Anda di halaman 1dari 21

PRAKTIKUM LABORATORIUM METALURGI

UJI IMPAK

Oleh:

Felicia Layrensius

25416031

Hari praktikum : Kamis

Tanggal praktikum : 3 Mei 2018

Jam praktikum : 17.30– 20.30

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS KRISTEN PETRA
SURABAYA
2018
BAB I

TUJUAN PERCOBAAN

1. Memahami ketangguhan material dan prinsip pengukurannya.


2. Mengenal peralatan dan dapat menggunakan alat uji impak
3. Mengetahui pengaruh temperatur dan takikan terhadap ketangguhan
material
4. Mengetahui fenomena perpatahan

BAB II

TEORI DASAR

Uji impak merupakan pengujian untuk mengetahui ketangguhan material.


Pengujian dilakukan dengan cara memberi beban kejut (pukulan) pada material
uji. Hasil uji impak juga digunakan untuk mengetahui keuletan suatu material.
Secara umum, material logam menunjukkan perpatahan ulet pada temperatur
tinggi dan berubah menjadi getas pada temperatur rendah. Perpatahan dari
material juga bergantung pada kondisi permukaannya. Perpatahan lebih sulit
terjadi pada permukaan yang halus dan rata. Sebaliknya, adanya goresan atau
perubahan permukaan secara mendadak akan mempermudah terjadinya patahan.

METODE PENGUJIAN

Metode pengujian yang paling umum digunakan adalah metode Charpy.


Bagian utama peralatan yang dibutuhkan adalah sebuah pendulum dan dudukan
material uji. Material uji (spesimen) yang sudah disiapkan dipasang pada
dudukan, kemudian dengan gaya gravitasi pendulum diayunkan dari ketinggian
tertentu sehingga menumbuk material uji hingga patah. Besarnya energi yang
diperlukan untuk mematahkan dapat diukur dari selisih ketinggian pendulum
sebelum dan sesudah tumbukan. Alat ini bekerja dengan prinsip kekekalan energi
mekanik. Energi yang dimiliki oleh alat uji Charpy yang digunakan adalah 295 J.
Pengukuran impak energi dipermudah dengan memberikan skala penunjuk pada
mesin, di mana jarum penunjuk digerakkan oleh pendulum. Pada kebanyakan
mesin, skala yang ditunjukkan pada umumnya sudah dalam besaran energi (Joule
atau lb-ft), sehingga tidak memerlukan lagi perhitungan.
Agar pengujian seragam, maka posisi awal dari pendulum diseragamkan
dengan menggunakan pengait. Hal ini juga meningkatkan keamanan mesin karena
pendulum tidak bisa jatuh kecuali keadaan sudah aman. Gambar 3.1a berikut
menunjukkan mesin uji impak Charpy, dengan pendulum berada pada posisi awal.

a)
b)

Gambar 3.1 Alat uji impak a) pendulum dalam ketinggian nol b) pendulum dalam
ketinggian maksimum

Selain energi impak, alat juga menunjukkan impak strength, yang


merupakan energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen per satuan luas
penampang spesimen. Satuan impak strength adalah J/m2 atau lb-ft/in2.

Spesimen impak memiliki ukuran yang standar, yaitu panjang 55 mm


dengan penampang berupa bujur sangkar berukuran 10x10 mm. Dudukan untuk
spesimen berjarak 40 mm. Takikan dibuat pada tengah-tengah spesimen, pada
salah satu sisi memanjangnya. Takikan bisa berupa V, U, atau keyhole. Takikan V
adalah yang paling umum digunakan untuk pengujian baja. Pembuatan takikan V
dilakukan dengan menggunakan milling atau broaching. Takikan keyhole dibuat
dengan melakukan drilling yang dilanjutkan dengan pemotongan dengan gergaji
atau cara lainnya. Takikan U serupa dengan takikan keyhole, hanya lebar
pemotongan sama dengan diameter lubang hasil drilling.
Bentuk lain dan ukuran takikan dapat dilihat pada ASTM E23-12c.
Gambar 3.2 memperlihatkan jenis-jenis takikan yang umum digunakan dalam
pengujian impak.

Gambar 3.2 Bentuk dan ukuran material uji standar

Untuk mempermudah pembuatan spesimen, takikan dibuat dengan


melakukan pemotongan dengan gergaji sedalam 2 mm. Takikan ini menyerupai
takikan U, namun tidak memiliki radius akhir, melainkan memiliki penampang
berupa persegi panjang. Gambar 3.3 menunjukkan bentuk spesimen yang
digunakan.
Gambar 3.3 Bentuk dan ukuran material uji sederhana

Besarnya energi dan kekuatan impak selain dapat dibaca dari skala yang
terdapat pada mesin atau dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus.

Dari keterangan mesin, diketahui W = 193.39 N dengan energy awal (A0)


sebesar 295 J. Kekuatan impak (Ap) dirumuskan sebagai berikut:

Ap = M (Cos β – Cos α)

di mana M adalah momen pendulum (Nm), α adalah sudut awal pendulum, dan β
adalah sudut akhir ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen. Karena

M=Wxl

Maka untuk memperoleh nilai M, perlu diketahui besarnya l (lengan ayun


pendulum, m), yang bisa dihitung dengan rumus periode untuk pendulum, yaitu:

l
T =2 π
√ g

di mana T adalah periode satu ayunan dari pendulum (detik) dan g adalah
percepatan gravitasi. Untuk mengetahui besarnya sudut awal (α), diperoleh
melalui persamaan berikut:

A0 = M (-cosα)

dengan A0 sebesar 295 J. Setelah diperoleh besarnya A p, maka kekuatan


impak (Is) dapat dihitung dengan rumus:
Ap
I=
A

di mana A adalah luas penampang spesimen yang menahan gaya impak.

TEMPERATUR TRANSISI

Karena kekuatan impak bergantung pada temperatur material, maka


pengujian impak umumnya dilakukan pada temperatur yang bervariasi. Secara
umum, transisi dari ulet ke getas biasanya terjadi antara suhu kamar sampai -46
o
C, namun pengujian dapat dilakukan pada temperatur yang dibutuhkan.
Pendinginan dilakukan dengan merendam spesimen dalam campuran alkohol dan
CO2 padat. Pendinginan cara ini bisa menjangkau sampai dengan -59oC. Untuk
pengujian pada temperatur tinggi, dilakukan pemanasan dalam dapur atau dengan
menggunakan media pemanas, misalnya oli. Perlu diperhatikan bahwa pada saat
melakukan pengujian, diusahakan temperatur spesimen tidak mengalami
perubahan yang teralu besar, yang bisa diminimalkan dengan pemindahan dan
pengujian yang cepat, yang ditetapkan harus diuji dalam 5 detik setelah spesimen
dikeluarkan dari media pendingin atau pemanas.

Grafik kekuatan impak terhadap temperatur bisa dibuat setelah dilakukan


pengujian pada berbagai temperatur. Dari Grafik ini, bisa ditetapkan temperatur
kerja material yang diuji.

POLA PATAHAN

Bidang perpatahan spesimen yang telah diuji dapat digunakan untuk


mengetahui apakah material tersebut getas atau ulet. Pola patahan getas ditandai
dengan permukaannya yang mengkilat, berbutir dan memiliki sedikit deformasi.
Pola patahan ulet memiliki permukaan yang berserat, buram dan menunjukkan
deformasi yang cukup besar (lihat gambar 3.4). Pada patahan yang bersifat
campuran, maka pola patahan ulet akan tampak pada bagian luar yang
mengelilingi bagian dalam yang bersifat getas. Dapat pula dilakukan pengukuran
luasan daerah ulet dan getas untuk memperoleh perbandingan pola patahan yang
bisa dibandingkan dengan pola patahan standar, yang terdapat pada ASTM E-23.
(a) (b)

Gambar 3.4 Pola patahan a) ulet (gambar kiri) dan b) getas (gambar kanan)

Deformasi yang terjadi pada patahan dapat dilihat pada sisi dari patahan,
dimana material yang ulet akan menunjukkan pengecilan penampang yang lebih
besar daripada material yang getas. Selain pengecilan penampang, tingkat
keuletan dapat dianalisa berdasarkan besarnya tonjolan patahan yang terdapat
pada kedua belah potongan spesimen pada sisi yang berlawanan dengan sisi
takikan. Material yang sangat getas tidak akan menunjukkan adanya pengecilan
diameter dan tidak memiliki tonjolan patahan. Untuk menganalisa pola patahan
secara lebih mendalam, dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah mikroskop.

FAKTOR-FAKTOR KEKUATAN IMPAK


Kekuatan impak dipengaruhi oleh geometri dan kondisi permukaan seta
temperatur material. Selain itu, sifat metalurgi dari material juga memiliki
pengaruh yang besar, diantaranya adalah komposisi, pengerajaan, perlakuan
panas, dan pengelasan. Kadar karbon juga menunjukkan pengaruh yang besar,
yaitu:
1. Menentukan besarnya temperatur transisi.
2. Mempengaruhi besarnya kekuatan impak.
3. Menentukan gradiasi peruahan kekuatan impak pada temperatur transisi.

Selain karbon, unsur paduan lainnya juga memiliki pengaruh masing-


masing; ada yang memperbaiki (seperti mangan dan nikel) dan ada yang memiliki
pengaruh yang negatif (seperti fosfor dan silikon dalam jumlah besar).
Pengerjaan dingin, seperti telah diketahui, menyebabkan logam memiliki
kekuatan yang tidak homogen. Hal ini terutama pada proses rolling dingin,
dimana kekuatan pada arah pengerolan lebih besar daripada arah melintang.

Hal yang sama berlaku untuk kekuatan impak, di mana orientasi spesimen
dan penempatan takikan memiliki pengaruh yang besar. Kekuatan tertinggi
diperoleh dengan spesimen mengikuti arah pengerjaan dan takikan dibuat pada
permukaan material. Pengujian material yang telah mengalami rolling harus
disertai dengan keterangan mengenai proses tersebut, atau hasil yang diperoleh
bisa menunjukkan variasi yang tinggi dan sulit dianalisa.

Perlakuan panas menentukan besar kekuatan impak karena mempengaruhi


fase logam dan bentuk serta ukuran butir. Secara umum, logam dengan butir kecil
memiliki kekuatan impak yang lebih besar. Untuk baja, martensite yang telah
ditemper memiliki kekuatan terbesar dengan temperatur transisi yang terendah.

METODE PENGUJIAN LAINNYA

Selain dengan metode Charpy, pengujian terhadap kekuatan impak dapat


dilakukan dengan metode Izod, metode Drop Weight Testing (DWT), dan metode
Drop Weight Tear Testing (DWTT). Metode Izod serupa dengan metode Charpy,
yaitu menggunakan pendulum untuk mematahkan spesimen berbentuk batangan.
Perbedaan terletak pada pemegangan spesimen. Pada Charpy, spesimen
diletakkan antara 2 dudukan dan dipukul pada tengah-tengahnya, sedangkan untuk
metode Izod, spesimen dipegang salah satu ujungnya dan ujung yang
menggantunglah yang dipukul oleh pendulum (lihat Gambar 3.5).
Gambar 3.5 Pengujian impak metode Izod dan Charpy

Keunggulan metode ini adalah pada satu spesimen bisa dibuat beberapa
takikan, dan pengujian dilakukan secara beruntun. Kelemahannya adalah waktu
yang diperlukan untuk menjepit spesimen terlalu lama, sehingga tidak bisa untuk
menguji spesimen pada temperatur rendah. Metode DWT dan DWTT
menggunakan beban tertentu yang dijatuhkan pada spesimen dari ketinggian
tertentu sehingga spesimen retak atau patah. Pada DWT, spesimen hanya
dibutuhkan sampai retak, dimana yang dicari adalah besarnya temperatur nil-
ductility transition (NDT), yang adalah temperatur tertinggi dimana spesimen
dikatakan retak. Spesimen untuk pengujian DWT memiliki ukuran yang relatif
besar, dimana yang terkecil berukuran 16x51x127 mm. Persiapan spesimen
berupa pengelasan pada salah satu sisinya.

Beban kemudian dijatuhkan pada sisi yang berlawanan dengan pengelasan.


Hal ini akan menyebabkan muncul retakan pada permukaan pengelasan yang akan
menjalar ke material uji. Spesimen dikatakan retak apabila retakan menyebar
sampai ke salah 1 atau kedua tepi permukaan spesimen yang telah dilas. Metode
DWTT serupa dengan DWT, hanya memerlukan spesimen dengan ukuran yang
lebih besar (3x12 inci), menggunakan takikan yang dibentuk dengan press, dan
spesimen diperlukan sampai patah. Takikan yang digunakan berupa V dengan
sudut 45o, dengan kedalaman 0,020 inci. Hasil pengujian diperoleh dengan
melakukan analisa patahan untuk menentukan besarnya perbandingan daerah
patah getas dan patah ulet

Metode DWT dan DWTT merupakan penyempurnaan dari pengujian


Charpy karena pengujian Charpy tidak bisa menunjukkan temperatur transisi yang
seragam antara spesimen dengan benda yang berukuran sebenarnya. Meskipun
DWT dan DWTT tidak sepenuhnya sempurna namun menunjukkan hasil yang
lebih seragam.
BAB III

ALAT DAN BAHAN

1. Mesin uji impak Cesare Galbadini-Galarante tipe OH-30


2. Stopwatch
3. Gergaji tangan
4. Dapur listrik
5. Jangka sorong
6. Ragum
7. Penjepit
8. Alkohol (70%)
9. Es batu
10. Termometer
11. Wadah plastik (300ml)
12. Spesimen: besi verkan (penampang 8x10 mm)

BAB IV

PROSEDUR PERCOBAAN

1. Membuat 3 spesimen dari bahan yang telah disediakan dengan menggunakan


gergaji tangan, ragum, dan jangka sorong. Kemudian membentuk spesimen
sehingga sesuai dengan gambar 3.2.
2. Memasukkan spesimen yang pertama ke dalam dapur listrik dan memanaskan
hingga 200°C.
3. Memasukkan es batu ke dalam wadah lalu menuangkan alkohol secukupnya
sampai es batu terendam seluruhnya.
4. Memasukkan spesimen kedua dalam wadah berisi es dan alkohol.
Memasukkan pula termometer dengan memastikan ujung termometer
menyentuh spesimen.
5. Menghitung periode pendulum untuk melakukan 50 ayunan. Untuk
melakukan hal ini menaikkan pendulum ±3°. Kemudian mencatat hasilnya
6. Bila termometer telah menunjukkan bahwa temperatur spesimen kedua adalah
0°C, mengeluarkan spesimen dari wadah dan menempatkan pada dudukan di
mesin impak. Memposisikan sehingga takikan menghadap berlawanan dari
jatuhnya pendulum dan takikan segaris dengan bagian pendulum yang
memukul spesimen.
7. Menaikkan pendulum sehingga terpasang pada pengait.
8. Memposisikan jarum penunjuk skala pada 295 J.
9. Memposisikan lengan pengereman sehingga mendekati mesin (posisi rem
tidak aktif). Memastikan tidak ada orang atau benda yang mungkin terpukul
oleh pendulum.
10. Melepaskan pengait dengan mendorong lengan pengait sehingga pendulum
jatuh dan mematahkan spesimen.
11. Setelah pendulum berayun satu ayunan, mendorong lengan pengereman
menjauh dari mesin (posisi rem aktif) dan meneruskan hingga pendulum
berhenti.
12. Mencatat angka yang ditunjukkan oleh jarum (impak energi dan impak
strength). Mengambil spesimen mematahkan bila masih utuh dan memberi
tanda.
13. Melakukan hal yang sama untuk spesimen yang dipanaskan dan yang suhu
kamar. Untuk spesimen yang dipanaskan memegang dengan menggunakan
penjempit dan mendinginkan segera setelah diuji (menggunakan air).
14. Melakukan analisa terhadap pola patahan tiap spesimen.
15. Mengembalikan alat-alat yang digunakan ke tempatnya semula.
BAB V

HASIL PERCOBAAN

Gambar 5.1. Hasil patahan pada suhu


200oC

Gambar 5.2. Hasil Patahan pada suhu


0oC
Gambar 5.3. Hasil patahan pada suhu kamar
BAB VI

PENGOLAHAN DATA

l
T =2 π
√ g

T =t /n=90/50

90 l
50
=2 π
9.81 √
l=0.806 m

M =W × l

M =193.39 ×0.806=155.872 Nm

A0 =M ( 1−cosα )

295=155.872 ( 1−cosα )

1−cos α =1.892

cos α=−0.892

α =153.125 °

Pada spesimen 1 (suhu 27 oC)


A P=M ( cos β−cos α )

118=155.872¿)

cos β=−0.135

β=97.76 °∆ H =l ( cos β −cos α )

∆ H =0.806(−0.135+ 0.892)

∆ H =0.61 m I e =W ×∆ H
Ie
I e =193.39× 0.61=117.97 Joule I s=
A

117.97
I s= −2
=147.46 J /cm2
( 8 ×10 ) ×10

Pada spesimen 2 (suhu 0oC)


l=0.806 m

M =155.872 Nm

cos α=−0.892

cos β=−0.674

∆ H =0.176 m

I e =34.036 Joule I s=42.545 J /cm2

Pada spesimen 3 (200 oC)


l=0.806 m

M =155.872 Nm

cos α=−0.892

cos β=−0.45

∆ H =0.356 m

I e =68.84 Joule I s=86.05 J /cm 2

BAB VII

ANALISA DATA

Nilai dari hasil perhitungan dengan nilai data yang diperoleh dari
pengukuran menunujukkan bahwa besarnya hampir sama. Hal ini membuktikan
bahwa percobaan yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur yang diberikan.
Perbedaan antara nilai dari hasil perhitungan dengan nilai data percobaan dapat
disebabkan antara lain karena ketidaktelitian dalam pembacaan skala pada alat
ukur.

Pola patahan yang terjadi pada ketiga spesimen sesuai dengan teori. Pola
patahan pada spesimen yang diberi perlakuan suhu kamar menghasilkan pola
patahan campuran. Hal ini dapat dilihat dari penampakan pola patahan ulet yang
berada di luar dan mengelilingi bagian dalam yang memiliki pola patahan getas.
Pola patahan pada spesimen yang diberi perlakuan suhu tinggi menunjukkan hasil
yang berbeda, yaitu permukaannya berserat, buram, dan terjadi deformasi yang
cukup besar. Spesimen yang diberi perlakuan suhu tinggi juga mengalami necking
sebelum patah yang menandakan bahwa pola patahan tersebut merupakan pola
patahan ulet. Spesimen yang diberi perlakuan suhu rendah membentuk pola
patahan getas. Hal ini ditandai dengan adanya permukaan yang lebih halus dan
mengkilat, tidak mengalami deformasi dan tidak terjadi necking.
BAB VIII

KESIMPULAN

Ketangguhan suatu material dapat dilihat melalui kekuatan impact yang


dimilikinya. Suatu material yang memiliki ketahanan yang baik akan tidak mudah
patah ketika diberi pukulan atau beban kejut. Kekuatan impact dapat diukur
dengan menggunakan beberapa metode yaitu Charpy, Izod, Drop Weight Testing,
Drop Weight Tear Testing. Percobaan kali ini menggunakan metode Charpy.

Temperatur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketangguhan


material. Hal tersebut disebabkan karena temperatur yang semakin meningkat
juga semakin memperbanyak grain boundaries dari material tersebut sehingga
semakin tinggi pula keuletannya. Keuletan yang tinggi pada suatu material juga
dapat menghasilkan ketangguhan yang tinggi. Takikan yang dibentuk pada
material juga berpengaruh terhadap ketangguhan material karena adanya
perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan yang
mengakibatkan energi impact yang dimilikinya berbeda-beda pula.

Perlakuan suhu yang berbeda menyebabkan patahan yang berbeda-beda


pula pada material uji. Material uji yang diberi perlakuan suhu tinggi akan
menghasilkan patahan yang ulet ketika diberi beban impact, sedangkan material
uji yang diberi perlakuan suhu rendah akan timbul patahan getas ketika diberi
beban impact. Material uji yang hanya diberi perlakuan suhu kamar akan
menghasilkan patahan campuran, yaitu antara patahan ulet dan patahan getas.
Pola-pola patahan yang dihasilkan menunjukkan sifat dari material yang diuji.
BAB IX

PERTANYAAN DAN JAWABAN

Pertanyaan

1. Sebutkan sifat mekanik yang diinginkan pada kondisi dingin dan panas!
2. Apa pengaruh temperatur terhadap kekuatan impact?
3. Carilah contoh lain dari aplikasi pengujian impact dan jelaskan dimana
penerapan ilmunya!
4. Mengapa pada spesimen uji impact diberikan takikan?

Jawaban

1. Sifat mekanik yang diinginkan pada keadaan dingin adalah keras dan getas
sedangkan pada keadaan panas adalah lunak dan ulet. Ketangguhan akan
semakin meningkat jika material semakin lunak dan ulet, dan akan
semakin menurun ketika material semakin keras dan getas.
2. Temperatur yang semakin tinggi menyebabkan grain boundaries dari
suatu material semakin besar. Hal ini dapat meningkatkan keuletan
material tersebut sehingga ketangguhannya semakin tinggi. Material yang
semakin tangguh akan memiliki kekuatan impact yang semakin tinggi,
sehingga tidak mudah patah.
3. Contoh aplikasi pengujian impak dalam kehidupan sehari-hari antara lain
pada pengujian impact campuran bahan-bahan pembuatan jembatan,
apakah jembatan tersebut memang akan terbukti tangguh atau mudah
patah.
4. Takikan sangat mempengaruhi ketangguhan suatu material karena adanya
perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing
takikan yang mengakibatkan energi impact yang dimilikinya berbeda-
beda. Takikan dibagi menjadi beberapa macam antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Takikan segitiga: distribusi tegangan berkonsentrasi pada satu titik pada
dasar takikan.
b. Takikan segi empat: distribusi tegangan berkonsetrasi pada dua titik.
c. Takikan Setengah lingkaran: distribusi tegangan merata pada takikan.
BAB X
LAMPIRAN DATA DAN GRAFIK

SPESIMEN NO. I II III


MATERIAL Besi verkan Besi verkan Besi verkan
TEMPERATUR 27°C 0°C 200°C
UKURAN SPESIMEN 55x10x10 55x10x10 55x10x10
mm mm mm
a (mm) 10 10 10
b (mm) 10 10 10
c (mm) 55.5 55.3 55.8
d (mm) 2 2 2
e (mm) 1 1 1
SUDUT AWAL (α) 153.51° 153.51° 153.51°
SUDUT AKHIR (β) 97.88° 132.53° 116°
T 50 AYUNAN (detik) 1.8 1.8 1.8
IMPAK ENERGI (joule) 118 34 69
IMPAK STRENGTH (joule/cm2) 146 43 85

Anda mungkin juga menyukai