SKRIPSI
OLEH
ASWIN PRATAMA
NIM 105251481024
Dewan Penguji
Mengetahui, Mengesahkan,
Ketua Jurusan Seni dan Desain Dekan Fakultas Sastra
Pratama, Aswin. 2012. Studi Wayang Topeng Malang Lakon Lahire Panji Karya
Mochammad Soleh Adi Pramono Dari Padepokan Seni Mangun Dharmo
Tumpang-Malang. Skripsi, Jurusan Seni dan Desain Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Dra. Tjitjik Sriwardani M.Pd
(II) Ike Ratnawati, S.Pd, M.Pd.
Kata Kunci : wayang topeng, Lahire Panji, M. Soleh, Mangun Dharmo, Malang
Wayang Topeng Malang Lakon Lahire Panji merupakan salah satu karya
seni warisan leluhur yang mengandung kompleksitas dalam penyajiannya. Peneliti
ingin mengkaji wayang topeng tersebut karena di dalamnya terdapat nilai moral
dan nilai estetik yang menjadi pangkal pengalaman estetik yang berguna bagi
manusia dalam mengaktualisasikan dirinya dalam hubungan sosial bermasyarakat.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan latar
belakang penciptaan dan nilai estetik yang terkandung pada Wayang Topeng
Malang Lakon Lahire Panji karya Mochammad Soleh Adi Pramono dari
Padepokan Seni Mangun Dharmo, Tumpang, Malang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara,
observasi dan dokumentasi. Untuk menjaga keabsahan data, dilakukan
trianggulasi data. Tahap analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan/verifikasi.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh dua kesimpulan hasil penelitian
sebagai berikut. Pertama, lewat Lakon Lahire Panji Mochammad Soleh Adi
Pramono ingin berupaya memberi sumbangsih dalam hal ajaran-ajaran moral
kepada masyarakat, terutama generasi muda yang mulai larut dalam era kekinian
yang perlahan menghapus rasa kepemilikan atas budaya bangsa sendiri. Kedua,
nilai-nilai estetika tercermin pada beberapa atribut pertunjukan yang dalam hal ini
adalah topeng malang dalam Lakon Lahire Panji. Nilai estetik tersebut dapat
ditangkap pada adanya pengorganisasian media estetik yang meliputi garis;
bentuk dan ruang; warna; dan tekstur, di mana kesemua media estetik tersebut
terepresentasi ke dalam hasil tatah dan sunggingan, serta bentuk keseluruhan
topeng. Kaidah visualisasi estetik guna mendapatkan kualitas estetik juga
diterapkan dalam topeng tersebut. Atribut kualitas estetik seperti kesatuan,
keteraturan, dan keberagaman dapat dicapai diantaranya dengan menciptakan
keseimbangan, keselarasan, kesebandingan, irama, dan kevariasian lewat penataan
media estetik tersebut.
Disarankan dari hasil penelitian ini agar pembuat topeng di Padepokan
Seni Mangun Dharmo khususnya, serta komunitas Wayang Topeng Malang lain
pada umumnya agar terus menggali ide-ide yang bersumber dari nilai estetik
tersebut di atas. Nilai estetik tersebut nantinya diharapkan juga memberi pengaruh
besar bagi pemerhati dan pelaku seni pertunjukan tradisional untuk terus berkarya
guna mempertahankan kelangsungan hidup budaya bangsa Indonesia.
ABSTRACT
Pratama, Aswin. 2012. A Study of Mask Puppet of Malang Story The Born of
Panji by Mochammad Soleh Adi Pramono from Padepokan Seni Mangun
Dharmo Tumpang-Malang. Skripsi, Jurusan Seni dan Desain Fakultas
Sastra Universitas Negeri Malang. Advisors: (I) Dra. Tjitjik Sriwardani
M.Pd (II) Ike Ratnawati, S.Pd, M.Pd.
Key Words : mask puppet, Lahire Panji, M. Soleh, Mangun Dharmo, Malang,
Mask Puppet of Malang Story The Born of Panji is one of heritage arts. By
its performance complexity, it contains of the values of morality and esthetic that
becomes the root of esthetic experience useful for people in actualizing
themselves in the social society.
This research purposes to describe the background and the value of
esthetic contained in some masks in Mask Puppet of Malang Story The Born of
Panji by Mochammad Soleh Adi Pramono from Padepokan Seni Mangun Dharmo
Tumpang-Malang.
This research used qualitative approach by descriptive method. The
collecting data were by interviewing, observation, and documentation. To keep
the validity of data, it was used resource triangulation. To analyze the data, it used
reducing and setting the data, it was also verification.
Based on the result of the research, there were two conclusions. Firstly, by
the Born of Panji, Mochammad Soleh Adi Pramono wanted to try to give valuable
thing in morality for society especially young generation who took nowdays value
too deep – those, slowly but surely, it eliminated the owning of their own culture.
Secondly, the values of esthetic showed on some performance, here, Malang mask
in the Born of Panji. Those could be taken from the organizing of the esthetic
media. They were line; form and space; colour; and texture. They were
represented into infaid and feature of the face, also the form of all masks. The rule
of esthetic visualization that was to get the quality of esthetic was also used on
those masks. The attribute of esthetic qualities such as unity, regularity, and
variety could be got by creating the balance, the harmony, the equality, the
rhythm, and the variety by the setting of the esthetic media.
From the result of the research, it is suggested for the mask maker-
especially in Padepokan Seni Mangun Dharmo and generally for other community
of Mask Puppet of Malang to keep digging ideas from the values of esthetic
above. The values, hopefully, can give great influence for concerning person and
artist of tradisional performance to keep working to maintain the existence of
Indonesian culture.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdullilahhirrabilalamin
Dengan segala kerendahan hati, segala puji dan syukur bagi Allah SWT
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas segala limpahan berkah, hidayah,
judul ―Studi Wayang Topeng Malang Lakon Lahire Panji Karya Mochammad
sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Seni
Rupa.
Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
Negeri Malang.
2. Drs. Iriaji, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Seni dan Desain Fakultas Sastra
ini, atas arahan dan saran yang benar-benar penulis rasakan sangat
membantu guna perbaikan esensi penulisan skripsi ini, serta waktu yang
Lahire Panji yang turut meyakinkan penulis bahwa penulisan skripsi ini
6. Mas Supriono dan anggota Padepokan Seni Mangun Dharmo yang tdak
penelitian berjalan.
8. Dra. Lilik Indrawati, M, Pd, atas saran dan masukan sebelum penelitian ini
pada akhirnya berjalan. Serta segenap Dosen pengajar yang sangat berarti
perkuliahan berjalan.
9. Orang tua penulis Endang Astuti dan Pujo Winarno, serta seluruh adik-
bagi semua pihak yang membutuhkan, dan senantiasa mendapatkan ridha dari
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 9
C. Landasan Teori .............................................................................. 9
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 29
BAB IV PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Penciptaan Wayang Topeng Malang
Lakon Lahire Panji ......................................................................... 60
B. Nilai Estetik dalam Topeng Malang
Lakon Lahire Panji ......................................................................... 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 73
B. Saran ............................................................................................... 75
DAFTAR RUJUKAN ......................................................................................... 76
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... 79
LAMPIRAN ........................................................................................................ 80
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Mangun Dharmo............................................................................... 50
Lampiran
5. Lembar Dokumentasi.......................................................................... 99
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah bangsa yang sarat dengan kemajemukan masyarakatnya.
Hal ini berimbas kepada berlimpahnya khasanah budaya dan adat istiadat yang
menempatkan seni pada lembaran adat istiadat dan budaya tersebut. Sebagaimana
Marcuse (2004: 221) mengungkapkan bahwa ―.... dalam hidup, nilai-nilai estetik
adat istiadat dan budaya. Seni pertunjukan tradisional terdapat di berbagai daerah
pada dimensinya, apakah itu seni tari, seni suara, seni rupa, dan lain sebagainya.
wayang yang tumbuh dan berkembang sejak dahulu hingga saat ini, di mana seni
itu, Djoko Suryo, dkk (1985: 53) dalam Wibisana dan Herawati (2010: 51)
semua aspek pertunjukan. Contoh yang jelas adalah pertunjukan wayang ...‖.
Wayang sebagai buah akal budi manusia Indonesia, mengalami
hidup masyarakat dalam laju kehidupan global yang merupakan tantangan adalah
salah satu penyebabnya (Wibisana dan Herawati, 2010: 15). Terkait hal tersebut,
jenis seni pertunjukan wayang yang tersebar hampir di seluruh pelosok tanah air.
Wayang Sasak, dan Wayang Betawi di Jakarta. Selain itu, jenis-jenis wayang
paling banyak ditemukan di Pulau Jawa seperti Wayang Kulit Purwa, Wayang
Golek di Jawa Barat, Wayang Beber, Wayang Gedhog, Wayang Krucil, wayang
yang patut mendapat perhatian demi kelangsungan hidup kebudayaan itu sendiri.
Dari sekian banyak jenis seni pertunjukan wayang di atas, fokus dalam penelitian
tradisional yang hampir mirip wayang orang, di mana dalam penyajiannya orang
atau penari tersebut memakai topeng, dan dialog hanya dilakukan oleh dalang.
Dalam pertunjukan Wayang Topeng Malang dalang adalah pembawa jalan cerita
Wayang Topeng Malang dijelaskan oleh Hamzruri (2000: 483) dalam Estuvitasari
Wayang topeng yaitu kesenian topeng dengan adegan lakon cerita utuh
seperti cerita pewayangan dengan pelaku orang memakai topeng tokoh-
tokoh tertentu dipimpin seorang dalang. Maka bentuknya seperti wayang
wang di jawa. Bedanya adalah para pelaku pada wayang wang melakukan
dialog dan tidak mengenakkan topeng, sedangkan para pelaku wayang
topeng tidak melakukan dialog tetapi memakai topeng, dialog dilakukan
oleh dalang seperti wayang purwa di Jawa.
berikut:
Gajayana. pada masa abad ke 8 M. Semula topeng yang terbuat dari batu hanya
riasan, pada masa Raja Airlangga topeng tersebut digunakan untuk menutupi
merupakan area berkembangnya agama Hindu yang datang dari India, maka alur
cerita atau lakon yang disajikan diambil dari cerita-cerita India, seperti Ramayana
dan Mahabarata. Dominasi sastra India membuat kesusastraan Jawa menyerap dan
membumikan nilai-nilai India yang relevan dengan Agama Hindu di tanah Jawa
(Utomo, 2008).
berikut: ―…. sumber lakon permainan wayang topeng yang diistilahkan dengan
Atapukan .... dimuat dalam Prasasti Jaha tahun 840 Caka (918). Kiranya dapat kita
duga Kakawin Ramayana digubah pada zaman Pemerintahan Raja Balitung tahun
Timur muncul sastra baru yaitu Mahabarata yang digubah pada jaman
Kemudian menyusul sastra Panji yang diperkirakan pada zaman Kertanegara dari
garis besar cerita Panji dijelaskan oleh Berg (1985: 87-88) dan Bandon (1996: 33)
Jawa. Terutama pada masa Jenggala dan Kediri, cerita Panji merupakan usaha
untuk menandingi cerita versi wayang purwa yang mengisahkan cerita-cerita dari
Secara garis besar latar setting dan tokoh dalam cerita Panji juga
Secara umum terdapat beberapa kerajaan dan tokoh dalam cerita Panji
antara lain; Kerajaan Jenggala dengan tokoh Prabu Lembu Amiluhur dan
Raden Panji Asmara Bangun; Kerajaan Daha dengan tokoh Lembu
Amisesa, Gunung Sari, dan Dewi Sekartaji; serta Kerajaan Kediri dengan
tokoh Pambelah, Pamecut, Patih Kudamawarsa, Lembu Pati. Sementara
itu terdapat beberapa tokoh antagonis seperti Klana Sabrang, Bapang,
dan Wadyabala (wawancara dengan Mochammad Soleh Adi Pramono
pada tanggal 17 Februari 2011).
Telah disinggung sebelumnya bahwa inti cerita Panji adalah lakon yang
mengisahkan pergolakan cinta dan takdir yang telah ditetapkan untuk Panji
Asmara Bangun dan Dewi Sekartaji. Namun pokok bahasan dalam penelitian ini
adalah latar belakang penciptaan Lakon Lahire Panji serta aspek estetik kerupaan
pada topeng beberapa tokoh dalam Lakon Lahire Panji yang mengisahkan
bagaimana pangkal dari alur besar Siklus Panji secara umum. Berikut ini adalah
cerita singkat Lakon Lahire Panji yang diceritakan oleh Mochammad Soleh Adi
yang biasanya membumbui lakon demi lakon dengan dramatisasi dialog guna
Misalnya dalam Lakon Lahire Panji, dijelaskan Mochammad Soleh Adi Pramono
sebagai berikut:
Pas Amiluhur selesai mencabut Panji Biru, itu saya berhenti sebentar.
Nah, beberapa penonton ada yang diam, ada yang menyeletuk: “waduh
buyar iki ceritane”. Pokoknya niatnya mau melihat respon penonton.
Kalau dipikir kan benar, kalau Amiluhur mati lalu bagaimana
Sakyaningrat atau Setyawati nantinya. Akhirnya saya lanjutkan lagi.
Ternyata Sakyaningrat benar-benar melayu (berlari), menghampiri
Amiluhur yang sudah tak berdaya. Dan ternyata Amiluhur hanya pura-
pura mati (wawancara dengan Mochammad Soleh Adi Pramono pada
tanggal 17 Februari 2011).
Bila mengkaji tentang wawasan tentang seni tentu sangatlah luas. Hal
tersebut tidak terlepas juga dari keberadaan karya-karya seni yang beragam.
Namun, bila menelusuri jejak-jejak peninggalan manusia masa lampau, dapat kita
peroleh gambaran bahwa seni telah tumbuh dan berkembang sejajar dengan
perkembangan manusia. Seni sebagai buah karya manusia adalah salah satu unsur
penyusun kebudayaan di belahan dunia mana pun. Seperti yang diungkapkan
Unsur-unsur universal itu, yang sekalian merupakan isi dari semua sistem
kebudayaan di dunia ini adalah: 1) Sistem religi dan upacara keagamaan 2)
Sistem dan organisasi kemasyarakatan 3) Sistem pengetahuan 4) Bahasa
5) Kesenian 6) Sistem mata pencaharian hidup dan 7) Sistem teknologi
dan peralatan.
Sepanjang sejarah, manusia tidak lepas dari seni. Karena seni adalah salah
manusia menyukai keindahan. Seni bukan saja dilihat dari penglihatan semata
tetapi dilihat dari keindahan karya tersebut. agar nilai keindaan tersebut dapat
diperoleh, maka perlu sebuah pengamatan dan pendalaman terhadap karya seni
bermacam-macam bentuk karya seni, seperti seni musik, seni rupa, seni gerak dan
lain-lain. Topeng malang dalm kaitannya dengan penelitian ini adalah sebuah
bentuk karya seni rupa yang juga dapat dikaji bentuknya guna mendapatkan
Sebagaimana kita ketahui bahwa karya seni rupa tradisional tidak terlepas
dihubungkan dengan ragam hias yang ada. Salah satu jenis ornamen yang
berwujud sunggingan pada salah satu topeng dalam Wayang Topeng Malang
Pramono).
Makna topeng sendiri dijelaskan Murgiyanto (1982/1983) dalam Hidayat
Esensi roh ilafi roh perantara bersemayam di balik topeng, penonton dan
penarinya tidak mengetahui, kalau di dalam (jero) adalah roh yang
mengejawantah. Topeng adalah kedok penutup muka penari. Topeng ini
juga dapat dimaknai sebagai tabir, yaitu menutup esensi jero. Esensi Jaba
dan Jero adalah Panji Asmarabangun itu sendiri. Panji Asmarabangun
hadir tidak mewakili dirinya secara pribadi, tetapi dirinya adalah sebagai
transmisi yang menghubungkan antara dunia atas dan dunia bawah. Bisa
jadi fenomena tersebut yang dipahami oleh Sunan Kalijaga
mengembangkan topeng. Karena topeng telah menjadi simbol tentang
tabir, orang harus berusaha dan mampu menyingkap takbir , dan
mengetahui arti yang sesungguhnya realita.
Wayang Topeng Lakon Lahire Panji beserta nilai estetik yang terkandung
di dalamnya merupakan salah satu buah karya bangsa Indonesia. Perhatian lebih
budaya Nusantara. Dengan adanya Lakon Lahire Panji dalam Wayang Topeng
dan nilai estetik yang terdapat pada topeng malang Lakon Lahire Panji dengan
cara melakukan studi terhadap karya topeng tersebut. Adapun judul yang dipilih
dan sejalan dengan hal tersebut di atas adalah Studi Wayang Topeng Malang
Lakon Lahire Panji Karya Mochammad Soleh Adi Pramono Dari Padepokan
Lahire Panji karya Mochammad Soleh Adi Pramono dari Padepokan Seni
2. Bagaimana nilai estetik yang terdapat pada Topeng Malang Lakon Lahire
C. Landasan Teori
1. Wayang Topeng dalam Seni Pertunjukan
a. Seni Pertunjukan
bangsa yang berbeda-beda, sehingga seni budayanya juga berbeda di tiap suku.
Sedangkan seni pertunjukan di Indonesia, sejak dahulu hingga kini telah dan
lingkungan etnik yang berbeda satu sama lain (Sedyawati, 1981: 52). Perbedaan
ini memperkaya nilai estetik suatu bangsa dan kekayaan budaya suatu bangsa
akan memberikan suatu identitas bangsa itu sendiri di depan bangsa-bangsa yang
lain di dunia. Seperti yang diungkapkan Bagong (2000: 119) dalam Estuvitasari
(2008) bahwa ―Berkesenian dalam lingkup rasa kebangsaan yang tinggi, bahkan
bagi saya berkesenian itu untuk bangsa saya, akan mendorong kemantapan
identitas nasional‖.
Berdasarkan hal tersebut Sujono, dkk. (2003) juga mengungkapkan bahwa seni
pertunjukan dibagi dua yaitu seni pertunjukan tradisional dan seni pertunjukan
modern atau yang muncul belakangan ini. Bila dilihat dari perkembangannya akan
rakyat yang sudah berusia lebih dari 50 tahun. Pertunjukan ludruk, ketoprak,
maupun wayang orang dan Wayang Topeng Malang merupakan seni pertunjukan
akrobatik dan sebagainya. Adanya perbedaan seni pertunjukan yang tradisi dan
tidak tradisi juga diungkapkan oleh Wibisana dan Herawati (2010: 50) sebagai
berikut:
suatu budaya yang terlahir dari sebuah ide dan gagasan luhur, ternyata juga
(Wibisana dan Herawati, 2010: 50). Penuangan ide tersebut nyatanya mengalami
menjaga eksistensi dan esensi seni pertunjukan tradisional adalah juga merupakan
tersebut lebih lanjut oleh A.M. Hermien Kusmayati (2006), dijelaskan sebagai
berikut:
Keragaman fungsi tersebut tidak tersekat mutlak, tetapi seringkali
bertumpang tindih. Misalnya, seni pertunjukan yang disajikan untuk
kepentingan ritual juga menampilkan nilai-nilai estetis atau seni
pertunjukan yang ditampilkan untuk hiburan pribadi juga tidak lepas dari
keindahan yang membalut wujudnya.
telah muncul sejak zaman prasejarah. Contohnya seperti tarian perang, upacara
dan lain sebagainya. Lebih lanjut Wibisana dan Herawati (2010: 53) menyatakan
bahwa secara garis besar, nilai-nilai yang terkandung dalam seni pertunjukan
penerangan atau sebagai wadah penyampaian kritik sosial, dan (3) media hiburan
atau tontonan.
juga turut memainkan perannya sebagai media pendidikan dan penyampaian kritik
masyarakat.
tidak jarang penari topeng sakral sering mengalami trance atau kesurupan.
Susungguhnya fenomena seperti inilah yang menadi pesona luar biasa serta
sakral, kekuatan daya tahan seorang penari topeng sering tergantung pada sejauh
mana seorang penari memiliki kesaktian atau ilmu sakral (Sunaryana, 2002: 126).
Dalam perspektif antropologi, contoh tradisi topeng tersebut di atas adalah suatu
tradisi yang dipengaruhi oleh budaya animisme dan terasa unsur-unsur
primitifnya.
Begitupun segenap unsur dan elemen dalam Wayang Topeng Malang yang
sekaligus pembawa pesan moral yang saling terkait satu sama lain. Sebagaimana
juga ditegaskan oleh Soemanto (2001: 337) bahwa ―struktur dalam sebuah teks,
unsur-unsur, elemen, atau anasir yang dirancang sedemikian rupa menjadi utuh,
Terdapat aspek yang sangat bertalian erat dengan fokus penelitian ini,
yakni lakon. Menurut Waluyo (2003: 4) menyebutkan, bahwa dasar lakon drama
adalah konflik manusia. Lakon sendiri merupakan hasil perwujudan dari naskah
yang dimainkan (Harymawan, 1988: 23). Lakon yang disajikan pada pertunjukan
teks dalam karya sastra adalah dampak meluasnya versi teks yang berjalan secara
dikte dari mulut ke mulut. Proses transformasi lisan tersebut menyebabkan naskah
originalitas. Bila dikaji lebih lanjut dampak tersebut juga menular pada para
dalang wayang topeng tidak memiliki pakem atau patokan ... kecuali petunjuk-
Variasi dan perubahan lakon-lakon yang ada hingga sekarang bisa disebut
pengarang (De Haan dalam Suryani, 2012: 50). Keberadaan variasi tersebut
terkait dengan Wayang Topeng Malang pada umumnya diterangkan oleh Henri
Supriyanto, penulis buku Wayang Topeng Malangan dalam Utomo (2008) sebagai
berikut:
Cerita panji itu banyak dikenal dalam sastra lisan yang dikembangkan oleh
para seniman dan sastrawan jaman itu. Sehingga nama nama para kesatria
itu sulit dijumpai pada gelar gelar resmi dalam dokumen sejarah tulis yang
rata rata dibuat oleh para pujangga keraton. ―Nah yang susah itu kita kacau
antara gelar dan nama. Jadi panji itu gelar setingkat raden, kemudian
penganut jaman Singosari-Majapahit itu budaya totemisme dalam
pengertian orang-orang besar itu mengambil nama-nama binatang yang
model kepemimpinan dia itu seperti binatang tersebut. Ada kebo Marjuet,
kebo ijo, Kebo Anabrang lalu ada lagi Hayam Wuruk, Gajah Mada nama-
nama binatang itu diambil. Kesulitan kita itu dalam sastra ini yang
diutamakan adalah tokoh dan tempat, lalu semuanya mengaduk peristiwa-
peristiwa dan suasana. Karena mengaduk pada suasana akhirnya sastra
lesan itu banyak versi. Jadi sastra lesan itu versi mana. Karena yang
menjadi juru tutur itu dalang, maka berbeda dalang, ceritanya bergeser.
Jadi cerita disini disebut buku itu tidak ada. Yang ada versi ini dan itu‖.
Dalam perjalanan wayang topeng malang, telah banyak juga lahir dalang
wayang topeng malang seperti yang diungkapkan oleh Mochammad Soleh Adi
Dalang Topeng Malang yaitu Alm. Ki Roesman dari desa Kemulan, Tulus
Besar; Ki Tirtonoto dari Kebonsari; Ki Sartas dari Precet; Ki Jono; Alm
Mbah Nek dan Alm. Mbah Karimun dari Kedungmonggo; Alm. Mbah
Sakri dan Alm. Mbah Noto dari Senggreng; Alm. Pak Rusnadi dari
Wiroto; Edi Susanto dari Tamiajeng; Markuat dari Duwet; Pandri dari
Gubuk Klakah; Senam dri Kedungmonggo; Tambar dari Nyambeksari,
Poncokusumo; Banyakwide dari Singosari dan terakhir saya sendiri.
Di antara sekian banyak dalang Wayang Topeng Malang yang ada di atas,
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah salah satu dalang wayang topeng
Adi Pramono
Pada bagian ini akan dijelaskan profil singkat tentang dalang pencipta
Lakon Lahire Panji yaitu Mochammad Soleh Adi Pramono, selayang pandang
tentang naskah Lakon Lahire Panji, termasuk sekilas tentang Padepokan Seni
Mangun Dharmo sebagai lokasi penelitian. Penjelasan lebih lanjut tentang latar
belakang penciptaan serta kandungan naskah tersebut akan dibicarakan pada Bab
Dharmo
Mochammad Soleh Adi Pramono, S.St lahir pada tanggal 1 agustus 1951
Indonesia (KONRI) pada tahun 1976. Setelah belajar di Institut Seni Yogyakarta
seusai di KONRI, beliau mulai mempelajari seni Wayang Topeng Malang kepada:
Mochammad Soleh Adi Pramono sendiri adalah salah satu keturunan dari
Soleh Adi Pramono mendirikan padepokan seni Mangun Dharma di Dusun Tulus
Besar, yang masih bertahan hingga sekarang. Terlepas dari eksodus beberapa
anggota Padepokan tersebut (seperti keluarnya Pak Buari; Karen Elisabet yang
piawai dalam tari beskalan; serta Almarhum Pak Sutrisno selaku pembuat topeng)
berkesenian yang tinggi, selain beberapa benih loyalitas yang mulai tumbuh lewat
anak-anak kecil Desa Wates dan Tulus Besar yang rajin berlatih tari beskalan
mahasiswa dari civitas akademik (dalam dan luar negeri) dan lapisan organisasi
menimba ilmu dan mengangkat kesenian malangan seperti Wayang Topeng, Tari,
Henri Supriyanto (2008) di atas, Lakon Lahire Panji karya Mochammad Soleh
Adi Pramono tersebut juga berangkat dari penurunan sastra lisan dari waktu ke
waktu. Namun secara singkat, Lakon Lahire Panji tersebut selesai digarap pada
tahun 2006. Dibuatnya naskah tersebut tidak terlepas dari masalah kekinian yang
2007 akhirnya naskah tersebut dapat dipentaskan pada peringatan 1 Suro di depan
Balai Kota Malang di awal 2007, bersamaan dengan Ruwatan Bumi Malang di
saat yang sama. Pada kesempatan yang lain, Mochammad Soleh Adi Pramono
juga berkesempatan mementaskan lakon tersebut untuk para pengungsi korban
Lakon Lahire Panji di Sidoarjo oleh Mochammad Soleh Adi Pramono merupakan
untuk terus berikhtiar dan berserah diri dalam menanggapi cobaan hidup seperti
bencana alam lumpur yang menimpa mereka. Salah satu motivasi tersebut dapat
tercermin lewat penggambaran bencana alam yang terjadi di tanah Jenggala (salah
Setelah Raja Airlangga wafat, Dyah Kilisuci selaku anak sulung sekaligus
penerus tahta kerajaan, tidak ingin menjadi raja dan memilih untuk
menjadi Biksuni. Tugas mulia tersebut akhirnya diamanahkan kepada
Dewakusuma, yang bergelar Prabu Lembu Amiluhur. Setelah menjadi
Raja, Prabu Lembu Amiluhur memiliki beberapa istri. Namun Dyah
Kilisuci berkata kepada Prabu Lembu Amiluhur bahwa ia tidak akan
mendapatkan keturunan penerus tahta kerajaan jika hanya dari istri-istrinya
tersebut. Dyah Kilisuci meminta Sang Prabu untuk ikut dalam sayembara
besar di negeri jauh bernama Keling (Kalingga). Hadiah sayembara
tersebut adalah putri Raja Kalingga yang cantik jelita bernama Dewi
Sakyaningrat. Karena letak kerajaan Kalingga yang jauh maka Prabu
Lembu Amiluhur dibantu oleh Jati Pitutur dan Pitutur Jati, dewa yang
pernah bersemayam di tempat peristirahatan terakhir Raja Airlangga.
Dengan bantuan keduanya Prabu Lembu Amiluhur berhasil menginjakkan
kaki di Kalingga. Dewi Sakyaningrat yang cantik jelita ternyata telah
menaruh hati pada Prabu Amiluhur saat pertama kali melihatnya di
Kalingga. Singkat cerita, dengan bantuan kedua Dewa itulah Prabu
Amiluhur pun memenangi sayembara tersebut dan menikah dengan Dewi
Sakyaningrat. Dari pernikahan tersebut lahirlah Inu Kertapati atau Panji
Asmarabangun (wawancara dengan Mochammad Soleh Adi Pramono pada
tanggal 27 Januari 2012).
Selain sinopsis cerita di atas, telah dijelaskan pula sebelumnya bahwa
pementasan wayang topeng malang lakon lahre panji juga merupakan pementasan
Pramono berusaha memberi semangat kepada para pengungsi untuk tetap tabah
manunggaling kawula gusti, di mana topeng disebut sebagai pertautan antara jagat
kecil dan jagat besar, sebagaimana yang disebutkan oleh Mochammad Soleh Adi
pelambang bahwa kebaikan dan kebesaran Tuhan itu sebenarnya ada dalam diri
a. Visualisasi Estetik
Pada dasarnya manusia menyukai segala sesuatu yang terlihat indah, baik
dan teratur. Hal tersebut disebabkan karena pada dasarnya manusia memiliki
daya/impuls estetik (Indrawati, 2004: 3). Daya estetik tersebut juga dapat berada
pada ranah penciptaan karya seni, dimana di dalamnya juga terkandung ide-ide
merupakan pangkal dari karya estetik (karya seni). Visualisasi estetik di sini
pertunjukan wayang topeng malang juga merupakan sebuah bentuk karya seni
yang juga tersusun dari beragam objek estetik atau media visual seperti garis-garis
yang terlihat dari alur pahatan maupun warna, tekstur yang juga bisa dirasakan
lewat ukiran, serta prinsip pengorganisasian media visual yang akan dibicarakan
b. Kualitas Estetik
sebelumnya di atas dengan visualisasi non estetik. Menurut Indrawati (2004: 4),
atribut tersebut antara lain adalah kesatuan atau kebulatan, keteraturan atau
kesatuan sebuah karya seni. Kualitas estetik dari topeng malang, sebagaimana
karya-karya seni lainnya juga dapat dilihat dari ada tidaknya keteraturan dalam
c. Media Visual
sebuah organisasi artistik. Media visual terdiri dari media fisik dan media estetik.
Media fisik yang digunakan untuk memvisualisasikan ide perupa, bisa berupa
material alam atau produk industri. Sedangkan media estetik adalah unsur-unsur
rupa yang dapat diidentifikasi sebagai garis, bentuk dan ruang, warna dan cahaya,
tekstur. Berdasarkan uraian di atas, rangsang visual pada Wayang Topeng Malang
antara lain terdapat pada topeng yang dipakai penari, yang mengandung media
1. Garis
atau bekas yang ditinggalkan oleh suatu alat runcing. Garis merupakan suatu
membuat bidang dan dapat menampilkan kesan gerak, juga disebabkan adanya
d. Watak : tegas, kuat, kaku, luwes, lembut, ragu-ragu, garang dan sebagainya.
a. Garis nyata atau disebut garis linier, adalah salah satu sifat garis yang
b. Garis khayal atau garis semu, adalah garis pada hakekatnya tidak ada, tidak
jelas, dan tidak ditangkap secara visual. Garis ini dapat hadir dengan
(Murtihadi, 1982:27).
Kedua unsur ini berkaitan satu sama lain. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh Indrawati (2004: 22) bahwa ―membicarakan masalah bentuk tidak dapat
dipisahkan dari membicarakan masalah ruang (area)‖. Bentuk hadir karena adanya
ruang, sedangkan ruang hadir karena keberadaan bentuk. Lebih lanjut Wong
(1986: 7) dalam Indrawati (2004: 22) menjelaskan bentuk dan ruang sebagai
berikut:
Pada umumnya bentuk berupa sesuatu yang menempati ruang (area), tetapi
sebenarnya bentuk dapat juga merupakan ruang kosong yang dikelilingi
ruang terisi. Dengan demikian kita dapat mengidentifikasi bentuk sebagai
bentuk positif dan bentuk negatif, dan sekaligus akan terbentuk ruang
(area) yang dapat diidentifikasi sebagai ruang positif dan ruang negatif.
3. Warna
tersebut dapat kita tangkap karena adanya cahaya. Sebagaimana yang diuraikan
oleh Dramaprawira (2002: 19) bahwa tanpa cahaya kita tidak akan melihat warna.
Cahaya terdiri dari seberkas sinar-sinar yang memiliki panjang gelombang yang
Bila gelombang tersebut memasuki mata, maka akan terjadi yang disebut sensasi
warna.
yang selanjutnya dinamakan warna. Meski terdapat beberapa orang yang dapat
Keller, seorang tokoh wanita yang tunanetra dan tunarungu yang dapat merasakan
warna melalui rabaan dan penciumannya (Sargent, 1964: 19). Hal serupa juga
diungkapkan oleh Graves (1959: 321) dalam Dramaprawira (2002: 27) bahwa
sensasi warna bisa juga dsebabkan oleh tekanan keras pada bola mata, karena
cahaya tetap merupakan suatu hubungan sebab akibat yang logis sebagaimana
yang telah dibuktikan oleh Sir Issac Newton pada tahun 1676 dengan kaca prisma
kehadiran unsur bentuk kita sadari, maka kehadiran warna dari bentuk tersebut
telah lebih dahulu dapat kita tangkap (Indrawati, 1992:52). Sehubungan dengan
hal tersebut, warna yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah warna beserta
lingkaran warna pigmen, bukan warna cahaya aditif fisika. Perbedaan kedua
pendekatan Faber Birren tersebut terletak pada lingkaran warna pigmen yang
Pigmen sendiri adalah pewarna yang bisa larut dalam cairan pelarut.
Contoh produk nyata dari pigmen adalah cat-cat dengan cairan pelarut yang
beraneka ragam seperti: cat minyak, cat air, cat plakat, akrilik dan sebagainya.
