Perkembangan bank syariah nasional saat ini memang masih jauh dari harapan.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga kini saja, total aset perbankan
syariah baru mencapai 5,18% dari total nilai aset perbankan secara nasional.
Hal tersebut membuat, Indonesia hanya mampu berada di urutan ke-9 dari 10
negara islam lainnya, dari sisi aset industri jasa keuangan syariah.
"Bank syariah sebetulnya fungsinya ada 2, satu sebagai bang komersial, dan bank
invesment. Yang masih kurang sekali dikembangkan bank-bank syariah kita juga
adalah fungsi sebagai bank investasi," ungkap Halim di Fairmont Hotel, Jakarta,
Jumat (28/7/2017).
Di sisi lain, bank syariah yang ada saat ini juga dinilainya cenderung tertuju pada
penyaluran kredit jangka pendek seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Begitu juga
dari sisi simpanan.
"Jadi ini yang membedakan syariah dengan bank konvensional. Dia cenderung
biayakan jangka pendek. Produk di sisi simpanan yang dikembangkan bank
syariah juga sangat terbatas. Misalnya wadiah (titipan), mudharabah (pinjaman
modal), musyarakah," ujarnya.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah tengah menggulirkan wacana untuk
memanfaatkan dana haji yang disimpan di bank-bank syariah untuk investasi
infrastruktur nasional. Melalui upaya ini diharapkan, perbankan syariah akan bisa
berkembang lebih maju dan mampu berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi
nasional.
Bank syariah juga harus mampu untuk melakukan terobosan-terobosan baru agar
menarik nasabah tanpa harus takut jika akan mengeluarkan biaya yang besar
Sejauh ini provinsi yang dapat menerapkan bank syariah masih dua yaitu provinsi
Riau dan Aceh. Aceh bersedia bergabung di Indonesia dengan syarat bank-bank
konvensional di Aceh bisa diubah menjadi sistem syariah, disetujui oleh Indonesia
dan akhirnya sampai saat ini bank di Aceh semuanya menggunakan prinsip
syariah