Disusun Oleh :
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada peneliti, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Kegagalan Uber di Indonesia“.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif
bagi kita semua.
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
Tujuan Penelitian............................................................................................2
Uber di Indonesia........................................................................................3
iii
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan...................................................................................................19
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya perjanjian kerjasama secara global untuk mengadakan daerah
pasar bebas (AFTA) mendorong banyak pihak eksternal atau yang dalam hal ini
adalah Multi-National Corporation (MNC) untuk berinvestasi ke negara-negara
berkembang yang memiliki kelebihan dalam aspek Sumber Daya Manusia dan
bahan baku yang mudah di dapatkan pada kawasan Asia Tenggara, khususnya
Indonesia. Akan tetapi dengan kehadiran MNC di Indonesia, tidak serta merta
hanya membawa dampak yang positif. Berbagai macam dampak negative turut
serta hadir sebagai konsekuensi kehadiran MNC tersebut, baik pada dimensi
pekerja maupun pada dimensi lingkungan hidup. Multinasional Corporation
(MNC) merupakan sebuah organisasi ekonomi yang melibatkan diri dalam
kegiatan produktif di dua atau lebih negara. Pada umumnya MNC memiliki
markas besar sebagai pusat di negara asalnya yang kemudian diperluas ke negara
lain dengan membangun atau membeli berbagai asset usaha atau membuka cabang
di negara tersebut (negara “tuan rumah”) (Mas’oed, Mohtar, 1997:4-5).
Hadirnya MNC dapat memberikan pengaruh yang sangat kuat dalam
politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar dan juga
sumber finansial yang berkecukupan sebagai relasi untuk masyarakat dan melobi
politik. Karena saat ini hanya perusahaan multinasional di berbagai negara yang
memiliki dana yang sangat besar bahkan melebihi pendapatan suatu negara.
Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi informasi dan komunikasi itu
dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap masyarakat pada umumnya.
Perkembangan tersebut dapat mendorong perubahan teknologi komunikasi yang
sederhana menjadi teknologi komunikasi yang lebih modern.
Selain itu, juga dapat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat itu sendiri
dalam berinteraksi dan berkomunikasi antara sesama manusia. Adanya teknologi
yang semakin canggih ini tidak dapat dihentikan oleh masyarakat. Teknologi ini
dapat menimbulkan berbagai macam model bisnis termasuk bisnis layanan
transportasi online seperti Grab, Uber dan sebagainya. Layanan transportasi
online ini dapat memberikan kepuasan atas kebutuhan atau keperluan masyarakat
di Indonesia dalam bertransportasi. Masyarakat dapat menggunakan layanan
dengan mudah dan murah serta aman dan nyaman. Dengan adanya transportasi
online ini dapat membantu kebutuhan masyarakat agar segala sesuatunya dapat
dilakukan dengan praktis.
Uber menjadi perintis dalam konsep sharing economy dan membawa
dampak pada industry yang begerak mengusung konsep ridesharing, yang
selanjutnya disebut “Uberisasi”. Hingga saat ini Uber telah melebarkan sayapnya
hingga 528 kota di seluruh dunia. Hanya dalam kurun waktu kurang dari enam
tahun, Uber berhasil memperluas pasarnya hampir keseluruh belahan dunia. Uber
juga merupakan perusahaan yang menduduki peringkat pertama kategori The
World’s Most Valuable Startup dan The Worlds Top 10 Startup. Go-jek dan Grab
menjadi pesaing serius bagi Uber dalam bisnis online ride-sharing di Indonesia,
dimana ketiga online ride-sharing tersebut mendominasi jalanan baik Jakarta
maupun kota-kota besar Indonesia lainnya.
Di Indonesia, Uber telah bergerak dalam bisnis online ride-sharing selama
dua tahun dengan jumlah pengemudi yang siap untuk berkendara pada tahun 2015
mencapai 12 ribu mitra pada segmen taksi online. Uber juga mulai ikut bersaing
dalam bisnis ojek online dalam bentuk UberMotor sejak tahun 2016 yang lalu.
Berikutnya, Uber sudah meluncurkan UberPool yang memungkinkan para
pengguna di area berdekatan dengan tujuan searah untuk berbagi kendaraan.
Berbagai inovasi yang dilakukan Uber membuatnya menjadi salah satu pemain
kuat di bisnis online ride-sharing di Indonesia.
Akibatnya, persaingan ketat pun terjadi, kompetisi dan daya saing
perusahaan pada akhirnya menjadi andalan bagi setiap perusahaan untuk dapat
memenangkan persaingan dan memikat hati konsumen (Datta dkk, 2006;
Hannigan dkk, 2015; Qiu dkk, 2017). Dengan persaingan yang terjadi, tentunya
dibutuhkan terobosan inovasi model bisnis yang perlu dilakukan oleh perusahaan
terkait (Wibawa & Baihaqi, 2014).
Rumusan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan tugas
besar mata kuliah Bisnis Internasional. Melalui makalah ini, penulis mencoba untuk
memberikan pengetahuan mengenai Bisnis Internasional dan Kegagalan Uber di Indonesia
BAB II
LANDASAN TEORI
Oleh karena itu, beberapa daerah pun mulai membatasi atau bahkan melarang
operasional dari ojek dan taksi aplikasi yang diwadahi oleh jasa online ride-sharing. Di
Jawa Barat misalnya, Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat secara resmi
mengeluarkan larangan terhadap jasa online ride-sharing beroperasi di wilayah Jawa
Barat. Beberapa Pemda di Jawa Barat memang tidak menunjukkan kesepakatan atau
belum satu suara terhadap peraturan tersebut seperti yang ditunjukkan oleh Dinas
Perhubungan Kota Bekasi. Akan tetapi munculnya aturan ini jelas menjadi pembatas
ruang gerak terhadap para pelaku jasa online ride-sharing untuk mendapatkan
penghasilannya. Hal tersebut membuat kebijakan pemerintah dianggap bernilai rendah.
Kekalahan para operator jasa sebelumnya yang mencoba masuk ke dalam bisnis ini
seperti Blu-Jek dan LadyJek dikarenakan kurangnya promosi akibat minimnya dana
yang dimiliki untuk bersaing dengan para pemimpin pasar seperti Go-Jek, Grab, dan
Uber yang memiliki sumber dana bantuan besar dari para investor, terutama investor
asing.
Oleh karena itu, sulit untuk bersaing dengan para pemimpin pasar jasa online
ride-sharing yang cenderung untuk mengeluarkan dana lebih untuk membiayai para
driver sehingga mereka dapat menetapkan tarif angkutan dengan nilai yang sangat
murah. Untuk menaklukkan atau menandingi kemampuan dari Go-Jek, Grab, dan Uber
ini, para pelaku pasar baru harus memiliki banyak bantuan dana dari para investor yang
berminat untuk menanamkan dananya. Sehingga ancaman modal dan ancaman skala
ekonomi dinilai rendah.
Selain itu, diferensiasi produk dari jasa online ride-sharing juga tidak cukup
luas, hanya berkisar pada layanan transportasi dengan mobil atau motor maupun
layanan-layanan non transportasi sehingga dapat dianggap bernilai rendah. Namun
untuk switching cost atau kemudahan bagi pengguna jasa untuk berpindah layanan,
tidak ada biaya ataupun pengorbanan yang ditimbulkan oleh pengguna jasa untuk
menggunakan layanan dari operator manapun, sehingga switching cost bernilai tinggi.
Dengan demikian, maka secara keseluruhan ancaman dari pendatang baru dapat
dianggap bernilai rendah dan tidak terlalu memengaruhi per- saingan dari bisnis online
ride-sharing.
2.4. Bargaining Power of Suppliers
Supplier atau pemasok yang utama pada jasa online ride-sharing merupakan
mitra pengemudi kendaraan roda 2 maupun roda 4 yang biasa beroperasi mengangkut
para pengguna jasa online ride-sharing. Saat ini sendiri, operator jasa online ride-
sharing tidak memiliki pilihan lain atau produk substitusi terkait pengadaan mitra
pengemudi kendaraan roda 2 maupun roda 4, serta keberadaan mitra pengemudi sangat
vital untuk bisnis jasa online ride-sharing sehingga untuk daya tawar substitusi pemasok
bernilai tinggi. Namun kerja sama dengan para mitra pengemudi dapat diputus kapan
saja dikarenakan adanya peraturan-peraturan mengikat terhadap mitra pengemudi yang
membuat mereka kehilangan ikatan dengan operator jasa online ride-sharing tersebut,
tambah lagi operator tidak perlu mengeluarkan biaya banyak untuk mempekerjakan
mitra pengemudi pengganti lain sehingga dampak dari daya tawar switching cost dinilai
rendah. Adapun ketersediaan mitra pengemudi roda 2 dan roda 4 juga tersedia dalam
jumlah yang sangat banyak di Indonesia. Apabila dikalkulasi dari jumlah kendaraan,
jumlah kendaraan roda 2 berjumlah 86 juta unit pada tahun 2014 dan roda 4 berjumlah
10,5 juta unit pada tahun 2014. Dengan jumlah tersebut, maka operator mampu
mendapatkan pasokan tenaga mitra pengemudi dengan mudah sehingga tingkat
kelangkaan pasokan bernilai rendah. Dengan menyimpulkan beberapa fakta tersebut,
maka disimpulkan bahwa daya tawar pemasok bernilai rendah dan kurang
memengaruhi kondisi jasa online ride-sharing.
2.5. Bargaining Power of Customers
Buyers dalam jasa online ride-sharing merupakan para pengguna layanan
transportasi berbasis aplikasi, dimana para pengguna tersebut memiliki aplikasi
pemesanan jasa dari smartphone yang mereka miliki. Customer sendiri sebenarnya
memiliki kemudahan dalam memilih jasa berdasarkan aksesibilitas mereka (Wang &
Mu, 2017). Bila ditinjau dari alternatif dan substitusi dari jasa yang tersedia, tersedia
beberapa operator seperti Go-Jek, Grab, Uber, maupun operator skala kecil seperti
JegerTaksi maupun TopJek serta beragam angkutan umum konvensional seperti ojek,
taksi, maupun angkutan kota dan beragam jasa substitusi lain seperti bus, sehingga daya
tawar pengguna jasa terkait layanan alternatif terhitung tinggi.
Pengguna jasa juga memiliki informasi lengkap yang tersedia pada masing-
masing aplikasi, media sosial, maupun sumber informasi lainnya terkait keunggulan
dan kekurangan dari masing-masing operator, hingga diskon dan promosi apa saja yang
diberikan oleh masing-masing operator jasa saat ini (Laurell & Sandström, 2017), hal
ini membuat pengguna jasa dapat dengan mudah berpindah dari operator satu dengan
yang lainnya, sehingga daya tawar informasi pengguna jasa bernilai tinggi. Sensitivitas
harga dari para pengguna jasa online ride-sharing juga sangat besar, dimana pengguna
jasa akan mencari jasa online ride-sharing yang dianggap paling murah dan
memberikan diskon atau promosi yang menguntungkan bagi pengguna jasa, ditambah
lagi switching cost untuk berpindah jasa dapat dikatakan tidak ada sehingga sensitivitas
harga daya tawar bernilai tinggi.
Pengguna jasa juga sangat memperhitungkan mutu layanan yang diberikan oleh
operator jasa melalui mitra pengemudi roda 2 maupun roda 4. Pengguna jasa tidak
segan-segan akan memberikan rating rendah bahkan akan cenderung untuk tidak lagi
menggunakan jasa dari operator online ride-sharing tersebut apabila jasa yang diterima
oleh pengguna tidak sesuai ekspektasi maupun dianggap tidak pantas untuk mereka
terima. Dengan pertimbangan tersebut, maka mutu dianggap bernilai rendah.
Sedangkan untuk jumlah peminat atau pengguna jasa online ride-sharing nampaknya
akan semakin meningkat di Indonesia. Terbukti dengan semakin luasnya daerah
operasional dari jasa online ride-sharing mulai dari Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau
Bali, hingga mencapai Manado. Namun tetap, dengan jumlah jasa transportasi yang
banyak di masing-masing daerah membuat operator jasa online ride-sharing perlu
memperebutkan para pelanggan sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga jumlah
peminat dapat dikatakan sedang. Dapat disimpulkan bahwa terkait ancaman yang
ditimbulkan oleh pengguna jasa bernilai tinggi dan sangat memengaruhi jasa online
ride-sharing.
BAB III
PEMBAHASAN
Studi Kasus
Adapun pada makalah ini, saya akan membahas mengenai Kegagalan Uber di
Indonesia dan Dampak bagi Indonesia.
Persiapan menuju IPO pada 2019 hingga ‘lelahnya’ Uber dengan persaingan
yang terlampau ketat menjadi sejumlah alasan Uber untuk mengibarkan bendera
putih di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Menyerah menghadapi persaingan
dengan Go-jek serta Grab. Uber resmi menyerah di pasar Asia Tenggara setelah
menyerahkan seluruh unit bisnisnya di kaswasan tersebut kepada Grab, yang
notabene merupakan pesaingnya, dengan menyisakan kepemilikan Uber terhadap
27,5% bagian saham gabungan keduanya. Ini merupakan kegagalan ketiga
perusahaan asal California tersebut dalam mencoba peruntungan di luar pasar
Amerika Serikat. Sebelumnya, Uber telah menjual unit bisnisnya di China kepada
Didi Chuxing pada 2016, sekaligus menyisakan mereka 17,5% bagian saham dari
perusahaan asal Beijing tersebut. Lalu, Uber juga sudah menyerahkan seluruh
operasionalnya di Rusia kepada Yandex, dengan imbalan 37% bagian dari saham
gabungan keduanya.
CEO Uber, Dara Khorowshahi, mengatakan bahwa mundurnya Uber dari
pasar Asia khususnya Indonesia dikarenakan perusahaan yang dipimpinnya
memiliki batasan dalam mendominasi sektor transportasi online di sejumlah negara
di dunia. Persaingan yang terlalu ketat di Asia Tenggara pun juga menjadi salah
satu alasan bagi SoftBank dalam mempercepat proses transaksi antara Uber dan
Grab. Perusahaan pendanaan asala Jepang tersebut merupakan penanam modal
terbesar Grab sekaligus pemegang saham mayoritas di Uber. Dara juga mengatakan,
dengan menyerahkan operasional Uber di Asia Tenggara kepada Grab, akan
membuat perusahaan asal California tersebut untuk lebih fokus dalam sejumlah
pasar utama yang mereka sasar. Selain itum Dara juga optimis bahwa kepemilikan
saham Uber di gabungan bisnis mereka dengan Grab, Didi Chuxing, dan Yandez
akan terus tumbuh.
Melimpahnya pasokan driver justru berdampak buruk bagi para driver karena
tingkat permintaan di lapangan yang belum setinggi pertumbuhan tingkat driver.
Tidak jarang beberapa driver bekerja hingga larut malam untuk memenuhi target
yang diminta perusahaan karena order yang terbatas sehingga hal ini sangat
merugikan para driver baik dari sisi waktu maupun kesehatan.
Disisi pengguna, dengan akuisisi ini membuat pilihan yang mereka miliki
lebih sedikit dalam menggunakan transportasi online. Ketergantungan terhadap
transportasi online saat ini boleh dibilang cukup besar terutama bagi para pegawai
kantoran yang hendak bekerja. Alasan mereka menggunakan model transportasi ini
diantaranya hemat waktu serta tarif promo yang ditawarkan oleh para aplikator.
Uber sendiri dikenal sebagai aplikator yang cukup rajin memberikan promo
bagi para penumpang, ketika Uber melebur dengan Grab yang notabene memiliki
tarif lebih mahal, maka sebagian pengguna merasa kehilangan dengan keadaan
aplikator ini. Disisi lain, para pengguna juga tidak punya pilihan lain karena
alternative penyedia transportasi online yang semakin dikit.
Keadaan ini bisa dimanfaatkan oleh para aplikator untuk menerapkan tarif
“seenaknya”. Di Jakarta misalnya, dengan keadaan lalu lintas yang sebagian besar
mengalami kemacetan, maka kecenderungan orang untuk memakai transportasi
online semakin besar. Ini bisa menjadi kesempatan bagi para aplikator untuk
mendongkrak harga guna meningkatkan pendapatan perusahaan pada jam sibuk.
Para pengguna dengan berbagai pertimbangan tentu tidak bisa menghadiri hal ini
karena terbatasnya pilihan yang ada. Dengan berbagai masalah yang berpotensi
timbul akibat akuisisi yang dilakukan grab, maka peran pemerintah sangat
diperlukan . Sebagai pemegang kebijakan tertinggi, pemerintah perlu mencermati
dampak dari akuisis dari sesama aplikator transportasi online baik pagi para
pegawai, driver, maupun pengguna sehingga dalam hal ini sesama stakeholder tidak
ada yang dirugikan.
Dampak positif dari hal ini adalah memberikan keuntungan dan kemudahan
bagi pengguna di Indonesia dan Asia Tenggara. Sebab, pengguna akan merasakan
efisiensi dan perbaikan layanan yang sangat baik dengan teknologi terbaik. Selain
itu, pengguna pun bisa dengan mudah menggunakan layanan Grab yang sudah
tersebar luas di kawasan Asia Tenggara, contohnya sudah banyak layanan
pengembangan dari Grab seperti GrabWheels, Grab juga sudah resmi di bandara
Internasional Soekarno Hatta, memudahkan untuk memesan dan jika Lelah bisa
menyewa GrabWheels . Bagi pemudi akan merasakan manfaat, yaitu memiliki
kesempatan untuk meningkatkan pendapatannya. Selain itu, Grab pun memberikan
layanan kesejahteraan yang beragam.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Datta, A., Malhotra, D. K., & Russel, P. S. (2006). Regional Trade Pacts and the
Competitiveness of The US Textile Industry. Competitiveness Review: An International
Business Journal. Vol. 16(3/4): 262-276.
Dong, Y., Wang, S., Li, L., & Zhang, Z. (2017). An Empirical Study on Travel Patterns of
Internet Based Ride-sharing. Transportation Research Part C: Emerging Technologies. Vol.
86: 1-22.
Dobbs, M. E. (2014). Guidelines for Applying Porter’s Five Forces Framework: a Set of
Industry Analysis Templates. Competitiveness Review. Vol. 24(1):32-45.
Flores, O. & Rayle, L. (2017). How Cities Use Regulation for Innovation: The Case of Uber,
Lyft and Sidecar in San Francisco. Transportation Research Procedia. Vol. 25: 3756-3768.
https://id.wikipedia.org/wiki/Uber_(perusahaan)#Pengakhiran_aplikasi
https://id.wikipedia.org/wiki/Grab_(aplikasi)
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/25/201010026/uber-sepakat-jual-bisnisnya-di-
asia-tenggara-kepada-grab
http://www.beritasatu.com/satu/485052-grab-resmi-akuisisi-bisnis-uber-di-asia-tenggara.html
https://ekonomi.bisnis.com/read/20190109/9/876790/7-negara-emerging-markets-pimpin-
ekonomi-dunia-di-2030.-indonesia-peringkat-4-the-rising-star-dunia
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/04/06/162847326/grab-indonesia-merger-dengan-
uber-untungkan-pengemudi-dan-pengguna
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/27/120600926/grab-akuisisi-uber-ini-dampaknya-
bagi-penumpang-dan-mitra-pengemudi
https://www.cnbcindonesia.com/market/20180331170608-17-9226/ini-dampak-negatif-
akusisi-uber-grab-di-asia-tenggara/2
https://today.line.me/id/pc/article/Kenapa+Uber+Akhirnya+Bubar+Lihat+Penjelasan+Ini-
NBJ9mO
https://www.bbc.com/indonesia/majalah-43551198