LP Hemodialisa
LP Hemodialisa
HEMODIALISA
Nutrisi/cairan
o Edema, peningkatan BB
o Dehidrasi, penurunan BB
o Mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati
o Efek pemberian diuretic
o Turgor kulit
o Stomatitis, perdarahan gusi
o Lemak subkutan menurun
o Distensi abdomen
o Rasa haus
o Gastritis ulserasi
Neurosensor
o Sakit kepala, penglihatan kabur
o Letih, insomnia
o Kram otot, kejang, pegal-pegal
o Iritasi kulit
o Kesemutan, baal-baal
Nyeri/kenyamanan
o Sakit kepala, pusing
o Nyeri dada, nyeri punggung
o Gatal, pruritus,
o Kram, kejang, kesemutan, mati rasa
Oksigenasi
o Pernapasan kusmaul
o Napas pendek-cepat
o Ronchi
Keamanan
o Reaksi transfuse
o Demam (sepsis-dehidrasi)
o Infeksi berulang
o Penurunan daya tahan
o Uremia
o Asidosis metabolic
o Kejang-kejang
o Fraktur tulang
Seksual
o Penurunan libido
o Haid (-), amenore
o Gangguan fungsi ereksi
o Produksi testoteron dan sperma menurun
o Infertile
f. Pengkajian Psikososial
o Integritaqs ego
o Interaksi social
o Tingkat pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
o Stress emosional
o Konsep diri
g. Laboratorium
o Urine lengkap
o Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre dan post,
kreatinin pre dan post, protein total, albumin, globulin, SGOT-SGPT,
bilirubin, gama gt, alkali fosfatase, kalsium, fosfor, kalium, natrium,
klorida, gula darah, SI, TIBC, saturasi transferin, feritin serum, pth, vit D,
kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida, asam urat, Hbs Ag, antiHCV, anti
HIV, CRP, astrup:pH/P02/pC02/HCO3
o Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemi, ureumikum, kreatinin meningkat, pH darah
rendah, GD klien DM menurun
h. Radiologi
o Ronsen, Usg, Echo: kemungkinan ditemukan adanya gambaran
pembesaran jantung, adanya batu saluran kencing/ginjal, ukuran korteks,
gambaran keadaan ginjal, adanya pembesaran ukuran ginjal,
vaskularisasi ginjal.
o Sidik nuklir dapat menentukan GFR
i. EKG
o Dapat dilihat adanya pembesaran jantung, gangguan irama, hiperkalemi,
hipoksia miokard.
j. Biopsi
o Mendeteksi adanya keganasan pada jaringan ginjal
2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Pre Dialisa
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d. peningkatan
afterload, vasokontriksi, iskemia miokardia, hipertrofi d.d. tidak dapat
diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala yang menetapkan diagnosis
actual.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan GFR.
c. Ketidakseimbangan pola nafas b.d edema paru, asites, anemia,
keletihan, penurunan suplai O2 ke jaringan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual dan muntah
e. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan Hb, penurunan
suplai O2 ke jaringan
g. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan, perubahan status kesehatan saat
ini
h. Gangguan pertukaran gas b.d edema paru, penurunan Hb
i. Defisit Pengetahuan b.d kurangnya pajanan informasi tentang
hemodialisa
j. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan Hb, penurunan
suplai O2 ke jaringan
2) Intra Dialisa
a. Resiko cedera b.d akses Vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap
penususkan dan pemeliharaan akses vaskuler
b. Resiko ketidalstabilan kadar glukosa darah b.d managemen medikal
tidak adekuat
c. Nyeri akut b.d tindakan invasive pada akses vaskuler
d. Resiko tinggi terhadap kehilangan akses vaskuler berhubungan dengan
perdarahan karena lepas sambungan secara tidak sengaja
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
ultrafiltrasi
3) Post Dialisa
a. Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
b. Resiko syok b.d hipotensi, ultrafiltrasi, dialysis disequilibrium syndrome
c. Resiko perdarahan b.d tindakan invasive pada akses vaskuler,
penggunaan dosis heparin yang berlebihan.
2.3 Intervensi
Pre Dialisis
No
Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, 1. Perbandingan dari tekanan memberi
keperawatan selama ..x jam, curah gunakan manset dan tehnik yang tepat gambaran yang lebih lengkap tentang
jantung adekuat dengan kriteria hasil: 2. Catat keberadaan, kualitas denyutan keterlibatan masalah vaskuler.
