungsi gelombang untuk orbital molekuler
Ψx dan Ψy = fungsi gelombang orbital 1s hidrogen untuk atom x dan y
N = konstanta normaliasi
N mempunyai nilai sedemikian sehingga:

Ψ 𝑑𝑡 = 1 = (Ψ + Ψ ) 𝑑𝑡

𝑑𝑎𝑛 Ψ∗ 𝑑𝑡 = 1 = (Ψ − Ψ ) 𝑑𝑡

Dimana dt adalah volume unsur dalam tiga dimensi yaitu: dt =


dx.dy.dz. dari persamaan dapat diperoleh peluang menemukan sebuah
elektron dengan jalan mengkuadratkan persamaan gelombang Ψ.
Ψ2 = N2 (Ψx2 + Ψy2 + 2Ψx Ψy)
Ψx2 menunjukkan peluang menemukan elektron di sekeliling atom x
Ψy2 menunjukkan peluang menemukan elektron di sekeliling atom y
2Ψx + Ψy menunjukkan peningkatan elektron pada daerah antara kedua
inti
Untuk persamaan gelombang Ψ* peluang untuk menemukan
sebuah elektron dinyatakan dalam:
Ψ*2 = N2 (Ψx2 + Ψy2 - 2Ψx Ψy)
-2Ψx Ψy menyatakan penurunan kepekatan elektron pada daerah antara
kedua inti (Bird, T, 1987).
Untuk molekul oksigen (O2) dengan konfigurasi 8O= 1s2 2s2 2p4.

Gambar. Orbital molekul O2


Dari Gambar tersebut dapat diketahui bahwa selain adanya orbital
atom (samping), ada juga orbital molekul (Tengah). Elektron-elektron
pada orbital molekul merupakan jumlah dari elektron-elektron yang
terdapat di dalam masing-masing orbital kulit valensi unsur
penyusunnya. Orbital s akan membentuk ikatan sigma dan orbital p akan
membentuk ikatan pi. Orbital dengan tanda asterik (*) berarti
merupakan orbital anti pengikatan, suatu molekul menjadi tidak stabil.
Semakin banyak elektron pada orbital anti pengikatan, suatu molekul
akan semakin tidak stabil. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa
gas O2 merupakan gas paramagnetik karena elektron tidak mengisi
orbital π*px dan π*py secara penuh/ sehingga konfigurasi elektron valensi
molekul O2 adalah:
(σ2s)2(σ*2s)2(σ2pz)2( π2px)2(π2py)2(π*2px)1(π*2py)1 atau (σ2s)2(σ*2s)2(σ2p)2(
π2p)4(π*2p)2
Kita dapat menuliskan seperti bentuk kedua karena orientasi x, y, z tidak
menjadi masalah berarti.
2.2.2 Teori Orbital Molekul pada Senyawa Diatomik Heterointi
Atom-atom pada senyawa ini memiliki keelektronegativitas
yang berbeda, maka tentu atom-atom memiliki tingkat energi yang
berbeda pula. Orbital molekul dua atom yang berbeda dibentuk dengan
tumpang tindih orbital atom yang tingkat energinya berbeda. Tingkat
energi atom yang lebih elektronegatif umumnya lebih rendah, dan
orbital molekul lebih dekat sifatnya pada orbital atom yang tingkat
energinya lebih dekat. Oleh karena itu, orbital ikatan mempunyai
karakter atom dengan keelektronegatifan lebih besar, dan orbital anti
ikatan mempunyai karakter atom dengan keelektronegatifan lebih kecil.
Misalnya, lima orbital molekul dalam hidrogen fluorida, HF,
dibentuk dari orbital 1s hidrogen dan orbital 2s dan 2p fluor,
sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar Orbital Molekul HF. Orbital
ikatan 1σ mempunyai karakter fluorin, dan orbital 3σ anti ikatan
memiliki karakter 1s hidrogen. Karena hidrogen hanya memiliki satu
orbital 1s, tumpang tindih dengan orbital 2p fluor dengan karakter π
tidak efektif, dan orbital 2p fluor menjadi orbital nonikatan. Karena HF
memiliki delapan elektron valensi, orbital nonikatan ini menjadi
HOMO.

Gambar. Orbital molekul HF


Dalam karbon monoksida, CO, karbon dan oksigen memiliki
orbital 2s dan 2p yang menghasilkan baik ikatan sigma dan pi, dan
ikatan rangkap tiga dibentuk antar atomnya. Walaupun 8 orbital
molekulnya dalam kasus ini secara kualitatif sama dengan yang dimiliki
molekul yang isoelektronik yakni N2 dan 10 elektron menempati orbital
sampai 3σ, tingkat energi setiap orbital berbeda dari tingkat energi
molekul nitrogen. Orbital ikatan 1σ memiliki karakter 2s oksigen sebab
oksigen memiliki ke-elektronegativan lebih besar. Orbital antiikatan 2π
dan 4σ memiliki karakter 2p karbon.

Gambar. Orbital molekul CO


Konfigurasi elektron valensi molekul CO adalah
(σ2s)2(σ*2s)2(π2p)4(σ2p)2. Pada molekul diatomik heterointi, energi orbital
π2p lebih rendah dibanding σ2p, sehingga letak orbital σ2p berada di atas
π2p, berbeda dengan letak orbital kedua orbital tersebut pada molekul
diatomik homointi.

2.3 Diagram Orbital Molekul Sneyawa Kompleks

2.3.1 Kompleks Oktohedral


Diagram orbital molekul kompleks oktahedral yang melibatkan
baik interaksi kovalen diberikan pada gambar berikut dimana (a)
merupakan orbital atom atau ion logam pada keadaan bebas atau sebelum
ada interaksi dengan ligan-ligan. (b) merupakan orbital atom atau ion
logam pada kompleks octahedral bila interaksi antara atom pusat dengan
ligan- ligan hanya interaksi elektrostatik. (c), merupakan orbitalorbital
dari ligan sebelum terjadi interaksi dengan orbital-orbital atom logam,
disebut dengan orbital-orbital kelompok ligan (ligan group orbitals). (d)
orbital molekul kompleks oktahedral yang melibatkan baik interaksi
elektrostatik maupun interaksi kovalen.
Pada waktu atom logam mengadakan interaksi elektrostatik
dengan ligan-ligan maka semua orbital yang ada mengalami kenaikan
tingkat energy tiga orbital p meskipun mengalami kenaikan tingkat energi
tetapi tetap dalam keadaan degenerat karena interaksi ligan-ligan dengan
tiga orbital p tersebut adalah sama kuat. Lima orbital d dari atom logam
atau ion logam mengalami pemisahan menjadi orbital t2g dan eg seperti
diterangkan pada pembahasan teori medan Kristal di muka. Setelah
mengalami kenaikan energy orbital-orbital dari atom logam atau ion
logam mengadakan kombinasi linear dengan orbital-orbital dari ligan
membentuk orbital molekul kompleks octahedral.

Gambar diagram orbital-orbital molekul kompleks oktahedral


Fakta eksperimen menunjukkan bahwa ion kompleks
3+
[Co(NH3)6] memiliki bentuk octahedral dan bersifat diamagnetik.
Atom pusat ion kompleks tersebut adalah Co 3+ dengan konfigurasi
elektron [Ar] 3d6. Jumlah elektron pada orbital 3d atom pusat dan
elektron-elektron yang didonorkan oleh 6 ligan NH3 adalah 18 elektron
yang dituliskan pada orbital molekul kompleks octahedral sperti pada
gambar berikut.

Gambar diagram orbital molekul kompleks [Co(NH3)6]3+


Cara pengisian 18 elektron pada orbital molekul kompleks
[Co(NH3)6]3+ adalah sebagai berikut. Pertama, mengisikan enam pasang
elektron pada orbital – orbital a1g, t1u, dan eg. Kedua, mengisikan 3
elektron pada orbital t2g secara berpasangan karena kompleks
[Co(NH3)6]3 merupakan kompleks dengan medan kuat, harga 10Dq > P.
Sifat diamagnetik dari ion kompleks [Co(NH3)6]3+ ditunjukkan dengan
berpasangan semua elektron yang terdapat pada orbital molekul komplek
tersebut.
Contoh: [CoF6]3-
Fakta eksperimen menunjukkan bahwa ion kompleks [CoF6]3-
memiliki bentuk oktahderal dan bersifat paramagnetik dengan kemagnetis
antara dengan adanya 4 elektron tak berpasangan. Atom pusat ion
kompleks tersebut adalah Co3+ dengan konfigurasi elektron: [Ar] 3d6.
Jumlah elektron pada orbital 3d atom pusat dan elektron – elektron yang
didonorkan oleh 6 ligan F adalah 18 elektron. Delapan belas elektron
tersebut diisikan pada orbital molekul kompleks oktahedral seperti
diberikan pada gambar berikut.

Gambar diagram orbital molekul kompleks [CoF6]3-


Cara pengisian 18 elektron pada orbital molekul konpleks
[CoF6]3- adalah sebagai berikut. Pertama, mengisikan enam pasang
elektron pada orbital – orbital a1g, t1u, dan eg. Kedua, mengisikan tiga
elektron pada orbital t2g dan dua eleketron pada orbital e karena ion
kompleks [CoF6]3- merupakan kompleks dengan medan lemah, harga
10Dq < P. Ketiga, memasangkan satu elektron yang tersisa dengan salah
satu elektron tak berpasangan yang terdapat pada orbital t2g. Sifat
paramagnetik dari ion kompleks [CoF6]3- ditunjukkan dengan adanya 4
elektron tak berpasangan pada orbital molekul kompleks tersebut.

2.3.2 Kompleks Tetrahedral


Kompleks tetrahedral adalah kompleks koordinasi yang memiliki
atom logam pusat yang dikelilingi oleh empat atom penyusun di sudut
tetrahedron. Sudut ikatan ikatan dalam struktur ini adalah sekitar 109,5°.
Namun, jika konstituennya berbeda satu sama lain, sudut ikatannya
bervariasi. Ada dua jenis logam transisi yang dapat membentuk jenis
kompleks ini: logam memiliki d0 konfigurasi dan d10 konfigurasi.

Dari gambar di atas terlihat bahwa obital t2g lebih dekat kepada
ligan-ligan daripada orbital eg. Garis yang menghubungkan letak ligan
dan titik pusat kubus dengan arah orbital eg membentuk sudut sebesar
54044˚ sedangkan garis tersebut dengan arah orbital t2g membentuk sudut
36016˚. Medan listrik yang terjadi pada pembentukan kompleks
tetrahedral menyebabkan pemisahan orbital d pada ion pusat. Karena hal
ini maka dalam medan tetrahedral, orbital t2g mendapat pengaruh yang
lebih besar dari ligan, akibatnya energy level orbital t2g naik dan orbital
eg turun. Perbedaan energi ini biasanya disebut Dt, artinya D yang
harganya lebih kecil dari pada Do. Hal ini disebabkan karena, pada medan
tetrahedral hanya ada 4 ligan. Sedanng pada medan oktahedral ada 6 ligan,
ditambah lagi tidak adanya ligan yang langsung searah dengan orbital d
pada medan tetrahedral. Bila jarak ligan dai pusat sama dan bila ikatan
dianggap elektrostatik murni, maka diperoleh bahwa : D tetrahedral ~ 4/9
D octahedral (Efendy,2004).
Diagram orbital Molekul kompleks tetrahedral yang melibatkan
baik interaksi elektrostatis maupun interaksi kovalen diberikan pada
gambar berikut:

(Gambar diagram orbital molekul kompleks tetrahedral)


Pada gambar di atas paling kiri merupakan orbital atom logam atau
ion logam pada keadaan bebas atau sebelum ada interaksi dengan ligan-
ligan. sebelahnya merupakan orbital atom logam atau ion logam pada
Kompleks tetrahedral bila interaksi antara atom pusat dengan ligan ligan
hanya interaksi elektrostatik. Pada pojok kanan merupakan orbital-orbital
kelompok ligan dan gambar besar yang ditengah merupakan orbital
molekul kompleks tetrahedral yang melibatkan baik interaksi elektrostatik
maupun interaksi kovalen.
Pada waktu logam atau ion logam mengadakan interaksi
elektrostatik dengan ligan ligan maka semua orbital yang ada mengalami
kenaikan tingkat energi. Lima orbital d dari atom logam atau ion logam
mengalami pemisahan menjadi orbital t2 dan e. setelah mengalami
kenaikan tingkat energi orbital orbital dari atom logam atau ion logam
mengadakan kombinasi linier dengan orbital-orbital dari ligan
membentuk orbital molekul Kompleks tetrahedral. Kompleks tetrahedral
merupakan kompleks dengan Medan lemah, harga 10 dq lebih kecil P.
dengan menggunakan diagram pada gambar kemagnetan dari Kompleks
tetrahedral dapat diterangkan seperti di Berikan beberapa contoh berikut
ini:
Contoh: [NiCl4]2-
Fakta eksperimen menunjukkan bahwa ion kompleks [NiCl4]2-
memiliki bentuk tetrahedral dan bersifat paramagnetik dengan
kemagnetan setara dengan adanya dua elektron tak berpasangan. atom
pusat ion kompleks tersebut adalah Ni2+ dengan konfigurasi elektron [Ar]
3d8. jumlah elektron pada orbital atom pusat dan elektron- elektron yang
didonorkan oleh 4 ligan Cl- adalah 16 elektron. 16 elektron tersebut
diisikan pada orbital molekul kompleks tetrahedral seperti diberikan pada
gambar berikut.

(Gambar Diagram orbital molekul kompleks [NiCl4]2-)


Cara pengisian elektron pada orbital molekul Kompleks [NiCl4] 2
adalah sebagai berikut: Pertama, mengisikan 4 pasang elektron pada
orbital-orbital a1 dan t2. Kedua, mengisikan 2 elektron pada orbital e dan
3 elektron pada orbital t2* karena ion kompleks [NiCl4]2 merupakan
konveksi dengan Medan lemah, harga 10Dq < p. Ketiga, memasangkan
Dua elektron yang tersisa dengan Dua elektron yang terdapat pada orbital
e dan 1 elektron tersisa dengan satu elektron yang terdapat pada orbital t2.
sifat paramagnetik dari ion kompleks [NiCl4]2 ditunjukkan dengan
adanya 2 elektron tak berpasangan pada orbital molekul Kompleks
tersebut.
2.4 Ikatan Phi
Ikatan pi (ikatan π) adalah ikatan kimia kovalen yang dua cuping orbital
atom yang berlektron tunggal bertumpang tindih dengan dua cuping orbital
atom lainnya yang juga berlektron tunggal. Hanya terdapat satu bidang simpul
dari orbital yang melewati dua inti atom.

Dua orbital-p yang membentuk ikatan-π.


Huruf Yunani π berasal dari nama orbital p karena simetri orbital ikatan
pi adalah sama dengan orbital p ketika dilihat dari sumbu ikatan. Orbital p
biasanya terlibat dalam ikatan sejenis ini. Orbital d juga dianggap terlibat dalam
ikatan pi, namun tidaklah seperlunya benar, walaupun konsep ikatan orbital d
sesuai dengan hipervalensi.
Ikatan pi biasanya lebih lemah dari ikatan sigma karena rapatan
elektronnya lebih jauh dari inti atom yang bermuatan positif, sehingga
memerlukan lebih banyak energi. Dari sudut pandang mekanika kuantum,
kelemahan ikatan ini dijelaskan oleh ketumpangtindihan yang sangat sedikit di
antara orbital p oleh karena orientasinya yang paralel.
Walaupun ikatan pi lebih lemah dari ikatan sigma, ikatan pi seringkali
merupakan komponen dari ikatan rangkap bersamaan dengan ikatan sigma.
Kombinasi dari ikatan sigma dan pi lebih kuat dari ikatan pi dan sigma yang
berdiri sendiri. Kekuatan ikatan yang bertambah dari ikatan rangkap
diindikasikan oleh banyak pengamatan, namun yang paling menonjol adalah
kontraksi panjang ikatan. Sebagai contoh, dalam kimia organik, panjang ikat
karbon-karbon pada etana adalah 154 pm, etilena 133 pm, dan asetilena 120 pm.
Atas: Dua orbital-p yang paralel. Bawah: Ikatan pi terbentuk oleh
pertumpangtindihan. Warna merah muda dan kelabu mewakili model bola dan
batang dari fragmen molekul yang terdapat ikatan pi.

Pemutusan ikatan pi ketika ikatan tersebut berotasi dikarenakan oleh


orientasi paralel yang hilang.

Dua orbital-s masih tumpang tindih ketika ikatan berotasi karena


orientasinya masih sepanjang sumbu. Lingkaran mewakili orbital s. Elips
mewakili ikatan sigma.
Selain ikatan sigma, sebuah pasangan atom yang dihubungkan dengan
ikatan rangkap dua memiliki satu ikatan pi dan ikatan rangkap tiga memiliki
dua ikatan pi. Ikatan pi dihasilkan dari tumpang tindih orbital-orbital. Ikatan pi
memiliki sifat yang lebih baur dari ikatan sigma. Elektron-elektron pada ikatan
pi kadang kala dirujuk sebagai elektron pi. Fragmen molekul yang dihubungkan
dengan ikatan pi tidak dapat diputar tanpa memutuskan ikatan pi tersebut,
karena perputaran akan merusak orientasi paralel dari orbital-orbital p yang
membentuk ikatan pi.
Elektron-elektron dalam ikatan pi bebas berpindah kemanapun dalam
daerah berarsir ini dan bisa berpindah bebas dari belahan yang satu ke belahan
yang lain.Elektron pi tidak sepenuhnya dikendalikan oleh inti karbon seperti
pada elektron dalam ikatan sigma, dan karena elektron pi terletak di atas dan di
bawah daerah kosong dari molekul, maka elektron-elektron ini relatif terbuka
untuk diserang oleh partikel lain.
Ikatan pi tidak seperlunya menghubungkan sepasang atom yang juga
memiliki ikatan sigma. Pada beberapa kompleks logam, interaksi pi antara atom
logam dengan orbital antiikat pi alkana dan alkena membentuk ikatan pi.
Dalam beberapa kasus ikatan rangkap banyak antara dua atom, tidak
terdapat ikatan sigma sama sekali, yang ada hanyalah ikatan pi. Contohnya
meliputi diferri heksakarbonil (Fe2(CO)6), dikarbon (C2) dan borana B2H2.
Dalam senyawa-senyawa ini, ikatan pusat hanya terdiri dari ikatan pi, dan agar
mencapai wilayah tumpang tindih yang maksimum, panjang ikatan menjadi
lebih pendek dari yang diperkirakan.

2.5 Ligan Donor dan Aseptor Dalam Teori Orbital Molekul


Konsep pembentukan ikatan ℼ mampu menerangkan tentang kekuatan
ligan dalam deret spektrokimia. Deret spektrokimia sendiri merupakan urutan
ligan berdasarkan perbedaan energi ∆ yang dihasilkan. Berikut merupakan
deret spektrokimia yang disusun dari ∆ yang kecil ke ∆ besar).
I- < Br- < S2- < SCN- < Cl- < NO3- < N3- < F- < OH- < C2O42- < H2O <
NCS- < CH3CN < py < NH3 < en < 2,2-bipiridina < phen < NO2- < PPh3 < CN-
< CO.
Pada teori orbital molekul, ligan dapat berperan sebagai donor ℼ maupun
akseptor ℼ tergantung pada orbital ℼ yang terisi oleh ligan.
a. Ligan donor ℼ
Ligan-ligan tertentu memiliki orbital ℼ yang telah terisi elektron
mengalami tumpang tindih dengan orbital t 2g dari logam membentuk
ikatan ℼ. Orbital ℼ dari ligan biasanya memiliki tingkat energi lebih rendah
dibandingkan orbital t2g logam, sehingga delokalisasi elektron ℼ dari ligan
dengan cara ini akan memperkecil harga ∆o. Ligan-ligan yang termasuk
donor ℼ terletak pada sebelah kiri deret spektrokimia.
b. Ligan akseptor ℼ
Sejumlah ligan seperti CO, CN-, dan NO+ memiliki orbital ℼ
kosong yang dapat bertumpang tindih dengan orbital t 2g dari logam,
membentuk ikatan ℼ. Interaksi tersebut dikatakan sebagai pembentukan
ikatan balik (backbonding). Tingkat energi orbital ℼ yang dimiliki ligan
lebih tinggi dibandingkan tingkat energi logam, sehingga dapat menaikkan
harga ∆o. Ligan-ligan ini adalah ligan medan kuat yang terletak di sebelah
kanan deret spektrokimia.
Adanya ikatan ℼ mempengaruhi besarnya ∆o dari kompleks. Pada
pembentukan ikatan, orbital t2g mengalami splitting menjadi orbital
bonding (energi rendah) dan orbital antibonding (energi lebih tinggi).
Akibat ini, beda energi orbital t2g dan orbital eg berubah. Pertama apabila
orbital ligannya kosong, seperti ligan CN- maupun CO disebut sebagai
ligan akseptor. Orbital ligan yang kosong memiliki energi tinggi, elektron
dari t2g akan mengisi orbital molekul bonding, sehingga ∆o bertambah
besar, terjadi pemindahan elektron dari logam ke ligan yang disebut back
bonding. Sedangkan kedua, bila ligan terisi, seperti ligan ion halogen
maupun air, elektron ligan memiliki energi rendah, sehingga elektron ligan
mengisi orbital bonding t2g, kemudian elektron orbital logam t2g mengisi
orbital antibonding t2g, hingga ∆o kecil. ikatan ℼ ini disebut ikatan ℼ ligan-
logam.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan materi diatas, dapat ddisimpulkan bahwa:
a. Teori orbital molekul adalah teori yang menjelaskan ikatan kimia melalui
diagram orbital molekul. Teori orbital molekul didasarkan asumsi yaitu
pada pembentukan senyawa kompleks terjadi interaksi antara orbital-orbital
dari atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan membentuk orbital
molekul.
b. Dalam pembentukan molekul, orbital atom bertumpang tindih
menghasilkan orbital molekul yakni fungsi gelombang elektron dalam
molekul. Orbital molekul terdiri dari orbital molekul diatomik homointi
yang terbentuk dari dua unsur yang memiliki inti atom yang identik dan
memiliki tingkat energi yang sama pula; dan orbital molekul diatomik
heterointi yang terbentuk dari dua atom yang berbeda dibentuk dengan
tumpang tindih orbital atom yang tingkat energinya berbeda.
c. Diagram orbital molekul senyawa kompleks terdiri dari diagram kompleks
octahedral dan tetrahedral. Diagram orbital molekul kompleks oktahedral
yang melibatkan baik interaksi kovalen. Pada diagram kompleks oktahedral,
Setelah mengalami kenaikan energy orbital-orbital dari atom logam atau ion
logam mengadakan kombinasi linear dengan orbital-orbital dari ligan
membentuk orbital molekul kompleks octahedral, sedangkan pada diagram
tetrahedral orbital-orbital dari ligan membentuk orbital molekul kompleks
tetrahedral
d. Ikatan phi (ikatan π) adalah ikatan kimia kovalen yang dua cuping orbital
atom yang berlektron tunggal bertumpang tindih dengan dua cuping orbital
atom lainnya yang juga berlektron tunggal.
e. Ligan yang memiliki orbital ℼ kosong yang dapat bertumpang tindih dengan
orbital t2g dari logam, membentuk ikatan ℼ. Pada ligan donor tingkat energi
orbital ℼ yang dimiliki ligan lebih rendah dibandingkan tingkat energi
logam dapat menurunkan harga ∆o. Sedangkan pada ligan aseptor tingkat
energi orbital ℼ yang dimiliki ligan lebih tinggi dibandingkan tingkat energi
logam, sehingga dapat menaikkan harga ∆o.

3.2 Saran
Untuk pembahsan teori orbital molekul ini sendiri memiliki
pembahasan yang sangat panjang, namun pada makalah ini masih memiliki
kekurangan terkait beberapa penjelasan dari materi, sehingga diharapkan para
pembaca untuk dapat memberikan kritikan untuk menambah wawasan.
Refrensi
Chang, Raymond. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1.Jakarta;
Erlangga.
Efendi. 2007. Kimia Koordinasi. Malang: Jurusan Kimia FMIPA, Universitas
Negeri Malang (UNM).
https://chem.libretexts.org/Bookshelves/General_Chemistry/Book%3A_Chem1_(
Lower)/09%3A_Chemical_Bonding_and_Molecular_Structure/9.08%3A_Molecu
lar_Orbital_Theory
https://id.scribd.com/doc/142722228/Teori-Orbital-Molekul
https://id.scribd.com/uploaddocument?archive_doc=142722228&escape=false&m
etadata=%7B%22context%22%3A%22archive%22%2C%22page%22%3A%22re
ad%22%2C%22action%22%3A%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atr
ue%2C%22platform%22%3A%22web%22%7D
http://mel-rizky.blogspot.com/2012/02/teori-ikatan-valensi-valence-bond.html
https://www.academia.edu/38833097/_TEORI_ORBITAL_MOLEKUL
Saputro, A. N. C. (2015). Buku Ajar: Konsep Dasar Kimia Koordinasi. Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai