Anda di halaman 1dari 41

PERBEDAAN BANK SYARIAH DENGAN BANK

KONVENSIONAL
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam. Tak
lupa shalawat serta salam saya hanturkan ke baginda Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga (ahlubait), sahabat (ahlusunah wal jamaah) serta para pengikutnya hingga
akhir zaman.Amien.
Sebagai tanggung jawab atas tugas mata kuliah Ekonomi Islam yang diberikan oleh
Bapak, pada makalah ini kami mencoba membahas Perbedaan Bank Konvensional & Bank
Syariah. Bank konvensional yang menggunakan hukum barat (yahudi) berbeda dengan bank
syariah, bank yang seutuhnya menggunakan hukum Islam, meskipun demikian, dongkrak
atau perkembangan yang terjadi saat ini ialah, kini setiap bank berlomba-lomba untuk
merubah system perbankan kepada system syariah, semua itu tak luput dari akibat krisis
global. Kita pun tahu bahwa krisis hampir terjadi pada seluruh bank di dunia termasuk di
Indonesia yang menggunakan konsep Barat (yahudi) dan bank-bank Islam yang
menggunakan sistem syariah.
Demikianlah pengantar singkat tentang makalah kami.
Jakarta, Oktober 2013

Penulis
Mustafa

DAFTA ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I

..
..

1
2

Pendahuluan

A. Latar Belakang

..

B. Pengertian Bank

..

12

C. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional.

13

D. Permasalahan

..

15

E. Pembahasan

..

17

Bab II

Penutup

..

19

Daftar Pustaka

..

20

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
a. Landasan Undang-undang
Bank di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional.
Menurut UU RI No.7 Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 1, Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak.
Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998,
membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1,
memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan
modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah),
atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau
dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank
oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia cukup pesat, hal ini terlihat dari data
yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Pada Desember 2003 terdapat 3 Bank Umum
Syariah (BUS) dan 8 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total asset lebih dari 7,8 triliun
rupiah. Kemudian pada Desember 2008 Unit Usaha Syariah bertambah menjadi 26 UUS,
dan awal januari 2009 bertambah menjadi 5 BUS, dimana dua bank melakukan spin off yaitu
Bank BRI syariah dan Bank Bukopin Syariah.

Namun, dalam perkembangannya belakangan bank syariah menghadapi beberapa


tantangan yang mesti dihadapi dan dituntut untuk dapat memberikan terobosan dalam rangka
mengembangkan potensi perbankan syariah, diantaranya tantangan bank syariah adalah:
1) Ketidakmengertian masyarakat pada umumnya tentang produk-produk unggulan perbankan
syariah.

2) Kurang populernya produk-produk pembiayaan yang secara teori dapat mendukung sektor
ril, salah satunya yang cukup berpotensi memberikan kontribusi pada sektor ril adalah
pembiayaan mudharabah di samping besarnya risiko yang harus dihadapi bank syariah
dalam memberikan pembiayaan tersebut.
3) Rentannya
bank
syariah
terhadap
risiko
likuiditas
jika
memberikan
pembiayaan mudharabah.
4) Sumber daya manusia yang terbatas.
Dengan semakin ketatnya persaingan antar bank syariah maupun dengan bank
konvensional, membuat bank syariah dituntut untuk memiliki kinerja yang baik agar dapat
bersaing dalam memperebutkan pasar perbankan nasional di Indonesia. Meski pertumbuhan
aset perbankan syariah mampu mencatatkan pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 35,6% dari
2007 yang sebesar Rp 36,5 triliun. Namun dengan total aset Rp 49,5 triliun pada 2008,
pangsa pasar bank syariah baru mencapai 2,08% dari total asset perbankan konvensional.
Pencapaian ini masih jauh dari target yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) sebesar 5% dari
bank konvensional.
b. Perbedaan Filsafat Bank Konvensional dan Bank Syariah
Bank Syariah
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada
landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam
seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang
menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh
bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan
adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil.
Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah
diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti
sistem bunga berbunga yang dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya
kewajiban salah satu pihak. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar
disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.
Bunga Bank
Bunga bank sendiri dapat diartikan berupa ketetapan nilai mata uang oleh bank yang
memiliki tempo/tenggang waktu, untuk kemudian pihak bank memberikan kepada
pemiliknya atau menarik dari si peminjam sejumlah bunga (tambahan) tetap sebesar beberapa
persen, seperti lima atau sepuluh persen. Dengan kata lain bunga bank adalah sebuah system
yang diterapkan oleh bank-bank konvensional (non Islam) sebagai suatu lembaga keuangan
yangmana fungsi utamanya menghimpun dana untuk kemudian disalurkan kepada
yang memerlukan dana (pendanaan), baik perorangan maupun badan usaha, yang berguna
untuk investasi produktif dan lain-lain.
Bunga bank ini termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran
Islam. Karena bunga telah berakar sedemikian dalam kehidupan masyarakat, Allah Yang
Mahabijaksana dan Mahamengetahui menurunkan larangan bungan secara bertahap, sehingga
aturan baru ini tidak mengacaukan pertumbuhan kehidupan ekonomi masyarakat atau akan
menimbulkan kesulitan bagi setiap masyarakat[1]. Bedanya riba dengan bunga/rente (bank)
yakni riba adalah untuk pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan bunga/rente (bank)
adalah untuk pinjaman yang bersifat produktif. Namun demikian, pada hakikatnya baik riba,
bunga/rente atau semacamnya sama saja prakteknya, dan juga memberatkan bagi peminjam.

Kewajiban Mengelola Zakat


Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar
zakat, menghimpun, dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang
melekat pada Bank syariah untuk penggunaan dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)

Produk
Bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja
sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal
(musyarakah), prinsip jual beli (murabahah), dan prinsip sewa (ijarah). Sedangkan pada Bank
konvensional terdapat deposito, pinjaman uang tunai berbunga, dll.
Tujuan
Prinsip laba bagi Bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena Bank syariah
mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun
kesejahteraan masyarakat.
Bank Konvensional
Konvensional sebenarnya berasal dari bahasa Inggris convention, dalam bahasa
Indonesia berarti pertemuan, jadi bank konvensional adalah bank yang mekanisme
operasinya berdasarkan sistem yang disepakati bersama dalam suatu pertemuan
(kesepakatan). Namun secara realita, sistem perbankan yang menggunakan bunga ini tidak
pernah disepakati bersama dalam suatu konvensi apapun. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan bunga yang di ambil oleh Bank konvensional menjadi riba, sedangkan riba
dalam sistem ekonomi Islam adalah sesuatu yang diharamkan, karena mengambil sesuatu
yang bukan hak milik demi mendapatkan keuntungan sama saja dengan mencuri. Pengertian
bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang
No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Di
Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Pada bank konvensional, prinsip yang digunakan adalah:


1. Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh bank tanpa memperhitungkan apakah
bank sedang mendapatkan keuntungan atau tidak.
2. Besarnya bunga adalah tetap, baik bank sedang rugi atau laba. Walaupun ekonomi sedang
baik dan bank sedang mendapatkan banyak laba, akan tetapi tetap bunga yang diberikan
kepada nasabah tidak bertambah.
Ada beberapa keunggulan pada bank konvensional, yaitu:
1. Metode bunga telah lama dikenal masyarakat, Bank Konvensional lebih mudah menarik
nasabah penyimpan dana sehingga lebih mudah mendapatkan modal.

2.
3.
4.
5.

1.
2.
3.
4.

Bank Konvensional lebih kreatif dalam menciptakan produk-produk.


Nasabah terbiasa dengan metode bunga dibandingkan metode bagi hasil .
Persaingan antar bank lebih menggairahkan dapat memacu untuk bekerja lebih baik
Peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintahan yang lebih mapan bagi bank
konvensional, sehingga bank lebih leluasa untuk bergerak lebih pasti.
Selain Keunggulan, Bank Konvensional juga mempunyai kelemahan, yaitu:
Faktor manajemen yang ditandai oleh inkonsistensi penyaluran kredit, campur tangan
pemilik yang berlebihan dan manager yang tidak professional.
Kredit bermasalah karena prosedur pemberian kredit tidak potensi dan penampakan
pemberian kredit pada grup sendiri dan kalangan tertentu
Praktik curang seperti bank dalam bank dan transaksi fiktif
Praktik spekulasi yang terlalu ambisius dan tanpa perhitungan.

c. Bank Syariah
Sejarah bank syariah
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel
islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk
sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada
tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank
dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima
bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara
langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para
penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta
pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam walaupun utamanya bank
tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek
pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan
profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar
pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian
muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank
of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Di
Asia Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan
di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan
membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah (haji).
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia Berdiri
tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta

dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha
muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga
ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan
dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat
ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No.
10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Perkembangannya
Bank syariah di Indonesia terhitung masih sangat muda, perkembangannya pun di
Indonesia begitu lambat, sebenarnya pembahasan tentang Bank Syariah sudah pernah dibahas
pada tahun 1980-an, namun realisasinya terjadi pada tahun 1992 yang dilakukan oleh salah
satu bank pemerintah, yaitu Bank Muamalat Indonesia, dengan hukum yang jelas.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank
Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank
umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank di antaranya merupakan bank
besar seperti Bank Negeri Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). System
syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104
BPR Syariah.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industry perbankan syariah
nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong
pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif,
yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun
terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian
akan semakin signifikan
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai
ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan
2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha
institusi yang meminjam dana. Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang".
Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik.
3. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus
mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
4. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam.
Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
5. Tidak menawarkan bunga tetapi bagi hasil dan yang ditetapkan terlebih dahulu adalah rasio
(nisbah) antara bagian keuntungan yang didapat nasabah dan bagian keuntungan yang didapat
oleh bank, misalnya 60:40 artinya 60 persen keuntungan bagi nasabah dan 40 persen
keuntungan bagi bank. Karena itu bagian keuntungan yang diterima nasabah tergantung dari
keuntungan yang didapat oleh bank.
6. Besarnya keuntungan yang diterima oleh nasabah akan meningkat apabila keuntungan bank
sedang baik dan begitu juga sebaliknya.

Sesuai dengan prinsip di atas, menyimpan uang di bank syariah termasuk kategori
investasi. Besar-kecilnya perolehan kembalian itu tergantung pada hasil usaha yang benarbenar terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana. Dengan demikian, bank syariah
tidak dapat hanya sekadar menyalurkan uang. Bank syariah harus terus-menerus berusaha
meningkatkan return on investment sehingga lebih menarik dan lebih memberikan
kepercayaan bagi pemilik dana.
d. Sejarah Singkat Bank Konvensional di Indonesia
Sistem perbankan telah muncul di dunia Islam sejak kedatangan penjajah Barat
menyerbu ke berbagai negeri Islam. Di negeri-negeri jajahannya, mereka menerapkan sistem
ekonomi Kapitalisme yang bertumpu kepada sistem perbankan (riba). Di Indonesia muncul
bank pertama, yaitu Bank Priyayi, tahun 1846 di Purwokerto, dengan pendirinya Raden Bei
Patih Aria Wiryaatmaja dari kalangan keraton. Kemudian secara meluas di berbagai daerah,
berdiri Bank Rakyat (Volksbank); antara lain di Garut (1898), Sumatera Barat (1899), dan
Menado (1899).
Dalam menanamkan sistem perbankan ini, penjajah Belanda mendirikan Sentral Kas,
tahun 1912, yang berfungsi sebagai pusat keuangan. Dari kalangan intelektual, didirikanlah
Indonesische Studie Club di Surabaya tahun 1929. Kemudian Belanda, dalam menyuburkan
sistem riba, mendirikan Algemene Volkscredit Bank (AVB) tahun 1934.
Pada tahun-tahun pertama setelah terusirnya pejajah Belanda dari Indonesia,
didirikanlah Yayasan Pusat Bank Indonesia tahun 1945, yang menjadi cikal bakal Bank
Indonesia sekaligus memberikan rekomendasi pendirian bank-bank yang ada. Melalui PP
No.1, tahun 1946, lahirlah Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pada tahun yang sama, menyusul
berdirinya Bank Negara Indonesia (BNI) 1946. Kemudian jumlah bank semakin bertambah
banyak. Di antaranya Bank Industri Negara (BIN, 1952), Bank Bumi Daya (BBD, 19 Agustus
1959). Bank Pembangunan Industri (BPI, 1960), Bank Dagang Negara (BDN, 2 April 1960),
Bank Export-Import Indonesia (Bank Exim) yang dinasionalisasikan pada 30 Nopember
1960. Pada tahun-tahun berikutnya sampai sekarang, dunia perbankan tumbuh seperti jamur
di musim hujan.
Secara garis besar, dunia perbankan di Indonesia didominasi oleh bank-bank yang
menjadi Badan Usaha Milik Negara/BUMN (misalnya BNI 1946, BRI, BDN) dan bank-bank
milik swasta. Untuk yang pertama, jumlahnya tidak terlalu banyak. Tetapi untuk yang kedua,
ia terbagi ke dalam tiga kategori; yaitu swasta asli Indonesia (misalnya Bank Susila Bakti,
Bank Arta Pusara, Bank Umum Majapahit), swasta merger bank luar (misalnya Lippo Bank,
BCA, Bank Summa), dan bank luar tulen (misalnya Chase Manhattan, Deutsche Bank,
Hongkong Bank, Bank of America).
Untuk melihat perkembangan perbankan di Indonesia, saat ini telah dibangun
sejumlah 2652 bank (tidak termasuk BRI dan BRI Unit Desanya). Menurut standard Amerika
ditilik dari jumlah penduduk Indonesia, maka negeri ini masih memerlukan 7800 bank lagi.

1.
2.
3.
4.

Jadi untuk memberikan gambaran perbedaan antara perbankan syariah dengan


perbankan konvesional, berikut dijelaskan secara garis besar perbedaan tersebut
Perbankan Konvesional :
System pendapatan berupa bunga yang sudah ditentukan dimuka oleh bank
Hubungan antara nasabah dan bank adalah kreditur debitur
Dana nasabah diinvestasikan pada aset-aset yang sesuai dengan kebijakan
Prinsip dasar penghimpunan dana dan penyaluran dana dari masyarakat tidak ada

1.
2.
3.
4.

Perbankan Syariah :
System pendapatan bukan dengan bunga tetapi dengan prinsip : mudarabah ( bagi hasil)
waidah (titipan),ijarah ( sewa ), murabahah ( penjualan kembali )
Hubungan antara nasabah dengan bank adalah hubungan kemitraan
Dana nasabah diinvestasikan pada aset-aset yang sesuai dengan prinsip
syariah
( syariah complaiance )
Prinsip dasar penghimpunan dana dan penyaluran dana dari masyarakat harus sesuai dengan
fatwa dewan

B. Pengertian Bank
Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat
banyak.
Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran
sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem
keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
1. Definisi
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional
dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan
Rakyat.
Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah
dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa
yang dikeluar-kan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah.

C. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional


Salah satu perangkat dalam ekonomi syariah adalah adanya perangkat bank syariah.
Nah sebenarnya apa sih Bank syariah itu? Bagaimana cara kerja Bank Syariah itu? Apa
bedanya Bank Syariah dengan Bank lain yang umum banyak berkembang di masyarakat

(bank konvensional)? Nah disini akan dibahas mengenai perbedaan bank syariah dengan
bank konvensional.
Bank Syariah
1.

Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah Allah SWT

sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran Islam
2.

Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta nasabah

(simpanan) sesuai ajaran Islam


3.

Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelolaan pada

posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebagai sikap dasar
hubungan antara nasabah dan bank
4.

Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip

kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan
Nasabah atas jalannya usaha bank syariah
5.

Prinsip bagi hasil:

Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untung dan rugi
Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil
Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak
mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak

Bank Konvensional
1.
Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh
imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah
diantaranya memperoleh hasil yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga
pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan pemakai dana
(debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian
terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit
diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja
2.
Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank
dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang
3.
Sistem bunga:

Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk
pihak Bank

Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat
keadaan ekonomi sedang baik

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan
oleh pihak nasabah untung atau rugi

D. PERMASALAHAN
Bank konvensional yang kami ambil di sini adalah Bank Mega
Bank Mega (IDX: MEGA) adalah perusahaan Indonesia yang berbentuk perseroan
terbatas dan bergerak di bidang jasa keuangan perbankan. Bank ini berbasis di Jakarta dan
merupakan bagian dari CT Corp. Didirikan pada tahun 1969. Direktur utamanya saat ini
adalah Johannes Bambang Kendarto.
Seiring dengan perkembangannya PT. Mega Bank pada tahun 1996 diambil alih oleh
PARA GROUP (PT. Para Global Investindo dan PT. Para Rekan Investama). Untuk lebih
meningkatkan citra PT. Mega Bank, pada bulan Juni 1997 melakukan perubahan logo dengan
tujuan bahwa sebagai lembaga keuangan kepercayaan masyarakat, akan lebih mudah dikenal
melalui logo perusahaan yang baru tersebut. Dan pada tahun 2000 dilakukan perubahan nama
dari PT. Mega Bank menjadi PT. Bank Mega.
Dalam rangka memperkuat struktur permodalan maka pada tahun yang sama PT.
Bank Mega melaksanakan Initial Public Offering dan listed di BEJ maupun BES. Dengan
demikian sebagian saham PT. Bank Mega dimiliki oleh publik dan berubah namanya menjadi
PT. Bank Mega Tbk.
Permasalahannya :
a) Bermasalah di bidang sumber daya manusia
Kasus Pegawai Bank Mega Terlibat Kasus Pembobolan Dana Elnusa
Bank Indonesia (BI) menyatakan, kasus pembobolan dana PT ElnusaTbk (ELSA)
melibatkan langsung oknum pegawai PT Bank Mega Tbk (Bank Mega). Hal tersebut
diketahui BI usai pemeriksaan internal yang dilakukanoleh bank sentral kepada Bank
Mega. Demikian disampaikan oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Difi
Ahmad Johansyah ketika ditemui detik Finance di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH
Thamrin, Jakarta, Senin (25/4/2011)."Iya (pegawai Bank Mega terlibat). Ini ada kolusi
dengan oknum nasabah," ujar Difi. Dikatakan Difi, kasus pencairan dana ini terjadi akibat
adanya celah di bank yang selanjutnya dimanfaatkan oleh nasabah yang berkolusi dengan
oknum pegawai tersebut.
Iya ini masalahnya adalah ada celah perbankan yang dimanfaatkan dan dimanipulasi
oleh pegawai bank dengan pihak nasabah," tuturnya. Kasat Fismondep Direktorat Kriminal
Khusus Polda Metro Jaya AKBP Aris Munandar sebelumnya juga mengatakan, pembobolan
dana itu juga menggaet sejumlah pihak antara lain Kepala Cabang Bank Mega Jababe
kaberinisial IHB. Dalam pembobolan dana PT Elnusa sebesar Rp 111 miliar ini,modus yang
dilakukan dengan pemalsuan tandatangan dokumen pengalihan dana. Nah, pemalsuan ini
tidak akan mulus tanpa bantuan pihak bank. Sebelumnya BI memang memanggil manajemen Bank
Mega. Adapun yang hadir yakni Direktur Kepatuhan Bank Mega, Direktur Operasional dan
Satuan Kerja Audit Intern Bank Mega. Seperti diketahui, telah terjadi kasus pembobolan dana
milik Elnusa diBank Mega sebesar Rp 111 miliar oleh direktur keuangannya
b) Bermasalah di bidang produk
Masalah bertransaksi dengan Kartu Kredit Bank Mega

Ketika seorang nasabah Bank Mega melakukan pemesanan kamar hotel melalui situs
Agoda menggunakan kartu kredit Bank Mega. Pada saat transaksi pembayaran diberitahukan
bahwa pembayaran saya sebesar Rp 6.105.609 gagal karena ditolak (overlimit). Karena
gagal, saya membatalkan transaksi serta tidak melanjutkan pemesanan kamar tersebut.
Ketika menanyakan tentang pemesanan kamar yang gagal tersebut, diketahui bahwa
transaksi tersebut memang gagal dan tidak akan ditagihkan ke kartu kredit saya. Karena
belum yakin, maka keesokan harinya saya menelpon kembali ke Bank Mega (tgl. 04-042011) untuk memastikan kembali status transaksi kartu kredit saya apakah gagal atau
berhasil. Dan pihak Bank Mega tetap menyatakan transaksi saya gagal dan saya tidak akan
ditagihkan sebesar nominal tersebut sebelumnya.
Betapa kagetnya saya pada saat tagihan kartu kredit bulan Mei 2011 saya terima,
ternyata transaksi kartu kredit saya yang sebesar Rp 6.105.609 ditagihkan, padahal
sebelumnya saya sudah dikonfirmasi dan mengkonfirmasikan kembali ke Bank Mega perihal
transaksi tersebut dan dinyatakan decline/gagal.

c) Bermasalah di bidang teknologinya


Sering terjadi keluhan-keluhan dari nasabah Bank Mega terkait penggunaan Internet
Banking
Nasabah Bank Mega telah melakukan transaksi transfer dana ke nomor rekening bank
lain melalui via internet banking, transaksi tersebut selesai dilaksanakan dan telah keluar
tulisan transaction receipt dengan status completed. Transaction receipt yang sama juga telah
diterima di e-mail milik nasabah Bank Mega tersebut. Tetapi ketika di cek ternyata dana yang
dikirimnya ke nomor rekening bank lain belum masuk. Padahal setahunya transaksi transfer
dana via internet banking maupun ATM antar bank sudah real on time dengan memasukkan
kode sandi bank yang dituju.
Kemudian nasabah Bank Mega tersebut menelpon ke Mega Call untuk melaporkan
kejadian tersebut, tetapi sudah 3 (tiga) minggu tidak ada kabar lagi dan masalah tersebut
belum juga diselesaikan. Dengan kejadian seperti itu nasabah Bank Mega merasa dirugikan
dengan segala kelemahan system internet bankingnya.
E. PEMBAHASAN
Bank konvensional yang kami bahas disini adalah Bank Mega
I.
Solusi dari masalah sumber daya manusia Kasus Pegawai Bank Mega Terlibat Kasus
Pembobolan Dana Elnusa
Hemat Kami harus adanya memperbaiki pengawasan dan sistem koordinasi yang
lebih ketat lagi. Dua hal ini harus terus-menerus diperbaiki karena selama ini dijadikan jalan
bagi pembobol bank untuk beraksi.
Dan solusi yang kedua menurut kami yaitu memperketat proses perekrutan SDM
perbankan sehingga yang diterima benar-benar yang mempunyai kredibilitas tinggi. Tidak
hanya dari sisi skill dan knowledge namun lebih penting dari itu attitude, yang menyangkut
kejujuran dan komitmen tinggi pada profesi bankir. Semuanya harus dipenuhi guna menjaga
keberlangsungan bisnis perbankan mengingat keterkaitannya dengan kepercayaan nasabah
dan dunia usaha agar berjalan lebih baik lagi.

II.

Solusi dari masalah produk Masalah bertransaksi dengan Kartu Kredit Bank Mega
Menurut kami hal pertama yang kita harus di lakukan dari masalah di atas
adalah mengumpulkan bukti belanja dan lembar tagihan kartu kredit. Hal ini untuk berjagajaga jika terjadi masalah tagihan kartu kredit seperti kejadian di atas, jadi anda memiliki bukti
yang kuat.
Kita juga harus berani untuk menghubungi pihak penerbit kartu kredit anda. Setelah
itu ceritakan masalah yang anda hadapi. Jangan lupa beritahu detail transaksi kartu kredit
yang anda lakukan.
Dan solusi terakhirnya adalah jangan lupa untuk mencatat kapan anda mengajukan
complain. Selain itu, akan lebih baik lagi jika anda mencatat nama petugas yang melayani
anda untuk nantinya lebih jelas. Solusi tersebut untuk jalan terbaiknya buat nasabah bank dan
produk bank mega itu sendiri supaya nasabah itu tidak kecewa menggunakan kartu kredit
Bank Mega.

III.

Solusi dari masalah teknologinya Sering terjadi keluhan-keluhan dari nasabah Bank Mega
terkait penggunaan Internet Banking
Kami kira staf maupun pengurus Bank Mega harus segeramenerapkan manajeman
risiko pada jasa elektronik banking yang termasuk juga di dalamnya jasa internet
banking, bank harus mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko-risiko
yang dapat terjadi dengan prinsip kehati-hatian supaya lebih baik lagi,agar dapat mengurangi
resiko-resiko yang mungkin timbul untuk nasabah Bank Mega itu sendiri agar tidak merasa
dirugikan atas segala kelemahan system internet bankingnya yang terdahulu dikeluhkannya.

BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bank Konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Konvensional
pun memiliki berbagai keunggulan dan kelemahan.
Bank syariah adalah bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai dengan hukum-hukum
dan landasan agama Islam. Bank ini banyak memberikan manfaat dan kemudahan bagi
masyarakat, khususnya muslim.
Bank syariah menggunakan prinsip :
1) Tidak menawarkan bunga tetapi bagi hasil dan yang ditetapkan terlebih dahulu adalah rasio
(nisbah) antara bagian keuntungan yang didapat nasabah dan bagian keuntungan yang didapat
oleh bank, misalnya 60:40 artinya 60 persen keuntungan bagi nasabah dan 40 persen
keuntungan bagi bank. Karena itu bagian keuntungan yang diterima nasabah tergantung dari
keuntungan yang didapat oleh bank.
2) Besarnya keuntungan yang diterima oleh nasabah akan meningkat apabila keuntungan bank
sedang baik dan begitu juga sebaliknya.

B. Saran-saran
Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga seharusnya hukum
keuangan yang diterapkan mengikuti hukum perekonomian Islam, yaitu bank syariah.

DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka:
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta, Gunung Agung, 1997
Karnaen A. Perwataatmadja, Jejak Rekam EkonomiIslam, Jakarta, Cicero Publishing, 2008
Media Elektronik Internet, Makalah Bank Konvensional VS Bank Syariah,2013
http://blogmustafa87.blogspot.com/2014/01/perbedaan-bank-syariah-denganbank.html

1. PENDAHULUAN
Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10

Tahun 1998, membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua,


yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana
disebutkan dalam butir 13 Pasal 1, memberikan batasan pengertian prinsip
syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain,
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia cukup pesat, hal ini terlihat dari
data yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Pada Desember 2003 terdapat 3
Bank Umum Syariah (BUS) dan 8 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total asset
lebih dari 7,8 triliun rupiah (belum termasuk BPRS). Kemudian pada Desember
2008 Unit Usaha Syariah bertambah menjadi 26 UUS, dan awal januari 2009
bertambah menjadi 5 BUS, dimana dua bank melakukan spin off yaitu Bank BRI
syariah dan Bank Bukopin Syariah.
Namun, dalam perkembangannya belakangan bank syariah menghadapi
beberapa tantangan yang mesti dihadapi dan dituntut untuk dapat memberikan
terobosan dalam rangka mengembangkan potensi perbankan syariah,
diantaranya tantangan bank syariah adalah: 1) Ketidakmengertian masyarakat
pada umumnya tentang produk-produk unggulan perbankan syariah. 2) Kurang
populernya produk-produk pembiayaan yang secara teori dapat mendukung
sektor rill, salah satunya yang cukup berpotensi memberikan kontribusi pada
sektor rill adalah pembiayaanmudharabah di samping besarnya risiko yang harus
dihadapi bank syariah dalam memberikan pembiayaan tersebut. 3) Rentannya
bank syariah terhadap risiko likuiditas jika memberikan pembiayaan
mudharabah. 4) Sumber daya manusia yang terbatas.
Dengan semakin ketatnya persaingan antar bank syariah maupun dengan bank
konvensional, membuat bank syariah dituntut untuk memiliki kinerja yang baik
agar dapat bersaing dalam memperebutkan pasar perbankan nasional di
Indonesia. Meski pertumbuhan aset perbankan syariah mampu mencatatkan
pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 35,6% dari 2007 yang sebesar Rp 36,5
triliun. Namun dengan total aset Rp 49,5 triliun pada 2008, pangsa pasar bank
syariah baru mencapai 2,08% dari total asset perbankan konvensional.
Pencapaian ini masih jauh dari target yang ditetapkan Bank Indonesia (BI)
sebesar 5% dari bank konvensional.
2. LATAR BELAKANG
Bank di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank
konvensional. Menurut UU RI No.7 Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 1, Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan,

dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf


hidup rakyat banyak.
a.

Bank Konvensional

Konvensional sebenarnya berasal dari bahasa Inggris convention, dalam


bahasa Indonesia berarti pertemuan, jadi bank konvensional adalah bank yang
mekanisme operasinya berdasarkan sistem yang disepakati bersama dalam
suatu pertemuan (kesepakatan). Namun secara realita, sistem perbankan yang
menggunakan bunga ini tidak pernah disepakati bersama dalam suatu konvensi
apapun. Hal inilah yang kemudian menyebabkan bunga yang di ambil oleh Bank
konvensional menjadi riba, sedangkan riba dalam sistem ekonomi Islam adalah
sesuatu yang diharamkan, karena mengambil sesuatu yang bukan hak milik
demi mendapatkan keuntungan sama saja dengan mencuri. Pengertian bank
menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas UndangUndang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.Di Indonesia,
menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa
bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Pada bank konvensional, prinsip yang digunakan adalah:
1.Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh bank tanpa
memperhitungkan apakah bank sedang mendapatkan keuntungan atau tidak.
2.Besarnya bunga adalah tetap, baik bank sedang rugi atau laba. Walaupun
ekonomi sedang baik dan bank sedang mendapatkan banyak laba, akan tetapi
tetap bunga yang diberikan kepada nasabah tidak bertambah.
Ada beberapa keunggulan pada bank konvensional, yaitu:
1. Metode bunga telah lama dikenal masyarakat, Bank Konvensional lebih
mudah menarik nasabah penyimpan dana sehingga lebih mudah mendapatkan
modal.
2.

Bank Konvensional lebih kreatif dalam menciptakan produk-produk.

3.

Nasabah terbiasa dengan metode bunga dibandingkan metode bagi hasil .

4. Persaingan antar bank lebih menggairahkan dapat memacu untuk bekerja


lebih baik
5. Peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintahan yang lebih
mapan bagi bank konvensional, sehingga bank lebih leluasa untuk bergerak lebih
pasti.

Selain Keunggulan, Bank Konvensional juga mempunyai kelemahan, yaitu:


1.
Faktor manajemen yang ditandai oleh inkonsistensi penyaluran kredit,
campur tangan pemilik yang berlebihan dan manager yang tidak professional.
2.
Kredit bermasalah karena prosedur pemberian kredit tidak potensi dan
penampakan pemberian kredit pada grup sendiri dan kalangan tertentu
3.

Praktik curang seperti bank dalam bank dan transaksi fiktif

4.

Praktik spekulasi yang terlalu ambisius dan tanpa perhitungan.

b.
-

Bank Syariah
Sejarah bank syariah

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embelembel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan
melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad
El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing
(pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini
berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan
konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima
bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri
secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang
didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta
pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori
oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam walaupun
utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk
menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya.
IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negaranegara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah
islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam
kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975),
Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta
Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan
tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri
Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang
ingin menabung untuk menunaikan ibadah (haji).
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia Berdiri
tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter

pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal
awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada
periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. .Saat ini keberadaan
bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10
tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Perkembangannya

Bank syariah di Indonesia terhitung masih sangat muda, perkembangannya pun


di Indonesia begitu lambat, sebenarnya pembahasan tentang Bank Syariah
sudah pernah dibahas pada tahun 1980-an, namun realisasinya terjadi pada
tahun 1992 yang dilakukan oleh salah satu bank pemerintah, yaitu Bank
Muamalat Indonesia, dengan hukum yang jelas.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank
Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara
itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank di
antaranya merupakan bank besar seperti Bank Negeri Indonesia (Persero) dan
Bank Rakyat Indonesia (Persero). System syariah juga telah digunakan oleh Bank
Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan
industry perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang
memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan
progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan
asset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan
peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian akan
semakin signifikan
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank
dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha,
atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
1.
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai
pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan
2.
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat
hasil usaha institusi yang meminjam dana. Islam tidak memperbolehkan
"menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan
bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
3.
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah
pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari
sebuah transaksi.

4.
Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan
dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan
syariah.
5.
Tidak menawarkan bunga tetapi bagi hasil dan yang ditetapkan terlebih
dahulu adalah rasio (nisbah) antara bagian keuntungan yang didapat nasabah
dan bagian keuntungan yang didapat oleh bank, misalnya 60:40 artinya 60
persen keuntungan bagi nasabah dan 40 persen keuntungan bagi bank. Karena
itu bagian keuntungan yang diterima nasabah tergantung dari keuntungan yang
didapat oleh bank.
6.
Besarnya keuntungan yang diterima oleh nasabah akan meningkat apabila
keuntungan bank sedang baik dan begitu juga sebaliknya.
Sesuai dengan prinsip di atas, menyimpan uang di bank syariah termasuk
kategori investasi. Besar-kecilnya perolehan kembalian itu tergantung pada hasil
usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana.
Dengan demikian, bank syariah tidak dapat hanya sekadar menyalurkan uang.
Bank syariah harus terus-menerus berusaha meningkatkan return on investment
sehingga lebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik dana.
Jadi untuk memberikan gambaran perbedaan antara perbankan syariah dengan
perbankan konvesional, berikut dijelaskan secara garis besar perbedaan tersebut
Perbankan Konvesional :
1.
System pendapatan berupa bunga yang sudah ditentukan dimuka oleh
bank
2.

Hubungan antara nasabah dan bank adalah kreditur debitur

3.
Dana nasabah diinvestasikan pada aset-aset yang sesuai dengan
kebijakan
4.
Prinsip dasar penghimpunan dana dan penyaluran dana dari masyarakat
tidak ada
Perbankan Syariah :
1.
System pendapatan bukan dengan bunga tetapi dengan prinsip :
mudarabah ( bagi hasil) waidah (titipan),ijarah ( sewa ), murabahah ( penjualan
kembali )
2.

Hubungan antara nasabah dengan bank adalah hubungan kemitraan

3.
Dana nasabah diinvestasikan pada aset-aset yang sesuai dengan prinsip
syariah ( syariah complaiance )
4.
Prinsip dasar penghimpunan dana dan penyaluran dana dari masyarakat
harus sesuai dengan fatwa dewan

3.PERMASALAHAN

v Bank konvensional yang saya ambil di sini adalah Bank Mega

-Bank Mega
Bank Mega (IDX: MEGA) adalah perusahaan Indonesia yang berbentuk perseroan
terbatas dan bergerak di bidang jasa keuangan perbankan. Bank ini berbasis di
Jakarta dan merupakan bagian dari CT Corp. Didirikan pada tahun 1969. Direktur
utamanya saat ini adalah Johannes Bambang Kendarto.
Seiring dengan perkembangannya PT. Mega Bank pada tahun 1996 diambil alih
oleh PARA GROUP (PT. Para Global Investindo dan PT. Para Rekan Investama).
Untuk lebih meningkatkan citra PT. Mega Bank, pada bulan Juni 1997 melakukan
perubahan logo dengan tujuan bahwa sebagai lembaga keuangan kepercayaan
masyarakat, akan lebih mudah dikenal melalui logo perusahaan yang baru
tersebut. Dan pada tahun 2000 dilakukan perubahan nama dari PT. Mega Bank
menjadi PT. Bank Mega.
Dalam rangka memperkuat struktur permodalan maka pada tahun yang sama
PT. Bank Mega melaksanakan Initial Public Offering dan listed di BEJ maupun BES.
Dengan demikian sebagian saham PT. Bank Mega dimiliki oleh publik dan
berubah namanya menjadi PT. Bank Mega Tbk.
Permasalahannya :
a.

Bermasalah di bidang sumber daya manusia

Kasus Pegawai Bank Mega Terlibat Kasus Pembobolan Dana Elnusa

Bank Indonesia (BI) menyatakan, kasus pembobolan dana PT ElnusaTbk (ELSA)


melibatkan langsung oknum pegawai PT Bank Mega Tbk (Bank Mega). Hal
tersebut diketahui BI usai pemeriksaan internal yang dilakukanoleh bank sentral
kepada Bank Mega.Demikian disampaikan oleh Kepala Biro Hubungan
Masyarakat Bank Indonesia Difi Ahmad Johansyah ketika ditemui detikFinance di
Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin (25/4/2011)."Iya
(pegawai Bank Mega terlibat). Ini ada kolusi dengan oknumnasabah," ujar Difi.
Dikatakan Difi, kasus pencairan dana ini terjadi akibatadanya celah di bank yang
selanjutnya dimanfaatkan oleh nasabah yangberkolusi dengan oknum pegawai
tersebut.
Iya ini masalahnya adalah ada celah perbankan yang dimanfaatkan
dandimanipulasi oleh pegawai bank dengan pihak nasabah," tuturnya.Kasat
Fismondep Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya AKBPAris Munandar
sebelumnya juga mengatakan, pembobolan dana itu juga menggaet sejumlah
pihak antara lain Kepala Cabang Bank Mega Jababekaberinisial IHB. Dalam
pembobolan dana PT Elnusa sebesar Rp 111 miliar ini,modus yang dilakukan
dengan pemalsuan tandatangan dokumen pengalihandana. Nah, pemalsuan ini
tidak akan mulus tanpa bantuan pihak bank.Sebelumnya BI memang memanggil
manajemen Bank Mega. Adapun yang hadir yakni Direktur Kepatuhan Bank
Mega, Direktur Operasional danSatuan Kerja Audit Intern Bank Mega.Seperti
diketahui, telah terjadi kasus pembobolan dana milik Elnusa diBank Mega
sebesar Rp 111 miliar oleh direktur keuangannya

b.

Bermasalah di bidang produk

Masalah bertransaksi dengan Kartu Kredit Bank Mega


Ketika seorang nasabah Bank Mega melakukan pemesanan kamar hotel melalui
situs Agoda menggunakan kartu kredit Bank Mega. Pada saat transaksi
pembayaran diberitahukan bahwa pembayaran saya sebesar Rp 6.105.609 gagal
karena ditolak (overlimit). Karena gagal, saya membatalkan transaksi serta tidak
melanjutkan pemesanan kamar tersebut.
Ketika menanyakan tentang pemesanan kamar yang gagal tersebut, diketahui
bahwa transaksi tersebut memang gagal dan tidak akan ditagihkan ke kartu
kredit saya. Karena belum yakin, maka keesokan harinya saya menelpon kembali
ke Bank Mega (tgl. 04-04-2011) untuk memastikan kembali status transaksi kartu
kredit saya apakah gagal atau berhasil. Dan pihak Bank Mega tetap menyatakan
transaksi saya gagal dan saya tidak akan ditagihkan sebesar nominal tersebut
sebelumnya.
Betapa kagetnya saya pada saat tagihan kartu kredit bulan Mei 2011 saya
terima, ternyata transaksi kartu kredit saya yang sebesar Rp 6.105.609
ditagihkan, padahal sebelumnya saya sudah dikonfirmasi dan
mengkonfirmasikan kembali ke Bank Mega perihal transaksi tersebut dan
dinyatakan decline/gagal.

c.

Bermasalah di bidang teknologinya

Sering terjadi keluhan-keluhan dari nasabah Bank Mega terkait penggunaan


Internet Banking
Nasabah Bank Mega telah melakukan transaksi transfer dana ke nomor rekening
bank lain melalui via internet banking, transaksi tersebut selesai dilaksanakan
dan telah keluar tulisan transaction receipt dengan status completed.
Transaction receipt yang sama juga telah diterima di e-mail milik nasabah Bank
Mega tersebut. Tetapi ketika di cek ternyata dana yang dikirimnya ke nomor
rekening bank lain belum masuk. Padahal setahunya transaksi transfer dana via
internet banking maupun ATM antar bank sudah real on time dengan
memasukkan kode sandi bank yang dituju.
Kemudian nasabah Bank Mega tersebut menelpon ke Mega Call untuk
melaporkan kejadian tersebut, tetapi sudah 3 (tiga) minggu tidak ada kabar lagi
dan masalah tersebut belum juga diselesaikan. Dengan kejadian seperti itu
nasabah Bank Mega merasa dirugikan dengan segala kelemahan system internet
bankingnya.

v Bank Syariah yang saya ambil di sini adalah Bank Syariah Mandiri

-Bank Syariah Mandiri


Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan bank yang berdasarkan prinsip syariah
dalam kegiatan usahanya. BSM didirikan pada tanggal 8 September 1999 yang
saat ini memiliki aset 12 triliun rupiah dan memiliki 313 unit jaringan kantor
pelayanan yang tersebar di seluruh Indonesia . Secara struktural, bank syariah
mandiri berasal dari Bank Susila Bakti (BSB), sebagai salah satu anak
perusahaan di lingkup Bank Mandiri (ex BDN), yang kemudian dikonversikan
menjadi bank syariah secara penuh.BSM merupakan salah satu bank syariah
terbesar di Indonesia, sehingga kinerja BSM merupakan salah satu tolak ukur
penilaian masyarakat akan kinerja bank syariah yang ada di Indonesia.
Permasalahannya :
a)

Masalah di bidang sumber daya manusia

Bank syariah masih kesulitan SDM mumpuni


Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini menyatakan kunci suksesnya industri
syariah adanya keberpihakan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat ini market
share perbankan syariah baru 4 persen dan ini masih jauh dibandingkan bank
konvensional sebesar 96 persen.

Zulkifli menegaskan pihaknya memperkirakan perbankan syariah akan


membutuhkan 40 hingga 50 ribu tenaga kerja dalam kurun waktu 4 hingga 5
tahun kedepan. Besarnya potensi ini juga membutuhkan dukungan insentif
karena tidak akan terpenuhi jika tidak dilakukan.
b)

Masalah di bidang produk

Bank Syariah Mandiri Cabang Ambon menutup pencairan dana Kredit Usaha
Rakyat (KUR) Mikro kepada seluruh nasabahnya karena bermasalah
Sekarang kami mengalami kendala karena proses pengembalian angsuran oleh
nasabah tidak lancar atau macet. Sesuai kebijakan manajemen maka proses
pencairan KUR Mikro ditutup, sementara kami memberi kesempatan kepada
nasabah bermasalah menyelesaikan tunggakan mereka, kata Anisah Saban. Dia
mengungkapkan, sampai dengan bulan September 2012 tidak ada lagi proses
pencairan dana KUR Mikro.
c)

Masalah di bidang teknologinya

Bank Syarih Mandiri yang sedikit memiliki fasilitas ATM


Seorang nasabah Bank Syariah Mandiri yang sangat kesulitan ketika hendak
membayar tagihan-tagihan sewaktu dluar kota / daerah dengan menggunakan
ATM BSM yang sedikit adanya atau hampir sulit ditemukan, terkadang memaksa
saya untuk menarik uang di Bank dan saya sangat jarang sekali membawa buku
tabungan kemana-mana.
Nah, sudah dua kali saya menarik uang saya melalui bank dengan kartu ATM
tersebut (di capem jatinegara dan di BSM yang terletak di Jalan Raya Darmo
Surabaya), dan ditolak dengan alasan harus membawa buku tabungan. Meski di
capem Jatinegara, setelah berargumentasi dapat juga saya tarik, karena
tabungan saya dibuka disana, tapi ini sungguh melelahkan saya. Sementara di
BSM Jl Raya Darmo mereka tetap menolak dengan kalimat maaf, kami tidak bisa
membantu anda. Saya sempat protes akan hal ini, karena menurut saya ini
bukan persoalan bantu membantu, namun ini hak saya sebagai konsumen dan
juga pemilik sah dari uang tersebut.

4.PEMBAHASAN
v Bank konvensional yang saya bahas disini adalah Bank Mega

a)
Solusi dari masalah sumber daya manusia Kasus Pegawai Bank Mega
Terlibat Kasus Pembobolan Dana Elnusa
Menurut saya harus adanya memperbaiki pengawasan dan sistem koordinasi
yang lebih ketat lagi. Dua hal ini harus terus-menerus diperbaiki karena selama
ini dijadikan jalan bagi pembobol bank untuk beraksi.
Dan solusi yang kedua menurut saya yaitu memperketat proses perekrutan SDM
perbankan sehingga yang diterima benar-benar yang mempunyai kredibilitas
tinggi. Tidak hanya dari sisi skill dan knowledge namun lebih penting dari itu
attitude, yang menyangkut kejujuran dan komitmen tinggi pada profesi bankir.
Semuanya harus dipenuhi guna menjaga keberlangsungan bisnis perbankan
mengingat keterkaitannya dengan kepercayaan nasabah dan dunia usaha agar
berjalan lebih baik lagi.

b)
Solusi dari masalah produk Masalah bertransaksi dengan Kartu Kredit
Bank Mega
Menurut saya hal pertama yang kita harus di lakukan dari masalah di atas
adalah mengumpulkan bukti belanja dan lembar tagihan kartu kredit. Hal ini
untuk berjaga-jaga jika terjadi masalah tagihan kartu kredit seperti kejadian di
atas, jadi anda memiliki bukti yang kuat.
Kita juga harus berani untuk menghubungi pihak penerbit kartu kredit anda.
Setelah itu ceritakan masalah yang anda hadapi. Jangan lupa beritahu detail
transaksi kartu kredit yang anda lakukan.
Dan solusi terakhirnya adalah jangan lupa untuk mencatat kapan anda
mengajukan complain. Selain itu, akan lebih baik lagi jika anda mencatat nama
petugas yang melayani anda untuk nantinya lebih jelas. Solusi tersebut untuk
jalan terbaiknya buat nasabah bank dan produk bank mega itu sendiri supaya
nasabah itu tidak kecewa menggunakan kartu kredit Bank Mega.

c)
Solusi dari masalah teknologinya Sering terjadi keluhan-keluhan dari
nasabah Bank Mega terkait penggunaan Internet Banking
Menurut saya staf maupun pengurus Bank Mega harus segera menerapkan
manajeman risiko pada jasa elektronik banking yang termasuk juga di dalamnya
jasa internet banking, bank harus mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan risiko-risiko yang dapat terjadi dengan prinsip kehati-hatian
supaya lebih baik lagi, agar dapat mengurangi resiko-resiko yang mungkin timbul
untuk nasabah Bank Mega itu sendiri agar tidak merasa dirugikan atas segala
kelemahan system internet bankingnya yang terdahulu dikeluhkannya.

v Bank Syariah yang sya bahas disini adalah Bank Syariah Mandiri

a)
Solusi dari masalah sumber daya manusia Bank syariah masih kesulitan
SDM mumpuni
Menurut saya bank syariah harus lebih meningkatkan sistem insentif dan
pengajiannya yang lebih menarik dari bank konvensional untuk bisa menarik hati
tenaga kerja supaya bekerja di bank syariah tersebut.
Bank syariahkan, bank yang seutuhnya menggunakan hukum Islam sebagai
umat muslim yang paling banyak di dunia Warga Negara Indonesia seharusnya
ingin berlomba-lomba menjadi tenaga kerja di Bank syariah itu.

b)
Solusi dari masalah produk Bank Syariah Mandiri Cabang Ambon
menutup pencairan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro kepada seluruh
nasabahnya karena bermasalah
Menurut saya seharusnya nasabah KUR yang bermasalah itu harus diberi
perjanjian setelah iya sudah menunggak/belum membayar angsurannya selama
3 bulan. Setelah diberi peringatan iya masih belum bayar-bayar juga bank
tersebut harus memproses klaim ke pihak Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo)
bagi nasabah-nasabah yang bermasalah itu.

c)
Solusi dari masalah teknologinya Bank Syariah Mandiri yang sedikit
memiliki fasilitas ATM
Menurut saya Bank Syariah Mandiri harus lebih mengembangkan kantor dan
layanan ATM. Dan juga Bank tersebut harus bekerja sama dengan lainnya untuk
kemudahan layanan ATM misalnya dengan menggunakan ATM bersama atau
ATM Mandiri.
Untuk mempermudah nasabah dalam melakukan transaksi keuangan non tunai
juga seharusnya memiliki layanan mobile banking dan internet banking dengan
fitur berupa informasi saldo, transfer online ke 83 bank lain, RTGS, transfer tunai
seketika tanpa rekening melalui kantor pos, pembelian pulsa, pembayaran
telkom dan PLN, transfer secara massal ke beberapa rekening sekaligus.

5.KESIMPULAN

Saran-saran

Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga seharusnya hukum


keuangan yang diterapkan mengikuti hukum perekonomian Islam, yaitu bank
syariah.

Penutup

Bank Konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara


konvensional dan yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Bank Konvensional pun memiliki berbagai keunggulan dan
kelemahan.
Bank syariah adalah bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai dengan
hukum-hukum dan landasan agama Islam. Bank ini banyak memberikan manfaat
dan kemudahan bagi masyarakat, khususnya muslim.
http://rezkyrahmida.blogspot.com/2012/12/makalah-perbedaan-bankkonvensional-dan.html

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat yang adil
dan makmur sebagaimana ditentukan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah negara Republik Indonesia melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan

kemerdekaan,

perdamaian

abadi

dan

keadilan

sosial.

Untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur tersebut berbagai upaya dilaksanakan oleh
semua pihak termasuk perbankan nasional.Sementara itu pada pertengahan tahun 1997 krisis
ekonomi dan moneter telah menimpa negara kita yang menurut para pakar diakibatkan
kombinasi dari dampak penularan ( contagion ) eksternal dengan kelemahan internal dari
struktur ekonomi, sosial dan politik. Kombinasi gejolak eksternal dan kelemahan internal ini telah
mendorong krisis pada sektor keuangan dan sektor riil yang kemudian menimpa perbankan
nasional.
Kemunduran ekonomi kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi sosialis
dengan kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan titik pijak bagi
perkembangan ekonomi syariah. Asas yang didepankan dalam ekonomi syariah adalah keadilan
atau kesetaraan hak dan kewajiban, peniadaan segala bentuk penindasan atau penggerogotan
terhadap pihak lain, serta memiliki dimensi sosiologis. Pilar utama perekonomian syariah adalah
perbankan syariah. Diantara kebijakan ekonomi yang paling penting di setiap negara adalah
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal meliputi anggaran negara, pajak dan
neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan. Sedangkan kebijakan
moneter menjadi tanggung jawab bank sentral atau otoritas moneter dan bertujuan untuk
memelihara stabilitas harga-harga, stabilitas nilai tukar mata uang negara tersebut serta
mengembangkan dan mengendalikan lembaga-lembaga keuangan yang ada di suatu
negara.Dalam rangka mewujudkan sistem lembaga keuangan atau perbankan yang sehat, bank
sentral atau otoritas moneter menggunakan suatu perangkat kebijakan moneter seperti
pengendalian tingkat bunga, pembatasan ekspansi kredit, penentuan rasio likuiditas atau
cadangan minimum (reserve requirement), penentuan bunga rediskonto, operasi pasar
terbuka, currency swapdan sebagainya.Dengan berkembangnya lembaga-lembaga keuangan
islami dalam tiga dasa warsa terakhir, maka bank sentral atau otoritas moneter di berbagai
negara yang berpenduduk mayoritas muslim harus pula memantau dan mengendalikan
perkembangan lembaga-lembaga keuangan baru ini. Untuk melaksanakan fungsi pemantauan
dan pengendalian itu maka otoritas moneter juga harus membangun seperangkat kebijakan dan
instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga-lembaga
keuangan dan perbankan islami. Sebagian negara muslim melakukan konversi mekanisme
moneter dan perbankan yang ada ke dalam sistem islami, seperti Iran dan Pakistan, dan
sebagian negara muslim lainnya, seperti Indonesia, mengakomodasian perkembangan tersebut

melalui dual banking system, dimana perbankan islami dapat beroperasi berdampingan
dengan perbankan konvensional.
Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu 1997-1998
merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem perekonomian Indonesia. Dalam
periode tersebut, banyak lembaga-lembaga keuangan,termasuk perbankan, mengalami
kesulitan keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya biaya modal
bagi sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan merosotnya kemampuan usaha sektor
produksi. Sebagai akibatnya kualitas aset perbankan turun secara drastis sementara sistem
perbankan diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan tingkat
suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan daya saing usaha pada sektor produksi telah pula
menyebabkan berkurangnya peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan
fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi.Pengalaman historis tersebut telah
memberikan harapan kepada masyarakat akan hadirnya sistem perbankan alternatif yang
memenuhi selain memenuhi harapan masyarakat dalam aspek syariah juga dapat memberikan
manfaat yang luas dalam kegiatan perekonomian.
Setelah dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1998 yang pada intinya memberikan kewenangan
dan pengawasan perbankan ke Bank Indonesia dan sekaligus diperkenalkan landasan hukum
bank syariah. Selanjutnya dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 Bank Indonesia dapat
menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Setelah diberlakukannya
UU tersebut perbankan nasional mulai menerapkan sistem perbankan berganda atau dual
banking system yang menuntut pengawasan yang lebih baik untuk menghindari terjadinya krisis
perbankan ke dua. Dual banking system yaitu adanya sistem perbankan konvensional dan
syariah yang berlangsung dalam suatu negara dalam penerapannya harus berlandaskan pada
karakteristik dari masing-masing sistem.Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti
kawasan Timur Tengah dan Malaysia, perbankan syariah di Indonesia masih dalam tahap
pengembangan awal. Keberadaan bank syariah dalam sistem perbankan Indonesia, baru
dikembangkan sejak tahun 1992, sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan serta pendirian PT Bank Muamalat Indonesia [BMI] yang diikuti oleh
pendirian beberapa BPR syariah [BPRS]. Namun perkembangan bank syariah dalam tahuntahun berikutnya berjalan sangat lambat dikaitkan dengan potensi pasar yang sangat besar bagi
kegiatan usaha bank syariah mengingat jumlah penduduk muslim di Indonesia yang
dominan. Walaupun perkembangan perbankan syariah dalam kancah nasional masih kecil,
tetapi telah menunjukkan perkembangan hampir dua kali lebih besar dibandingkan pertumbuhan
pada periode sebelum diberlakukannya Undang-undang No.10 Tahun 1998. Peranan perbankan
syariah dalam mobilisasi dana dan penyaluran pembiayaan walaupun masih kecil, namun
mengalami peningkatan yaitu masing-masing dari 0.05% dan 0.08% pada tahun 1998 menjadi
0.07% dan 0.17% pada tahun 1999.
Peningkatan peran perbankan syariah dalam penyaluran pembiayaan yang sedemikian rupa,
disebabkan terutama adanya peningkatan volume penyaluran pembiayaan dari Rp.445 milyar
pada tahun 1998 menjadi Rp. 472 milyar pada tahun 1999 dan pada saat yang bersamaan
penyaluran kredit oleh perbankan konvensional menurun dari Rp. 545 trilyun menjadi Rp. 227
trilyun.Total aset bank syariah terus mengalami peningkatan. Semula aset bank syariah hanya
mencapai Rp 1,71 triliun pada tahun 1998. Pada akhir 2002 angkanya telah mencapai Rp 4,04

triliun.Laporan Tahunan 2001 Bank Indonesia menyebutkan kenaikan aset itu menyebabkan
persentase aset bank syariah terhadap aset perbankan nasional pun ikut naik. Peningkatan juga
terjadi pada dana yang dihimpun dan pembiayaan yang disalurkan. Masing-masing menjadi
sebesar Rp 3,3 triliun dan Rp 3,66 triliun untuk posisi pada Maret 2003. Kondisi ini sejalan
dengan peningkatan jumlah kantor bank syariah dan sosialisasi yang dilakukan untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap bank syariah. Sejalan dengan itu, jumlah
kantor cabang bank umum yang beroperasi dengan prinsip syariah meningkat , menjadi 153
kantor bank. Rinciannya adalah 47 kantor cabang Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri, 31
kantor cabang syariah dari enam bank umum konvensional. Yakni Bank IFI, Bank BNI, Bank
Jabar, Bank BRI, Bank Danamon dan Bank Bukopin. Serta tidak ketinggalan 85 Bank
Perkreditan Rakyat [BPR] Syariah.
Dalam sistem perbankan syariah, nilai-nilai islami yang melandasi operasi perbankan
syariah

merupakan

hal

yang

membedakan

dengan

sistem

perbankan

konvensional.

Pengembangan ketentuan dan instrumen bagi bank syariah tidak dapat dipersamakan dengan
yang berlaku pada bank konvensional. Adanya sebuah instrumen atau ketentuan yang berlaku
bagi bank konvensional tidak berarti Bank Indonesia harus selalu menciptakan instrumen dan
mengatur ketentuan yang sama bagi bank syariah. Instrumen maupun ketentuan tersebut dapat
saja diperlukan oleh bank syariah dan sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, maka
hal tersebut harus diatur oleh bank sentral agar dapat berlaku bagi bank syariah. Bila instrumen
dan ketentuan tersebut tidak sesuai dengan prinsip syariah, namun dibutuhkan bank syariah
maka bank sentral harus menciptakan instrumen dan mengatur ketentuan yang berbeda
dengan yang berlaku bagi bank konvensional.
B. Identifikasi Masalah
1.

Apa yang dimaksud dengan bank syariah?

2.

Bagaimana pengelolaan dan pengawasan terhadap bank syariah?


C. Tujuan Penulisan

1.

Untuk mengetahui apa itu bank syariah

2.

Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dan pengawasan terhadap bank syariah

BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Pengertian Bank Syariah
Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu
lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat,
dalam literature Islam dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Isitilah lain yang
digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Secara akademik, istilah Islam dan
Syariah memang mempunyai pengertian berbeda. Namun secara teknis untuk penyebutan Bank
Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian yang sama. Dalam Undang-Undang No 10

Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran . Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syariah
adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syariah berarti bank yang tata cara
operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan Al-Quran dan
Al Hadist.

B. Pengertian Bagi Hasil


Suatu sistem yang meliputi pembagian hasil usaha antara pemodal dan
pengelola dana pembagian hasil usaha. Misalnya, antara bank syariah dengan
penyimpan dana serta antara bank syariah dengan nasabah penerima dana. Akad
yang digunakan bisa menggunakan akad mudharabah dan akad musyarakah dan
sebagainya.
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan
bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan
adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah
pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus
yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syariah yang berkaitan
dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal
terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah
pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya
kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syariah
terdiri dari dua sistem, yaitu:
a. Profit Sharing
b. Revenue Sharing
C. Pengertian Profit Sharing dan Revenue Sharing
Mekanisme bagi hasil menjadi salah satu ciri atau karakteristik perbankan
syariah, dimana dengan dengan bagi hasil ini menjadi salah satu alternatif bagi
masyarakat bisnis, khususnya masyarakat perbankan untuk terhindar dari bunga
atau riba. Hal ini sesuai dengan apa yang diterangkan dalam Al Quran, Surat Al
Baqarah ayat 275, dimana Allah SWT mengharamkan segala bentuk transaksi yang
mengandung unsur-unsur ribawi, karena unsur tersebut tidak mendatangkan
kemashlahatan bahkan hanya bisa mendatangkan keburukan, sehingga sedini
mungkin harus dihindarkan.
Dalam dunia perbankan syariah mungkin sering didengar istilah bagi hasil atau
yang lebih sering dikenal dengan istilah profit sharing ataurevenue sharing. Dalam
perbankan syariah pendapatan bagi hasil ini berlaku pada produk-produk
penyertaan, baik penyertaan menyeluruh, sebagian ataupun dalam bentuk

koorporasi lainnya. Dan prinsip bagi hasil ini akan berfungsi sebagai mitra bagi
penabung, demikian juga pengusaha peminjam dana. Jadi prinsip bagi hasil ini
merupakan landasan utama beroperasinya perbankan syariah.
Faktor dana merupakan sebuah kebutuhan pokok beroperasinya sebuah
perbankan (lembaga keuangan). Dalam perbankan yang mendasarkan pada bagi
hasil dalam operasionalisasinya, maka untuk memperoleh hasil (laba) adalah
dengan melakukan pebiayaan-pembiayaan dengan prinsip bagi hasil antara investor
dengan pengelola dana/debitur, dimana diantara keduanya menyepakati bagianya
masing-masing dari hasil yang diperolehnya.
D. Pengertian Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam
kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan
yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar
dari biaya total (total cost). Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan
bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada
perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana
hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan
yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari
perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengelola modal (enterpreneur)
dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan
terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan
dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula
bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masingmasing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara
utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil
dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya.

E. Pengertian Revenue Sharing


Revenue sharing, secara bahasa revenue berarti uang masuk, pendapatan,
atau income. Dalam istilah perbankan revenue sharing berarti proses bagi
pendapatan yang dilakukan sebelum memperhitungkan biaya-biaya operasional
yang ditanggung oleh bank, biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah
pendapatan atas investasi dana, dana tidak termasuk fee atau komisi atau jasa-jasa
yang diberikan oleh bank karena pendapatan tersebut pertama harus dialokasikan
untuk mendukung biaya operasional bank. Maksudnya pembagian dana terhadap
nasabah atas pendapatan-pendapatan yang diperoleh oleh bank tanpa menunggu
pengurangan-pengurangan atas pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh
bank dalam pengelolaan dana yang diamanatkan oleh nasabah, disatu sisi

pelaksanaan revenue sharing ini bertentangan dengan prinsip bagi hasil itu sendiri,
karena dalam prinsip bagi hasil tentunya investor bertanggung jawab atas dana yang
diamanatkannya, artinya ia juga memiliki andil dalam pengelolaan dananya, bahkan
jika terjadi kerugian dalam usaha maka shohibul mall ikut menanggung kerugiannya.
Dalam revenue sharing, proses distribusi pendapatan ini dilakukan sebelum
memperhitungkan biaya operasionalisasinya yang ditanggung oleh bank. Biasanya
pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi dana dan tidak
termasuk fee atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank.
Dalam mekanisme ini, berarti mengandung unsur peralihan mekanisme bagi hasil
dari profit and loss sharing menjadi revenue sharing, perubahan dari penanggunan
risiko menjadi tidak menanggung risiko, walaupun di dalam mekanisme ini tidak
diketahui berapa besar jumlah keuntungan yang akan diperoleh, berbeda dengan
bunga yang telah jelas berapa prosentase keuntungan yang akan diperoleh dari
besarnya dana yang diinvestasikan.
F. Legalitas Profit Sharing dan Revenue Sharing
Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No. 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang
PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH
ini adalah sebagai berikut :
Pertama : Ketentuan Umum
a. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (NetRevenue Sharing)
maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra
(nasabah)-nya.
b. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha
sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).
c. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Kedua : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyele-saiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan
sebagaimana mestinya.
G. PrinsipPrinsip Perbankan Syariah
Meskipun UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah dikeluarkan, namun
Indonesia masih menganut dual banking system ( dua system perbankan ). Ini berarti
memperkenankan dua system perbankan secara co-existance. Dua system perbankan itu
adalah bank umum dan bank berdasarkan bagi hasil ( yang secara impisit mengakui system
perbankan berdasarkan prinsip Islam ). Bank Syariah dapat dilakukan melalui 1) bank umum
syariah 2) bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) ; 3) Islamic windows; dan 4) office channeling.
Bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank
Perkreditan Rakyat Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Office Chanelling merupakan istilah yang diberikan guna menandai dimungkinkannya melakukan
kegiatan usaha perbankan syariah di kantor cabang dan/atau kantor cabang pembantu bank
umum konvesional. Praktik perbankan syariah tidak diperkenankan dilakukan bersama-sama
dalam satu kantor yang berpraktik konvesional. Dalam PBI No.4/1/PBI/2002, dibuka kesempatan
kepada bank umum konvesional untuk membuka cabang syariah dengan prsyaratan yang cukup
ketat,

yaitu

adanya

pemisahan

pembukuan,pemisahan

modal,pemisahan

pegawai,dan

pemisahan keragaan ruangan.


Operasional Bank Islam didasarkan kepada prinsip jual beli dan bagi hasil sesuai dengan
syariah Islam.Adapun prinsip bagi hasil ( Profit Sharing ) sebagai berikut:
1. Al Wadiah
Yaitu perjanjian antara pemilik barang ( termasuk uang ) dengan penyimpann ( termasuk bank )
di mana pihak penyimpan bersedia untuk menyimpan dan menjaga keselamatan barang dan
atau uang yang dititipkan kepadanya.
Terdapat dua jenis al-Wadiah:
a. Al-Wadiah Amanah
b. Al-Wadiah Dhamanah
2. Al Mudharabah
Yaitu perjanjian antara pemilik modal ( uang atau barang ) dengan pengusaha ( enterpreneur ).
Dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek/usaha dan pengusaha
setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian.
Pemilik modal tidak dibenarkan ikut dalam pengelolaan usaha, tetapi diperbolehkan membuat
usulan dan melakukan pengawasan. Apabila usaha yang dibiayai mengalami kerugia, maka
kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal, kecuali apabila kerugian tersebut
terjadi

karena

penyelewangan

atau

penyalahgunaan

oleh

pengusaha.

Syarat syarat mudharabah :


a. Modal
b. Keuntungan
3. Al Musyarakah
Yaitu perjanjian kerja sama antara dua belah pihak atau lebih pemilik modal ( uang atau barang )
untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi sesuai persetujuan antara
pihak-pihak tersebut, yang tidak harus sama dengan pangsa modal masing-masing pihak.
Dalam hal terjadi kerugian, maka pembagian kerugian dilakukan sesuai pangsa modal masingmasing.
Menurut fiqih ada 2 bentuk musyarakah, yaitu :
a.

Terjadinya secara otomatis disebut syarikah Amlak

b.

Terjadinya atas dasar kontrak disebut syarikah Uqud

c.

Al-Murabahah dan Al-Baiu Bithaman Ajil


Al-Murabahah yaitu persetujuan jual-beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok
ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama dengan pembayaran ditangguhkan 1
bulan

sampai

tahun.

Persetujuan

tersebut

juga

meliputi

car

pembayaran

sekaligus.Sedangkan al-Baiu Bithaman Ajil yaitu persetujuan jual-beli suatu barang dengan
harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama.
Persetujuan ini termasuk pula jangka waktu pembayaran dan jumlah angsuran.

d.

Al-Ijarah dan Al-Tajiri


Al-Ijarah yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa
memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua
belah pihak. Setelah masa sewa berakhir, maka barang akan dikembalikkan kepada
pemilik.Sedangkan Al-Tajiri yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang
membolehkan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai
dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah berakhir masa sewa, maka pemilik barang
menjual barang tersebut kepada penyewa dengan harga yang disetujui kedua belah pihak.

e.

Al-Qardahul Hasan
Al-Qardahul Hasan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial
semata, di mana peminjam tidak kerkewajiban untuk mengembalikan apa pun kecuali pinjaman
dan

biaya

administrasi.

Untuk menghindarkan diri dari riba, biaya administrasi pada pinjaman Al-Qardahul Hasan :
1)

Harus dinyatakan dalam nominal bukan presentase.

2)

Sifatnya harus nyata,jelas dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan untuk
terjadinya kontrak.
Dan untuk prinsip Jual Beli ( Al Buyu ) yaitu :

1)

Murabahahadalah akad jual beli antara dua belah pihak,di mana pembeli dan penjual
menyepakati harga jual, yang terdiri atas harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan
bagi penjual.

2)

Salamyaitu pembelian barang dengan pembayaran di muka dan barang diserahkan kemudian.
Salam adalah transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada,sehingga barang yang menjadi
objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh.

3)

Istisna adalah pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya
sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan di muka sekaligus atau secara
bertahap.

4)

Ijarah (Sewa) adalah kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa.
Secara prinsip, ijarah sama dengan transaksi jual beli, hanya saja yang menjadi objek dalam
transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat.

5)

Wakalah adalah transaksi, dimana pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua
(sebagai wakil) untuk urusan tertentu dimana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau
komisi.

6)

Kafalah (Garansi Bank)adalah transaksi dimana pihak pertama bersedia menjadi penanggung
atas kejadian yang dilakukan oleh pihak kedua, sepanjang sesuai dengan diperjanjikan dimana
pihak pertama menerima imbalan berupa komisi atau fee.

7)

Sharf (Jual beli valuta asing)adalah pertukaran/ jual beli mata uang yang berbeda dengan
penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat
pertukaran.

8)

Hawalah adalah transaksi pengalihan utang-piutang

9)

Rahn (Gadai)adalah transaksi gadai dimana seseorang yang membutuhkan dan dapat
menggadaikan barang yang dimilikinya kepada bank syariah dan atas izin bank syariah, orang

tersebut dapat menggunakan barang yang digadaikan tersebut,dengan syarat harus dipelihara
dengan baik.
10) Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi Qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal,yaitu
sebagai pinjaman talangan haji.
Menurut Pasal 2 UU 21 Tahun 2008, perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Dalam penjelasan
Pasal 2 dikemukakan kegiatan usaha yang berasaskan berikut ini:
1)

Prinsip syariah, antara lain kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:

a)

Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah antara lain dalam transaksi pertukaran
barang sejenis yang tidak sama kualitas,kuantitas, dan waktu penyerahan ( fadhl), atau dalam
transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan
dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu ( nasiah )

b)

Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat
untung-untungan.

c)

Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak memiliki, tidak diketahui keberadaanya,
atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan, kecuali diatur lain dalam syariah

d) Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah


e)

Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

2)

Demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan,
kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan.

3)

Prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan
perbankan yang sehat, kuat, dan efisien, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Disamping itu kegiatan usaha perbankan syariah diatur pasal 36-37 PBI No.6/24 /PBI/2004. Agar
memudahkan pemahaman, secara garis besar kegiatan usaha perbankan syariah meliputi 9
(sembilan) fungsi berikut ini:

1)

Penghimpunan Dana

2)

Penyaluran dana ( langsung dan tidak langsung )

3)

Jasa pelayanan perbankan

4)

Berkaitan dengan surat berharga

5)

Lalu lintas keuangan dan pembayaran Money transfer, inkaso, kartu debet/charge card, valuta
asing ( sharf )

6)

Berkaitan pasar modal

7)

Investasi

8)

Dana Pensiun

9)

Sosial
H. Pengelolaan dan Pengawasan Bank Syariah
Bank Syariah, selain berfungsi menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan
pihak yang membutuhkan dana, juga secara khusus mempunyai fungsi amanah. Untuk menjaga
fungsi amanah tersebut, perlu adanya pengawasan yang melekat pada setiap orang yang
terlibat di dalam aktivitas perbankan berupa motivasi keagamaan maupun pengawasan melalui
kelembagaan. Supaya upaya pengendalian, meskipun suatu lembaga telah menyandang nama
syariah, namun tidak tertutup kemungkinan dalam menjalankan usahanya menyimpang dari
nama yang disandang tersebut. Di dalam menjalankan usahanya, bank berdasarkan prinsip-

prinsip syariah berupaya menjaga dan memelihara agar prinsip-prinsip syariah tersebut tetap
terpelihara dalam operasionalnya. Di dalam menjalankan fungsi kelembagaan agar operasional
Bank Syariah tidak menyimpang dari tuntutan syariah Islam, maka diadakan Dewan Pengawas
Syariah yang tidak terdapat di dalam bank-bank konvesional.
Dewan pengawas syariah adalah suatu lembaga dewan yang dibentuk untuk mengawasi
jalannya Bank Syariah agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip
muamalah menurut Islam. Dewan pengawas syariah biasanya ditempatkan pada posisi setingkat
dewan komisaris pada setiap bank. Anggota dewan syariah ditetapkan oleh rapa pemegang
saham dari calon yang telah mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
Dewan syariah bertugas meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan
rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa
bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Dewan pengawas syariah juga bertugas untuk mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi
bisnis yang diajukan kepada dewan sehingga dapat ditentukan tentang sesuai atau tidaknya
masalah-masalah tersebut dnegan ketentuan-ketentuan syariah Islam. Adapun wewenang
Dewan Pengawas Syariah adalah :
1.

Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional Bank Syariah,
baik penyerahan dana,penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainnya.

2.

Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk Bank Syariah yang telah atau sedang berjalan.
Namun,

dinilai

pelaksanaanya

bertentangan

ketentuan

syariah.

Keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang dewan syariah sangat tergantung kepada
independesinya di dalam membuat suatu putusan atau penilaian yang dibutuhkan. Independasi
dewan ini diharapkan dapat dijamin karena :
a)

Mereka bukan staf bank, sehingga tidak tunduk di bawah kekuasaan administratif

b)

Mereka dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham, demikian juga penentuan tentang
honorariumnya

c)

Dewan pengawas mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas khusus seperti halnya Badan
Pengawas lainnya.
Selain Dewan Pengawas Syariah, pada tingkat nasional ada pula Dewan Syariah Nasional
( DSN ). Tugas lembaga ini antara lain, adalah sebagai berikut :

1.

Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, asuransi syariah,
reksadana syariah, modal ventura, dan lain-lain

2.

Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk-produk yang akan dikembangkan pada bank-bank
syariah yang diajukan manajemen bank yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari
dewan pengawas syariah,

3.

Mengeluarkan pedoman yang akan digunakan oleh dewan pengawas

4.

Merekomendasikann para ulama yang akan ditugaskan menjadi anggota dewan pengawas
syariah.
J. Produk Perbankan syariah
Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (1) Produk Penyaluran
Dana, (2) Penghimpunan Dana dan (3) Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan
perbankan kepada nasabahnya.

Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi
ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:
1.

Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.

2.

Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakuakan dengan prinsip sewa.

3.

Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus
barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi
bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini
adalah produk uang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam, dan istishna serta
produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijiarah. Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat
keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil.
Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka.
Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah.
K. Hukum Perbankan Syariah
Melihat

ketentuan-ketentuan

yang

ada

dalam

PP

No.

72

Tahun

1992,

keleluasaan untuk mempraktekkan gagasan perbankan berdasarkan syariat Islam terbuka


seluas-luasnya, terutama berkenaan dengan jenis transaksi yang dapat dilakukan. Pembatasan
hanya diberikan dalam hal :
1.

Larangan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (maksudnya
kegiatan usaha berdasarkan perhitungan bunga) bagi Bank Umum atau Bank Perkreditan
Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil. Begitu pula Bank
Umum atau BPR yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil dilarang
melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.

2.

Kewajiban memiliki Dewan Pengawas Syariah yang bertugas melakukan pengawasan atas
produk perbankan baik dana maupun pembiayaan agar berjalan sesuai dengan prinsip Syariat,
dimana pembentukannya dilakukan oleh bank berdasarkan hasil konsultasi dengan Majelis
Ulama Indonesia (MUI).
Pada saat berlakunya UU No. 7 Tahun 1992, selain ketiga PP tersebut di atas tidak ada lagi
peraturan perundangan yang berkenaan dengan Bank Islam. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa eksistensi Bank Islam yang telah diakui secara hukum positif di Indonesia, belum
mendapatkan dukungan secara wajar berkenaan dengan praktek traksaksionalnya. Hal ini dapat
dilihat misalnya dari tidak seimbangnya jumlah dana yang mampu dikumpulkan dibandingkan
dengan penyalurannya di masyarakat. Bagi BMI tidak ada kesulitan untuk mengumpulkan dana
berupa tabungan dan investasi dari masyarakat, namun untuk penyalurannya masih sangat
terbatas, mengingat belum adanya instrumen investasi yang berdasarkan prinsip syariah yang
diatur secara pasti, baik instrumen investasi di Bank Indonesia, Pemerintah, atau antar-bank.
Tidak mengherankan bilamana dalam Laporan Keuangan BMI pada masa tersebut dapat
ditemukan satu pos anggaran atau account yang diberi istilah sebagai Pendapatan Non Halal,
yakni

pendapatan

yang

didapat

dari

transaksi

yang

bersifat

perbankan

konvensional.Perkembangan lain yang patut dicatat berkaitan dengan perbankan syariah pada
saat berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah berdirinya Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). BAMUI berdiri secara resmi tanggal 21 Oktober 1993
dengan pemrakarsa MUI dengan tujuan menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa

muamalat dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain di kalangan
umat Islam di Indonesia. Dengan demikian dalam transaksi-transaksi atau perjanjian-perjanjian
bidang perbankan syariah lembaga BAMUI dapat menjadi salah satu choice of forum bagi para
pihak untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan
transaksi atau perjanjian tersebut. Perkembangan kemudian berkenaan dengan BAMUI, melalui
Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003
menetapkan di antaranya perubahan nama BAMUI menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) dan mengubah bentuk badan hukumnya yang semula merupakan Yayasan
menjadi badan yang berada di bawah MUI dan merupakan perangkat organisasiMUI. Meskipun
pada saat berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 perkembangan perbankan syariah
masih sangat terbatas, namun sebagaimana disebutkan oleh Prof. Dr. Mariam Darus
Badrulzaman, SH merupakan salah satu tonggak sejarah yang sangat penting khususnya di
dalam kehidupan umat Islam dan pada umumnya bagi perkembangan Hukum Nasional. Dalam
makalahnya yang berjudul Peranan BAMUI Dalam Pembangunan Hukum Nasional beliau
mengatakan sebagai berikut:
Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 membawa era baru dalam sejarah
perkembangan hukum ekonomi di Indonesia. Undang-undang tersebut memperkenalkan sistem
bagi hasil yang tidak dikenal dalam Undang-undang tentang Pokok Perbankan No. 14 Tahun
1967. Dengan adanya sistem bagi hasil itu maka Perbankan dapat melepaskan diri dari usahausaha yang mempergunakan sistem bunga.
Jika selama ini peranan Hukum Islam di Indonesia terbatas hanya pada bidang hukum
keluarga, tetapi sejak tahun 1992, peranan Hukum Islam sudah memasuki dunia hukum
ekonomi (bisnis).
Pada tahun 1998 eksistensi Bank Islam lebih dikukuhkan dengan dikeluarkannya Undangundang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Dalam Undang-undang tersebut, sebagaimana ditetapkan dalam angka 3 jo. angka
13 Pasal 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998, penyebutan terhadap entitas perbankan Islam
secara tegas diberikan dengan istilah Bank Syariah atau Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.
Pada tanggal 12 Mei 1999, Direksi Bank Indonesia mengeluarkan tiga buah Surat Keputusan
sebagai pengaturan lebih lanjut Bank Syariah sebagaimana telah dikukuhkan melalui Undangundang No. 10 Tahun 1998, yakni:
1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum, khususnya
Bab XI mengenai Perubahan Kegiatan Usaha dan Pembukaan Kantor Cabang Syariah;
2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan
Prinsip Syariah ; dan
3.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah.
Selanjutnya berkenaan dengan operasional dan instrumen yang dapat dipergunakan Bank
Syariah, pada tanggal 23 Februari 2000 Bank Indonesia secara sekaligus mengeluarkan tiga
Peraturan Bank Indonesia, yakni:

1.

Peraturan Bank Indonesia No. 2/7/PBI/2000 tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah Dan
Valuta Asing Bagi Bank Umum Yang Melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah ,

yang mengatur mengenai kewajiban pemeliharaan giro wajib minimum bank umum yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
2.

Peraturan Bank Indonesia No. 2/8/PBI/2000 tentang Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan
Prinsip Syariah, yang dikeluarkan dalam rangka menyediakan sarana penanaman dana atau
pengelolaan dana antarbank berdasarkan prinsip syariah; dan

3.

Peraturan Bank Indonesia No. 2/9/PBI/2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) ,
yakni sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek
dengan prinsip Wadiah yang merupakan piranti dalam pelaksanaan pengendalian moneter
semacam Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dalam praktek perbankan konvensional.
Berkenaan dengan peraturan-peraturan Bank Indonesia di atas, relevan dikemukakan dalam
hal ini mengenai tugas Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UUBI). Pasal 10 ayat (2) UUBI memberikan kewenangan
kepada Bank Indonesia untuk menggunakan cara-cara berdasarkan prinsip syariah dalam
melakukan pengendalian moneter. Kemudian Pasal 11 ayat (1) UUBI juga memberikan
kewenangan kepada Bank Indonesia untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek
suatu Bank dengan memberikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu
paling lama 90 (sembilan puluh) hari. Dipandang dari sudut lain, dengan demikian UUBI sebagai
undang-undang bank sentral yang baru secara hukum positif telah mengakui dan memberikan
tempat bagi penerapan prinsip-prinsip syariah bagi Bank Indonesia dalam melakukan tugas dan
kewenangannya.
Disamping peraturan-peraturan tersebut di atas, terhadap jenis kegiatan, produk dan jasa
keuangan syariah, Bank Syariah juga wajib mengikuti semua fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN), yakni satu-satunya dewan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenisjenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud
oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Sampai saat ini DSN telah memfatwakan
sebanyak 43 fatwa, melingkupi fatwa mengenai produk perbankan syariah, lembaga keuangan
non-bank seperti asuransi, pasar modal, gadai serta berbagai fatwa penunjang transaksi dan
akad lembaga keuangan syariah.

BAB III
ANALISIS

Pelaksanaanprinsipsyariahpada Bank syariah


Bank syariah dalam pelaksanaannya menganut paham bagi hasil yang secara jelas
diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.Dalam pelaksanaanya yang harus diperhatikan adalah bagaimana sifat-sifat
yang dicontohkan oleh Nabi MuhammadSAW seperti shidiq amanah fathonah dapat
diimplementasikan pada pelaksanaan bank syariah.Meskipun

Bank syariah berlandaskan hal-hal yang dihalalkan islam akan tetapi masih bisa
adanyapenyimpanganjikasifat yang dicontoh kan nabi tidak diresapi oleh pihak pihak
terkait penyelenggara perbankan syariah itu sendiri.
Pada kasus Bank Syariah mandiri dimana terjadi penyimpangan pemberian
pinjaman terhadap nasabah yang membuat kerugian 140M. Dalam kasus ini pelaku
adalah pegawai Bank syariah mandiri selaku pemberi pinjaman dan juga nasabah
yang mendapat keuntungan yang tidak seharusnya serta notaris yang membuat
surat akta pembiayaan almuharabah. Tersangka tersebut dijerat dengan pasal 63
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta pasal 3
dan pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU). Sebelumnya polisi menetapkan enam tersangka masing-masing
Kepala Cabang Utama Bank Syariah Mandiri Bogor M Agustinus Masrie, Kepala
Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor Chaerulli Hermawan, Accounting
Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa, serta tiga debitur atas nama Iyan
Permana, Henhen Gunawan, dan Rizki Ardiansyah.

KodeEtikPelaksanaPembiayaan
Untuk memantapkan performance kerjanya, pejabat bank syariah sebagai suatu
profesi perlu menjunjung tinggi kode etik pejabatan pembiayaan bank syariah,
sebagai berikut:
a. Patuh dan taat kepada ketentuan perundang-undangan dan peraturan pembiayaan
yang berlaku, baik ekstern maupun intern.
b. Melakukan pencatatan mengenal setiap kegiatan transaksi yang terjalin dengan
kegiatan banknya.
c. Menghindari diri dari persaingan yang tidak sehat.
d. Tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi.
e.Menghindarkan diri dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan dalam hal yang
bertentangan dengan kepentingan.
f. Menjaga kerahasiaan nasabah dan banknya.
g. memperhitungkan dampak yang merugikan diri setiap kebijakan yang ditetapkan
bank terhadap ekonomi,social dan lingkungan.
h. Tidak menerima hadiah atau imbalan apapun yang dapat memperkaya diri pribadi
maupun keluarganya sehingga mempengaruhi pendapat profesionalnya dalam
penilaian atau keputusan pembiayaan.
i. Tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesinya.
Pada kasus BSM cabang bogor karyawan telah menyalahi kode etik Pegawai
bank syariah, tindak pidana, dan juga tidak sesuai dengan akhlak yang di
harapkan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa bank syariah harus dikembangkan
berdasarkan nilai-nilai syariah dan professional, maka sumber daya yang
mengembangkannya harus dapat menunjukan nilai-nilai tersebut dalam aktifitas
manajerialnya. Dengan demikian, dapat dilakukan bahwa profesional merupakan
kunci utama dalam pengelolaan lembaga keuangan syariah.Apabila semua kriteria

tersebut dipenuhi, insya Allah setiap permasalahan yang terjadi ditengah-tengah


masyarakat akan dapat diselesaikan dengan mudah, cepat dan tepat. Hal ini selaras
dengan hadits nabi:Bahwa sesungguhnya Allah senang jika salah seorang diantara
kamu mengerjakan suatu pekerjaan yang dilakukan secara profesional(HR
Baihaqi). Selanjutnya, hadits lain menyatakan bahwa: apabila suatu urusan
diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya.
Selain daripada itu, disamping masalah profesioanlisme, dari nilai-nilai ajaran islam
juga dikenal strategi pengembangan SDM yang berlandaskan pada sifat Nabi
Muhammad SAW yang berlandaskan pada sifat: Siddiq; Tabligh; Amanah dan
Fathonah. Dapat dikatakan, bahwa secara ideal bank syariah kedepan akan sangat
membutuhkan sumber daya manusia yang ihsan.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan
syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi,
dan prinsip kehati-hatian. Di dalam bank syariah terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam
bank-bank konvesional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti
produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru
tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap
menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
.
B. SARAN
Perluadanyapeningkatankinerjapenyelenggaraanperbankansyariahberdasarkan

nilai-nilai

syariah dan professionaluntukmelaksanakanprinsipsyariah yang lebihbaik.

DAFTAR PUSTAKA
Sutedi, Adrian. 2009.Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum.Ghalia Indonesia : Bogor.
Hirsanuddin. 2008.Hukum Perbankan Syariah di Indonesia.Genta Press : Yogyakarta.
Muhammad.2004. Manajemen Dana Bank Syariah.Penerbit Ekonosia : Yogyakarta.
Syaiful Watni,Suradji,Sutriya. 2003.Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perbankan Syariah di
Indonesia.Badan Pembinaan Hukum Nasional : Jakarta.
Warkum Sumitro.2004. Asas-asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait.Bamui,Takaful dan
Pasar Modal Syariah di Indonesia. PT.RajaGrafindo Persada : Jakarta.
http://merahkuning.wordpress.com/2012/01/14/makalah-perbankan-syariah/ (diakses
November 2013)

tanggal

20

http://mahjiajie.wordpress.com/tag/contoh-makalah-perbankan-syariah/ (diakses tanggal 20 November


2013)
http://sartikasartikaa.blogspot.com/2013/04/analisis-kinerja-keuangan-bank-syariah.html (diakses
tanggal 20 November 2013)
http://www.beritakaget.com/berita/5530/bi-siapkan-skenario-untuk-perbankan-syariah.html (diakses
tanggal 20 November 2013)
Undang-Undang No.21 Tahun 2008
Undang-Undang No.10 Tahun 1998
Undang-Undang No.7 Tahun 1992
http://dupenet.blogspot.com/2014/06/makalah-bank-syariah.html

Anda mungkin juga menyukai