Anda di halaman 1dari 4

NAMA : Samuel Epaphras

NIM : 02118110
KELAS :C
TUGAS : Tugas ELINA IV HUKUM HAK ASASI MANUSIA

RESENSI FILM MARSINAH

FILM MARSINAH, seorang aktivis dan buruh di sebuah perusahaan jam tangan di Sidoarjo yang hilang


diculik dan ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 setelah aksi unjuk rasa tegang antara buruh PT. Catur
Putra Surya dengan pihak manajemen pabrik yang melibatkan anggota polisi dan militer Indonesia.

Marsinah: Cry Justice adalah sebuah film drama kisah nyata tahun 2001 yang diproduksi oleh PT Gedam
Sinemuda Perkasa, disutradarai oleh Slamet Rahardjo Djarot. Film ini diangkat dari kisah nyata tentang
Marsinah, seorang aktivis dan buruh di sebuah perusahaan jam tangan di Sidoarjo yang hilang diculik
dan ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 setelah aksi unjuk rasa tegang antara buruh PT. Catur Putra
Surya dengan pihak manajemen pabrik yang melibatkan anggota polisi dan militer Indonesia.

Di film ini, Slamet Rahardjo mendepak kecenderungan stilistikanya, dan mendekati isu ini dengan
kronologis selayak dokumenter. Slamet rupanya paham benar, film ini tak perlu hiasan karena tragedi
Marsinah adalah nyata –dan masih jadi luka kita yang belum sembuh juga.
Dengan berani, Slamet Djarot menggunakan dan menampilkan nama-nama dan jabatan asli para oknum
yang bermasalah pada kasus Marsinah. Pun dengan memakai sudut pandang yang menurut banyak
orang terkesan tidak menonjolkan sosok Marsinah. Malah, ia menekankan betapa kejamnya petugas
yang memeriksa tersangka, yang menyebabkannya keguguran, Tapi, itulah pernyataan bahwa
ketidakadilan dan penyiksaan bisa dilakukan dan menimpa siapa saja. Sebuah terobosan yang berani.
Film ini jadi sangat penting secara politis dan sinematografis. Secara politis, tidak hanya karena
kehadiran film ini mengingatkan kacau balaunya dunia hukum Indonesia

Pemeran:
 Megarita sebagai Marsinah
 Diah Arum sebagai Mutiari
 Liem Ardianto Lesmana sebagai Yudi Susanto
 Djoko Ali sebagai Yudi Astono
 Suparno sebagai Suprapto
 Pritt Timothy sebagai Soewono
 Handoko Suryawijaya sebagai Bambang Wuryantoyo
 Kemal Rudianto sebagai Karyono Wongso (Ayib)
 Djoko Ari Purnomo sebagai Widayat
 Marwito sebagai A.S. Prayogi
Tokoh Marsinah diperankan Megarita, seorang mahasiswa Institut Kesenian Jakarta sedangkan
Mutiari diperankan oleh Diah Arum. Keduanya cukup berhasil menghadirkan adegan-adegan yang
bersifat natural dalam film yang berdurasi satu jam 55 menit itu sehingga ciri khas film ini yang kuat
dengan nilai kisah nyata kian mengental.
Catatan Produksi :
Skenario film ini ditulis oleh Agung Bawantara, Eros Djarot, Karsono Hadi dan Slamet Rahardjo. Eksekutif
produser: T.B. Maulana Husni, Direktur fotografi: Yudi Datau, penata artistik: Berthy Ibrahim Lindya,
penata suara-editor: Tri Rahardjo, dan penata musik: Djaduk Ferianto.
Film berbiaya sekitar Rp 4 miliar ini sempat menimbulkan kontroversi. Salah satu penyebabnya adalah
munculnya permintaan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea yang meminta
pemutaran film itu ditunda. Produser film ini juga disomasi oleh mantan Kepala Seksi (Kasi) Intel Kodim
0816/Sidoarjo Kapten (Inf) Sugeng dengan tuduhan melakukan pencemaran nama baik.
Proses pascaproduksi, mulai mixing, hingga pemrosesan film dikerjakan di Interpratama Studio Lab di
Jakarta dan Cinecolor Lab di Bangkok, Thailand. Proses penataan audio dikerjakan di Cinecolor Digital
Studio di Bangkok.

A. Ulasan Film
Marsinah adalah nyata: buruh yang terbunuh, dengan keberaniannya melakukan demonstrasi
dan protes terhadap para tuan pabrik tempatnya bekerja ia gugur terbunuh. Siapa pembunuhnya? Film
ini justru berangkat dari pelebaran “ajaib” tragedi itu: pengambinghitaman brutal beberapa pegawai
pabrik atas pembunuhan Marsinah. Film ini nyaris tak berkedip memandang kebrutalan itu: militer dan
polisi yang main culik, interogasi yang biadab, masyarakat yang sebagian besar mudah dimanipulasi,
penanganan politik tipikal rezim Soeharto, dan hukum yang malah menjadi alat kekuasaan yang bengis.

a) Sinopsis
Film dibuka dengan adegan unjuk rasa buruh PT. Catur Putra Surya (CPS), film bergulir dengan
adegan penangkapan para buruh dan petinggi PT CPS oleh sejumlah oknum berbaju preman, diselang-
seling adegan hitam putih yang menceritakan kilas balik saat Marsinah bersama rekan-rekannya
menggerakkan buruh untuk meminta hak mereka.
Seperti yang biasa terjadi di rezim Orde Baru dulu, setiap orang yang diciduk oleh oknum aparat
militer kerap mengalami siksaan. Tiga belas orang buruh yang ditangkap, semuanya dituduh  PKI, sebuah
stigma yang biasa diberikan masa Orde Baru dulu untuk orang-orang yang mengikuti aksi demonstrasi
yang dianggap bisa mengganggu stabilitas keamanan nasional.
Tak kurang delapan petinggi PT CPS yang ditangkap tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari
selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik
maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam
Brawijaya.
Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat
untuk membunuh Marsinah. Awalnya mereka semua mengelak terlibat, tetapi akibat siksaan yang tiada
henti, satu per satu akhirnya terpaksa mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak mereka lakukan.
Mutiari yang sedang hamil muda pun, tak urung keguguran saat diinterogasi.
Menyadari istrinya hilang, suami Mutiari, Hari Sarwono mencari istrinya ke mana-mana. Mulai
dari pabrik PT CPS hingga ke kantor polisi setempat. Bisa ditebak, hasilnya nihil. Dari informasi yang
diperoleh dari seorang karyawan PT CPS, Hari mengetahui kalau istrinya dibawa oknum tak dikenal. Hari
lalu mendatangi LBH Yayasan Persada Indonesia, Surabaya untuk mencari bantuan. Sementara itu,
keluarga Hari merasa malu atas pemberitaan media mengenai pelaku pembunuhan Marsinah yang
mengarah pada Mutiari dan rekan-rekannya, meminta Hari untuk menceraikan Mutiari.
Hari yang yakin istrinya tidak bersalah, menolak permintaan keluarganya dan semakin getol
mencari bantuan. Hari mendatangi SCTV Surabaya untuk menceritakan istrinya yang hilang. Di situ Hari
juga mengungkapkan oknum yang terlibat dalam penangkapan istrinya, yang diduganya sebagai anggota
militer. Berita seputar terbunuhnya Marsinah dan penangkapan karyawan PT CPS yang semakin gencar
membuat aparat militer panik. Apalagi Hari bermaksud mempraperadilankan aparat atas penangkapan
dan penahanan yang tidak sesuai prosedur.
Aparat balik menekan Mutiari dan mempercepat proses pemeriksaan, dipindahkan ke tahanan
Polda Jawa Timur hingga akhirnya Mutiari dipaksa menandatangani BAP dan diajukan ke pengadilan
sebagai tersangka. Karena keburu diajukan ke pengadilan, gugatan pra peradilan gugur dan sidang
Mutiari digelar lebih cepat dibandingkan rekan-rekannya yang lain sebagai ”hukuman” karena suaminya
bersikeras mempraperadilankan aparat.
Sisa film dipenuhi dengan adegan pengadilan Mutiari dan rekan-rekannya yang divonis bersalah
oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo, sampai mereka mengajukan banding dan kasasi ke MA
yang membebaskan mereka karena tidak cukup bukti. Sementara pembunuh Marsinah yang sebenarnya
tak pernah terungkap. Film diakhiri dengan adegan adik Marsinah, Marsini, yang menangis sambil
menatap tumpukan majalah dan koran yang dipenuhi berita Marsinah mempertanyakan siapakah yang
sebenarnya membunuh kakak kandungnya.

Kesimpulan:
Pada dasarnya film ini menceritaksn tentang pergerakan yang dilakukan para buruh yang
menuntut haknya, terhadap perusahaan. Gerakan tersebut terjadi karena PT. CPS tidak mengikuti surat
edaran Gubernur Jawa Timur yang berlaku, surat edaran Gubernur KDH TK I Jawa Timur No. 50 Tahun
1992 beisi tentang himbauan kepada perusahan atau pabrik untunk menaikan gaji atau upah sebesar
20%, namun yang terjadi PT. CPS tidak mengikuti surat edaran tersebut dan para buruh menuntut
haknya tersebut. Marsinah menjadi pionir pergerakan buruh tersebut, dalam pertengahan pergerakan
buruh tersebut, Marsinah yang sebagai poinir diculik dan dibunuh. Dalam kasus tersebut Kodim V
Brawijaya membentuk tim bersama reskrim untuk mencari tahu dalang menghilangnya Marsinah.
Namun pada kenyatanya tim tersebut menangkap 13 orang yang dijadikan kambing hitam dalang
menghilangnya Marsinah. Ketigabelas orang ini dipaksa untuk mengakui bahwa mereka adalah dalang di
balik menghilangnya Marsinah. Dalam prosesnya 13 orang yang ditangkap mengalami penyiksaan fisik
dan mental. Dalam proses persidanganpun para aparat telah menyiapkan skema sehingga ketigabelas
orang terbesut soelah bersalah di depan hakim. Opini pun terbentuk dalam pikiran buruh jika
ketigabelas orang tersebut bersalah. Salah satu saksi yang akhirnya menjadi tersangka yaitu Mutiari
dibantu oleh suaminya dan pihak media untuk mengajukan pra peradilan. Akhirnya dalam proses pra
peradilan menghasilkan vonis 7 bulan penjara dan denda sebesar Rp 5000,-. Mutiari bersalah karena
tidak memberitahu pihak berwajib karena tidak melaporkan adanya tindak kejahatan kepada pihak
berwajib.

B. Landasan hukum tentang hak-hak asasi manusia yang dilanggar dalam film Marsinah

Marsinah adalah seorang bisa disebutkan sebagai pejuang HAM (Hak Asasi Manusia) serta sebagai
penggerak buruh di indonesia. Marsinah merupakan salah satu penggerak unjuk rasa di PT. Catur Surya
pada Mei 1993. Unjuk rasa ini dalam rangka menuntut agar upah buruh di naikkan. Pada tanggal 3 dan 4
Mei 1993, Marsinah dan rekan-rekan buruh lainnya menjadi perwakilan perundingan dengan PT.CPS.
Namun mulai tanggal 6 Mei Marsinah menghilang begitu saja dengan misterius. Kemudian ditemukan
pada tanggal 8 Mei Marsinah sudah dalam keadaan meninggal di hutan dengan keadaan tergeletak
sekujur tubuh penuh luka memar bekas pukulan benda keras dan berlumuran darah disekujur tubuhnya.
Didalam kasus ini mmerupakan Ham berat karena terpadat unsur yang memunculkan pelanggaran Ham
berat yakni pasal 9 UU No 26 Tahun 2000 unsur kejahatan manusia dan juga mengandung unsur
pelanggaran hak asasi manusia. Dasar hukum yang dilanggar pada sila ke-2 yaitu “kemanusiaan yang adil
dan beradab”. Didalamnya terdapat tindak kejahatan seperti pembunuhan, pemusnahan, perbudakan,
penyiksaan. Dan penganiayaan terhadap seseorang atau kelompok yang didasari persamaan paham
politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin yang telah diakui universal sebagai hal
yang dilarang menurut hukum internasional Rekasaya kasus Marsinah, banyak kecaman dari berbagai
pihak yang mana kasus Marsinah sudah cukup lama, tetapi pembunuhnya entah kemana. Seharusnya
melihat kejadian tersebut yang sampai sekarang masih misterius untuk menghindari kasus tersebut
terjadi lagi, seharusnya ada tindakan khusus dari hukum pemerintah untuk memberikan efek jera bagi
pelaku.

Kasus Marsinah merupakan Kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi pada era tahun 90-an.
Marsinah sendiri merupakan seorang aktivis dan buruh pabrik PT. Catus Putra Surya Jawa Timur.
Marsinah merupakan aktivis yang lahir di Nglundo, 10 April 1969 dan meninggal pada umur 24 tahun, 8
Mei 1993. Meninggalnya Marsinah diawali dengan penculikan terhadapnya, baru setelah 3 hari
kemudian Marsinah ditemukan sudah tidak bernyawa dalam keadaan mendapat bekas penyiksaan
berat. Kasus Marsinah hingga saat ini masih dipergunjingkan, sama seperti kasus Munir yang dibunuh
pada 7 september 2004 ( dibunuh karena benar ) , dimana para pelakunya masih dipertanyakan.

Beberapa peraturan yang dilanggar dalam kasus Marsinah :


 pasal 9 UU No 26 Tahun 2000 unsur kejahatan manusia dan juga mengandung unsur
pelanggaran hak asasi manusia. Dasar hukum yang dilanggar pada sila ke-2 yaitu “kemanusiaan
yang adil dan beradab”.
 Pembukaan UUD 1945, dimana warga negara berhak mendapat perlindungan dari pemerintah.
 Pasal 28 G ayat 1, tentang perlindungan
 UU NO. 39 th 1999 pasal 9 - 66 tentang HAM dan kebebasan dasar manusia, Salah satunya pasal
9:
1. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya.
2. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
3. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
 UUD 1945 pasal 27(3) dan 30 dalam hal HanKam
 Tap MPR No.XVII/MPR/1998 PASAL1 “Menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan
seluruh Aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan
pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat.”
 Tap MPR No.XVII/MPR/1998 tentang "Hak untuk hidup" (pasal 1) , "Hak Kemerdekaan" (pasal
13-19)
 Dasar Negara Pancasila sila ke 2 "Kemanusiaan yang adil dan beradap"
 UUD 1945 pasal 27(3)“ setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya 
pembelaan Negara”.
 Isi dari pasal 30 ayat 4 UUD 1945 “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara
yang menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum.”
 UU NO. 39 th 1999 pasal 9 – 66

Anda mungkin juga menyukai