1. Tekanan darah dalam batas sentral dan perifer 2. Mencerminkan efek dari
normal 3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi vasokontraksi (peningkatan SVR 0
2. Nadi dalam batas normal napas dan kongesti vena)
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu 3. Dapat mengidentifikasi kongesti paru
dan masa pengisian kapiler sekunder terhadap terjadinya gagal
5. Catat edema umum jantung kronik.
6. Berikan lingkungan tenang, nyaman, 4. Adanya pucat, dingin, kulit lembab
kurangi aktivitas. dan masa pengisian kapiler lambat
7. Pertahankan pembatasan aktivitas mungkin keterkaitan dengan
seperti istirahat ditemapt tidur/kursi vasokonrtiksi atau mencerminkan
8. Bantu melakukan aktivitas perawatan penurunan curah jantung.
diri sesuai kebutuhan 5. Dapat mengidentifikasi gagal jantung,
9. Lakukan tindakan yang nyaman spt kerusakan ginjal, atau vaskuler.
pijatan punggung dan leher 6. Membantu menurunkan rangsang
10. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan simpatis meningkatkan relaksasi.
imajinasi, aktivitas pengalihan 7. Menurunakn stress dan ketegangan
11. Pantau respon terhadap obat untuk yang mempengaruhi TD dan
mengontrol tekanan darah perjalanan penyakit hipertensi.
12. Berikan pembatasan cairan dan diit 8. Dapat menurunkan rangsangan yang
natrium sesuai indikasi menimbulkan stress, membuat efek
13. Kolaborasi untuk pemberian obat- tenang sehingga tak menurunkan TD.
obatan sesuai indikasi 9. Karena efek samping oabat tersebut
penting untuk menggunakan obat
dalam jumlah sedikit dan dosis paling
rendah.
2. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji penyebab nafas tidak efektif 1. Untuk menentukan tindakan yang
keperawatan selama HD pola nafas 2. Kaji respirasi klien harus segera dilakukan
klien menjadi efektif dengan kreteria 3. Berikan posisi semi fowler 2. Mennentukan tindakan
hasil: 4. Berikan O2 3. Melapangkan dada klien sehingga
1. RR dalam rentang normal 5. Evaluasi kondisi klien ada HD nafas lebih longgar
2. Tidak terdapat sesak berikutnya 4. Hb rendah, edema paru, penumonitis,
3. Tidak terdapat penggunaan asidosis, perikarditis menyebabkan
otot bantu nafas suplai O2 ke jaringan berkurang
5. Mengukur keberhasilan intervensi
3. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status cairan : timbang BB pre dan 1. Pengkajian merupakan dasar untuk
keperawatan, kesimbangan cairan post HD, intake dan Output, turgor kulit memperoleh data
tercapai dengan kreteria hasil : dan edema, distensi, vena monitor vital 2. Pembatasan cairan akan menentukan
1. Tidak terdapat edema sign dry weight, haluaran urine dan respon
2. Batasi masukan cairan terhadap terapi
3. Lakukan HD dengan UF dan TMP 3. UF dan TMP yang sesuai akan
sesuai dengan kenaikan BB interdialisis menurunkan kelebihan volume cairan
4. Identifikasi sumber masukan cairan sesuai dengan BB target/dry weight
interdialisis 4. Sumber kelebihan cairan dapat
5. Jelaskan pada keluarga dan klien diketahui
rasional pembatasan cairan 5. Pemahaman keluarga dapat
6. Motivasi klien untuk meningkatkan meningkatkan kerjasama klien dan
kebersihan mulut keluarga untuk membatasi cairan
6. Kelebihan mulut mengurangi
kekeringan mulut, sehingga
menurunkan keinginan klien untuk
minum
4. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status nutrisi : perubahan BB, nilai 1. Sebagai dasar untuk memantau
keperawatan klien tidak mengalami laboratorium perubahan dan interensi yang sesuai
ketidakseimbangan nutrisi dengan 2. Kaji pola diet’kaji faktor yang berperan 2. Pola diet dulu fan sekarang berguba
kreteria hasil : dalam merubah masukan nutrisi untuk menentukan menu
1. Tidak terjadi penambahan atau 3. Kaji faktor yang berperan dalam 3. Memberikan informasi, faktor mana
penurunan BB yang cepat merubah masukan nutrisi yang bisa dimodifikasi
2. Turgor kulit norml tanpa edema 4. Kolaborasi pemberian infus albumin 1 4. Dapat meningkatkan albumin serum
3. Kadar albumin plasma normal jam terakhir HD 5. Protein lengkap akan meningkatkan
4. Konsumsi diet nilai protein 5. Tingkatkan masukan protein dengan keseimbangan nitrogen
tinggi nilai biologis tinggi : telur, daging, 6. Dapat meningkatkan pemahaman
produk susu klien sehingga mudah menerima
6. Jelaskan rasional pembatasan diet masukan
7. Anjurkan timbang BB tiap Hari 7. Untuk menentukan status cairam dan
8. Kaji adanya masukan protein yang tidak nutrisi
adekuat 8. Penurunan protein dapat menurunkan
9. Kolaborasi menentukan tindakan HD 4- albumin, pembentukan edema dan
5 jam 2-3 minggu perlambatan penyembuhan
9. Tindakan HD yang adekuat dapat
menurunkan mual-muntah dan
anoreksia sehingga dapat
meningkatkan nafsu makan
5. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji faktor yang dapat menimbulkan 1. Menyediakan informasi tentang
keperawatan, klien mampu keletihan: anemia, ketidakseimbangan indikasi tingkat keletihan
berpartisipasi dalam aktivitas yang cairam dan elektrolit, retensi poduk 2. Meningkatkan aktivitas ringan/sedang
dapat itileransi dengan kteria : sampah, depresi dan memperbaiki harga diri
1. Berpartisipasi dalam aktivitas 2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas 3. Mendorong latihan dan aktivitas yang
perawatan mandiri yang dipilih perawatan diri yang dapat ditoleransi, dapat ditoleransi dan istirahat yang
2. Berpartisipasi dalam bantu jika keletihan terjadi adekuat
meningkatkan aktivitas dan 3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil 4. Istirahat yang adekuat dianjurkan
latihan, istirahat dan aktivitas istirahat setelah dialisi, karena adanya
seimbang/bergantian 4. Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis perubahan keseimbangan cairan dan
elektrolit yang cepat pada proses
dialisis sangat melelahkan
Intra Dialisis
No.Dx Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kepatenan AV shunt sebelum HD 1. AV yang sudah tidak baik bila
keperawatan, pasien tidak mengalami 2. Monitor kepatenan kateter sedikitnya dipaksakan bisa terjadi rupture
cidera dengan kreteria hasil : sekitar 2 jam vaskuler
1. Kulit pada sekitar AV shunt 3. Kaji warna kulit, keutuhan kulit, sensasi 2. Posisikan kateter yang berubah dapat
utuh/tidak rusak sekitar shunt terjadi rupture vaskuler/emboli
2. Pasien tiak mengalami 4. Monitor TD setelah HD 3. Kerusakan jariangan dapat didahului
komplikasi HD 5. Lakukan heparinisasi pada shunt kateter tanda kelemahan pada kulit, lecet,
pasca HD bengkak dan penurunan sensasi
6. Cegah terjadinya infeksi pada area 4. Posisikan baring lama setelah HD
shunt penusukan kateter dapat menyebabkan orthostatik
hipotemsi
5. Shunt dapat mengalami sumbatan
dan dapat dihilangkan dengan
heparin
6. Infeksi dapat mempermudahkan
kerusakan jaringan
2. Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan area steril selama 1. Mikroorganisme dapat dicegah masuk
keperawatan, pasien tidak mengalami penusukan kateter ke dalam tubuh saat insersi kateter
infeksi dengan kreteria hasil : 2. Pertahankan teknik steril selama 2. Kuman tidak masuk ke dalam area
1. Tidak ada kemerahan sekitar kontak dengan akses vaskuler : insersi
shunt penusukan dan pelepasam kateter 3. Inflamasi/infeksi ditandai dengan
2. Area shunt tidak nyeri/ 3. Monitor area akses HD terhadap kemerahan, nyeri dan bengkak
bengkak kemerahan, bengkak dan nyeri 4. Gizi yang baik dapat meningkatkan
4. Beri penjelasan pada pasien daya tahan tubuh
pentingnya meningkatkan status gizi 5. Pasien HD mengalami sakit sehingga
5. Kolaborasi pemberian antibiotik dapat menurunkan status imunitas
Post Dialisis
No
Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda dan gejala hipoglikemia 1. sebagai data dasar untuk menentukan
keperawatan pasien tidak menglami 2. monitor kadar glukosa darah pasien intervensi selanjutnya
cidera dengan kteria hasil : 3. berikan karbohidrat sederhana, 2. sebagai evaluasi keberhasilan
1. Kadar glukosa darah pasien misalnya menganjurkan pasien minum intervensi
dalam rentang normal minuman manis 3. karbohidrat sederhana seperti
4. berikan cairan IV dextrose minuman manis dapat meningkatkan
kadar glukosa darah secara cepat
sebesar 15-20 g/Dl
4. Pemberian IV dextrose meningkatkan
kadar glukosa darah pasien apabila
pasien tidak mampu makan atau
terjadi penurunan kesadaran.