Sedangkan warna dari suatu objek yang dicat adalah karakter pigmen atau celip
halnya dengan warna yang terdapat pada topeng malang di Padepokan Seni
Mangun Dharmo juga berasal dari bahan pewarna atau pigmen seperti tersebut di
karakteristik maupun hubungannya dengan unsur seni yang lain sebagai nilai
Warna juga memiliki karakter dan simbolisasi warna atau bahasa rupa
warna. Karakter warna tersebut oleh Sanyoto sebagai (2009: 54-60) diuraikan
berikut:
a. Kuning
kehangatan, keseimbangan.
c. Merah
Warna ini memiliki karakter kuat, cepat, enerjik, semangat, gairah, marah,
d. Ungu
e. Violet
Violet (lembayung) warna yang lebih dekat dengan biru ini memiliki dingin ,
f. Biru
g. Hijau
Hijau mempunyai watak segar, muda, hidup, tumbuh dan beberapa watak
h. Putih
kehormatan.
i. Hitam
Watak atau karakter warna hitam adalah menekan, tegas, mendalam dan
j. Abu-abu
Warna abu-abu ada di antara putih dan hitam, sehingga berkesan ragu-ragu.
Karakter warna coklat adalah kedekatan hati, sopan, arif, bijaksana, hemat,
4. Tekstur
setiap permukaan pasti mempunyai karakteristik tertentu, seperti licin atau kasar,
lunak atau keras, polos atau bercorak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa terdapat
tekstur nyata dan tekstur semu. Sebagai mana dijelaskan sebagai berikut:
Tekstur nyata (barik raba) adalah tekstur yang langsung bisa kita rasakan
sifat permukaannya melalui rabaan, jadi tekstur nyata merupakan jenis
tekstur yang tidak hanya visibel pada mata. Perwujudan tekstur nyata
mendekati bentuk relief di atas permukaan dua dimensi. Tekstur semu
(barik lihat) adalah kesan sifat/karakter permukaan suatu objek/benda yang
bisa kita rasakan tanpa harus meraba. Kesan dan persepsi semacam itu
terbentuk akibat asosiasi kita terhadap sifat semacam yang pernah kita
raba.
Karya seni merupakan sebuah organsasi visual yang tersusun dari media
visual. Penyusunan media estetik untuk menuju sebuah visualisasi estetik yang
baik, dapat dicapai dengan mengikuti kaidah atau prinsip organisasi estetik
(Indrawati, 2004: 41). Uraian tersebut lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:
akan mendukung tercapainya atribut dasar kualitas estetik yang berupa kesatuan
kesamaan dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu
2. Keseimbangan (Balance)
dalam kualitas estetik. Sebuah karya seni yang tidak mengindahkan keseimbangan
akan tampak berat sebelah dan bahkan terasa akan jatuh kepada pengamatnya
(Indrawati, 2004: 43). Berdasarkan uraian tersebut dijelaskan pula bahwa terdapat
Menurut Indrawati (2004: 48) ritme adalah rangkaian kesan gerak yang
dapat terasa dalam suatu organisasi visual/tata susun. Ritme/irama dalam suatu
estetik yang ditata sehingga terasa terjadi gerak (movement), sebagai akibat dari
perulangan tersebut.
5. Kevariasian (emphasis)
(Indrawati, 2004: 50). Sebagaimana yang dinyatakan oleh Wong (1995: 57) dalam
mengindahkan kesatuan dan keteraturan sebagai atribut kualitas estetik yang lain.
kevariasian yang terlalu banyak dalam sebuah tata susun akan menyebabkan
merusak kesatuan‖.
Menurut Widjiningsih (1982) dalam Perwitasari (2012) pusat perhatian atau center of
interest disebut juga dengan aksen. Aksen merupakan pusat perhatian dalam suatu
susunan karena dengan aksen pertama-tama membawa mata pada sesuatu yang
penting dalam susunan tersebut, dan dari titik itu baru kebagian yang lain.
D. Kegunaan Penelitian
Secara keilmuan, hasil dari penelitian diharapkan dapat mempertajam
beberapa daerah yang lain. Dengan kuatnya arus buruk modernisasi sekarang ini,
terutama bagi peserta didik dan generasi muda, nilai estetik tersebut dapat menjadi
bekal yang kuat dalam mengasah diri menjadi pribadi yang berwatak dan berbudi
luhur. Dengan tetap berpegang pada nilai estetik tersebut, semoga Indonesia tetap
menjadi negara dengan sumber daya manusia yang arif dan bijaksana, menuju
pada pembangunan yang lebih baik sebagai definisi dari modernisasi tersebut,
1. Peneliti
nantinya.
2. Peneliti Lain
terutama dalam mengkaji nilai estetik sebagai sumber dari pengalaman estetik.
Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan kajian ulang tentang hasil
Terkait baik buruknya hasil penelitian ini, tulisan ini bisa digunakan
sebagai bahan analisa dalam bidang penulisan karya ilmiah, serta ukuran seberapa
jauh wawasan seni dan budaya yang diserap oleh peneliti selama perkuliahan
berjalan.
4. Bagi mahasiswa Jurusan Seni dan Desain Universitas Negeri Malang
tugas mahasiswa Jurusan Seni dan Desain, yang mengangkat tema sejenis atau
setidaknya bersinggungan.
5. Bagi Masyarakat
Malang. Setelah mengenali nilai estetik yang ada pada naskah Lakon Lahire Panji,
pelestarian hasil budaya yang ada. Jika maksud tersebut terlalu berlebihan di era
modern ini, paling tidak semoga nilai estetik yang juga bersanding dengan nilai-
nilai luhur pada karya seni budaya, masyarakat selalu ingat bahwa dengan itikad
nenek moyang mengemas nilai-nilai luhur tersebut, mereka telah lebih dahulu
METODE PENELITIAN
dengan tujuan tertentu. Dengan cara ilmiah, berarti kegiatan itu dilandasi oleh
metode keilmuan dan pendekatan adalah metode atau cara mengadakan penelitian
(Arikunto, 2002: 20). Penelitian yang berjudul Studi Wayang Topeng Malang
Lakon Lahire Panji Karya Mochammad Soleh Adi Pramono Dari Padepokan Seni
kandungan makna dari naskah Lakon Lahire Panji yang merupakan bagian dari
sekian banyak lakon yang terdapat pada Wayang Topeng Malang sebagai suatu
naskah Lakon Lahire Panji merupakan tujuan pokok dalam penelitian ini.
terdapat dalam Wayang Topeng Lakon Lahire Panji tersebut di atas, maka peneliti
dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Selain itu,
semua data yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang
sudah diteliti. Dalam hal ini segala aspek yang diteliti akan tersaji dan bermuara
terkait naskah Lakon Lahire Panji; ataupun hasil wawancara dengan beberapa
naskah dan Mas Supriyono sebagai pemain kendang dan anggota Padepokan seni
Mangun Dharmo.
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
penyajian laporan tersebut. Data tersebut dapat berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, foto, video, tape, handycam, dokumen pribadi, catatan atau
kualitatif antara lain: (1) Natural Setting (kondisi apa adanya). Topik penelitian
kualitatif diarahkan pada kondisi asli subyek penelitian berada, (2) Permasalahan
masa kini, artinya mengarahkan kegiatannya secara dekat pada masalah kekinian,
(3) Memusatkan pada deskripsi data yang dikumpulkan terutama berupa kata-
kata, kalimat/ gambar, (4) Bersifat holistik, yakni memandang berbagai masalah
selalu di dalam kesatuannya, tidak terlepas dari kondisi yang lain yang menyatu
dalam suatu kontrak, (5) Bentuk laporan dengan model studi kasus (Sutopo, 2002:
31-45).
yaitu beberapa topeng (tokoh) yang terdapat dalam Lakon Lahire Panji. Sampel
bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata,
random atau daerah tetapi didasarkan atas tujuan tertentu (Arikunto, 2006: 141).
Terdapat beberapa tokoh yang diangkat dalam penelitian ini yaitu: Raden Panji
Jaya Kasemba.
Secara garis besar, penelitian ini diarahkan kepada fokus penelitian yaitu
nilai estetik yang terdapat pada topeng dalam Wayang Topeng Malang Lakon
B. Kehadiran Peneliti
(Patilima, 2005: 67). Dalam penelitian ini peneliti adalah pelaksana penelitian,
pengumpul data, serta penganalisa data yang dijaring di lapangan yaitu Padepokan
lapangan, dalam hal ini data-data tersebut adalah data yang mengacu pada
Wayang Topeng Malang dengan Lakon Lahire Panji. Peneliti tidak melibatkan
kesimpulan dari data yang didapat. Peneliti melakukan observasi dan dokumentasi
Lakon Lahire Panji, baik di Padepokan Seni Mangun Dharmo sendiri, maupun
even yang digelar anggota Padepokan Seni Mangun Dharmo di Pasar Minggu
pada tanggal 10 April 2012, misalnya. Untuk Lakon Lahire Panji yang dibuat oleh
cerita yang melibatkan Mochammad Soleh Adi Pramono dan beberapa pihak
Beberapa data yang dicari juga berasal dari wawancara peneliti dengan
antara lain Mochammad Soleh sebagai dalang Lakon Lahire Panji, Mas Supriyono
sebagai penggendang, dan beberapa anggota yang lain. Dalam hal ini komunikasi
sumber, antara lain akan tercermin lewat usaha pembahasan cerita Lakon Lahire
Panji secara bersama di atas, serta hasil wawancara dengan beberapa pihak
tersebut terhadap kesamaan temuan data tentang Wayang Topeng Malang Lakon
Lahire Panji.
C. Lokasi Penelitian
penelitian yang relevan untuk menjaring data-data terkait penelitian ini; beberapa
responden atau narasumber lain juga merupakan anggota padepokan tersebut, dan
faktor terpenting lainnya adalah naskah Lakon Lahire Panji sendiri berada di
data dapat diperoleh. Data-data tersebut berupa data primer dan data sekunder.
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder.
Data ini berupa kata-kata atau tindakan orang-orang yang diamati sebagai
sumber data utama. Dalam penelitian ini data tersebut berasal antara lain dari
Lakon Lahire Panji dan Mas Supriono sebagai penggendang dari Pedepokan Seni
Mangun Dharmo. Dari beberapa narasumber tersebut dicari data yang berkaitan
dengan wayang topeng malang lakon lahire panji, dan topeng sebagai atribut
diperoleh melalui internet, seperti artikel atau jurnal elektronik yang memuat data-
data sejenis seperti asal-usul Wayang Topeng Malang dan berita seputar
Lakon Lahire Panji, dan topeng yang dipergunakan sebagai penokohan lakonnya
Yaitu data dokumenter berupa foto-foto hasil karya, sumber tertulis seperti
selama di Padepokan Seni Mangun Dharmo. Namun dalam hal ini yang terpenting
dokumentasi ditujukan untuk naskah Lakon Lahire Panji sebagai bahan analisa
lebih lanjut untuk mendapatkan kesimpulan terkait dengan tujuan penelitian ini,
yaitu latar belakang penciptaan dan nilai estetik yang terkandung dalam topeng
E. Instrumen Penelitian
pengumpulan data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya ia menjadi pelapor
hasil penelitiannya (Moelong, 2007: 168). Terkait dengan hal tersebut, dalam
Lakon Lahire Panji melalui beberapa instrumen di atas, maka digunakan beberapa
catatan tertentu yang menarik; catatan kronologis; jadwal penelitian; daftar cek
perekam pembicaraan.
yang akan dikumpulkan datanya. Dalam hal ini, peneliti tinggal memberikan
fisik dalam memudahkan peneliti menjaring data sesuai dengan pedoman tersebut.
1. Alat Tulis
Alat tulis digunakan untuk mencatat segala informasi yang masuk dari
beberapa pihak-pihak terkait penelitian ini. Alat tulis dalam hal ini adalah pena.
Pena digunakan untuk mencatat data-data berupa data lisan pada saat wawancara
tentang Wayang Topeng Malang Lakon Lahire Panji, data-data apa saja yang
2. Tape Recorder
Tape recorder dalam Guba dan Lincoln (1981: 203-306) dalam Moleong
(2007: 182) digolongkan ke dalam alat yang dinamakan topeng steno, yakni alat
perekam suara dihubungan secara tersembunyi dari tubuh pengamat dengan tape-
recorder sehingga tidak mengganggu suasana yang diamati. Selain merekam data
lisan secara lengkap dalam wawancara tentang Wayang Topeng Lakon Lahire
Panji, alat ini juga berfungsi merekam data lisan pada saat melakukan observasi
Dharmo.
3. Kamera
yang dipergunakan sebagai penokohan dalam Lakon Lahire Panji untuk kemudian
digunakan handphone yang dilengkapi fitur untuk keperluan sejenis. Alat tersebut
Padepokan Seni Mangun Dharmo dan juga berfungsi sebagai pengumpul data
dalam bentuk gambar topeng yang dipergunakan sebagai penokohan dalam Lakon
Lahire Panji.
untuk mendapatkan data-data yang relevan dan akurat sesuai tujuan peneliti.
1. Observasi
lebih rinci dengan cara pengamatan. Dalam hal ini hasil observasi berupa data
karya Wayang Topeng Malang khususnya Lakon Lahire Panji, rekaman kegiatan
latihan pertunjukan dan pertunjukan Wayang Topeng Malang Lakon Lahire Panji
beberapa unsur seni diperlukan untuk mengidentifikasi nilai estetik yang terdapat
2. Wawancara
dilakukan oleh dua pihak inti yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan
dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2005:
tujuan yang hendak dicapai dalam wawancara tersebut. Pada penelitian ini
Wayang Topeng Malang Lakon Lahire Panji, anggota Padepokan Seni Mangun
belakang penciptaan dan nilai estetik yang terdapat pada topeng dalam penokohan
Wayang Topeng Malang Lakon Lahire Panji. Dari wawancara tersebut dapat
diidentifikasi dan dijaring data-data yang sinergi dengan tujuan penelitian yakni
mendeskripsikan latar belakang penciptaan, serta nilai estetik pada topeng yang
3. Dokumentasi
pengumpulan sumber data. Dokumen sendiri seperti yang diutarakan Guba dan
Lincoln (1981: 228) dalam Moleong (2007:216) ialah bahan tertulis ataupun film.
Topeng Malang Lakon Lahire Panji yang muncul dalam daftar check-list seperti
bahan tertulis dalam penelitian ini sendiri meliputi cerita Lakon Lahire Panji,
koleksi Topeng Malang Lakon Lahire Panji, serta sumber pustaka terkait seperti
buku-buku yang memuat seni rupa, seni pertunjukan, kebudayaan, sejarah wayang
topeng malang, dan lain-lain. Sedangkan film merujuk pada rekaman pertunjukan
seputar latar belakang dan nilai estetik yang terdapat dalam Wayang Topeng
(2007: 217) bahwa dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai
sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data
G. Analisis Data
Analisis data kualitatif sendiri menurut Bogdan dan Biklen (1982) dalam
Moleong (2007: 248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa
yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Jika substansi pokok yang hendak dicari dalam penelitian terhadap Wayang
Topeng Lakon Lahire Panji ini adalah latar belakang penciptaan dan nilai estetik
menggunakan beberapa tahap analisa data yang dirasa sesuai dan mendukung bagi
1. Reduksi Data
Topeng Malang Lakon Lahire Panji; serta catatan lapangan yang dibuat ketika
yang pokok dan dibutuhkan sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dicari
tema/polanya.
tersebut digunakan untuk mengecek hubungan isi naskah dengan latar belakang
nilai dan kualitas estetik yang terdapat pada topeng, digunakan beberapa sumber
pustaka yang tentang penyususan media visual dan kaidah organisasi visual.
2. Penyajian Data
2003: 171) dalam Estuvitasari (2008),. Data-data pada poin reduksi data yang
fokus penelitian. Pada tahap inilah faksimile dan terjemahan harfiah tersebut di
atas diolah secara lebih eksplisit, baik alur cerita, penokohan, maupun makna
tersirat dari setiap komunikasi yang terbangun antar para tokoh dalam lakon
tersebut.
Selain itu, dalam kepentingan mendapatkan nilai estetik pada topeng yang
dipergunakan pada penokohan Wayang Topeng Malang Lakon Lahire Panji yang
ada di Padepokan seni mangun dharmo, beberapa data disajikan dalam bentuk
gambar dan foto. Dari data-data tersebut nilai estetik yang terdapat pada
3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi
Langkah ini merupakan langkah terakhir dari proses analisis data pada
penelitian ini. Data yang direduksi dan diorganisasi dalam bentuk kajian di atas
teori/pendapat dari para ahli dari beberapa sumber pustaka. Pada tahap ini akan
didapat beberapa substansi pokok terkait fokus penelitian, yaitu bagaimana latar
belakang lahirnya Lakon Lahire Panji di tangan Mochammad Soleh Adi Pramono,
serta nilai estetik yang terkandung di dalam Topeng Lakon Lahire Panji. Langkah
terakhir adalah membulatkan sebuah kesimpulan tentang Lakon Lahire Panji
melalui pisau analisa berdasarkan perspektif dan sumber tertulis yang terkait.
1. Trianggulasi
2007: 178).
yakni dengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda (Patton dan
Lakon Lahire Panji, Mas Supriono dan Akhmadi sebagai penggendang dari
Padepokan Seni Mangun Dharmo. Melalui tahap pengecekan ini diharapkan akan
didapat sebuah keterpaduan data dan informasi tentang Wayang Topeng Malang
Lakon Lahire Panji, demi kebenaran dan kesahihan sebuah temuan penelitian.
2. Pengecekan Referensi
alat berupa format observasi dan wawancara yang diperoleh dari pertanyaan-
pertanyaan tentang kata kunci yang ditanyakan serta dari tape recorder, kamera
atau handphone sebagai alat perekam pada saat wawancara dan observasi.
I. Tahap-Tahap Penelitian
Pada tahap awal, hal yang dilakukan adalah dengan studi pendahuluan
bantu terkait metode yang sebelumnya ditentukan, serta teknik pengumpulan data
guna penjaringan data secara optimal. Penjaringan data tersebut dilakukan antara
Semua data tentang naskah Wayang Topeng Malang Lakon Lahire Panji
tersebut laporan penelitian ini akan berisi konteks dan fokus penelitian, ketetapan
kesimpulan.
BAB III
Dalam bab ini akan dipaparkan hasil-hasil pengumpulan data dan deskripsi
terhadap temuan data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara terhadap
1. Latar belakang penciptaan Wayang Topeng Malang Lakon Lahire Panji karya
Tumpang-Malang
2. Nilai estetik yang terkandung dalam Topeng Malang Lakon Lahire Panji
Dharmo Tumpang-Malang.
Soleh Adi Pramono, adalah salah seorang pendiri Padepokan Seni Mangun
Dharmo 1989 silam. Mochammad Soleh Adi Pramono dan Padepokan Seni
diungkapkan oleh Mas Supriono, anak dari Mochammad Soleh Adi Pramono,
sebagai berikut:
Kadang untuk acara hajatan di Tulus besar juga ada. Tapi itu kan
perorangan. Ada juga yang memang keinginan kita. Soalnya jarang ada
tamu saiki seng teko untuk tanya berjama’ah soal kebudayaan malangan,
khususe. Haha.. maksute, yo wong rame teko instansi endi ngono. Lek
sampean ndelok gamelan-gamelan di panggung iku lak tek’e wong
kampung. Yo ono, anak-anake akeh sing titip. Nyantrik lah itungane.
berkesenian yang tinggi, selain beberapa benih loyalitas yang mulai tumbuh lewat
anak-anak kecil Desa Wates dan Tulus Besar yang rajin berlatih tari beskalan
mahasiswa dari civitas akademik (dalam dan luar negeri) dan lapisan organisasi
menimba ilmu dan mengangkat kesenian malangan seperti Wayang Topeng, Tari,
Sebelum sebuah karya seni jadi dan bisa dinikmati, tentunya karya tersebut
Lakon Lahire Panji yang merupakan bagian tubuh seni pertunjukan Wayang
Topeng Malang Lakon Lahire Panji. Cerita tertulis tersebut lahir sebagai wadah
teks yang turut menyandarkan beberapa alasan tertentu dari sang dalang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pencipta cerita Lakon Lahire Panji yaitu
permukaan bukanlah sekedar relevansi antara Jenggala dan Sidoarjo semata. Hal
Memang sulit jika kita sedang dilanda musibah, saya juga bisa
merasakan. Panji adalah pemimpin yang ditakdirkan menciptakan kembali
keselarasan bumi yang rusak sebelumnya, memayu hayunng bawana tadi.
Memang, Endhut Blegedaba sendiri adalah lumpur, tapi kan juga banyak
bencana yang lebih dari itu. Makanya Panji dihadirkan agar iman dan
moral masyarakat tetap utuh.
beberapa pihak dalam hal pengetikan dan pengecekan tulisan. Seperti yang beliau
padepokan biasanya soal ide saya sendiri, termasuk cerita ini. Supri biasanya juga
saya suruh baca, saya ini sudah tua, kadang mata juga tidak begitu awas‖. Hal ini
adalah wujud Manunggaling Kawula Karo Gusti. Lebih lanjut Mochammad Soleh
untuk mengingatkan dan menuntun kepada jalan kebaikan yang Ia gariskan. Lebih
Ya, itu juga. Makanya kalo kita minta itu yo mbok aturan. Jangan kayak
Liku yang takut anaknya bakal ga dadi ratu. Orang diberi rahmat Tuhan
itu nggak kurang-kurang. Makanya Kilisuci kan bilang ke Padukaliku dan
semuanya termasuk Amiluhur: “Ning pada ngertenana beja cilakane
manungsa ora kena nerak garise pesthi”. Kalo memang jodohnya, ya
mungkin ada jalan anaknya jadi raja, kalo nggak pun ya seng penting wes
diusahakan, tapi yo ojo ngoyo. “Yang penting sekarang, urusan negara
dan rakyat dulu” Kilisuci gitu.
Ya, termasuk, jika meminta kalau bisa jangan berlebihan. Jangan seperti
Liku yang takut jika anaknya tidak bisa menjadi raja. Tuhan tidak pernah
kekurangan dalam memberi hambanya. Maka Kilisuci berbicara kepada
Padukaliku, Amiluhur, dan semuanya: tetapi mengertilah semua, untung
ruginya manusia, tidak bisa melanggar takdir Tuhan. Jika memang
berjodoh, mungkin ada jalan anak Padukaliku untuk menjad Raja, jika
tidak, yang penting sudah diusahakan, asal usaha tersebut tidak
berlebihan. “yang terpenting sekarang adalah mengurus negara dan
rakyat” kata Kilisuci.
Terkait motivasi yang ingin beliau berikan untuk warga korban lumpur,
Mochammad Soleh Adi Pramono menjelaskan sebagai berikut:
perbendaharaan atau koleksi negara asing, serta rusaknya beberapa dokumen dan
rekaman video tentang topeng di Padepokan Seni Mangun Dharmo, maka tokoh
yang diangkat dalam penelitian ini adalah Raden Panji Asmarabangun, Lembu
Mangarang, Patih Jayabadra, Patih Kudanawarsa, Patih Jaya Kasemba. Dari hasil
1. Panji Asmarabangun
bentuk negatif yang terdapat pada rongga pada sepasang mata yang berlubang.
Tekstur yang semu dapat dirasakan lewat ukiran ornamen yang dipertegas dengan
warna-warna warna biru langit (sky blue), hijau kekuningan (yellow green) dan
emas pada bagian mahkota. Warna-warna tersebut juga mewakili beberapa garis
Bagian wajah didominasi warna hijau (medium sea green) sebagai warna
kulit. Warna hijau adalah bagaimana semestinya alam yang subur (keselarasan
jagad) yang akan kembali ditata oleh Panji seiring bencana yang terjadi di
dibanding Panji Asmarabangun. Bagian bibir terkesan tebal (merah jambu) dan
hidung agak mancung, serta dahi yang tidak terlalu lebar. Topeng Lembu
Mangarang secara dominan berwarna merah dengan nyala yang sedikit terasa.
Beberapa garis ditarik secara patah-patah, dan dikomposisikan pada gradasi biru
langit pada bagian mahkota. Hampir tidak terdapat garis yang benar-benar statis
pada topeng ini. Selain rambut kecil bergulung yang mewakili rambut ikal tokoh
ini, terdapat garis lengkung yang membentuk kumis di atas otot-otot mulut.
3. Patih Jayabadra
mewarnai bagian bibir di atas dagu yang agak lancip sebagai pusat perhatian dari
bagian wajah. Motif tumbuhan menghiasi bagian atas wajah yang membentuk
mahkota. Perulangan beberapa garis lengkung baik dibagian kanan maupun kiri
mahkota membentuk suatu karya sunggingan yang simetris. Gradasi warna hijau
merupakan garis linear yang membentuk sepasang kelopak mata, alis, kumis, dan
4. Patih Kudanawarsa
Pada topeng Kudanawarsa terdapat garis-garis statis yang pendek pada dua
lembar daun berwarna hijau dengan bunga lima kelopak berwarna kuning. Garis-
garis statis yang berukuran pendek tersebut bersifat tegas, menyabang di antara
satu garis yang lebih tebal sebagai tulang daun. Bagian Wajah beserta mulut dicat
dengan warna merah crimson. Rambut-rambut kecil yang terkesan ikal bergulung
di pinggir wajah dengan sapuan kehitaman. Bagian lain yang tergolong rambut
yang dicapai dengan permainan garis adalah alis yang memiliki ukuran yang
cukup tebal, pun simetris. Hidung dibuat agak mancung. Secara keseluruhan
Topeng Patih Jaya Kasemba yang lonjong secara dominan memiliki warna
light pink. Warna tersebut juga menyapu bagian yang ditatah sedemikian rupa
membentuk hidung. Kelopak mata di sapu dengan garis putih yang lebih tebal.
Ketebalan garis yang tidak terasa terlalu luwes jika dibandingkan dengan garis
yang mengarah pada bagian bulu mata ini, juga bisa dirasakan sebagai bagian dari
bola mata manusia. Beberapa warna yang diwakili oleh garis-garis yang arahnya
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada Bab III, maka
dalam Bab IV ini akan dibahas hasil penelitian tersebut sesuai dengan variabel-
1. Latar belakang penciptaan Wayang Topeng Malang Lakon Lahire Panji karya
Tumpang-Malang.
2. Nilai estetik yang terkandung dalam Topeng Malang Lakon Lahire Panji
Dharmo Tumpang-Malang.
diungkapkan tokoh Dyah Kilisuci tersebut berbunyi: ―... gunung lahar, banjir
memori pahit bahwa gempa di pesisir utara Sumatera dan Tsunami di Aceh, telah
beberapa aksi teatrikal dari beberapa lapisan masyarakat dan organisasi massa,
yang menyangkut tentang asal dan tujuan hidup (sangkan paraning dumadi), di
mana dalam mencapainya alam semesta (jagad gedhe) harus terangkum dalam
hati dan pikiran manusia (jagad cilik). Dalam hal ini tujuan hidup tersebut adalah
Tuhan .... Seperti halnya filsafat curiga manjing warangka, warangka manjing
curiga bukanlah persatuan manusia dengan Tuhan hingga manusia sama dengan
Tuhan, melainkan ini perumpamaan jiwa dan raga (Endraswara, 2012: 240-242).
Topeng dalam hal ini menyangkut penjelasan terakhir kutipan di atas. Dalam
Kitab Makrifat yang disadur Otto Sukatno Cr (2002), dijelaskan bahwa roh dan
tubuh melebur hingga bersifat loro-loroning atunggal yang berarti dua hal yang
berbeda tetapi satu juga adanya. Secara garis besar roh dan tubuh manusia dibagi
ke dalam: stula-sharira, lingga sharira, kama rupa, roh-rahmani, karana-sharira,
dan roh-ilafi.
Tuhan, hingga menumbuhkan cinta kasih yang luar biasa karena getaran untuk
dan ruh) dalam perjalanan menuju Tuhan, manusia sejatinya dapat mengambil
sebuah jalan lurus dalam setiap segmen kehidupannya dengan tetap membumbui
perjalanan tersebut denga kesadaran (eling) akan alasan untuk apa ia diciptakan.
dan Kediri, cerita Panji merupakan usaha untuk menandingi cerita versi wayang
purwa yang mengisahkan cerita-cerita dari India (Utomo, 2008). Dengan setting
beberapa kerajaan di Jawa waktu itu, kenyataan yang ada adalah Cerita Panji
memang tidak mentah-mentah lahir dari adaptasi cerita India. Gelar Pahlawan
Kebudayaan Nusantara bagi Cerita Panji pada Festival Kebudayaan di Bali tahun
1976 setidaknya mengisyaratkan bahwa Panji benar-benar buah karya yang lahir
dalam tajuk memayu hayuning bawana. Dengan lahirnya Lakon Lahire Panji,
diharapkan akan lahir pemimpin yang asih, asah, dan asuh, yang tidak
legi paite urip (manis pahitnya kehidupan), minimal manusia dapat bertindak
sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri. Sikap dan tindakan tersebut dapat
(bijaksana).
rakyat secara kolektif bergiat dalam modernisasi tanpa meninggalkan jasa para
tanduk individu yang mungkin melebur dalam modernisasi. Dalam hal ini penulis
Modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi
dunia sekarang .... Sedang westernisasi adalah usaha meniru gaya hidup
orang barat .... Nenek moyang kita di zaman Sriwijaya, dalam usaha
modernisasi mereka, menjaga kekhususan mereka dan tidak menjadi orang
India, sama seperti Vietnam yang tetap tidak menjadi orang Cina.
Semua hal tersebut di atas kiranya juga dapat menjadi tempat berpijak
dalam pencarian rasa hidup sejati (pramana jati). Rasa hidup sejati yang
bersumber dari segenap kebaikan, yang sejak lahir telah dianugerahkan Tuhan
diupayakan dalam garis hidup yang telah ditentukan (mung saderma nglakoni
garising pepesthen).
B. Nilai Estetik dalam Topeng Malang dalam Lakon Lahire Panji
Berdasarkan paparan data pada bab sebelumnya maka dalam bab ini akan
lebih lanjut dibahas nilai-nilai estetik yang terdapat dalam topeng-topeng tersebut.
positif, dengan bentuk negatif yang terdapat pada rongga pada sepasang mata
yang berlubang. Tekstur yang semu dapat dirasakan lewat ukiran ornamen yang
dipertegas dengan warna-warna warna biru langit (sky blue), hijau kekuningan
(yellow green) dan emas. Warna-warna tersebut juga mewakili beberapa garis
Bagian wajah didominasi warna hijau (medium sea green) sebagai warna
kulit. Kehadiran warna tersebut sekaligus mengisi lebih dari setengah bentuk
topeng tersebut. Sebuah organisasi visual yang mengarah pada mimik wajah
a. Sepasang garis linear yang terkesan bergerak seperti arah gerak pada alis/bulu
mata manusia pada umumnya. Bagian ujung luar (dekat lateral) agak
terangkat naik. Arah gerak garis tersebut mewakili otot yang menggerakkan
alis tersebut.
b. Garis linear kehitaman yang mengelilingi bagian luar bentuk bibir yang
berwarna merah. Lebih lanjut arah gerak bagian luar bibir tersebut dapat
c. Terdapat ruang negatif pada sepasang mata yang berongga, dengan garis
putih sebagai kelopak mata. Ruang negatif tersebut mengarah pada adanya
bentuk negatif bola mata (iris dan pupil). Bagian-bagian otot mata medial dan
hidung, juga dengan warna hijau. Bentuk hidung berada di tengah dengan
menjadi dua bagian, masing-masing bagian juga menunjukkan beberapa tiga buah
warna-warna yang tersusun merupakan campuran warna murni (biru, kuning) dan
warna dari deret nilai seperti orange . Di bawah dahi terdapat bidang berbentuk
lingkaran lonjong berwarna emas yang agak muncul dari pada permukaan yang
merupakan salah satu center of interest, selain bibir yang terlihat menyala
berwarna merah (tints) dengan nilai dan intensitas yang cukup tinggi bla
yang sedikit terasa. Dengan tingkat kecerahan (nilai) yang lumayan tinggi, bahkan
warna ini hampir menyamarkan merah jambu yang melekat pada bibir sebagai
topeng Malang pada umumnya, ruang negatif tetap melekat pada lubang yang
dikelilingi garis dinamis kehitaman yang membentuk bola mata, dengan otot
lateral yang sedikit naik. Hampir tidak terdapat garis yang benar-benar statis pada
topeng ini. Selain rambut kecil bergulung yang mewakili rambut ikal tokoh ini,
Harmonisasi terjalin kuat pada proporsi garis dan warna pada ornamen
beraneka bentuk pada ornamen merupakan keberagaman yang cukup baik dan
maka akan didapat sebuah keselarasan warna kontras. Bagian bibir terkesan tebal
(merah jambu) dan hidung agak mancung, serta dahi yang tidak terlalu lebar.
Perulangan beberapa garis lengkung baik dibagian kanan maupun kiri mahkota
membentuk suatu karya sunggingan yang simetris. Gradasi warna hijau juga
garis linear yang membentuk sepasang kelopak mata, alis, kumis, dan rambut
Wajah topeng Patih Jayabadra masih berbentuk lonjong seperti dua topeng
sebelumnya. Warna merah yang agak gelap mengisi hampir sebagian besar bagian
wajah. Sedangkan warna merah yang terkesan lebih menyala mengisi bagian bibir
di atas dagu yang agak lancip. Dapat dikatakan bagian tersebut merupakan pusat
perhatian di antara bagian-bagian yang lain pada wajah. Komposisi warna bibir
Terdapat garis-garis statis yang pendek pada dua lembar daun berwarna
hijau (medium sea green) dengan bunga lima kelopak berwarna kuning. Garis-
garis statis yang berukuran pendek tersebut bersifat tegas, menyabang di antara
satu garis yang lebih tebal sebagai tulang daun. Bentuk bunga berkelopak lima
merupakan titik tumpu yang menjadikan kedua lembar daun tersebut mengalami
keseimbangan informal. Hal tersebut dapat dirasakan dari luas daun yang hampir
tidak sama. Bagian daun yang lebih di atas memiliki tulang daun yang lebih tebal
dibanding daun dibawahnya. Bunga kecil berwarna kuning memiliki ruang negatif
Di dekat sepasang daun yang lebar tersebut, bunga kecil berwarna kuning
mengalami perulangan (irama), meski letaknya agak jauh dari bunga sejenis yang
Bagian Wajah pada topeng Patih Kudanawarsa dicat dengan warna merah
(light coral). Rambut-rambut kecil yang terkesan ikal bergulung di pinggir wajah
dengan sapuan kehitaman. Bagian lain yang tergolong rambut yang dicapai
dengan permainan garis adalah alis yang memiliki ukuran yang cukup tebal, pun
simetris. Mulut tetap dicat mengikuti warna kulit wajah yaitu merah crimson.
Secara garis besar topeng kudanawarsa tidak terlalu disusun oleh media
Topeng Patih Jaya Kasemba secara dominan memiliki warna light pink.
yang menyusun wajah topeng Patih Jaya kasemba dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
a. Terdapat dua buah garis dinamis yang berlawanan arah. Satu garis
merupakan cermin dari garis yang lain (simetris). Kedua garis kehitaman
tersebut dapat dirasakan sebagai sepasang alis atau bulu mata. Arah geraknya
menjauh dari medial dan lateral di bawahnya. Kedua garis yang saling
berlawanan arah tersebut berasal dari sebuah titik pada titik tengah sepasang
b. Di bawah garis yang berlawanan tersebut di atas, terdapat pula dua buah
bentuk yang juga terkesan simetris. Bagian yang dibentuk adalah sepasang
topeng tersebut.
c. Kelopak mata di sapu dengan garis putih yang lebih tebal. Ketebalan garis
yang tidak terasa terlalu luwes jika dibandingkan dengan garis yang
mengarah pada bagian bulu mata ini, juga bisa dirasakan sebagai bagian dari
sedemikian rupa sehingga mengarah pada anatomi hidung. Bagian ini tidak
mendapatkan penekanan warna lain selain warna light pink sebagai warna
wajah secara umum pada topeng ini. Hidung dibuat agak mancung dan
disebutkan di atas.
e. Selain bibir yang dicat dengan warna merah yang lebih menyala (terasa baik
kentara adalah dari segi pewarnaan wajah. terdapat beberapa ruang dan bentuk
yang positif dan negatif dari hasil penatahan kayu menjadi topeng sebagai langkah
awal. Warna yang dicat pada topeng sangat beragam sesuai dengan karakteristik
topeng-topeng.
Garis yang paling banyak dipakai adalah garis lengkung yang terkesan
telah dicapai dalam visualisasi media visual yang juga mengindahkan asas
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab IV,
maka dalam bab ini akan dijabarkan suatu kesimpulan dari hasil penelitian secara
yang lain pada umumnya. Selain alasan Sidoarjo yang dahulunya menurut beliau
Soleh Adi Pramono tersebut antara lain tercermin pada beberapa nilai-nilai moral
yang terdapat dalam Lakon Lahire Panji. Dalam penggarapannya, nilai-nilai moral
jawa yang tak lekang dimakan zaman. Diharapkan dengan adanya naskah Lakon
Lahirnya Panji ini, akan lahir pula Panji-Panji yang akan mengembalikan dan
adalah sebagimana cerita Lakon Lahire Panji berkata bahwa seberat apa pun
kesusahan menyelimuti, selalu ada jalan untuk keluar dari keadaan tersebut.
Sebuah musibah bukan podium yang tepat untuk menuduh bahwa Tuhan tidak
adil, ibarat peribahasa ―aja susah ing panacad”. Dibalik kesulitan pasti ada
kemudahan, Tuhan tidak akan membebani hambanya dengan beban yang tak bisa
ditanggunggnya.
Lahire Panji
Lakon Lahire Panji antara lain adalah bahwa dalam penggarapan topeng tersebut,
visual yang meliputi media fisik dan media estetik. Visualisasi topeng yang
merupakan hasil dari tatahan terhadap kayu sebagai bahan utamanya, serta tata
susun media estetik yang diwakili oleh media fisik pada kayu yang sudah ditatah
tersebut. Media estetik yang dapat dijumpai tersebut antara lain: garis yang
maupun negatif) yang secara keseluruhan terdapat pada topeng; warna; dan
tekstur.
dan kevariasian lewat penataan media estetik tersebut. Perulangan pada ukiran
tata susun baik bentuk wajah maupun mahkota yang juga merupakan wujud
B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan dalam skripsi ini adalah
pengaruh buruk bagi dirinya dalam langkah pembangunan menuju masa depan
NIM : 105251481024
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar
karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihkan tulisan atau pikiran orang
lain yang saya akui sebagai hasil tulisan saya sendiri. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia
Aswin Pratama
LAMPIRAN
1. Wawancara I
Responden: Mochammad Soleh Adi Pramono (pencipta naskah)
Apakah ada maksud tertentu dari Anda lewat lakon ini terkait era sekarang?
Lakon ini, Lakon lahire panji menceritakan segala permasalahan yang terjadi di
Jenggala dan Keling (Hindustan). Peristiwa-peristiwa mengamuknya alam yang
terjadi di kedua negara tersebut merupakan satu bentuk bahwa manusia sudah
tidak lagi peduli dengan tatanan alam. Segala musibah tersebut merupakan tanda-
tanda atau gejala bahwa akan turunnya sebuah ksatria (pemimpin) yang akan
mengembalikan segala keselarasan jagad (memayu hayuning bawana). Pertalian
darah dari kedua kerajaan tadi, alias Amiluhur dan Sakyaningrat, yang nantinya
merupakan cikal bakal lahirnya Panji Asmarabangun . Tidak bisa dipungkiri,
bahwa sekarang orang itu gampang panas, terbukti kan. Niatnya berdemo, tapi
malah ruwet. Bentrokan ujung-ujungnya. Nah saya kepingin juga, tapi tentunya
dengan cara yang positif. Saya pikir, sebuah kacamata atau cara yang benar-benar
netral untuk kondisi sekarang adalah dengan seni. Maka jadilah saya berdalang
lakon ini.
Adakah semacam lelucon, teka-teki atau hal yang mengarah kepada permainan
suasana hati penonton pada adegan yang sedang berlangsung?
O, ada. Jati Pitutur pitutur jati itu kan dewa to sebenarnya. Pas Amiluhur selesai
mencabut Panji Biru, itu saya berhenti sebentar. Nah, beberapa penonton ada yang
diam, ada yang menyeletuk: ―waduh buyar iki ceritane‖. Pokoknya niatnya mau
melihat respon penonton. Kalau dipikir kan benar, kalau Amiluhur mati lalu
bagaimana Sakyaningrat atau Setyawati nantinya. Akhirnya saya lanjutkan lagi.
Ternyata Sakyaningrat benar-benar melayu menghampiri Amiluhur yang sudah
tak berdaya. Dan ternyata Amiluhur hanya pura-pura mati. Sebenarnya kisah Pak
Sumitra waktu di pementasan acara Kirab tahun 2007, itu tidak ada, di naskah kan
juga tidak ada. Tapi di Sidoarjo saya tambahkan. Memang sekedar improv saja
sih. Tapi kan berhubungan dengan usahanya Amiluhur. Amiluhur saja kalo tidak
bisa berbahasa Hindustan maka otomatis kesulitan kan? Ya sekalian, kedua
adiknya juga belajar pada Pak Sumantri. Ini langkah rasional di sini. Pada adegan
terakhir saat Panji Asmarabangun lahir sebenarnya kan saya juga sekaligus
menghantarkan Ki Bromono untuk mempertunjukkan lakon Daupe Dewi Sri.
Sebenarnya niatnya begitu tok. Cuma Jati Pitutur yang ngomong. Nah mancah itu
maksudnya sebuah keadaan cacat karena perbuatan atau sikap seperti itu.
Misalnya, saya nyentak anak saya, seorang Ibu memarah anaknya karena sikap
anaknya yang ndak punya norma, ngomong sama orang tua dengan kata kasar
atau sebagainya. Lha, semua itu seharusnya diruwat. Makanya ada istilah
ruwatan. Ya kalo itu kan penonton sebagian sudah tahu bahwa yang selanjutnya
pentas yaitu, guru saya, Ki Bromono. Jati Pitutur itu Cuma menghantarkan. Hehe..
Secara berurutan adegan dalam lakon lahire panji dibagi ke dalam beberapa
adegan, yaitu: Jejer Kerajaan Jenggala, Bubar Kedaton, Adegan Gunung
Jambangan, Jejer Negara Keling, Adegan Cabut Panji Biru, Adegan Samudera
Hindia, dan terakhir Adegan kodok dengan Prabu Amiluhur. Bisakah Bapak
menceritakan secara detail cerita yang ada pada tiap adegan tersebut?
Alur cerita lakon lahire Panji menurut konvensi lakon adalah sebagai
berikut: pertama, yaitu jejer pertama, Jejer Kerajaan Jenggala atau jejer kerajaan
jawa yang meliputi Kediri, Urawan dan Singosari. Pada jejer ini diceritakan
bahwa Dyah Kilisuci datang ke Jenggala dengan maksud memberitahukan bahwa
ia menerima wangsit dari Dewa bahwa akan datang kesatria utama yang akan
mngendalikan bencana yang ada di Jenggala. Namun pembicaraan ini harus
dikemas dengan kehati-hatian agar tidak menyinggung ketiga istri Prabu
Amiluhur berkaitan dengan wiji utama yang ternyata lahir lewat sambung darah
Amiluhur dengan Sakyanngrat putri dari Hindustan. Menurut kebiasaan kerajaan
dahulu akan adanya cross exogamy (perkawinan antar kerabat, agar darah biru
tidak mengalir ke luar kerajaan), maka Dyah Kilisuci juga mengajak ketiga adik
Amiluhur agar hadir dalam pasewakan guna membahas maksud tersebut. Setelah
itu Dyah Kilisuci meminta restu kepada ketiga Putri (praweswari)Amiluhur agar
menerima dengan legawa dhawuh dewa tersebut. Di sinilah letak adegan Bubar
Kedaton atau Bedol Kedaton. Laju dilanjutkan dengan Adegan Gapuran. Dalam
adegan ini diceritakan bahwa Raja Amiluhur bersemedi bersama Dyah Kilisuci
dan ketiga adiknya agar maksud sehubungan dhawuh dewa tersebut bisa
terlaksana. Sesudah bersemedi Dyah Kilisucimenyarankan amiluhur untuk
memnta restu dari Almarhum Raja Airlangga di Gunung Jambangan. Dan ternyata
di sanalah ada jalan untuk menuju maksud tersebut, yaitu Jati Pitutur dan Pitutur
Jati. Tradisi berziarah atau nyungkem kepada orang yang sudah meninggal
sebenarnya termasuk dalam panca darma kehidupan orang Jawa, yaitu Bakti
kepada Tuhan YME; bakti kepada orang tua dan mertua, termasuk yang sudah
tiada; bakti kepada negara; bakti kepada saudara tua (sekandung); bakti susila
(semua makhluk ciptaan Tuhan YME). Jika mempunya maksud baik dengan
berziarah meminta restu misalnya, pasti akan dibalas dengan kebaikan juga.
Menurut orang Jawa dahulu jika pada hari Senin yang turun adalah 4 dewa, Selasa
3 dewa, Rabu 7 dewa, Kamis 8 dewa, Jum‘at 6 dewa, Sabtu 9 dewa, dan Minggu
5 dewa. Maka orang dahulu akan menyalakan dupa sebanyak jumlah di hari di
mana ia menyalakan dupa tersebut. kalo senin berarti 4 batang dupa dan
seterusnya. Sebelum bersemedi manusia itu disarankan untuk mencari keindahan,
makanya ada istilah manungso nglindung poro. Mencari kindahan tersebut seperti
dengan menyalakan lampu-lampu taman, lampu gantungan, lampu duduk dan
lampu monyet. Lampu monyet itu ya lampu monyet, bentuk monyet. Selanjutnya
yang bersemedi melihat bunga (nungguk), jika bunga yang dilihat tersebut mekar
maka akan datang ketentraman dan jika yang dilihat itu layu maka akan datang
musibah. Lalu yang akan bersemedi diwajibkan untuk melihat kolam ikan lalu
terjun ke dalamnya untuk wudlu, membersihkan diri menuju sangkar pamujan.
―Mengapa kita membutuhkan keindahan? Karena keindahan itu sendiri dekat
dengan Gusti. Manusia harus dalam hening dan benar-benar bersih hatinya untuk
menghadap dan mengharap pertolongan (wasilah) Tuhan‖. Hal ini berlaku bagi
siapa saja dalam tata pemerintahan dahulu. Keindahan berarti warga negara juga
telah mengutamakan hidup berdasar Tuhan YME. Karena Tuha itu adalah
keindahan itu sendiri. Nah, berarti menyerempet juga ke sila ke-1 Pancasila. Lalu
lanjut ke Adegan Awean. Dalam adegan ini seluruh punggawa yang akan
mengiringi raja dan kerabat serta yang tidak mengiringi dikumpulkan di alun-alun,
ditempat tersebut diumumkan Raja bahwa negara akan dalam keadaan suwung
atau sementara kosong sehubungan dengan maksud raja menuju tanah Hindustan.
Maka prajurit disuruh berjaga dengan berbaris enjer pada siang hari dan berbaris
mendem pada malam hari. Nah di sini saya coba menghubungkan dengan kota
Malang. Di mulai sejak keluarnya Raja menuju daerah Penjagalan, lalu ke utara
daerah meubel (Kampung Arab), lalu ke kanan ke daerah Pecinan, berlanjut ke
utara lagi, yaitu Klojen Lodhok dan Klojen Templek, berlanjut ke Oro-Oro Ombo,
melewati desa Bulak, Cikrak, Bunut, dan Karang Keciput. Nah dulu Alun-Alun
Rampal itu bakalnya landasan terbang pada jaman Jepang, Mas. Lanjut lagi ya,
yaitu Adegan Grebeg Jawa. Gambaran ringkasnya seluruh prajurit yang
mengiringi mengantarkan Prabu Amiluhur, Prabu Amijaya, dan Prabu Mengarang
ke tapal batas Kerajaan Jenggala. Ini terdapat pada kalmat kuto wilangun ning
raja jenggala. Yang kembali ke kerajaan jenggala hanya Prabu Merdadu bersama
seluruh prajurit. Lalu lanjut menuju adegan selanjutnya yaitu Adegan Gunung
Jambangan. Ceritanya di Gunung Jambangan terdapat sebuah Pertapaan
Jambangan, nah di situ ada makam yang tidak lain tidak bkan adalah makam Raja
Airlangga yang bergelar Sri Gentayu. Anehnya ketika teman saya menyaksikan
pertunjukan lakon ini, dia menangis dan beberapa waktu kemudian langsung
menuju gunung jambangan. Ternyata di sana itu memang ada makamnya mbah
siapa itu saya lupa (menurut rakyat desa jambangan). Sekarang Jambangn itu
nama desa di Dampit, Mas. Kembali ke adegan gunung jambangan tadi, ceritanya
di sana ada punakawannya Batara Wisnu, yaitu Jati Pitutur dan Pitutur Jati.
Mereka diberi tugas oleh batara guru untuk mencari momongannya di dunia yang
menitis. Jati Pitutur dan Pitutur Jati menjelma sebagai manusia dengan
membersihkan pasarean di gunung jambangan tersebut. Karena saking
bingungnya mencari momongannya maka mereka melemparkan Panji Biru hingga
menancap d tanah hindustan. Kelak barang siapa yang bisa memperoleh Panji
Biru tersebut, maka ia adalah jalan untuk menemukan momongan mereka
tersebut. lalu rombongan Amiluhur, Amijaya, dan Mengarang tiba dengan sedih
karena harus menunaikan dawuhnya dewa, sedangkan mau ke Keling saja tidak
tahu harus dengan cara apa. Setelah Jati Pitutur dan Pitutur Jati tahu bahwa
amluhur adalah anak dari orang yang mereka bersihkan kuburannya maka Jati
Pitutur dan Pitutur Jati ingin membantu Amiluhur. Maka amiluhur diberi mustika
yang namanya Wungkal Bener, sejenis ali-ali (cincin) yang dipakai di jempol
kaki. Maka dengan sekejap mereka akan sampai di Keling (Hindustan). Jati
Pitutur dan Pitutur Jati adalah jawaban dari do‘a dan sungkem tadi. Lalu
Amiluhur memakai cincin tersebut, dan kedua adiknya dirangkul dan
wuuusssssshh...... masuklah ke Adegan Jalan Menyeberang Laut Utara. Jadi
jaman dulu itu orang Jawa percaya bahwa segala usaha yang ditempuh itu tidak
selalu berlandaskan rasional. Kadang untuk maksud tertentu ada sisi irasionalnya.
Dalam konsep hidup orang jawa ada wisma, curiga (mustika), turangga
(kendaraan), kukila (burung), dan wanita (yaaa.... kan kita perlu kawin, Mas.
Haha..). Kalau saya misalnya, punya burung sendiri berdasarkan kelahiran saya,
yaitu burung gagak. Tapi kan saya takut melihara gagak, ya terkait persepsi buruk
tentang gagak itu sendiri kan. Dan untung dewa saya Wisnu. Dan itu masuk wiji
tengah. Biasanya orang dengan wiji tengah itu cocoknya bertani, ya seperti saya
ini. Namun, meskipun saya berkecimpung di seni, saya masih punya kebon di
belakang kok. Meskipun sekarang banyak yang mati tanamannya. Hahaha..jadi
orang dulu itu sudah punya pedoman arah dan karier yang cocok buat anak
cucunya. Apabila dipaksakan melenceng dari arah tersebut pun nanti kembalinya
akan kesana-sana lagi, paling tidak merasakan. Karena hidup itu sendiri adalah
seperti Cakra Manggilingan, terus menerus berputar. Hidup maju atau hidup
mundur pun bisa berarti sama, ketemu juga pangkal dan ujungnya. Nah itu
filosofinya terkait sisi irasional tadi, yaitu mustika yang diberkan oleh Jati Pitutur
dan Pitutur Jati yang namanya Wungkal Bener. Sudah ya? Lalu masuk ke Adegan
Di Tepi Pantai Keling. Dalam sekejap Amiluhur telah sampai di tanah Hindustan.
Di pesisir negera Keling itulah Amluhur mencari orang Jawa sekaligus guru yang
bisa mengajarinya bahasa Hindustan. Akhirnya dia menemukan Sumitra. Dari Pak
Sumitra inilah Amiluhur belajar bahasa Hindustan dan mendapatkan kabar tentang
adanya wabah penyakit yang tiada obatnya, dikarenakan adanya Panji Biru yang
menancap di alun-alun Negara Keling. Makanya untuk hal tersebut diadakan
sayembara. Barang siapa yang bisa mencabut Panji Biru tersebut maka akan
mendapatkan hadiah seorang Putri Raja. Sumitra tidak menyebutkan nama dari
Putri tersebut dikarenakan a hanya seorang nelayan pesisir yang tidak begitu
mengerti soal pemerintahan. Adegan Negara Keling sekarang. Diceritakan bahwa
raja Hindustan Klana Kalingga Baya dihadap oleh putrinya Sakyaningrat.
Sakyaningrat menangis seiring lamaran yang terus menerus datang dari beberapa
negara unuk meminangnya, terlebih ia menangis dikarenakan wabah penyakit
yang melanda Keling tak kunjung usai. Maka raja segera memerintahkan Patih
untuk segera memulai sayembara. Sementara raja-raja sudah banyak yang datang.
Lalu semua raja tersebut dikumpulkan di suatu tempat bernama Danaraja, di sana
juga diumumkan bahwa Raja dan Putri juga akan menyaksikan jalannya
sayembara tersebut. Terkait pagebluk di Keling maupun Jenggala, dari aspek
medis, sebuah kekuatan yang bisa diambil dari sini adalah bahwa segala penyakit
yang diciptakan itu pasti ada obatnya. Kita harus terus berusaha menjalani hidup
yang ibaratnya cakramanggilingan tadi. Kemudian nilai lain yang bisa diambil
adalah sikap sabar, rela, menerima, ngalah, sumeh (enak terhadap siapa saja), dan
terakhir legawa (menerima apapun keputusan yang ada). Maka ketika Raja
memberitahu Sakyanngrat bahwa ia pun tidak tahu apa yang akan terjadi atau
siapa yang berhasil mencabut panji biru dan mempersunting dirinya, putri
Sakyaningrat hanya menjawab: ―Njjih, saya pasrah, Bapak‖. Kemudian masuk ke
dalam adegan kunci yaitu adegan Sayembara Cabut Panji Biru, ringkasnya
semua raja yang ikut tdak ada yang berhasil, melihat hal tersebut Amiluhur
menjadi ciut nyalinya. Raja-raja yang gagah perkasa saja tidak ada yang berhasil,
apalagi Amiluhur yang kurus seperti tiada daya. Badannya kurus karena sering
bertapa. Maka amiluhur pun ingat pesan Jati Pitutur dan Pitutur Jati, jika ia
menemukan kesukaran yang tidak bisa diatasi, maka injaklah tanah (bumi) maka
Jati Pitutur dan Pitutur Jati akan datang membantu. Dalam sekejap Jati Pitutur dan
Pitutur Jati sudah berada di dekat Amiluhur. Amiluhur lalu memasuki arena
seraya memperkenalkan diri dan niatnya untuk meminang putri. Semua raja
tertawa terbahak-bahak. Maka saat Amiluhur akan mencabut panji biru tersebut
berbunyilah gendhing kalaganjer. Gendhing Kalaganjer menggambarkan
keheningan dan keagungan. Dengan bantuan Jati Pitutur dan Pitutur Jati Amiluhur
berhasil mencabut panji biru. Sesuatu yang gaib deiselesaikan secara gaib pula,
hal ini misalnya bisa dilihat pada santet atau teluh dan sebagainya. Namun
Amiluhur menyadari bahwa keberhasilannya merupakan kehendak dewata Agung.
Ia tidak takabur dan tamak. Akhirnya raja merestui amiluhur untuk menjadi
menantunya. Namun Klana mancanegara yang lain tidak terima, mereka berpikir
karena Amiluhur merupakan peserta terakhir, maka Amiluhur hanya tinggal
menuntaskan pekerjaan berat para rja sebelumnya dengan mudah. Karena mereka
juga menginginkan sang putri maka mereka menantang Amiluhur dengan cara
laki-laki. Amiluhur yang semula agak gentar dikuatkan oleh Jati Pitutur dan
Pitutur Jati. Lawanlah! Ada kami. Maka dalam sekejap Jati Pitutur dan Pitutur Jati
menciptakan raksasa dari bayangan masing-masing raja tersebut. maka selesailah
perkara yang sebelumnya ditakutkan Amiluhur. Atas restu Raja Klana Kalingga
Baya, Amiluhur dan sakyaningrat mendapatkan kehormatan untuk tinggal di
Gedong Kuning, seperti sebuah tempat istimewa di kalangan keraton Jogjakarta.
Gedong Kuning merupakan tempat kediaman raja dan tempat dipindahkannya
panji biru dari alun-alun. Jati Pitutur dan Pitutur Jati yang menyadari akan sesuatu
yang aneh terkait Amiluhur, panji biru dan momongan yang mereka cari,
menyadari bahwa mereka telah sedikit menemukan titik terang atau jalan untuk
menemukan momongan mereka. Namun hal tersebut tidak mereka ungkapkan.
Jati Pitutur dan Pitutur Jati hilang dari pandangan Amiluhur dan kerabatnya. Nah
sikap rendah diri amiluhur tersebut patut ditiru. Makanya ada kalimat ngono yo
ngono, ning ojo ngono. Maksudnya setiap keberhasilan dari setiap usaha pasti ada
sesuatu di baliknya. Seperti kekuatan yang dimiliki Amiluhur, itu hanya pembantu
untuk menemukan jalan. Smeua itu Dewata atau Tuhan yang berkehendak. Lalu
sekitar beberapa bulan sejak berakhirnya sayembara tersebut penyakit yang
melanda Keling pun berangsur-angsur hilang. Rakyat bersuka cita. Amiluhur
menyampaikan niatnya untuk memboyong Sakyaningrat ke tanah Jawa. Ia
menyampaikan kepada rakyat bahwa ia juga harus mengurus negara terkait
darmanya sebagai seorang ksatria. Rakyat menangis, Keling seolah tak berdaya
menahan keprgian Sakyaningrat. Namun yang terjadi terjadilah. Segenap warga
Keling berlapang dada menghormati keputusan Amiluhur. Maka dibuatkanlah
rombongan Amiluhur sebuah perahu (kapal) terbesar pada saat itu, perahu terbaik
yang dibuat oleh bangsa Keling. Dalam perjalanan di atas perahu tersebut,
Amiluhur mengajari Sakyaningrat segala hal tentang Jawa. Dimulai dari bahasa
dan sebagainya. Agar apa. Biar Sakyaningrat nantinya tidak kaget terhadap segala
sesuatu yang baru yang akan dijalaninya di tanah Jawa. Sesuai dengan slogan desa
mawa cara, gendhing mawa pathet, negara mawa wangunan. Di mana bumi
dipijak, disitu langit dijunjung. Saat Adegan Jalan Perahu, sakyaningrat melihat
sebuah sinar yang muncul di pesisir (hutan) Kahuripan. Ia meminta sang suami
untuk menepi. Sakyaningrat penasaran ―cahaya apa itu?‖. Maka menepilah
rombongan tersebut. Saat mendekati asal cahaya tersebut, Amiluhur mendapati
bahwa cahaya tersebut berasal dari sebongkah batu, watu gilang. Amiluhur pun
langsung menendang (nyepak) batu tersebut hingga pecah. Lalu masuk ke dalam
Adegan Katak Dengan Amiluhur. Nah ternyata di dalam batu yang pecah
tersebut ada katak (cantuka). Sang katak merasa tidak senang dengan perbuatan
Amiluhur. Ia mengumpat Amiluhur. ―oooo... begitu to kelakuan seorang raja,
mengganggu dengan kasar seseorang yang sedang bertapa, apalagi yang diganggu
hanya seekor katak. Saya dengan bangsa saya sendiri tidak pernah begitu. Saya
bersumpah jika kelak saya menjadi raja bagi bangsa saya sendiri, saya tidak akan
berbuat seperti Anda (seraya menudhing Amiluhur). tak berapa lama si katak pun
hilang bersama cahaya yang menyelimutinya. Nah saat hilang tersebut tiba-tiba
Sakyaningrat merasa perutnya sakit dan ia jatuh tak berdaya. Ternyata
sakyaningrat mengandung. Mengetahui hal tersebut amiluhur senang dan berkata
kepada Amijaya maupun Mengarang jika kelak anakkku lahir harus dijodohkan
dengan anak dari saudara-saudaranya. Kembali lagi ke soal perjodohan kerabat di
awal tadi. Lalu semua pun pulang ke Jenggala. Beberapa bulan kemudian lahirlah
seorang bayi dari hubungan amiluhur dan sakyaningrat, seorang bayi laki-laki
yang diberi nama Inu, yang tak lain adalah wiji utama yang dimaksud Dyah
Kilisuci sebelumnya. Inu kertapati nama lengkapnya, yang kelak akan dikenal
sebagai Panji. Panji Asmarabangun. Pada saat Inu lahir datanglah Pitutur Jati dan
Jati Pitutur. Mereka merasa sudah menemukan momongan mereka. Mereka pun
meminta kepada Amiluhur agar kelak mereka dapat mengasuh Inu. Pada saat itu
memang titis menitis adalah hal yang sering terjadi dalam hubungan vertikal
dengan Yang di Atas. Setelah 20 hari kelahiran Panji, di Kediri lahirlah
Candrakirana yang kelak akan terlibat dalam kisah asamaranya Panji.
Candrakirana sendiri adalah anak dari Amijaya. Pada adegan ini juga diceritakan
bahwa Amiluhur melihat orang-orangan catur di hutan kahuripan tersebut. Jati
Pitutur menjelaskan bahwa mereka adalah Patih Kudanawarsa (Kahuripan-
Jenggala), Patih Jaya Badra (Kediri), Patih Jaca Kasemba (Urawan), dan Patih
Jaya Asmitha (Singosari). Tapi keempat-empatnya tidak ada dalam lakon ini, jadi
lakon ini Cuma penghantar untuk lakon selanjutnya yang ada keempat Patih
tersebut. Selesai, Mas.
Bisakah Bapak menjelaskan sekilas tentang kelima tokoh yang diangkat dalam
penelitian ini, yakni Panji Asmarabangun, Lembu Mangarang, Patih Jaya Badra,
patih Kudanawarsa, dan Patih Jaya Kasemba?
Panji Asmarabangun adalah wiji utama, anak dari Amiluhur dari Jenggala
dengan ibu Sakyaningrat dari Keling. Menjadi raja di Kediri abad ke-9
danbergelar Panji Sepuh. Pembuat Gamelan berlaras pelog. Ahli mendalang,
menari, bermain rebab dan karawitan. Kegemarannya sabung ayam. Mempunyai
40 istri boyongan dengan permaisuri Sekartaji atau Candrakirana. Pnji juga
dkenal sebagai Pahlawan kebudayaan Nusantara. Lembu Mangarang adalah
Raja Urawan, anak ketiga dari Raja Airlangga. Dalam lakon Lahire Panji Lembu
Mangarang turut menemani Lambu Amlihur dalam mendapatkan wiji utama di
tanah Hindustan yakni dalam lakon dalam lakon Umbul-umbul Gendero Panji.
Kalau Patih Jaya Badra, Patih dari Lembu Amijaya ini muncul ketika ada
serangan Prabu Klana dari Mentaut. Bersama Panji yang menyamar sebagai
Kudawaningpati, mereka berhasil mengusir bala tentara Mentaut. Jayabadra
kehidupannya dekat dengan Panji. Sering memberi informasi ketika Kediri
diserang musuh. Terkenal dengan sayembara Umbul-umbul Mojopuro.
Patih Kudanawarsa dari Kahuripan bergelar Kelaswara.Beliau adalah patihnya
Prabu Amiluhur dari kerajaan Jenggala, sekaligus Ayah dari Dewi Anggraeni
yang kelak akan terlibat kisah asmara dengan Panji Asmarabngun. Kudanawarsa
selalu tampil dalam pimpinan prajurit Jenggala. Tokoh ini berperan besar dalam
Sayembara Sodo Lanang. Patih Jaya Kasemba adalah kesayangan Lembu
Mangarang yang amat dekat dengan Gunung Sari. Sebagai Patih Urawan tokoh
ini pernah muncul dalam lakon Panji menyamar sebagai dalang Karungrungan .
2. Wawancara II
Responden: Mas Supriono (anak Mochammad Soleh Adi Pramono)
Selamat sore, Mas Supriyono. Walaupun saya baru mendapatkan legalitas terkait
penelitian saya di Padepokan ini, namun 2 tahun belakangan ini saya akui bahwa
eksistensi Anda masih saya rasakan. Itu salah satu alasan saya memilih Anda
untuk menjadi narasumber sehubungan dengan penelitian ini. Apakah Anda
mempunyai ketertarikan khusus terhadap Wayang Topeng Malang? Atau adakah
bakat dan keterampilan khusus yang membawa anda pada Wayang Topeng
Malang?
Waduh, kalo itu aku se sakjane yo seneng. Yo di sisi lain juga kebutuhan juga. La
padepokan kan ga mungkin seterusnya eong-wong iku ae. Ada saatnya nanti
regenerasi, yang muda-muda turun tangan.
Pada waktu-waktu apa sajakah biasanya Anda dan Pak Soleh serta rekan-rekan
anggota Padepokan menyuguhkan pertunjukan Wayang Topeng Malang?
Kalo dulu waktu pedepokan Mangun Dharmo ikut andil dalam event di Padang
Panjang, 2003, kebetulan saya nggak ikut. Waktu itu masih kuliah. Cuma kadang
Bapak kondho, terus biasalah takon-takon kalo ada saran mungkin seng aku iso
mbantu. Kalo temu topeng se Indonesia iku aku ono, kebetulan acaranya yo dek
kene. Liane yo koyok dek Pasar Minggu, dek Jago, dek endi. Jadi nggak mestilah,
terlepas dari even-even seng biasane dieloki. Kadang untuk acara hajatan di
Tulus besar juga ada. Tapi itu kan perorangan. Ada juga yang memang keinginan
kita. Soalnya jarang ada tamu saiki seng teko untuk tanya berjama’ah soal
kebudayaan malangan, khususe. Haha.. maksute, yo wong rame teko instansi endi
ngono. Lek sampean ndelok gamelan-gamelan di panggung iku lak tek’e wong
kampung. Yo ono, anak-anake akeh sing titip. Nyantrik lah itungane.
Selain Padepokan Seni Mangun Dharmo, kelompok atau komunitas mana sajakah
yang biasanya menggelar Wayang Topeng Malang?
Ya tentunya banyak ya. Di Pakisaji ada, Glagahdowo, Pijiomno, Kedungmonggo,
Jabung mbien yo ono lek nggak salah. Akeh.
Apakah Bapak juga turut membangun komunikasi, bertukar pikiran, atau ―belajar
bersama‖ pada beberapa komunitas Wayang Topeng Malang di beberapa daerah
seperti Kedungmonggo, Pijiombo, atau daerah-daerah lain?
Yo tentunya ada. La wong mbien bapak iku dek endi lek ga d pakisaji nyantrike.
Nang Mbah Karimoen yo tau. Akeh. Begitupun mereka kalo ke sini juga dalam
rangka sama-sama membangun sebenarnya. Jadi seperti semangat bareng-
bareng ngono lho. Termasuk dosen sampean mau, Pak Robi, konco-konco
Pakiaji, terus Pak Buari seng saiki wes g nglatih tari d kene yo sek sering mrene.
Tentu ada sebuah komunikasi antar orang-orang dalam suatu komunitas tentang
sebuah lakon yang akan dipertunjukan pada sebuah kesempatan. Satu contoh
komunikasi tersebut yang sementara bisa saya lihat adalah dari latihan dengan
frekuensi tertentu. Apakah terdapat beberapa kendala berarti hingga menyebabkan
sebuah pertunjukkan Wayang Topeng Malang yang menarik tidak bisa Anda dan
kawan-kawan Padepokan Mangun Dharmo capai?
Contoh ya, kalo latihan tari biasanya ada 9 penari menarikan tari klana inggris
lah secara bareng-bareng. Itu nanti sama Bapak sdipilih yang terbaik. Jadi
proses seleksi masih ada. Tapi, ada juga biasanya seorang penari itu juga
dibebankan satu tarian atau lebih. Buat jaga-jaga. Apalagi sekarang Pak Buari
sudah ga ada, yang ngelatih otomatis Bapak sendiri. Ngerti Pak Buari se
sampean? Seng meranno Klana dek foto Kirab iko lho. Awake gede, rambute
dondrong wonge. Kalo kendala jelasnya ada. Seperti kekurangan kostum, perias,
atau penari, ataupun masalah kesehatan juga sampek kadang ada yang tiba-tiba
absen. Tapi kan biasanya ada rapat, kumpul, musyawarah. Yo nggak seng tuwek
tok. Iko wayan ambek dedengkot-dedengkote yo sering melok (rekan-rekan di
Mangun Dharmo yan masih remaja). Nah, lewat situ kadang ada saran atau
masukan dari masing-masing kepala.
Saya membaca beberapa sumber bahwa cerita Panji cukup berpengaruh dalam
perjalanan Wayang Topeng Malang. Apakah padepokan ini juga selalu
membawakan cerita Panji?
Gini, sampean kan ngambil lakon lahire panji, kenapa koq ga panji reni yang
istilahnya sudah sebagian orang tahu dan familiar. Sudah banyak dipublikasikan.
Ya itu tadi, saya sih seneng ae, soalnya kan termasuk baru juga garapan ini
(Lahire Panji) dimulai dari mungkin yang nggak biasa didengar orang. Di
internet ga ada to lakon ini? Ya karena itu. Kalo Panji secara esensi cerita
keseluruhan ya terhitung sering lah. Panji-Reni, Lahire Panji, Geger Semeru,
sembarang kalir alhamdulillah pernah.
Apakah lakon lahire panji merupakan garapan atau sebuah kreativitas bercerita
yang benar-benar dibuat oleh Pak Soleh?
Terlepas dari keberadaan lakon ini di komunitas lain yang memang saya belum
pernah dengar, bukan berarti saya berpendapat bahwa yang melahirkan ini
Bapak, jelas bukan kan. Wong ket mbien cerita panji seng sembaragkalire iku wes
ono koq. Yo ora? Hehe... jadi semua dalang itu sama sebenarnya. Mereka
meneruskan cerita sebelum-sebelumnya yang sudah ada dengan versi mereka.
Tapi tetep ada kiblate besare cerita seng diomongno mulut ke mulut iku. Jadi seng
sampean garap iki, Lakon Lahire Panji gaweane Pak Soleh, dalam artian versi
Pak Soleh. Ngunu. Kebetulan waktu iku ancene jarene arek-arek ono acara Kirab
d cedhek Tugu. Terus Bapak nggawe iku, lahire Panji. Lek soal latarbelakang
secara pribadi aku ga ngerti, iku kan ruang pribadi banget ya. Yo lek aku dadi
sampean. Muleh teko kene sak dalan-dalan kepikiran, nggatung, terus ga iso turu
mikir ide opo seng apik, kan yo mungkin ae? Wong aku dewe tau ngerasakno koq.
Terkait Lakon Lahire Panji, apa peran Anda dalam lakon tersebut? tetap
menggendang atau memerankan salah satu tokoh, misalnya?
Kalo soal peran mungkin belum begitu ya. 2007, kan lakon iki. Waktu Iku pun aku
sek sekolah maneh nerusno. Kebetulan ono rejeki ngono lho. Hehe.. tapi bapak
mesthi ngandani koq perkembangane piye. Meskipun g utuh lo ya.. saiki mungkin
dengan waktu yang agak banyak lah, bisa bantu-bantu natah, ngrawit, nari, iku
yo rejeki, rejeki waktu maksute. Lek jodoh ngko ae. Hehe...
Pernahkah secara pribadi Pak Soleh selaku Dalang menceritakan kepada Anda
bagaimana beliau menciptakan Lakon Lahire Panji tersebut?
Kalo latar belakang sepenuhnya nggak. Yo terkait iku mau, Bapak sering
bermusyawarah dengan sesama rekan di Padepokan. Misalnya misalnya
almarhum Pak Sutrisno yang dulunya membuat topeng. Termasuk yang muda-
muda. Tapi kalau untuk urusan naskah lebih sering sharing ke saya. Mungkin
karena sama sekolah dhalang. Tapi itu pun sebatas tulisan, inti ceritanya tidak
berubah. Dan lakon lahire panji ini yangsempat diketik itu. Kalo ga salah pas
Bapak manggil saya pulang untuk acara apa gitu, tapi bukan Kirab itu tadi.
Siapa sajakah tokoh yang terdapat dalam lakon Lahire Panji tersebut?
Setauku, Wiku, Amiluhur, Amijaya, Mengarang, Merdhadhu, bojo-bojone iku
(Padukaliku, Dewi, Wandan), Sakyaningrat, Raja Keling, terus klana-klana iku
seng teko luar negeri, Bancak-Doyok (Jati Pitutur dan Pitutur Jati), kodhok. Lek
patih-patihe koyok kunanawersa ambek panji kan gawe lakon selanjute. Wes iku
tok. Kalo ada beberapa tokoh tambahan pun. Itu pasti buat lakon yang sama, tapi
di pertunjukan lakon lahire panji yang lain, paling seng dek Sidoarjo iko.
Menurut Anda, adakah alasan atau tujuan tertentu yang hendak disampaikan lewat
Lakon Lahire Panji tersebut?
Menurutku, podo ae ambek Bapak sakjane. Cek wong-wong dulur awake dewe iki
survive. Para pengungsi cek iso tetap tegak endase ngedepi pagebluk iku mau.
Istilahnya begini, siapa yang tahan digepuki (secara fisik). Iku baru digepuki,
durung bencana-bencana yang lebih besar. Memang sulit jika kita sedang dilanda
musibah, saya juga bisa merasakan. Panji adalah pemimpin yang ditakdirkan
menciptakan kembali keselarasan bumi yang rusak sebelumnya, memayu hayunng
bawana tadi. Memang, Endhut Blegedaba sendiri adalah lumpur, tapi kan juga
banyak bencana yang lebih dari itu. Makanya Panji dihadirkan agar iman dan
moral masyarakat tetap utuh.
Disamping itu juga ya ajaran-ajaran Mbah-mbah mbien ya. Na lek iku ga cukup
diomongno seminggu. haha... contoh, selain topeng-topeng yang sekarang sudah
kita buat untuk dijual demi kelanjutan finansial padepokan, topeng-topeng yang
segaja dipakai untuk pertunjukan itu biasanya ada mantra-mantra dan do’a-
do’anya. Pak Sutris dulu pun harus menunggu hari kelahirannya saat pengerjaan
pertama. Ya terkait nggolek dino sembarang kalire. Mungkin lek sampean pernah
kerungu istilah piwulung kaeruh luhur di pakisaji, yo koyok ngono iku. Hal-hal
kayak gitu kan sebenarnya sudah masuk. Belum lagi masuk-masuk ke seperti apa
pilihan sunggingan, misalnya Sungging penatah Jonggrang patuk sinupit urang,
selain namanya itu ya juga do’a.Wes pokoke luas. Cuma kan ga semua orang bisa
nerima. Bisa saja dalam beberapa kacamata yang lain hal kayak gitu tidak lagi
dipandang baik. Jadi kalo bisa, sampen pada waktu menulis, juga kalau bisa pilih
susunan kalimat yang tidak menyinggung siapa pun. Toh, masing-masing kepala
kan tidak harus sama.
Bagaimana cara Pak Soleh meletakkan improvisasi ketika beliau Ndalang dalam
lakon tersebut?
Sak jane seperti biasa yo lek bapak ndalang. Sedikit banyak ada hal yang berubah
dan berbau humor opo tegang. Sak ngertiku gending kalaganjer iku. Terus tata
bahasane klana-klana luar negeri, dialoge Bancak-Doyok.
Organisasi Keselarasan
estetik Keseimbangan
Kesebandingan
Irama
Kevariasian
4. Lembar observasi
gambar keterangan
Padepokan seni mangun dharmo
Yanenggih wau pundi kang den perceko; Khidalang kondho buwono manganyut-
anyut swarane ing swargaloka, meminta sihing bethara. Arsa ambuka sungging
penatar jonggrang patuk sinupiting urang, dedasar percekaning sumbreng,
ganthaning paesan topeng dedhagane tembung WAH, EKA, ADI, RAJA, DASA,
BUWANA. Wah wadhah, eka sewiji, raja, ratu, dasa sepuluh, buwana alam kang
cinarita.
Nuju ambal warsa EHE 1940, dinten Tumpak cemengan, titisurya ke 7, wuku
Tambir, ingkel wong, mangsa kawolu, windurina kunthara Sirna cinatur prahara
bumi.
Sepirata getune Sang Prabu krawuhan ingkang Raka Wiku Kilisuci king
Kapucangan ingkang tanpa pariwara, nek rinasa notok obahe guwo ponorogo,
kayak jeblos-jeblosa. Alon wijile pengendika....
Kombangan dhalang.
Yun ayuning murdanengwang, bara tan bara, ana wong ngangsu pikulan banyu,
amek geni dedamaran. Randu alas mrambat pare, wong kesot anggayuh lingtang,
nggoleki tapaking kuntul nglayang, ngenteni kambange watu item.
(kairing gendhing krucil 8 irama tuk kintungan kangge ngiringi grebeg jawa)
Pocapan :
Haieg.. wus manjing jrone pasarean, mbesem dupa kinarya
sampurnane puja, Gya ngagem Sesotya ungkal bener ing
jempoling Suku tengen. Jumangkah suku kanan, kang
kering ngancik srondhol seprapat jam ngancik sekar
enjang kutho wilangun projo keling.
Sinigeg ingkang murwa ing kawih. Klono-klono sabrang : inggris, Prancis,
Spanyul, portugis lan walondo, kang padha nglamar dewi sekar kedatun keling
solahe lir Peksi Dhandhang rebut penclokan.
Klana Inggris: iladalah, hua haha . . . . jauh lautan kusebrangi dari daratan
englandsampai keling hndustan, tak lain aku ingin menyunting putri keling yang
cantik jelita. Apalah artinya aku jadi raja, jika tak berhasil mempersunting putri
hindustan. Wah . . . waktu pagi hari, sebelum panas Matahari, ku berangkat
sekarang juga . . . .
Klana (bapang) : aku kelana dari Prancis. Makananku kara buncis, aku kan
menangis, pa bila tiada kawin putri keling manis. Oh juwitaku, tunggulah in
kandha kelana prancis....
Klana Belandha :
Huahahaha . . . end aku raja dari belandha. Kudengar india negeri yang kaya
budaya. Lama ku mimpi ketemu putri keling, jika aku bisa kawin dengannya, ku
usung kesenian dari hindia ke belandha, ku buka temu budaya Blanda-hindia . . .
hem elok . . . aku berangkat . . .
Mocopat Megatruh.
Adhuh tuan, sakyaningrat kyan anakku
Bagaimana di lamari
Empat puluh raja agung
Dan datangnya panji-panji penyakit me-raja lela.
Prabu kalingga: oh anakku, ibarat berlayar di samodra, mendadak tiada topan dan
badai, perahu tenggelam. Awak kapal bingung mencari hidup,
dimana sumber hidup itu sekarang, masalahnya. Oh dewa kenapa
di jadikan Raja, apabila tiada sabda Pandita ratu. Do‘a, mantra tak
dapat menjawab, segala usaha telah di usahakan. Namun wabah
terus melanda penduduk keling. Sedangkan, raja raja 40 negara
sudah melamar . . . putriku sakyaningrat.
Patih : Amit gusti raja, tiada baik disesali peristiwa ini, pabila tiada cari
jalan keluar Pepatah mengatakan, janganlah menangis pabila
mnerima kesengsaraan, sebab antara sengsara dan mulya itu
pemberianNya. Apabila raja menangis seluruh kerabat
istanasampai kawula ikut merasakan. Bukankah semua ini
pemberian dewata. Pa bila terus menangis sampai dengan
membantah pemberian dewata. Sebaliknya pabila menerima
kemulyaan janganlah tertawa keriangan,karena tawa itu
terkandhung rasa ego berlebihan, maka kita berani mencoba ada
rahasia apa panji biru itu, di cabut tiada dapat.
Raja : Patih benar . . . solusinya adalah . . . tercabutnya bendera biru itu.
Jika demikian untuk menjaga dari perebutan anakku,kin harus di
sayembarakan. Barang siapa ya ng dapat mencabut panji biru di
alun-dana aluran, dialah yang berhak menerima putriku
sakyaningrat sebagai hadiahnya.
Patih : baik gusti pamit mundur, mengumumkan sayembara.
Raja : buatkan tempat di ketinggian aku dan anakku menyaksikan
Gegap gempita swasana negara keling. Gedhe cilik anom tuwa, rebut papan, rebut
ruang. Solahe lir dara lelawatan,penonton gumolong anut golongane, Ana kasta
waisya kumpul pada waisya, kasta brahmana kumpul padha brahmana, sudra
kumpul pada sudra. Raja ngote,ngesar,tebar Inggris,prancis,walanda pada mupu
sayembara . . .
Klana inggris : salam paduka raja keling perkenankanlah aku raja inggris
mencabutnya
Klana Prancis: hua haha . . . raja keling ,aku raja bapang dari prancis
Hua haha . . . kucoba-coba mencabut panji, panji kucabut putri kurebut . .
. tiada bisa, gagal kucabut tunggu jandhanya . . . wuah tak sanggup tua . .
Klana Belanda: hoverdom seh. . . sekarang aku raja blanda. Hanya demikian aja
nggak . . . uh. Nggak uuk nih. . .wa blaen. . .
Amiluhur: Amit ,amit ,tabik tuan agung, perkenankanlah kami mencabut kyai
Tunggul Wulung.
Sakyanngrat: Baba. . . siapakah gerangan itu baba, gimana kalau tidak dapat
mencabutnya, duh dewa mudah-2 an tuan dapat mencabutnya.
JEJER JENGGALA
Itulah yang dibicarakan: ki dalang memberitahu alam, mengalun-alun
suaranya di surga. Meminta rasa kasihan Dewa. Hendak membuka sungging
penatar jonggrang, patuk sinupiting urang (do‘a). Berdasarkan dendang
pembicaraan, bentuk riasan topeng yang mengandung WAH, EKA, ADI, RAJA,
DASA, BUWANA. Wah empat, eka satu, raja ratu, dasa sepuluh buwana alam
yang dibicarakan.
Pada peringatan tahun EHE 1940 (). Hari Sabtu Wage, tanggal 7, Wuku
Tambir, Ingkel Orang, Pranata Wangsa Kedelapan, Windunya Kunthara (0491).
Sang raja lembu amiluhur duduk di kursi berbentuk gading emas, meliak-
liuk seperti gambar bangunan, diiringi Bucu, Cebol, Cemani, Wungkuk (orang
cacat) yang membawa perlengkapan sabuk payung Tunggul Manik (payung
bersusun tiga bertabur permata), dilihat dari pendapa seperti Dewa Dharma turun
ke Bumi.
Yang hadir dalam pertemuan raja yaitu adiknya: Raja Amijaya; Raja
Pengarang; Raja Merdhadhu, tidak berani bergerak sama sekali. Seperti burung
Gelatik di hadapan Rajawali. Seperti Gelatik disambar burung Alap-alap, diam di
malam ini.
Betapa kecewanya Sang Raja kedatangan Raka Wiku Kilisuci dari
Kapucangan tanpa pemberitahuan. Bila dirasakan dalam hati sanubari seperti
tembus, pelan-pelan keluar ucapan...
KOMBANGAN DHALANG
Indahnya di atas saya tidaklah tidak, ada orang mengambil pikulan air,
mengambil api memakai obor. Kapuk hutan merambati Pare, orang mengesot
menggapai bintang, mencari telapak burung kuntuk yang sedang terbang,
menunggu mengapungnya batu hitam.
Prabu amiluhur : sebentar dulu sebentar dulu, aku lihat dengan mata yang hampir
terpejam, aku rasakan dalam hati, terlihat samar. Yang hadir di
hadapanku adalah adikku Lembu Amijaya, Mangarang Dan
Merdhadu. Jangan kurang waspada dalam melihat hingga
mengganggu kediamanmu. Karena negara jenggala kedatangan
Kakang Mbok Wiku Kapucangan Dewi Kilisuci. Duduklah yang
nyaman, Dik. Bukan menjadi masalah. Adik hanya
menyampaikan sembah bakti, mudah-mudahan dihaturkan untuk
Kangmas. Kakang Mbok mengucapkan selamat.
Prabu amiluhur : aduh, Kakang Mbok yang diagungkan rakyat Jenggala. Tidak
salah satu rambut dibagi seribu, kata Paduka. Perkara marahnya
alam jenggala terdengar dari Gunung Penanggungan. Tiba-tiba
ada sabda Dewa. Saya harus memperbaiki tata pemerintahan
supaya kuat menerima wahyu Benih Utama. Tetapi bagaimana
jelasnya, Kakang Mbok.
Kilisuci : Ya, tidak berat kujunjung dunia. Barang berharga seperti mirah
dan intan. Engkau pimpinan rakyat Jenggala. Apa
kesanggupanmu ketika dinobatkan menjadi raja?
Padukaliku : Iya, ikut memberi kepada yang kekurangan dan anak yatim yang
harus membutuhkan perhatian (penghidupan).
Kilisuci : Eee.... iya. Putri Wandan, apa janjimu untuk negara ini?
Wandan : Duh, Wiku. Aku ini orang yang tidak bersekolah. Pekerjaanku di
dapur. Peribahasanya orang tidak punya yang diangkat naik tahta.
Soal pemerintahan aku tidak mengerti sama sekali. Tetapi apabila
dibutuhkan Raja sewaktu-waktu aku tidak menolak.
Kilisuci : Hemmm... iya, iya, Dewi, Liku, Wandan, kamu semua sudah
mengeluarkan keikutsertaanmu menurut kesanggupanmu dan
pekerjaan yang engkau kerjakan. Jadi wanita utama yang disebut
permaisuri itu harus memenuhi berat dan repotnya negara.
Ketahuilah, wangsitnya Dewa, benih raja ini tidak keluar dari
engkau sekalian. Tetapi dari Putri Hindustan. Jelasnya, aku
memintamu jangan keberata. Suamimu harus mencari
kesempurnaan asmara gama, asmara nala, asmara tantra dan
asmara juwita. Apabila adikku, Amiluhur, bisa memperistri Putri
Hindustan dengan landasan jodoh, kelak bisa meringankan
penderitaan rakyat Jenggala, membuat berhentinya amarah alam,
membuat bersatunya Nusantara, akan hidup sesuai peraturan,
kewaspadaan, murah sandang pangan dan selamat selamanya.
Kilisuci : hem... Liku, siapa yang tidak ingin anaknya mulya. Tetapi
ketahuilah, untung ruginya manusia tidak bisa menerobos, takdir
Tuhan. Sekecil kacang hijau, sebulat kendhil, untung ruginya
manusia ada di tangan Tuhan yang membuat kehidupan. Bila
sesungguhnya dihitung besarnya pengorbanan, bukankah aku
yang seharusnya menjadi raja Jenggala? Aku anak pertama. Tapi
aku hanya punya derajat biksu. Aku harus menjalankan
Brahmacari... hayo.. pikirkanlah. Untuk itu, semua istri-istri
adikku, pasrahlah kepada yang membuat kehidupan.
Kilisuci : Nah, begitu. Itu baru namanya Putri Utama. Kembali ke adikku
yang tampan, Amiluhur. Jangan takut menghadapi kesulitan,
segera sempurnakanlah asmara juwita. Berangkatlah ke tanah
Hindustan. Adikmu Mijaya, Mangarang, dan Merdhadhu yang
akan menemani langkahmu, agar bisa melonggarkan hari yang
kusut, menyambung gagang yang patah, dan ada yang mengetahui
keberadaanmu selama dalam perjalanan. Jangan lupa nyungkem di
peristirahatan terakhir Rama Begawan Sri Gentayu di gunung
Jambangan, di lereng Gunung Semeru. Barangkali mendapat jalan
kebaikan, soal negara sementara aku dan ketiga istrimu yang
menjaga.
Amiluhur : Baiklah, Kakang Mbok. Ayo, Dik. Ikut kakang. Dan semua
istriku, bekalilah pegangan budi rahayu, do‘a selamat, supaya
segera kembali pulang ke Jenggala, Yayi. (teriring Gendhing
Krucil 8 irama Tuk Kintungan).
Jati Pitutur : Nak... Pitutur Jati, seperti apa cara kita menemukan
momonganmu Macan Putih Suroloyo (Suroloyo adalah nama
kayangan dalam pewayangan), Nak? Sudah bersusah-susah
menunggui makam ini, sudah ada yang berguru, ada yang sampai
punya dua anak, tidak terasa. Lalu dimanakah gerangan
momonganmu, Nak?
Pitutur Jati : Waduh, anak mengamati semusim (musim hujan) heran setahun,
Paman Mertua. Semua semak belukar sudah kusibak, semua
warung telah aku hampiri, Tuan Rajungan Kepithing Lurik (gelar
untuk Panji Asmarabangun maupun Arjuna) tidak juda ketemu.
Kalau aku pikir, yang bersalah adalah yang menyuruh kok.
Jati Pitutur : Toblas ayas ayas. Iya ya, Tur. Coba aku lemparkan Panji Biru ini,
kelak siapa yang menemukan Panji Biru ini, itu jalan ketemuanya
Tuan, Nak.
Pocapan : Haieg...di situ, Kyai jati pitutur tertndih persoalan yang berat,
segera memeras keringat mempertajam penglihatan, membaca
mantra Jaya Kawijayanira. Terjadilah bendera panji yang
dilemparkan menancap di tanah Hindustan. Kesanggupan
Amiluhur, permisi hendak memasang Tuan, Kyaiku datang (wuluk
salam)
Jati Pitutur : Wah, iya, Nak. Melihat aranya berbeda. Ini seperti mengerikan.
Pitutur jati : Yang satu ini orangnya sabar. Yang ini agak sombong, yang itu
agak garang, Paman. Nah, yang ini bisa dihutangi, Paman.
Jati Pitutur : hush, jangan sembarangan. Ini satria meyerupai sudra , Nak. Biar
aku tanyakan, barangkali ini jalan bertemu Tuanmu, aura yang
menyilaukan, aura saudara yang belum kukenal, yang baru saja
datang, siapakah Paduka? (‗poh’ sebenarnya mengarah ke ‗pun’.
Yakni sejenis sastra belokan).
Pitutur Jati : Engkau buah mangga Kweni atau buah mangga Gadhung?
Kenalkanlah aku buah mangga Busuk... ha... ha... tampannya,
Paman. Yang dua orang tertawa. Hahak...
Amiluhur : Hong tapak sumarah purba jatining gesang (sejenis do‘a saat
memasuki pasarean atau tempat suci). Aku amiluhur seingatku. Ini
pertapaan Kanjeng Rama Sri Gentayu. Siapakah engkau, Kyai?
sembah saya.
Pitutur Jati : Iya.. iya.. aku terima. Kenalkanlah yang paling tampan sendiri ini,
namaku Raden Pitutur Jati, nah, ini babuku.
Jati pitutur : Aku ini Jati Pitutur, ini anakku Pitutur Jati. Tuan bertiga seperti
mengalami kesedihan. Ada apa?
Jati Pitutur : Ya.. orang hidup itu kewajibannya tolong menolong, gotong
royong. Tapi ada syaratnya.
Jati pitutur : Walah dalah... pucuk dicinta ulam tiba.. ya, Den, namun begini,
hari ini negara Keling ada putri cantik, banyak yang ngayunaken.
Sebelum didahului orang, engkau pergilah. Aku hanya berpesan,
jika terlaksana menikah dengan Putri Keling, sudah lupa Jawanya.
Sebab budaya yang buat anugrah itu tidak ada yang menandingi
nyawa ini. Nanti ksatria itu harus: meniduri (dalam arti intim
terhadap) kewajibannya ksatria. Harus punya Parang Cakraningrat.
Berdasarkan lima paugerar, Jawa ini akan kedatangan orang luar
negeri, apabila menilik dari ramalan, berjaya di kesulitan, sekarang
sudah menginjak Jaman Kaliyoga. Yang 700 tahun berganti.
Sebab Jaman Kali Yuga itu ada 7 jaman berulang seratus tahun berganti.
8. Jaman Kala Buda : Jaman Prihatin
9. Jaman Kala Dora : Jaman Mundur
10. Jaman Kaladi Wanara : Jaman Mokal
11. Jaman Kala Praniti : Jaman Mandhep
12. Jaman Kala Tetaka : datangnya bangsa asing (tionghoa, arab india) th.
1134-1236.
Jaman negara jenggala yang dijalani sekarang.
Makanya benar jika engkau harus menyambung
darah dengan bangsa Hindustan.
Hutu... anak cucu kelak menemui Jaman Kali Sengsara. Jaman saya akeh wong
pinter, ning kirang prihatine, alam diperkosa, oleh kemajuan. Makanya ada
pepatah menyebutkan: SEBERUNTUNG-BERUNTUNGNYA ORANG LUPA,
MASIH BERUNTUNG ORANG INGAT DAN WASPADA.
Klana Inggris : Iladalah, hua haha . . . . jauh lautan kusebrangi dari daratan
Inggris sampai Keling Hindustan, tak lain aku ingin menyunting
putri Keling yang cantik jelita. Apalah artinya aku jadi raja, jika tak
berhasil mempersunting Putri Hindustan. Wah . . . waktu pagi hari,
sebelum panas Matahari, ku berangkat sekarang juga . . . .
Klana(bapang) : Aku klana dari Prancis. Makananku kara buncis, aku kan
menangis, jika tidak menikh dengan Putri Keling yang manis. Oh
Juwitaku, tunggulah aku Klana prancis....
Klana Belandha: Huahahaha . . . dan aku raja dari Belanda. Kudengar India negeri
yang kaya budaya. Lama kuimpikan bertemu Putri Keling, jika aku
bisa menikah dengannya, akan kubawa kesenian dari India ke
Belanda, akan kubuka pertemuan budaya Belanda-India . . . hem
bagus . . . aku berangkat . . .
Mocopat Megatruh.
Aduh Sakyaningrat anakku
Bagaimana di lamar
Empat puluh raja agung
Dan datangnya panji, penyakit merajalela.
Raja : Oh Dewata Agung, selamatkanlah negeriku Keling. Anakku
Sakyaningrat, bagaimana keadaanmu sekarang?
Patih : Amit gusti raja, tidak baik menyesali peristiwa ini, apabila tidak
mencari jalan keluar. Pepatah mengatakan ―janganlah menangis
apabila menerima kesengsaraan, sebab antara kesengsaraan dan
kemulyaan itulah pemberianNya. Apabila Raja menangis seluruh
kerabat istana sampai rakyat ikut merasakan. Bukankah semua ini
pemberian Dewata. Tidak baik menangis hingga membantah
pemberian Dewata. Sebaliknya apabila menerima kemulyaan
janganlah tertawa riang, karena tertawa itu mengandung rasa ego
yang berlebihan, maka kita harus berani mencoba. Ada rahasia
apakah di balik Panji Biru itu hingga tidak dapat dicabut.
Klana Inggris : Salam Paduka Raja Keling. Perkenankanlah aku raja Inggris
mencabutnya.
Klana Prancis : Hua haha . . . Raja Keling, aku raja bapang dari Prancis. Hua...
haha . . . kucoba-coba mencabut panji, panji kucabut putri kurebut
(seperti lirik lagu) . . . tidak bisa, jika gagal kucabut akan kutunggu
jandanya . . . wuah aku tak sanggup menunggu tua . .
Klana Belanda: hoverdom seh. . . sekarang aku raja Belanda. Hanya demikian saja
tidak. . . uh. Tidak kuat. . .wah, sial. . .(tidak berhasil mencabut
Bendera Panji)
Raja : Rat…Rat… kenapa engkau, tadi ada raja gagah perkasa tak
bergeming sedikitpun, malah tegang… tiba-tiba ada orang kurus
kering tak bertenaga engkau seperti berharap?
Sakyaningrat : Baba… apabila orang itu tak berhasil, aku memilih mati saja,
Baba…
Ami luhur : Dhuh, Juwita, sempurnalah sudah asmara hamba, tiada juga
kakang sudi mati, apabila melihat Adinda hidup sendiri… yam-yam
perjiwatan- rum rum bintarum (), Orang Cantik, marilah berbaring
di dada kiri, rambutmu kan ku belai…
(tiba-tiba jati pitutur dan pitutur muncul saling berpelukan tetapi
orang lain tiada tau).
Ami jaya : Hei.. orang lajang mencari asuhan, jangan merebut kekasihnya
Kakang Miluhur, ini adiknya, Amijaya. Kemarilah!
Pocapan : Itulah ... ingat pesan Jati Pitutur dan Pitutur Jati, apabila
menemukan persoalan disuruh memukul tanah tiga kali.
Bersamaan itu pula bumi dipukul tiga kali. Keluarlah raksasa yang
mengamuk menerjang raja 40 negara.
(40 raja terjaring semua diberikan kepada Amiluhur, kemudian
hilanglah Raksasa dari bayangan).
Amiluhur : Tuan, Sang Raja Keling, raja raja semua telah takluk, kuserahkan
kepada Tuan.
Miluhur : Sekarang kami minta izin pulang, dan adik Sakyaningrat bersama
kami.
Raja : Jika begitu ... Patih! persiapkan kapal besar ke Jawa, dan dengan
pengawalan panglima keling! Anakku sakyaningrat, pergilah
bersama suamimu, sampaikan salam pada keluarga Jenggala, hari
baik kami akan berkunjung ke Jawa, mulai hari ini persekutuan
India-Jawa kami mulai. Selamat jalan..
Sakyaningrat : Kang Mas, ada sinar mancorong di pesisir itu sangat membuatku
penasaran, apa kapal bisa diarahkan ke sana, Kang Mas?
Miluhur : pamawase siadi ora kliru, itu tlatah hutan Kahuripan. Sebenarnya
cahaya itu dahayanya orang bertapa. Paman Nahkoda, tolong
pinggirkan ke pesisir sana, Paman.
Sakyaningrat : Kakang Mas, aku ingin mengerti isinya, tolong pecahkan, Kakang.
Swaka : Lah.. pada waktu itu kekurangannya apa, orang besar Jenggala
hendak menuruti permintaan istrinya, melihat cahaya bersinar dari
dalam batu Gilang. Batu ditendang hancur, ada Katak Dindang
sebesar gunung anakan.
Girisa : Gelap gulita tak bisa ditolak
Miring Berbeda irama berjalan sehat
Sehatnya sang katak
Bertemulah jati dirinya ……..
Ami luhur : Katak tidak perlu mendengarka wejangan. Yang engkau genggam
itu biji padi.
Ami luhur : Masuknya 7 hari (senn, selasa, rabu, kamis, jum‘at, sabtu,
minggu).
Luhur : Pancaindera.
Kodok : Lho apakah sedang ada Raja yang malu? Sekalian sempurnakan.
Luhur : sebab sudah hilang sebiji. Hilangnya biji padi, tinggal paduka
sendiri, Batara Wisnu Sabab las satunggal sampun ical. icale las
kantun paduka piyambak pukulun batara wisnu
Kodhok : O… anakku. Nak, Luhur…
Miluhur : Tak terkira sama sekali jika sebenarnya sang katak adalah
asuhanmu, ini istriku lemas tak berdaya.
Jati pitutur : Oh Hyang Ulun (Batara) yang berkuasa di jagat, aku ingin hutan
Kahuripan ini dijadikan negara …
Miluhur : Kakang, kita ada di mana? Hutan tiba-tiba menjadi istana. Iki
momongan rika tak dusi banyu ???
Jati pitutur : Wela ... cilukba, hahak.. lo.. lontong (dalam sastra belokan Jawa,
‗lontong‘ mengarah kepada ‗laki-laki‘), Nasi Golong pergi ke jalan,
Lepat Gulung pergi ke warung, Jenang dhedhek ketaburan gula,
kesenangannya mertua. Ondhe-ondhe aku sendiri, Cakar Ayam
saudara ipar, ayo bersorak ….hore,hore,………..
Pitutur jati : Hutan hilang berganti istana, hari ini silahkan diresmikan
berdirinya istana Kahuripan …
Ami luhur : Itu kok ada orang-orangan catur, apakah maksudnya, Kakang?
Jati pitutur : GILA, anak Raden ini lahir dalam perjalanan … termasuk manusia
mancah (cacat karena perbuatan), seharusnya di-ruwat
dipegelarkan Wayang Lakon Menikahnya Wisu dan Dewi Sri
sumber kehidupan, Dhalang Tiban Ki Gedhe Mbanger, Bupati
Surya Adiningrat II, Ki Bromono, keturunan Dalang Ki Sastro
Amjaya, Desa Sinpar-Wringin anom Kecamatan Poncokesumo,
sesanti hayu rahayua sagung para dumadi (selamat seluruh yang
terjadi).
ketiga dari lima bersaudara pasangan dari Bapak Pujo Winarno dan Ibu Endang
Astuti. Pada umur 1.5 tahun mengikuti jejak keluarga pindah ke Belitong,
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hobi: membaca, nonton film, dan jalan-