Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“IKATAN LOGAM”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ikatan Kimia


(ABKK3305)

Dosen Pengampu :

Drs. H. Muhammad Kusasi, M.Pd.


Rizki Nur Analita, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
Eliana Nur Safitri (2210120120011)
Fasha Devina (2210120220008)
Khilda (2210120120005)
Mizratul Audah (2210120120004)
Putri Wulandari (2210120220011)
Rahmania Nur Azwarini (2210120120005)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya Kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Ikatan Logam”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ikatan Kimia
(ABKK3305). Kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan terwujud tanpa
bimbingan, bantuan, dan semangat dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung, maka pada kesempatan ini Kami ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. H. Muhammad Kusasi, M.Pd. dan Ibu Rizki Nur Analita, S.Pd.,
M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Ikatan Kimia.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari akan keterbatasan
kemampuan yang ada yang mana masih banyak dijumpai kekurangan, sehingga
Kami merasa masih ada yang belum sempurna baik dalam isi maupun penyajiannya
untuk itu Kami selalu terbuka untuk kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaan makalah ini. Akhir kata Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi Kami sendiri dan pihak yang telah membacanya.
Aamiin.

Banjarmasin, 8 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................2


DAFTAR ISI .....................................................................................................................3
BAB I ................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ............................................................................................................4
A. Latar Belakang .....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................5
D. Manfaat Penulisan Makalah ...............................................................................6
BAB II ...............................................................................................................................7
PEMBAHASAN ...............................................................................................................7
A. Model Elektron Bebas ..........................................................................................7
B. Model Resonasi Dari Ikatan Valensi ......................................................................8
C. Model Pita Valensi Dari Teori Orbital Molekul ...............................................11
BAB III ...........................................................................................................................23
PENUTUP ......................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikatan logam merupakan jenis ikatan kimia yang terjadi saat ada gaya tarik
menarik antara ion bermuatan positif dan elektron valensi yang terdelokalisasi
(bergerak bebas). Ikatan logam ini dijelaskan oleh sebuah teori, khususnya teori
awan elektron atau lautan elektron yang ditemukan oleh Drude dan Lorentz.
Menurut teori ini, setiap atom logam yang melepaskan elektron valensinya akan
membentuk awan atau lautan elektron yang mengelilingi ion positif pada atom
tersebut tanpa mengubah posisinya. Elektron valensi yang dilepaskan tidak terikat
pada ion logam sehingga dapat bergerak bebas (terdelokalisasi) ke seluruh ion
logam. Teori ini juga menyatakan bahwa logam tersusun dari kumpulan ion logam
bermuatan positif yang terletak di lautan elektron yang dapat dengan mudah
bergerak bebas. Oleh karena itu, ikatan logam terjadi antara ion bermuatan positif
dengan elektron valensi yang terdelokalisasi.

Sifat-sifat ikatan logam sangat menonjol. Ikatan ini terbentuk antara atom
logam dan memungkinkan elektron valensi bergerak bebas di dalam struktur logam,
membentuk apa yang disebut lautan elektron. Kekuatan ikatan logam ditentukan
oleh jumlah elektron yang terlibat, yang membedakannya dari ikatan ionik dan
kovalen. Ikatan logam yang dihasilkan banyak digunakan di berbagai bidang seperti
teknik, industri dan perhiasan. Ikatan logam juga dapat menjelaskan perbedaan sifat
uniknya. Salah satunya adalah konduktivitas listrik, di mana ikatan logam
memungkinkan aliran arus yang efisien melalui lautan elektron valensi yang
bergerak bebas. Selain itu, logam juga memiliki konduktivitas termal yang baik
berkat kemampuan perpindahan panas elektron valensi. Mereka juga memiliki
keuletan yang memungkinkannya menahan tekanan dan deformasi tanpa patah.
Sifat lunak logam berarti logam dapat terbentur tanpa pecah, dan hal ini terjadi
berkat elektron yang mengelilingi atom logam, memungkinkan atom bergerak saat

4
diberi tekanan, sehingga menyebabkan perubahan bentuk. Logam juga cenderung
mengkilat karena elektronnya dapat memantulkan cahaya. Terakhir, tingginya titik
leleh dan titik didih *logam disebabkan oleh ikatan logam yang kuat sehingga
memerlukan energi yang besar untuk mengatasi gaya tarik menarik antar atom
logam. Dengan karakteristik luar biasa ini, ikatan logam merupakan salah satu jenis
ikatan terpenting dalam kimia dan penerapannya di berbagai industri.

Proses pembentukan ikatan logam, Kehadiran elektron valensi yang


terdelokalisasi bertanggung jawab atas pembentukan ikatan logam. Elektron
valensi yang bergerak bebas ini menyebabkan pembagian dan penggunaan elektron
valensi secara simultan antar atom logam. Elektron valensi bebas (tidak
terlokalisasi) dalam logam terus bergerak maju mundur. Nah, elektron valensi yang
terdelokalisasi ini menciptakan daya tarik yang kuat pada logam, sehingga
terbentuklah ikatan logam. Kuat tidaknya ikatan logam ini ditentukan oleh jumlah
elektron yang ada pada ikatan logam tersebut. Semakin besar jumlah elektron, maka
semakin banyak pula muatan ion positif dan elektron valensi yang terlokalisasi
sehingga membuat ikatan antar logam semakin kuat. Selain itu kuat lemahnya
ikatan logam juga ditentukan oleh besarnya muatan ion positif logam tersebut.
Semakin besar muatannya, semakin kuat pula gaya tarik-menarik antara elektron
valensi dengan ion positif.

Terdapat beberapa teori yang menerangkan ikatan pada logam yang ada
teurtama sifat koordinasi dan konduktansinya yang tinggi. Beberapa teori tersebut
yaitu, pertama model elektron bebas kedua model resonansi dari teori ikatan valensi
ketiga model pita valensi dari teori orbital molekul.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu model elektron bebas?
2. Apa itu model resonansi dari teori ikatan valensi?
3. Apa itu model pita valensi dari teori orbital molekul?

C. Tujuan Penulisan
1. Menguraikan konsep dasar dari Model Elektron Bebas.
2. Menggambarkan konsep Model Resonansi dalam Teori Ikatan Valensi.

5
3. Mengintroduksi konsep Model Pita Valensi dalam Teori Orbital Molekul.

D. Manfaat Penulisan Makalah


1. Menambah wawasan baru, bahan bacaan, dan lain sebagainya.
2. Sebagai referensi yang sejenis dengan materi yang berkaitan.
3. Menambah informasi-informasi tentang materi ikatan logam seperti model
elektron bebas, model resonansi dari teori ikatan valensi dan model pita
valensi dari teori orbital molekul.

6
BAB II

PEMBAHASAN
A. Model Elektron Bebas
Pada tahap awal perkembangan teori logam, terutama karena sifat
konduktifnya, model ikatan logam yang didasarkan pada keberadaan elektron
bebas dalam susunan ion logam positif telah diusulkan. Elektron diperkirakan
bergerak bebas menurut statistik klasik dalam benda padat seperti molekul gas.
Stabilitas logam disebabkan oleh gaya tarik menarik antara ion positif dan gas
elektron.

Pendekatan ini pertama kali dikemukakan oleh Drude dan kemudian


dikembangkan oleh Lorentz. Pergerakan elektron dijelaskan menggunakan
statistik klasik Maxwell-Botzman dan mekanika kuantum dengan
mengasumsikan bahwa elektron terkurung dalam kotak yang ukurannya sama
dengan kristal logam. Energi dari satu partikel dalam kotak satu dimensi dengan
ukuran a dapat dilukiskan dalam bentuk persamaan:

Keterangan:

E: Energi total partikel (dalam hal ini, elektron) dalam kotak.

1
n: Bilangan kuantum utuh positif yang menunjukkan tingkat energi.