2.4 Implementasi dan Evaluasi
Selain tindakan hemodialisa ada juga penatalaksanaan pada pasien CKD yaitu :
1. CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis )
CAPD adalah singkatan dari Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis, dimana
setiap suku katanya berasa dari bahasa Inggris. Continous berarti proses dialysis tersebut
berlangsung terus-menerus, sedangkan ambulatory berarti penderita dapat beraktivitas
seperti biasa dengan metode ini. Peritoneal berasal dari kata peritoneum, yakni selaput tipis
di perut dimana selaput ini yang menjadi tempat berlangsungnya dialysis, sementara dialisis
adalah suatu istilah medis untuk pembuangan semua produk tubuh yang tak berguna dari
darah. CAPD merupakan bagian dari dialisis peritoneal, yakni suatu metode yang
dikembangkan untuk menghilangkan racun dan kelebihan air dari tubuh manusia. Metode-
metode semacam ini timbul karena adanya kerusakan pada ginjal dimana ginjal tidak
mampu berfungsi seperti normal; karena itu perlu dicari pengganti ginjal.
Dalam metode ini, penggantinya adalah organ tubuh manusia yang disebut.
peritoneum (bandingkan dengan hemodialisa yang memakai mesin). Peritoneum itu sendiri
merupakan selaput tipis yang terletak pada perut manusia, menyelubungi organ-organ tubuh
yang terletak dalam perut. Selain CAPD, ada beberapa metode dialisis intraperitoneal, di
antaranya IPD (intermitten peritoneal dialysis) dan CCPD (continous cyclic peritoneal
dialysis). Tetapi yang popular saat ini adalah CAPD. Prinsip kerja CAPD sebenarnya cukup
sederhana. Cairan dialisa (dikenal dengan istilah diasilat) dimasukkan melalui sebuah
kateter (selang kecil) yang menembus dinding perut sampai ke dalam rongga perut. Cairan
harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolik dari aliran darah secara
perlahan masuk ke dalam cairan tersebut. Setelah itu, cairan tersebut dikeluarkan, dibuang,
dan diganti dengan cairan dialisat yang baru. Mengapa peritoneum yang dipilih sebagai
tempat dialysis? Selain karena tempatnya yang mudah dijangkau dari luar, ternyata
peritoneum memiliki area permukaan yang luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari
darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneum ke dalam rongga perut yang sudah
berisi cairan dialisat tersebut.
Dapat dilihat pada gambar di atas, ada 2 kantong yang berperan penting dalam
proses CAPD. Langkah awal dalam melakukan prosedur CAPD adalah membuang produk
sampah tubuh kita ke dalam kantong untuk produk tersebut. Kemudian masukkan cairan
dalam kantong dialisis ke dalam tubuh melalui kateter. Ini disebut sebagai pertukaran, ketika
cairan baru menggantikan yang lama. Dialisat ditinggalkan dalam tubuh kurang lebih 5-6 jam
untuk menggantikan fungsi ginjal. Selama 5-6 jam tersebut, penderita dapat melakukan
aktivitas sehari-hari. Setelah itu, proses tersebut diulang kembali. CAPD dapat dilakukan
sendiri di rumah, biasanya 4 kali perhari. Namun untuk masing-masing individu, jumlah
prosedur CAPD yang perlu dilakukan dalam sehari bisa bervariasi, sesuai kebutuhan
masing-masing individu. Setiap kalinya hanya membutuhkan waktu 30 menit dan
prosedurnya sangat sederhana dan tidak menimbulkan rasa sakit. Yang perlu diketahui,
sebagai awal CAPD, perlu dilakukan operasi kecil untuk memasukan sebuah kateter ke
dalam abdomen. Kateter ini yang akan berfungsi sebagai saluran yang menghubungkan
peritoneum dengan dunia luar. Berikut ini cara melakukan CAPD secara mandiri :
Salah satu kelebihan dari CAPD adalah sifatnya yang praktis dan efisien. Penderita
tidak perlu datang ke rumah sakit untuk melakukan cuci darah. Mengapa? Karena dengan
teknik CAPD, penderita sendiri yang akan melakukan cuci darah setelah diajarkan.
Sementara penderita yang memilih metode hemodialisa harus rutin mendatangi tempat-
tempat hemodialisis selama 2-3 kali seminggu, tergantung kebutuhan masing-masing.
Selain itu, proses CAPD pun membutuhkan waktu yang lebih singkat. Dimana ada
kelebihan, tentunya ada kekurangan. CAPD dapat diikuti beberapa komplikasi, bahkan
kegagalan. Umumnya kegagalan CAPD disebabkan karena peritonitis (radang pada
peritoneum). Tetapi hal ini jarang terjadi bila telah dilakukan prosedur yang baik. Faktor
kegagalan juga dapat disebabkan karena faktor kecakapan dan pengalaman operator. Di
sisi lain, komplikasi yang berhubungan dengan CAPD secara umum dapat dibagi menjadi 3
kategori, yaitu mekanik, medis, dan infeksi. Sebagian besar komplikasi CAPD adalah karena
faktor mekanik, seperti malposisi kateter. Dilaporkan juga adanya komplikasi hernia yang
timbul setelah CAPD. Dalam kehidupan sehari-hari CAPD dapat dikerjakan sendiri oleh
penderita dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu :
1. Perlu tempat penyimpanan yang cukup luas untuk menampung kantong dialisis,
seperti gudang yang kering atau bangunan lain yang serupa.
2. Kantong dialysis dapat dihangatkan untuk menimbulkan perasaan nyaman. Ada mesin
khusus untuk menghangatkan kantong tersebut sehingga kantong tersebut berada
dalam temperatur yang kondusif selama kurang lebih 45 menit.
5. Ruangan untuk melakukan CAPD tidak harus steril,cukup dengan ruangan yang
bersih, maka CAPD dapat dilakukan.
2. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal adalah salah satu prosedur transplantasi
organ yang paling sering dan paling berhasil dilakukan saat ini. Karena semakin
berkembangnya teknologi kedokteran, transplantasi ginjal akhirnya menjadi solusi yang
telah menyelamatkan nyawa ribuan penderita penyakit ginjal stadium akhir.Bagi penderita
gagal ginjal yang tidak direncanakan untuk menjalani transplantasi ginjal, perawatan dialisis
(cuci darah) dapat menunjang keberlangsungan hidup mereka. Sekitar 30 persen penderita
gagal ginjal cocok untuk menjalani transplantasi ginjal, prosedur pembedahan untuk
mengembalikan fungsi ginjal dengan mengganti dua ginjal yang gagal atau rusak dengan
satu ginjal yang sehat.
Sekitar setengah dari transplantasi ginjal berasal dari donor non-hidup (meninggal),
meskipun anggota keluarga, pasangan (donor hidup) dan teman-teman (donor hidup) dapat
dengan aman mendonorkan satu ginjal mereka jika dalam tes dibuktikan bahwa mereka
dapat hidup normal dengan satu ginjal setelah mereka mendonorkan satu ginjal mereka.
Ginjal baru yang diterima biasanya ditempatkan di perut bagian bawah tanpa perlu
mengangkat kedua ginjal yang sudah rusak, inilah alasan mengapa transplantasi ginjal juga
sering disebut sebagai cangkok ginjal. Arteri ginjal baru akan disambungkan ke salah satu
arteri panggul pasien. Begitu pula vena ginjal baru akan disambungkan ke ke salah satu
pembuluh darah di panggul pasien. Ureter ginjal baru, saluran yang mengalirkan urin dari
ginjal, dihubungkan ke kandung kemih atau ke salah satu ureter pasien. Pada anak-anak,
pembuluh darah dari ginjal orang dewasa yang besar seringkali dihubungkan ke aorta dan
vena cava inferior anak. Penolakan transplantasi ginjal merupakan sifat alami pertahanan
imunologik tubuh dalam melawan masuknya protein asing dengan usaha untuk menolak
organ tersebut disebabkan oleh :
- golongan darah tidak sesuai
- antigen HLA (human leucocyte antigens) yang terdiri dari HLA-A, HLA-B.
HLA-C, dan HLA-D tidak sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2009. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC
Corwin, E.J. 2009. Alih bahasa : Pendit, B.U. Handbook of pathophysiology. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2010. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Nursing
care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
GInting, Ananda Wibawanta. 2010. Hipotensi IntraDialisis. Medan: Divisi Nefrologi Hipertensi
Dept. Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUP H. Adam Malik / RSU. Dr. Pirngadi Medan.
Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Alih
bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 2010 (Buku asli diterbitkan tahun
1989)
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Price, S.A. & Wilson, L.M. Alih bahasa : Anugerah, P. 2009. Pathophysiology: Clinical
concept of disease processes. 4th Edition. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Alih bahasa : Setyono, J. 2010. Medical – surgical
nursing. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2005. Brunner & Suddarth Textbook of Medical
Surgical Nursing 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Suyono, S, et al. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI;