Anda di halaman 1dari 7

1.

Lilik Indrawati
Indrawati, Lilik. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Apresiasi Seni Berbasis
Sikap Ekstetik Pada Seni Tradisi Tari Topeng Malang di SMAK St. Albertus
Malang. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung: tidak diterbitkan.
Tesis ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran apresiasi seni tradisi
tari Topeng Malang di SMAK St. Albertus Malang, yang mayoritas siswanya multietnik, sebagai upaya untuk membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran apresiasi
seni untuk pencapaian kompetensi dasar apresiasi seni tradisi daerah setempat. Untuk
menghasilkan produk pengembangan, peneliti menggunakan model penelitian
pengembangan yang diadaptasi dan dimodifikasi dari model Borg dan Gall (1983) dan
rancangan model prosedural yang dikembangkan oleh McKenny (2001). Sehingga hasil
pengembangan produk dalam penelitian ini berupa model pembelajaran, buku
pengembangan, guru, buku petunjuk Pelaksaan Apresiasi Seni Berbasis Sikap Estetik
Pada Seni Tradisi Topeng Malang yang dapat digunakan sebagai model dan perangkat
pembelajaran untuk pembelajaran apresiasi seni tradisi daerah setempat yaitu di SMAK
St. Albertus Malang.

2. Undang Saipul Rochman


Rochman, U.S. (2010). Implementasi Model Pembelajaran Seni Terpadu, Untuk
Meningkatkan Apresiasi Dan Kreasi Seni Rupa Terapan Tradisional Darerah
Setempat. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung: tidak diterbitkan.
Model Pembelajaran Seni Terpadu, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menyalurkan bakat dan minatnya. Seni Terpadu adalah keterpaduan dari bidang
pendidikan seni rupa mencakup kerajinan tangan, musik, tari, dan drama. Dengan
Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), diharapkan mampu mengadakan perbaikan
dan perubahan secara langsung dalam bentuk praktek pembelajaran. Guru menjadi
fasilitator, pembelajaran seni terpadu dari siswa, oleh siswa dan untuk siswa.

3. Hasmi Fidiyarti
Fidiyarti, Hasmi. (2014). Peningkatan Apresiasi Siswa Mts. MaArif Nu 01
Gandrungmangu Terhadap Kesenian Rebana Melalui Pendekantan Scientific.
Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung:
tidak diterbitkan.
Yang menjadi latarbelakang penelitian ini adalah pembelajaran kesenian rebana yang
hanya terjadi dikegiatan ekstrakulikuler, sehingga diperlukan tindakan guru
meningkatkan apresiasi siswa terhadap kesenian rebana melalui pendekatan scientific
pada kegiatan ekstrakulikuler. Fokus penelitian pada rancangan pembelajaran, proses
penerapan pembelajaran dan hasil peningkatan apresiasi siswa terhadap kesenian
rebana.

4. Prisma Tejapermana
Tejapermana, Prisma. (2013). Model Pembelajaran Petting Tunggal Untuk
Meningkatkan Apresiasi Musik Peserta Didik Kelas XI Di SMAN 1 Sidomulyo
Lampung Selatan. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Petting Tunggal merupakan salah satu seni tradisi hasil akulturasi dari kebudayaan
Arab dengan kebudayaan masyarakat Lampung yang memiliki nilai-nilai kesatuan,
sosial dan religi. Tejapermana melakukan dua siklus proses pembelajaran, penelitian
dalam tesis ini menghasilkan sebuah model pembelajaran yang dilandasi oleh
pendekatan scientific learning, dengan sintaksis observing, discusioning,
experimenting, associating,serta communicating. Pembelajaran Petting Tunggal
untuk mengkontruksi pengetahuan dan pemahaman peserta didik berdasarkan
pemikiran sejumlah anak dalam kelompok. Guru bertindak sebagai fasilitator dan
evaluator sehingga apresiasi peserta didik mengalami peningkatan, yang teridentifikasi
dari antusiasnya peserta didik dan keaktifan selama proses pembelajaran berlangsung.

5. Lilis Lindawati
Lindawati, Lilis. (2013). Musik Sisingaan Sebagai Materi Apresiasi Pembelajaran
Musik Daerah Di Kabupaten Subang (Studi Kasus Materi Pembelajaran Musik
Daerah Kelas VII di SMPN 2 Subang). Tesis pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Tesis ini bertujuan untuk melestarikan seni Sisingaan dengan cara menjadikannya
sebagai materi pembelajaran musik daerah untuk kelas VII di SMPN 2 Subang. Di
dalam tesis ini menjabarkan secara detail tentang sejarah Sisingaan serta persiapanpersiapan apa saja dalam memberikan pemahaman tentang kesenian Sisingaan di dalam
kelas sehingga tingkat apresiasi yang tinggi.

6. Sebastianus Fedi
Fedi, Sebastianus. (2014). Tingkat Kecemasan Dan Apresiasi Matetematika Ditinjau
Dari Gender Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri Sekecamatan Poco Ranakan
Barat, Kabupaten Manggarai Timur Tahun Ajaran 2013/2014. Dalam Jurnal
Penelitian Pascasarja UNDIKSHA (online). 3. 12 halaman.
http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/JPM/article/view/1458/1131.
(18 Maret 2016).
Dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kuantitatif artikel ini bertujuan untuk
mendeskripsikan serta mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dan apresiasi
matematika ditinjau dari gender pada siswa kelas VIII SMP negeri sekecamatan Poco
Ranaka Barat. Jumlah sampel 228 siswa, yakni 114 siswa laki-laki dan 114 siswa
perempuan yang diambil dengan teknik proporsional random sampling. Data yang
diambil adalah kecemasan matematika dan apresiasi matematika siswa. Data
dikumpulkan dengan angket dan wawancara. Data dianalisis dengan uji-t dan uji
Kolmogorof-Smirnov. Hasil penelitian adalah: (1) kecemasan matematika siswa berada
pada tingkat sedang (48,00 X1 < 72,00) dengan nilai rata-rata 63,69; (2) apresiasi
matematika siswa berada pada tingkat sedang (24,00 X2 <36,00), dengan nilai ratarata 32,68; (3) terdapat perbedaan tingkat kecemasan matematika antara siswa laki-laki
dengan siswa perempuan, dimana perempuan lebih cemas daripada laki-laki. Rata-rata
skor untuk kelompok perempuan = 66,32 dan laki-laki = 61,06; dan (4) tidak terdapat
3

perbedaan tingkat apresiasi matematika antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan,
dimana rata-rata skor untuk kelompok laki-laki = 32,97 dan perempuan = 32,39. Hasil
penelitian dari artikel ini bisa dipakai sebagai referensi oleh guru, siswa atau orang tua
siswa untuk menentukan tindakan yang dapat mengurangi kecemasan matematika dan
meningkatkan apresiasi matematika siswa.

7. Hartono
Hartono. (2006). Pendidikan Seni Tari Sebagai Sarana Aktualisasi Diri Dan Apresiasi.
Dalam Jurnal Seni Imajinasi (online). 2. 8 halaman. Dalam Imajinasi Jurnal
Seni. http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/imajinasi/article/view/1411/1526.
(18 Maret 2016).
Seni tari merupakan salah satu bidang seni yang menggunakan tubuh manusia sebagai
media ungkap. Unsur tari adalah gerak, sikap, dan ekspresi. Lewat unsur-unsur ini tari
terbentuk sebagai penyampaian pesan dari pencipta baik secara individu maupun
kelompok. Apresiasi seni tari anak tergantung pada fokus karya yang telah diciptakan
dan disajikannya. Dalam pengertian ini berarti anak diharapkan dapat memahami
makna, pempertimbangkan, dan menghargai seni tari dalam berbagai konteks sosial dan
budaya, serta mengerti fungsi seni tari sebagai bagian dari kehidupan manusia.
Pergelaran tari merupakan pertunjukan tari atau penyajian yang ditujukan kepada orang
lain. Bagi anak, pergelaran merupakan suatu proses belajar untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaan. Di sini termasuk mengembangkan keterampilan dalam berbagai
bentuk untuk memproyeksikan dirinya kepada penonton. Melalui pengalaman kegiatan
seni tari akan diperoleh beberapa keuntungan. Di antaranya anak memiliki kemampuan
mengkomuni-kasikan diri lewat gerak, mengembangkan pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan melalui kebiasaan berpikir dan bertindak.
Dampak dari ini semua akan terjadi keseimbangan antara unsur-unsur logika, etika, dan
estetika. Selain hal tersebut akan diperoleh pula kesadaran dan kemampuan berapresiasi
Simpulan 8 terhadap kesenian-kesenian yang lain sehingga terpupuk sikap menghargai,
toleran, demokratis, dan menjauhkan diri dari konflik dalam kehidupan bermasyarakat.

8. Juju Masunah
Masunah, Juju. (2000). Apresiasi Siswa SMU Terhadap Seni Tradisional: Apikasi
Pengajaran Topeng Cirebon dan Angklung Jawa Barat di SMU 15 Bandung.
Dalam Mimbar Pendidikan Bahasa & Seni. 28. 31-7.
Artikel ini melaporkan hasil penelitian pengajaran kesenian tradisional yang
dilaksanakan di SMU 15 Bandung. Seni tradisional yang dijadikan bahan pengajaran,
yaitu seni Topeng Cirebon dan Angklung Jawa Barat. Pembelajaran tersebut diawali
dengan praktek proses kreatif dan pengamatan pada materi seni melalui media audio
visual, sehingga mampu membangkitkan rasa senang dan keingintahuan yang lebih
tentang seni tradisional. Syarat keberhasilan tersebut yaitu adanya penguasaan guru
mengenai materi dan tujuan pendidikan, termasuk dalam hal metodologi
pengajarannya. Masunah juga menambahkan, lingkungan keluarga dan masyarakat
mempunyai peran penting dalam menumbuhkan sikap apresiasi seni bagi anak. Maka
dalam rangka meningkatkan apresiasi seni tradisi bagi generasi muda diperlukan jalinan
kerjasama antara guru, seniman, lingkungan keluarga dan masyarakat.

9. Rafiloza
Rafiloza. (2000). Pameran dan Pagelaran Seni Se-Sumatera (PPSS) IV di Taman
Budaya Provinsi Sumatera Utara Tanggal 20-23 September 2000. Dalam
Palanta Seni Budaya. 4. 96-99.
Pagelaran dan Pameran Seni se-Sumatera (PPSS) merupakan sarana untuk member
indentitas cultural terhadap potensi-potensi budaya etnik yang dimiliki oleh Sumatera,
selain itu dapat mengangkat harkat dan martabat serta citra kepariwisataan di Sumatera.
PPSS menyajikan penampilan seni tari, sastra (puisi), musik dan teater yang
berlangsung selama empat hari berturut-turut. Rafiloza berpendapat bahwa karya musik
yang relatif disukai penonton cenderung pada karya-karya musik yang sifatnya
manis, melodis dan atraktif, daripada karya musik yang menggunakan alat-alat
perkusi dengan bunyi yang sangat keras. Hal ini menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi
panitia yang terlibat untk memperbaiki diri di PPSS selanjutnya.

10. Endang Ratih E.W


E.W, Endang Ratih. (2001). Fungsi Tari Sebagai Seni Pertunjukan (online). 2. 11
halaman. Dalam Humaniora Journal Of Arts Research and Education.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/854/787. (18
Maret 20016)
Fungsi tari dalam kehidupan manusia, dapat dibedakan menjadi empat, yaitu tari
sebagai sarana upacara, sebagai hiburan, seni pertunjukan, dan sebagai media
pendidikan. Antara keempat jenis tari yang berbeda-beda fungsinya tersebut, masingmasing mempunyai ciri atau kekhasan tersendiri. Namun pada saat ini dari keempat
jenis tari tersebut secara sepintas perbedaannya semakin kabur. Banyak seniman tari
yang mengambil inspirasi dari tari-tarian upacara magis menjadi sebuah tari
pertunjukan. Banyak aspek yang harus diperhatikan, diantaranya adalah: faktor tari
sebagai seni (obyek Apresiasi), yaitu bagaimana kita menyajikan suatu tarian yang
bernilai estetis, tentu saja hal ini didukung dengan media bantu lain seperti iringan, rias
dan busana, dekorasi dan tata pentas yang baik dan komunikatif. Kedua adalah faktor
penonton (Apresiator), yang perlu diperhatikan adalah tari yang kita sajikan untuk
dokomunikasikan kepada penonton. Oleh karena itu kedua faktor tersebut harus betulbetul diperhatikan karena keduanya saling mendukung satu sama lain. Sehingga
diharapkan pendapat antara seniman tari dengan karya-karya tari dengan masyarakat
yang diharapkan menjadi massa pendukungnya makin lama makin lebar, karena tidak
ada usaha dari para seniman untuk memelihara hubungan itu. Akibatnya masyarakat,
dalam hal ini justru kaum intelektual dalam kwantitas prosentasenya adalah lebih besar,
kurang kenal lagi akan seni budaya sendiri.
ANNOTATED BIBLIOGRAPHY

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian


yang dibimbing oleh Ibu Juju Masunah, S.Sen. M.Hum, Ph.D

Disusun oleh
Regaria Tindarika
NIM. 1503092

PENDIDIKAN SENI
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016

Anda mungkin juga menyukai