ℏ: Konstanta Planck tereduksi (ℏ= 2𝜋), dengan ℎ adalah konstanta Planck.

m: Massa elektron
a: Panjang sisi kotak satu dimensi.
Perbedaan tingkat energi antara kedua tingkat energi tersebut akan
berkurang seiring dengan bertambahnya ukuran kotak. Tingkat energi yang
berdekatan akan cenderung menyatu. Jika terdapat cukup tingkat energi yang
berdekatan, distribusi kontinu akan terbentuk dalam rentang energi terbatas
yang dapat digambarkan sebagai pita energi.

Meskipun teori ini mampu menjelaskan banyak sifat logam, dan sifat-
sifat ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah elektron valensi,
perhitungan kuantitatif yang melibatkan energi kohesi, konduktivitas spesifik,
kapasitas panas spesifik, dan besaran lainnya tidak konsisten dengan nilai yang
diamati dan kecenderungannya.

B. Model Resonasi Dari Ikatan Valensi


Tingginya bilangan koordinasi logam dalam padatan dibandingkan
dengan jumlah elektron valensi yang tersedia untuk ikatan membantah
anggapan bahwa terdapat ikatan antara dua elektron yang terletak pada kristal
logam. Untuk mengatasi masalah ini dan menjelaskan ikatan pada logam,
Pauling pada tahun 1965 menggunakan konsep resonansi. Menurut model ini,
ikatan logam dianggap sebagai ikatan kovalen yang mampu mencapai
resonansi. Model resonansi yang dikembangkan oleh Pauling didasarkan pada

1
pengamatan pola difraksi sinar-X dengan kristal litium. Dari hasil difraksi
sinar-X logam litium diketahui bahwa setiap atom Li dikelilingi oleh delapan
atom Li lainnya.

Jika hal ini dikaitkan dengan konfigurasi elektronik Li, khususnya 1S 2


2S1, maka tampaknya tidak mungkin satu atom Li dapat mengikat delapan atom
Li lainnya, dengan satu elektron valensi. Menurut Pauling, jika setiap atom Li
menggunakan elektron valensinya untuk berikatan, maka resonansi pasangan
ikatan Li-Li harus terjadi secara bersamaan di dalam kristal. Resonansi yang
dapat terjadi pada kristal litium ditunjukkan pada Gambar 1.6. Untuk mencapai
stabilitas yang lebih besar, harus ada lebih banyak resonansi.

Pada struktur III, IV, V dan VI terdapat atom Li bermuatan negatif yang
membentuk ikatan kovalen dengan dua atom Li lainnya dan ion Li +.
Kemunculan ikatan kovalen pada bentuk-bentuk tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.

1
Empat atom litium seperti Lia; Lib; Lisensi; dan Tutup, masing-masing
dengan struktur elektronik 1s2 2s1 2px0 2py0 2pz0. Jika atom Lid menyumbangkan
elektron valensinya kepada atom Lib, maka Lid menjadi ion Lid+ (1s2) dan atom
Lib menjadi ion Lib (1s2 2s1 2px0 2py0 2pz0). Orbital 2s1 dan 2px1 membentuk
orbital hibrid sp yang masing-masing dapat membentuk ikatan kovalen dengan
atom Lia dan atom Lic.

Orbital 2py0 dan 2pz0 dari ion Lib disebut orbital logam dan dapat menerima
aliran elektron dan berkontribusi terhadap konduktivitas listrik.

Dalam kisi logam kalium, setiap atom K juga mempunyai satu elektron
kulit valensi yang dapat berkontribusi membentuk ikatan hanya dengan satu
dari delapan (atau 14) atom K yang bertetangga dalam kisi logam kalium pada
permukaan tengah. struktur kubik (fcc). Ikatan ini juga dapat terionisasi dan
membentuk struktur kanonik ionik yang juga berperan dalam stabilisasi
resonansi kisi logam. Jika jumlah mode resonansi ini sangat besar, kristal logam
akan memiliki stabilitas yang tinggi, membentuk ikatan terdelokalisasi dengan
energi resonansi dan energi adhesi logam yang tinggi.

1
Seperti litium, jika kalium membentuk struktur –K- – maka orbital 4p
digunakan untuk menampung empat elektron. Energi yang dibutuhkan untuk
memindahkan elektron dari orbital 4s ke orbital 4p dapat dicapai melalui
kekuatan energi resonansi.

C. Model Pita Valensi Dari Teori Orbital Molekul


Kristal logam dapat dipandang sebagai molekul raksasa dimana
beberapa orbital molekul mencakup keseluruhan logam, sehingga logam dapat
dianggap sebagai ikatan terdelokalisasi yang ekstrem. Logam dapat dipandang
sebagai deretan inti atom bermuatan positif yang beraturan dikelilingi oleh
lautan elektron dari kulit terluar. Elektron-elektron ini bebas bergerak ke
seluruh kristal logam, bahkan dengan voltase kecil sekalipun dapat menarik
elektron ke satu arah membentuk arus listrik. Teori orbital molekul dapat
memberikan gambaran secara rinci ikatan terdelokalisasi ini. Karena tingkat
energi logam dipenuhi elektron menjadikan banyak tingkat-tingkat energi
seolah-olah membentuk pita, sehingga teori orbital molekul logam sering
disebut teori pita.

Kombinasi orbital atom menjadi orbital molekul menghasilkan


pemisahan tingkat energi dari orbital atom asalnya. Tingkat pemisahan ini
tergantung pada jarak antar inti dan orientasi orbital atomnya. Pembentukan
tingkat energi yang makin rapat dengan meningkatnya jumlah atom. Jika
jumlah atom terus meningkat, maka tingkat energi makin rapat menghasilkan
pita energi.

1
Pita energi dalam zat padat bersesuaian dengan tingkat energi sebuah
atom, dan sebuah elektron dalam zat padat hanya dapat memiliki energi dalam
pita energi ini. Beberapa pita energi dalam zat padat dapat bertumpangan,
seperti diperlihatkan pada Gambar 1.8 (a). Dalam hal ini elektron memiliki
distribusi kontinu (malar) dari energi yang diizinkan. Dalam zat padat lain pita
energi bisa tak bertumpangan [Gambar 1.8 (b)], dan selang di antaranya
menyatakan energi yang tidak boleh dimiliki elektron. Selang seperti itu disebut
pita terlarang, yakni pita dengan selang energi tanpa orbital molekul.

1
Pemisahan antara tingkat-tingkat energi yang berbeda pada pita energi
Tergantung pada:

a. Perbedaan energi antar orbital atom, dan


b. Jarak antar inti.

Pada jarak r yang relatif lebih tinggi tidak akan terjadi tumpang tindih
orbital atom, tetapi jika jarak ini makin kecil dimulailah pembentukan pita
energi. Makin kecil perbedaan tingkat energi antar orbital atom, makin tinggi
jarak dimana tumpang tindih akan terjadi. Ini dapat terlihat jika tumpang tindih
antara orbital 2s dengan 2p dibandingkan dengan tumpang tindih antara orbital
1s dengan 1p. Lebar pita untuk elektron pada orbital lebih dalam sangat kecil
dan energinya hampir sama dengan orbital atomnya.

1
Lebar pita tidak semata-mata dipengaruhi jumlah atom, tetapi juga oleh
luasnya interaksi antar orbital atom yang terjadi. Lebar pita yang besar terjadi
untuk orbital berenergi tinggi karena lebih besarnya tumpang tindih. Lebar pita
untuk pita terlarang akan menjadi lebih besar antara pita-pita energi rendah
dibandingkan antar pita-pita berenergi lebih tinggi.

Fungsi distribusi L(E) elektron dengan energi E dalam sebuah pita


diperlihatkan pada Gambar 1.10. Jarak antarpita dan pengisian pita akan
menentukan sifat bahan menjadi konduktor, isolator, atau semikonduktor.

1
Konduktor. Pada konduktor terdapat pita valensi yang kosong. Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 1.11 (a) untuk logam natrium dan 1.11 (c) untuk
logam alumunium.

1
Tingkat energi yang kosong dalam suatu pita penting bagi konduksi
karena memungkinkan suatu elektron memasuki suatu tingkat energi yang lebih
tinggi bila elektron bergerak menuju elektroda positif. Hal ini tidak mungkin
terjadi seandainya pita energi terisi penuh dan suatu pita energi terlarang
menutupinya.

Magnesium dengan dua elektron valensi per atom, seharusnya terisi pita
valensi pertamanya. Ternyata bahwa pita-pita pertama dan kedua saling
tumpang tindih [Gambar 1.11(b)]. Beberapa elektron dari sejumlah 2N elektron
(N adalah bilangan Avogadro, yang menyatakan jumlah atom) masuk ke dalam
pita kedua dimana terdapat banyak sekali pita kosong yang dapat menerima
elektron yang dipercepat. Hasilnya, magnesium bersifat konduktor. Sebaliknya,
silikon, memberikan gambaran yang lain karena keempat elektron valensi per
atom memenuhi kedua pita valensi pertama (Gambar 1.12). Selain itu, di atas
pita kedua terdapat pita terlarang. Jadi, elektron-elektron tidak dapat di
tingkatkan energinya dalam kedua pita isolator.

Isolator. Ditinjau dari segi pita energi, maka isolator adalah bahan yang
mempunyai sela energi besar antara pita valensi yang paling banyak terisi dan

1
pita kosong berikutnya, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.13. Sela itu
sedemikian besarnya sehingga dapat kita katakan bahwa elektron terjebak
dalam pita yang lebih rendah.

Elektron valensi biasanya digambarkan sebagai terikat dengan ion


negatif atau ada dalam ikatan kovalen. Diperlukan energi sekitar 7eV (=
1,1×1018 J) untuk memisahkan elektron dari ion Cl- dalam NaCl, dan sekitar 6
eV untuk memisahkan elektron dari ikatan kovalen intan. Energi aktivasi
sebesar 7eV dan 6eV merupakan ukuran dari sela energi dan dapat
dibandingkan dengan energi pada silikon dan germanium masing-masing
sebesar 1,1 eV dan 0,7 eV. Sebagai patokan, diambillah sela energi sebesar 4
eV (= 0,64 × 10-18 J) untuk membedakan semikonduktor dengan isolator. Hal
ini sesuai dengan kenyataan, NaCl dan intan adalah isolator elektronik sedang
silikon dan germanium adalah semikonduktor.

1
Semikonduktor. Konduktor dan isolator dibedakan berdasarkan ukuran
sela energi terlarangnya. Dalam semikonduktor, besar sela energi sedemikian
sehingga jumlah elektron yang berarti dapat melompat melalui sela antara pita
valensi terisi ke pita konduksi yang kosong seperti diperlihatkan pada Gambar
1.14.

Elektron dengan energi tambahan sekarang dapat membawa muatan ke


elektroda positif. Di samping itu, lubang elektron yang terjadi dalam pita
valensi dapat menghantarkan muatan karena elektron yang terletak di bagian
yang lebih dalam dari pita dapat bergerak ke atas mengisi pita yang
dikosongkan tadi. Pada Gambar 1.15 terlihat sela energi untuk C (intan), Si, Ge
dan Sn (kelabu).

1
Sela dalam intan terlalu besar untuk dapat menghasilkan sejumlah
pembawa muatan, sehingga intan termasuk kelompok isolator seperti
diperlihatkan pada Tabel 1.1. Jumlah pembawa muatan meningkat berdasarkan
urutan anggota golongan 14 sistem periodik dari karbon ke silikon, germanium,
dan timah putih; akibatnya konduktivitas meningkat seperti terlihat pada tabel.
Konduktivitas ini merupakan sifat dasar dari bahan dan tidak ditimbulkan oleh
kotoran, sehingga disebut semikonduk intrinsik.

Dalam beberapa kasus, sifat semikonduktor bergantung pada keberadaannya


pengotor dalam kisi kristal disebut doping. Semikonduktor jenis ini disebut
semikonduktor ekstrinsik. Kotoran dapat ditemukan pada 10 20 atom per
sentimeter kubik dengan fraksi mol sekitar 10 -7. Ada dua jenis semikonduktor
yang diolah secara eksternal, yaitu semikonduktor tipe-n dan semikonduktor
tipe-p.

1
Semikonduktor tipe N. Pengotor mempengaruhi properti bahan
semikonduktor dengan menciptakan elektron dan lubang elektron penjumlahan.
Contohnya adalah silikon yang mengandung fosfor. Fosfor memiliki lima
elektron valensi sedangkan silikon memiliki empat. Pada Gambar 1.16 di
bawah ini terlihat adanya penambahan elektron kecuali pasangan elektron yang
membentuk ikatan antar atom. Elektron ini dapat membawa muatan ke
elektroda positif. Di sisi lain, elektron tambahan tidak dapat tinggal di wilayah
tersebut valensi karena pita ini penuh, menempati posisi dekat bagian atas celah
energi.

1
Dari pita energi donor Ed, elektron tambahan dapat diperoleh dengan
mudah diaktifkan dengan memasukkan pita konduksi. Atom yang termasuk
dalam golongan 15 unsur seperti N,P, As dan Sb dapat membentuk partikel
bermuatan negatif atau tipe-n untuk semikonduktor.

Semikonduktor tipe-p. Golongan 13 unsur seperti B, Al, Ga dan In hanya


memiliki tiga elektron valensi. Jika elemen-elemen ini ditambahkan ke silikon
sebagai pengotor, lubang elektron akan dibuat.

Pada Gambar 1.17(a) dan (b), kita dapat melihat bahwa setiap atom aluminium
dapat menerima elektron. Selama proses ini, muatan positif bergerak mencapai
kutub negatif. Gambar 1.15(c) menunjukkan perbedaan energi elektron untuk
berpindah dari satu pita valensi ke pita valensi lainnya akseptor, Ea, jauh lebih
kecil dibandingkan defisit energi total. Elektronik lebih mudah diaktifkan untuk

1
mengambil posisi akseptor relatif terhadap pita konduksi. Lubang elektron yang
tersisa pada pita valensi dapat menjadi pembawa muatan positif untuk
semikonduktor tipe-p.

1
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

• Ikatan logam terbentuk karena adanya gaya tarik menarik antara ion bermuatan
positif dalam atom logam dan elektron valensi yang terdelokalisasi (bergerak
bebas).
• Teori awan elektron atau lautan elektron menjelaskan bahwa setiap atom logam
melepaskan elektron valensinya sehingga membentuk lautan elektron yang
mengelilingi ion positif atom tersebut.
• Sifat utama ikatan logam meliputi konduktivitas listrik dan termal yang tinggi,
dektilitas, kilau, titik leleh dan titik didih yang tinggi.
• Proses pembentukan ikatan logam dipengaruhi oleh jumlah elektron yang terlibat
dan muatan positif atom logam.
• Ada beberapa teori yang menjelaskan ikatan pada logam, seperti model elektron
bebas, model resonansi teori ikatan valensi, dan model pita valensi teori orbital
molekul.
• Model pita valensi menjelaskan logam sebagai ikatan terlokalisasi dengan tingkat
energi yang membentuk pita, dan kesenjangan energi antara pita valensi dan pita
konduksi mempengaruhi sifat konduktor, isolator zat atau semikonduktor.
Semikonduktor dapat didoping secara eksternal dengan menambahkan pengotor
tipe-n (menghasilkan elektron ekstra) atau tipe-p (menghasilkan lubang elektron).

1
DAFTAR PUSTAKA

Mudzakir A. Struktur Padatan Anorganik.Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai