Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH IKATAN KIMIA

“Gaya Antaraksi Antarmolekul & Ikatan Ion ”

DISUSUN OLEH:

Rifal Iriansyah (20170111054003)

Ummi Masrurah Ajeng Saei (20170111054009)

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Albaiti, S.Pd., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

PAPUA

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis telah menyelesaikan Makalah Ikatan Kimia yang berjudul
“Gaya Antaraksi Antarmolekul & Ikatan Ion".
Makalah ini di susun berdasarkan pengumpulan informasi baik dari makalah, media
cetak maupun elektronik.
Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Dosen Pengampuh Mata Kuliah Ikatan
Kimia, ibu Dr. Albaiti, S.Pd., M.Pd serta rekan kerja yang turut memberikan masukan yang
sangat membantu terselesainya penyusunan makalah ini.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan sehingga
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari rekan-rekan semua demi penyempurnaan
makalah ini, agar menjadi bahan diskusi yang menarik dan dapat memberi manfaat bagi kami
semua.

Jayapura, 20 Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4

A. LATAR BELAKANG .................................................................................................... 4

B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 7

C. TUJUAN MASALAH .................................................................................................... 7

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 8

A. GAYA ANTARMOLEKUL........................................................................................... 8

1. Gaya van der Waals..................................................................................................... 9

2. Ikatan Hidrogen ......................................................................................................... 13

B. IKATAN ION ............................................................................................................... 14

1. Sifat-sifat Ikatan Ion .................................................................................................. 15

2. Kecenderungan pada Jari-jari Ionik .......................................................................... 16

3. Kecenderungan pada Titik Leleh .............................................................................. 17

4. Struktur Kristal Ionik ................................................................................................ 17

5. Contoh Dalam Kehidupan Sehari-hari ...................................................................... 18

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
1. Gaya Antarmolekul

Suatu kelompok tertentu dari molekul yang berikatan secara kimia dapat
berbentuk padat, cair, atau gas. Penentuan bentuk tersebut tidak hanya bergantung
pada ikatan yang ada di dalam masing-masing molekul (gaya intramolekul), tetapi
juga bergantung pada adanya dan jenis ikatan antarmolekul (gaya antarmolekul).
Gaya antarmolekul adalah gaya tarik-menarik antarmolekul. Umumnya, gaya
antarmolekul jauh lebih lemah dibandingkan gaya intramolekul, karena energi
yang dibutuhkan untuk sekedar merenggangkan jarak ikatan antarmolekul lebih
sedikit daripada energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan dalam suatu
molekul. Sebagai contoh, dibutuhkan energi sebesar 16 kJ untuk menguapkan 1
mol asam klorida pada titik didihnya; tetapi dibutuhkan energi sebesar 431 kJ
untuk memutuskan ikatan kovalen H – Cl dalam 1 molekul asam klorida.

Banyak sifat fisik dari cairan, termasuk titik didih, yang mencerminkan
kekuatan gaya antarmolekul. Pada saat mencapai titik didih, dibutuhkan energi
yang cukup untuk mengalahkan gaya antarmolekul sebelum molekul tersebut
dapat memasuki fase gas. Semakin kuat gaya antarmolekul, maka semakin banyak
energy yang dibutuhkan untuk melemahkan ikatan antarmolekul, sehingga titik
didihnya makin tinggi. Prinsip yang sama juga diterapkan pada titik leleh suatu zat
padat. Semakin kuat gaya antarmolekul, maka semakin banyak energi yang
dibutuhkan untuk melemahkan ikatan antarmolekul sebelum molekul tersebut
dapat memasuki fase cair, sehingga titik leburnya makin tinggi.

4
Ada beberapa jenis gaya antarmolekul, yang kesemuanya memiliki persamaan
yaitu timbul dari gaya elektrostatik atau gaya tarik-menarik antara muatan listrik
yang berlawanan. Secara kolektif, gaya antarmolekul berupa gaya van der Waals,
yang ditemukan oleh Johannes Diderik van der Waals, seorang ilmuwan Belanda
yang mempelajari perilaku nonideal gas nyata. Gaya van der Waals terdiri dari
gaya dipol-dipol, ion-dipol, ion-dipol terinduksi, gaya dispersi London, dan ikatan
hidrogen.

2. Ikatan Ion
Perkembangan munculnya teori ionisasi mendorong pemahaman adanya
senyawa ionik dan senyawa kovalen atau non ionik. Senyawa ionik sederhana
terbentuk hanya antara unsur-unsur metalik dan non metalik yang keduanya
sangat aktif. Dua persyaratan penting, yaitu energi ionisasi untuk membentuk
kation dan afinitas elektron untuk membentuk anion, harus lebih menguntungkan
(favourable) ditinjau dari pertimbangan energi. Ini bukan berarti kedua reaksi
pembentukan ion-ion tersebut harus eksotermik, tetapi lebih berarti bahwa reaksi
tidak membutuhkan energi yang terlalu besar.
Jadi, persyaratan untuk membentuk ikatan ionik adalalah salah satu atom
unsur harus mampu melepas satu atau dua elektron (jarang tiga elektron) tanpa
memerlukan banyak energi, dan atom unsure lain harus mampu menerima satu
atau dua elektron (hampir tidak pernah tiga elektron) tanpa memerlukan banyak
energi. Oleh karena itu ikatan ionik banyak dijumpai pada senyawa pada logam
golongan 1, 2 sebagian 3 dan beberapa logam transisi dengan bilangan oksidasi
rendah, dan non logam golongan halogen,oksigen dan nitrogen. Semua energi
ionisasi adalah endotermik, dan afinitas elektron untuk halogen adalah
eksotermik, tetapi untuk oksigen dan nitrogen sedikit endotermik.
Jenis ikatan atom-atom dengan contoh unsur-unsur periode ketiga, dan
senyawanya dapat dipahami dengan mudah menurut model “segitiga ikatan”
(segitiga Van Arkel-Ketelaar). Pada garis dasr segitiga, dari kiri kekanan (dari Na
ke Cl) atom-atom unsur tersusun dari sifat dominasi iatan metalik kesifat ikatan
kovalen. Sifat paling logam dimiliki oleh unsur paling kiri (Na) dan sifat paling
kovalen atau non logam dimiliki oleh unsure paling kanan dalam periode,
sedangkan diantaranya memberikan sifat logam amfoterik dan semi konduktor.
Ikatan antara kedua atom unsur paling ujung ini menghasilkan senyawa dengan

5
ikatan ionik yang digambarkan sebagai titik puncak segitiga. Senyawa diantarana
menghasilkan sifat ikatan dari sifat metalik kesifat ionik yaitu unsur senyawa
NaX(X= Mg,Al,Si,P,S) dan dari sifat kovalen kesifat ionik yaitu untuk senyawa
XCl(X=S,P,Si,Al,Mg), yang keduanya digambarkan sebagai sisi-sisi miring
segitiga. Akhirnya dapat dipahami bahwa MgS dan AlP merupakan senyawa yang
mempunyai karakteristika ketiga macam ikatan secara serentak. Dari model
segitiga ikatan ini dapat dipahami banyaknya senyawa yang mempunyai karakter
ionik dan kovalen secara serentak dengan derajat ionik-kovalen yang berbeda-
beda.

6
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Gaya Antarmolekul ?
2. Apa jenis-jenis Gaya Antarmolekul ?
3. Apa yang dimaksud dengan Ikatan Ion ?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui maksud dari Gaya Antarmolekul.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis Antarmolekul.
3. Untuk mengetahui maksud dari Ikatan Ion.

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. GAYA ANTARMOLEKUL
Gaya antarmolekul adalah gaya aksi di antara molekul-molekul yang
menimbulkan tarikan antarmolekul dengan berbagai tingkat kekuatan. Pada suhu
tertentu, kekuatan tarikan antarmolekul menentukan wujud zat, yaitu gas, cair, atau
padat. Umumnya, gaya antarmolekul jauh lebih lemah dibandingkan gaya
intramolekul, karena energi yang dibutuhkan untuk sekedar merenggangkan jarak
ikatan antarmolekul lebih sedikit daripada energi yang dibutuhkan untuk memutuskan
ikatan dalam suatu molekul. Sebagai contoh, dibutuhkan energi sebesar 16 kJ untuk
menguapkan 1 mol asam klorida pada titik didihnya; tetapi dibutuhkan energi sebesar
431 kJ untuk memutuskan ikatan kovalen H – Cl dalam 1 molekul asam klorida.

Banyak sifat fisik dari cairan, termasuk titik didih, yang mencerminkan
kekuatan gaya antarmolekul. Pada saat mencapai titik didih, dibutuhkan energi yang
cukup untuk mengalahkan gaya antarmolekul sebelum molekul tersebut dapat
memasuki fase gas. Semakin kuat gaya antarmolekul, maka semakin banyak energy
yang dibutuhkan untuk melemahkan ikatan antarmolekul, sehingga titik didihnya
makin tinggi. Prinsip yang sama juga diterapkan pada titik leleh suatu zat padat.
Semakin kuat gaya antarmolekul, maka semakin banyak energi yang dibutuhkan
untuk melemahkan ikatan antarmolekul sebelum molekul tersebut dapat memasuki
fase cair, sehingga titik leburnya makin tinggi.

Ada beberapa jenis gaya antarmolekul, yang kesemuanya memiliki persamaan


yaitu timbul dari gaya elektrostatik atau gaya tarik-menarik antara muatan listrik yang
berlawanan. Secara kolektif, gaya antarmolekul berupa gaya van der Waals, yang
ditemukan oleh Johannes Diderik van der Waals, seorang ilmuwan Belanda yang
mempelajari perilaku nonideal gas nyata. Gaya van der Waals terdiri dari gaya dipol-
dipol, ion-dipol, ion-dipol terinduksi, gaya dispersi London, dan ikatan hidrogen.

8
1. Gaya van der Waals
Gaya van der Wals dapat terjadi pada molekul-molekul polar dan molekul-
molekul non-polar, yang ditemukan oleh Johannes Diderik van der Waals, seorang
ilmuwan Belanda yang mempelajari perilaku nonideal gas nyata. Gaya van der Waals
terdiri dari gaya dipol-dipol, ion-dipol, ion-dipol terinduksi, gaya dispersi London,
dan ikatan hidrogen.

a. Gaya Dipol-dipol
Gaya dipol-dipol adalah gaya tarik-menarik antara molekul polar, yaitu antara
molekul yang memiliki momen dipol permanen. Gaya ini berasal dari gaya
elektrostatik antara ujung molekul yang bermuatan parsial positif (δ+) dengan
ujung molekul lainnya yang bermuatan parsial negative (δ-). Karena gaya ini
terjadi antara muatan parsial, maka gaya dipol-dipol jauh lebih lemah
dibandingkan ikatan kovalen (gaya intramolekul), kekuatannya hanya sekitar 1-
4% dari ikatan kovalen. Gaya dipol-dipol hanya efektif ketika dua molekul
terletak sangat berdekatan. Gaya dipol-dipol menurun seiring dengan
bertambahnya jarak. Energi yang dibutuhkan untuk memisahkan sepasang dipol
sebanding dengan 1⁄𝑑3 , di mana 𝑑 adalah jarak antar dipol. Contohnya adalah

antaraksi dipol-dipol antarmolekul aseton, C3H6O, yang digambarkan dengan


model seperti Gambar 4.5.

Pada molekul hidrogen klorida. Terjadi ikatan kovalen dengan struktur lewis
sebagai berikut:

9
Atom klor lebih elektronegatif daripada hidrogen maka pasangan
elekstrooncenderung tertarik oleh Cl. Molekul HCl jadi memiliki dipol

Dua molekul yang masing-masing memiliki dipol akan saling tarik menarikd
dengan posisi (-) berdekatan dengan posisi (+).

Posisi molekul akan otomatis berubah karena adanya gaya dipol-dipol,


contohnya:

b. Gaya Ion-dipol
Gaya ion-dipol adalah gaya tarik-menarik antara suatu ion (kation atau anion)
dengan molekul polar.
Kekuatan dari gaya ini bergantung pada muatan dan ukuran ion serta kekuatan
momen dipol dan ukuran molekul. Muatan dari kation pada umumnya lebih
terkonsentrasi, karena kation biasanya berukuran lebih kecil daripada anion.
Sehingga, kation berinteraksi lebih kuat dengan dipol dibandingkan anion yang
memiliki muatan sama.
Contohnya, pada reaksi hidrasi, yaitu interaksi antara ion Na+ dan Mg2+
dengan molekul air yang mempunyai momen dipol 1,87 D. Karena ion Mg2+
memiliki muatan yang lebih besar dan jari-jari ionik yang lebih kecil
dibandingkan ion Na+, ion Mg2+ berinteraksi lebih kuat dengan molekul air.
Akibatnya, kalor hidrasi ion Na+ sebesar 2405 kJ/mol danan kalor hidrasi ion

10
Mg2+ sebesar 21926 kJ/mol. Hal serupa juga terjadi untuk anion yang memiliki
perbedaan muatan dan ukuran.

Gaya ion-dipol merupakan gaya yang penting dalam larutan ion-ion, karena
kekuatan dari gaya ini memungkinkan senyawa ion dapat larut dalam pelarut
polar.

c. Gaya ion-dipol terinduksi


Gaya ion-dipol terinduksi merupakan gaya interaksi antara ion dengan dipol
terinduksi. Ion memiliki kemampuan mendistorsi awan elektron terdekat,
sehingga menciptakan dipol pada partikel di sebelahnya (seperti molekul pelarut,
atau bahkan ion lainnya). Hal ini menyebabkan gaya ion-dipol terinduksi, yang
bisa sangat kuat karena muatan pada ion tidak bersifat sementara seperti muatan
sesaat pada gaya dispersi London.

d. Gaya Dispersi (Gaya London)


Gaya dispersi (London) adalah gaya tarik-menarik yang terjadi akibat dari
dipol sementara atau dipol terinduksi dalam atom atau molekul. Gaya dispersi
London terjadi antara molekul nonpolar, dan merupakan gaya antarmolekul yang
paling lemah. Disebut gaya London karena ditemukan oleh seorang ilmuwan
berdarah Jerman-Amerika bernama Fritz Wolfgang London.

Kekuatan gaya dispersi antarmolekul bergantung pada ukuran molekul. Hal


ini berkaitan dengan polarisabilitas atau imbas molekul, yaitu ukuran besarnya
respon awan elektron di sekitar atom untuk mengubah muatan listrik pada

11
lingkungannya. Molekul-molekul besar memiliki elektron valensi yang mudah
berpindah-pindah sehingga memiliki polarisabilitas lebih besar daripada molekul
yang kecil. Makin besar polarisabilitas molekul, makin besar gaya dispersi yang
terbentuk. Hal inilah yang menyebabkan ikatan antarmolekul I2 lebih kuat
daripada ikatan antarmolekul F2 (Gambar 4.1 (b)).
Luas permukaan molekul berpengaruh terhadap kekuatan gaya dispersi. Makin
besar luas permukaan molekul, makin kuat gaya dispersi antarmolekul. Untuk
molekul-molekul dengan massa dan rumus sama, molekul yang bentuknya
memanjang memiliki gaya dispersi yang lebih kuat daripada molekul yang lebih
pendek. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa titik didih molekul yang bentuknya
memanjang lebih tinggi daripada molekul yang lebih pendek, seperti halnya
pentana dan neopantana. Pentana dan neopentana keduanya memiliki rumus
molekul C5H12. Namun, karena luas permukaan pentana lebih besar daripada
neopentana, ikatan antarmolekul pentana lebih kuat daripada ikatan antarmolekul
neopentana. Hal ini digambarkan dengan model pada Gambar 4.4.

e. Pengaruh Gaya van der Waals terhadap Titik Didih


Titik didih senyawa adalah suhu pada saat molekul-molekul zat cair mulai
berubah menjadi gas. Pada pemanasan diperlukan energi untuk mengatasi gaya
tarik antarmolekul dalam zat cair. Makin kuat gaya tarik antarmolekul, makin
tinggi titik didihnya.
Untuk dua senyawa yang memiliki gugus fungsi yang sama, titik didih
senyawa bergantung pada luas permukaan dan polarisabilitas atom. Makin besar
luas permukaan molekul dan polarisabilitas atomnya, makin tinggi titik didih
senyawa tersebut. Hal ini dapat dipelajari dari fakta bahwa senyawa 3-pentanon
memiliki titik didih lebih tinggi daripada aseton dan iodometana memiliki titik

12
didih lebih tinggi daripada fluorometana. Kedua fakta ini digambarkan dengan
model seperti pada Gambar 4.8.

f. Pengaruh Gaya van der Waals Terhadap Titik Leleh


Titik leleh adalah suhu pada saat zat padat berubah menjadi fasa cair. Pada
pelelehan diperlukan energi untuk mengatasi gaya tarik antarmolekul dalam
kristal zat padat yang lebih teratur. Makin kuat gaya tarik antarmolekul, makin
tinggi titik lelehnya. Untuk senyawa-senyawa kovalen dengan gugus fungsi yang
sama, makin simetris suatu senyawa, makin tinggi titik lelehnya. Contohnya,
neopantana memiliki molekul yang lebih simetris daripada isopentana, sehingga
titik leleh neopentana lebih tinggi daripada titik leleh isopentana (Gambar 4.9).

2. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol-dipol khusus. Ikatan hidrogen secara
khusus terjadi jika atom-atom hidrogen yang terikat pada atom N, O dan F tertarik
secara elektrostatik ke pasangan elektron bebas pada atom N, O dan F dari
molekul lain. Jadi, ikatan hidrogen terjadi pada molekul-molekul polar yang
mengandung gugus OH, NH dan FH. Contohnya adalah ikatan yang
terjadi antarmolekul H2O (Gambar 4.6).

13
Pada molekul air, oksigen lebih elektronegatif daripada hidrogen. Oksigen
yang bersifat cenderung negatif dapat pula menarik hidrogen yang cenderung
bermuatan positif dari molekul air yang lain sehingga antar molekul-molekul air
terjadi tarik-menarik. Ikatan yang terjadi disebut ikatan hidrogen.

B. IKATAN ION
Ikatan ion adalah suatu ikatan yang terjadi pada atom yang mempunyai
muatan yang besarnya sama namun memiliki muatan yang berlawanan tanda. Ikatan
ion terbentuk sebagai akibat adanya gaya tarik menarik antara ion positif dan ion
negatif. Ion positif terbentuk karena unsure logam melepaskan elektronnya,
sedangkan ion negatif terbentuk karena unsur nonlogam menerima elektron. Ikatan
ion terjadi karena adanya serah terima elektron. Atom-atom membentuk ikatan ion
karena masing-masing atom ingin mencapai keseimbangan/kestabilan seperti struktur
elektron gas mulia. Ikatan Ion (Elektrovalen) adalah ikatan yang terjadi karena adanya
gaya tarik-menarik elektrostatik antara Ion Positif (+) dan dan Ion Negatif (-).

Atom unsur logam cenderung melepas elektron membentuk ion positif, dan
atom unsur nonlogam cenderung menangkap elektron membentuk ion negatif.
Contoh: NaCl, MgO, CaF2, Li2O, AlF3, dan lain-lain.

14
1. Sifat-sifat Ikatan Ion
Pada temperatur kamar, senyawa kovalen dapat berwujud padat,cair, dan gas,
tetapi senyawa ionik berwujud padat dan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
 Senyawa ionik cenderung mempunyai konduktivitas listrik sangat rendah
dalam bentuk padatan, tetapi penghantar listrik sangat baik pada keadaan
leburnya. Daya hantar listrik ini diasosiasikan dengan adanya ion-ion
positif dan negatif yang bergerak bebas karena pengaruh listrik. Dalam
keadaan padat, ion-ion ini diikat kuat dalam kisi, tidak mengalami migrasi
atau perpindahan, dan juga tidak membawa arus listrik.
 Senyawa ionik cenderung mempunyai titik leleh tinggi, ikatan ionik
biasanya sangat kuat dan terarah ke segala arah. Ini bukan berarti bahwa
ikatan ionik lebih kuat dari pada ikatan kovalen, melaikan karena sebaran
arah ikatan ke segala arah, dan inilah yang merupakan faktor penting
dalam kaitannya dengan titik leleh yang tinggi.
 Senyawa ionik biasanya sangat keras tetapi rapuh. Kekerasan senyawa
ionik sesuai dengan argumen diatas, sekalipun perlakuannya melalui
pemisahan secara mekanik ketimbang pemisahan secara termal terhadap
gaya-gaya tarik-menarik antar ion. Kecenderungan kerapuhan merupakan
akibat sifat alami ikatan ionik. Jika cukup gaya untuk menggeser sedikit
ion-ion (misalnya dalam unit sel NaCl, panjang ikatan menjadi memendek
separuhnya), maka gaya yang semula tarik-menarik akan berubah menjadi
gaya tolak-menolak karena kontak antar anion dan antar kation menjadi

15
lebih signifikan. Akibatnya, Kristal menjadi mudah terpecah-belah, dan
hal inilah yang banyak ditemui pada banyak mineral.
 Senyawa ionik biasanya larut dalam pelarut polar dengan permitivitas
(tetapan dielektrikum) tinggi. Energy interaksi dua partikel bermuatan
dinyatakan dengan rumus E= , dalam hal ini q+ dan q– adalah muatan
listrik partikel, r adalah jarak pisah kedua partikel dan = permitivitas atau
tetapan dielektrikum medium; untuk mediu hampa, o=8,85x 10-12 C2m-
1J-1. Pelarut polar umumnya memiliki tetapan dielektrikum tinggi,
misalnya untuk air =7,25 x 10-10 C2m-1J-1,asetonitril =2,9 x 10-10 C2m-
1J-1 dan untuk ammonia =2,2 x 10-10 C2m-1J-1, atau (H2O) = 82 o ,
(CH3CN) = 33 o , (NH3) = 25 o . Oleh karena permitivitas amonia 25 kali
permitivitas hampa, maka dapat dimengerti bahwa gaya tarik ion-ion
terlarut dalam amonia hanyalah sebesar 4% daripada gaya yang sama
tanpa pelarut; semakin tinggi tinggi permitivitas pelarut semakin besar
pengaruhnya.

2. Kecenderungan pada Jari-jari Ionik


Jari-jari kation semakin kecil untuk sederet spesies isoelektronik dalam satu
periode dengan kenaikan muatan ion. Sebagai contoh 11Na+,12Mg2+ dan
13Al3+, secara berurutan mempunyai jari-jari ionik 116, 86, dan 68 pm; ketiga-
tiganya isoelektronik, mempunyai 10 elektron dengan konfigurasi elektronik 1s2
2s2 2p6. Satu-satunya perbedaan adalah jumlah proton didalam intinya; makin
besar jumlah proton atau muatan inti makin besar muatan inti efektifnya, Zef! dan
oleh karena itu makin kuat gaya tariknya terhadap elektron sehingga makin kecil
ukuran atau jari-jari ionnya. Jari-jari anion semakin kecil untuk sederet spesies
isoelektronik dalam satu periode dengan penurunan muatan ion.

Sebagai contoh, anion 7N3-,8O2-,dan 9F–, secara berurutan mempunyai jari-


jari ionic 132,124 , dan 117 pm. Ketiga spesies anionic ini adalah isoelektronik
(10 elektron) dan dengan argumentasi yang sama seperti tersebut diatas dapat
dijelaskan penurunan ukuran anion ini. Kedua contoh seri kation (Na+,Mg2+ dan
Al3+) dan anion (N3-,O2-,dan F–,) yang juga isoelektronik menunjukkan bahwa
ukuran anion jauh lebih besar ketimbang ukuran kation. Secara umum memang
benar bahwa kation logam lebih kecil ukurannyaketimbang anion nonlogam
dalam satu periode.
16
Dalam satu golongan,ukuran atom semakin besar dengan naiknya nomor
atom(dari atas kebawah), demikian juga ukuran ionnya. Sebagai contoh, anion
halogenida, F–, Cl–, Br-, dan I–,secara berurutan mempunyai jari-jari ionik
117,167,182 dan 206 pm. Akhirnya perlu diketahui bahwa ukuran ion tidak dapat
diperoleh secara langsung,melainkan secara empirik, yaitu membandingkan hasil
pengukuran lebih dari satu senyawa untuk atom-atom yang sama. Nilai jari-jari
ionik yang diperoleh Shannon dan Prewit biasanya paling sering digunakan karena
dianggap lebih akuran dari pada yang lain.

3. Kecenderungan pada Titik Leleh


Ikatan ionik adalah hasil dari gaya tarik-menarik satu ion dengan ion-ion
berlawanan muatan di sekelilingnya dalam kisi Kristal. Proses pelelehan
melibatkan pemutusan parsial gaya tarik-menarik tersebut dan mengizinkan ion-
ion dapat bergerak bebas dalam fase cairnya. Titik leleh yang tinggi bagi senyawa
ionic menyarankan bahwa ikatan ionic tentunya sangat kuat. Semakin kecil
ukuran ion berarti semakin terpusat muatannya sehingga semakin kuat pula ikatan
ioniknya, dan dengan demikian semakin tinggi titki lelehnya.
Hal ini ditunjukkan oleh contoh sederet senyawa halida, KF, KCl, KBr, dan
KI, yang secara berurutan mempunyai titik leleh 857, 772, 735, dan 685 oC.
Perbedaan titik leleh secara memcolok dapat terjadi oleh karena perbedaan
muatan, yaitu semakin tinggi muatan semakin tinggi pula titik lelehnya. Sebagai
contoh, NaCl (Na+ Cl–) meleleh pada suhu 801 oC, sedangkan MgO (Mg2+ O2-)
meleleh pada suhu yang sangat tinggi 2800 oC.

4. Struktur Kristal Ionik


Zat padat dapat diklasifikasi atas dasar tipe ikatan, yaitu ionik, kovalen,
metalik dan van der waals, dan atas dasar simetri kristal dalam hal hubungan antar
panjang dan sudut sumbu-sumbu kristal yaitu kubus, tetragonal, ortorombik,
heksagonal, rombohedral, monoklinik, dan triklinik. Klasifikasi kristal atas dasar
tipe ikatan berdasarkan pada sifat-sifat hantaran listrik, kekrasan, titik leleh, dan
sebagainya sesuai dengan sifat-sifat kimiawi atom-atom yang terlibat. Sedangkan,
klasifikasi kristal terhadap sinar-X untuk menentukan sudut-sudut antar muka atau
oleh difraksi sinar-X untuk menemukan keteraturan internal.
Untuk mempermudah dalam melakukan sifat simetri suatu kristal
diperkenalkan konsep sumbu-sumbu kristalografi. Sumbu-sumbu ini biasanya
17
menunjuk pada arah yang penting dalam kristal sebagaimana didefinisikan oleh
permukaan-permukaan kristal yang bersangkutan. Tiga sumbu a,b, dan c dan
sudut-sudut α, β, dan γ cukup untuk melukiskan klas suatu Kristal

5. Contoh Dalam Kehidupan Sehari-hari


a. NaCl (Garam Dapur)
Senyawa yang satu ini pasti kalian sudah nggak asing lagi kan? Garam
yang tersusun dari unsur Na dan Cl merupakan contoh senyawa ion yang
hampir setiap hari kita temui. Karakteristik unsur Na merupakan logam
sedangkan Cl ialah unsur nonlogam. Satu elektron dari Natrium akan ditarik
oleh Klorida sehingga terbentuk gaya tarik elektrostatis antara Na dan Cl
membentuk NaCl. Senyawa ini juga merupakan contoh bahwa dalam reaksi
kimia, banyak kemungkinan yang dapat terjadi. Na dan Cl yang merupakan
dua unsur yang sangat beracun dan berbahaya untuk manusia, ketika
bergabung menjadi senyawa yang sangat bermanfaat, bahkan dibutuhkan oleh
manusia.

b. CaCl2 (Kalsium Klorida)


Senyawa Kalsium Klorida tersusun dari satu atom Kalsium Ca, dan dua
tom Klorida Cl. Karakteristik dari unsur kalsium ialah logam sedangkan Cl
merupakan unsur non logam. Penggunaan dari Kalsium Klorida yang paling
umum ialah pada kolam renang. Air di kolam renang biasanya ditambahin
Kalsium Klorida agar tidak bersifat korosif dan merusak struktur logam di
kolam
c. NaF (Natrium Florida)
Senyawa Natrium Florida tersusun dari satu atom Natrium Na dan satu
atom Flor, F. Karakteristik dari unsur Natrium ialah logam sedangkan Cl ialah
unsur non logam. Kombinasi dari keduanya membentuk ikatan ionik NaF.
Penggunaan NaF, Natrium Fluorida yang sering kita jumpai ialah pada pasta
gigi. Senyawa ini digunakan selain untuk memutihkan gigi tetapi juga dapat
menguatkan struktur gigi.
d. CaCO3 Kalsium Karbonat
Senyata Kalsium Karbonat terdiri atas satu atom Kalsium, satu atom
Karbon dan tiga atom Oksigen. Karakteristik dari Natrium ialah unsur logam

18
sedangkan Karbonat CO3- adalah nonlogam. Penggunaan Kalsium Karbonat
ini adalah pada pengembang roti, atau soda kue
e. KBr (Kalium Bromida)
Senyawa Kalium Bromida terdiri dari satu atom Kalium K dan satu atom
Bromida Br. Karakteristik dari unsur Kalium ialah logam sedangkan Brom
merupakan unsur nonlogam sehingga KBr merupakan contoh senyawa ionik.
Penggunaan dari senyawa Kalium Bromida terdapat dalam industri kertas dan
fotografi.

19
BAB III

PENUTUP

20
DAFTAR PUSTAKA

21

Anda mungkin juga menyukai