UJI IMPAK
Oleh:
Felicia Layrensius
25416031
TUJUAN PERCOBAAN
BAB II
TEORI DASAR
METODE PENGUJIAN
a)
b)
Gambar 3.1 Alat uji impak a) pendulum dalam ketinggian nol b) pendulum dalam
ketinggian maksimum
Besarnya energi dan kekuatan impak selain dapat dibaca dari skala yang
terdapat pada mesin atau dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus.
Ap = M (Cos β – Cos α)
di mana M adalah momen pendulum (Nm), α adalah sudut awal pendulum, dan β
adalah sudut akhir ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen. Karena
M=Wxl
l
T =2 π
√ g
di mana T adalah periode satu ayunan dari pendulum (detik) dan g adalah
percepatan gravitasi. Untuk mengetahui besarnya sudut awal (α), diperoleh
melalui persamaan berikut:
A0 = M (-cosα)
TEMPERATUR TRANSISI
POLA PATAHAN
Gambar 3.4 Pola patahan a) ulet (gambar kiri) dan b) getas (gambar kanan)
Deformasi yang terjadi pada patahan dapat dilihat pada sisi dari patahan,
dimana material yang ulet akan menunjukkan pengecilan penampang yang lebih
besar daripada material yang getas. Selain pengecilan penampang, tingkat
keuletan dapat dianalisa berdasarkan besarnya tonjolan patahan yang terdapat
pada kedua belah potongan spesimen pada sisi yang berlawanan dengan sisi
takikan. Material yang sangat getas tidak akan menunjukkan adanya pengecilan
diameter dan tidak memiliki tonjolan patahan. Untuk menganalisa pola patahan
secara lebih mendalam, dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah mikroskop.
Hal yang sama berlaku untuk kekuatan impak, di mana orientasi spesimen
dan penempatan takikan memiliki pengaruh yang besar. Kekuatan tertinggi
diperoleh dengan spesimen mengikuti arah pengerjaan dan takikan dibuat pada
permukaan material. Pengujian material yang telah mengalami rolling harus
disertai dengan keterangan mengenai proses tersebut, atau hasil yang diperoleh
bisa menunjukkan variasi yang tinggi dan sulit dianalisa.
Keunggulan metode ini adalah pada satu spesimen bisa dibuat beberapa
takikan, dan pengujian dilakukan secara beruntun. Kelemahannya adalah waktu
yang diperlukan untuk menjepit spesimen terlalu lama, sehingga tidak bisa untuk
menguji spesimen pada temperatur rendah. Metode DWT dan DWTT
menggunakan beban tertentu yang dijatuhkan pada spesimen dari ketinggian
tertentu sehingga spesimen retak atau patah. Pada DWT, spesimen hanya
dibutuhkan sampai retak, dimana yang dicari adalah besarnya temperatur nil-
ductility transition (NDT), yang adalah temperatur tertinggi dimana spesimen
dikatakan retak. Spesimen untuk pengujian DWT memiliki ukuran yang relatif
besar, dimana yang terkecil berukuran 16x51x127 mm. Persiapan spesimen
berupa pengelasan pada salah satu sisinya.
BAB IV
PROSEDUR PERCOBAAN
HASIL PERCOBAAN
PENGOLAHAN DATA
l
T =2 π
√ g
T =t /n=90/50
90 l
50
=2 π
9.81 √
l=0.806 m
M =W × l
M =193.39 ×0.806=155.872 Nm
A0 =M ( 1−cosα )
295=155.872 ( 1−cosα )
1−cos α =1.892
cos α=−0.892
α =153.125 °
118=155.872¿)
cos β=−0.135
∆ H =0.806(−0.135+ 0.892)
∆ H =0.61 m I e =W ×∆ H
Ie
I e =193.39× 0.61=117.97 Joule I s=
A
117.97
I s= −2
=147.46 J /cm2
( 8 ×10 ) ×10
M =155.872 Nm
cos α=−0.892
cos β=−0.674
∆ H =0.176 m
M =155.872 Nm
cos α=−0.892
cos β=−0.45
∆ H =0.356 m
BAB VII
ANALISA DATA
Nilai dari hasil perhitungan dengan nilai data yang diperoleh dari
pengukuran menunujukkan bahwa besarnya hampir sama. Hal ini membuktikan
bahwa percobaan yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur yang diberikan.
Perbedaan antara nilai dari hasil perhitungan dengan nilai data percobaan dapat
disebabkan antara lain karena ketidaktelitian dalam pembacaan skala pada alat
ukur.
Pola patahan yang terjadi pada ketiga spesimen sesuai dengan teori. Pola
patahan pada spesimen yang diberi perlakuan suhu kamar menghasilkan pola
patahan campuran. Hal ini dapat dilihat dari penampakan pola patahan ulet yang
berada di luar dan mengelilingi bagian dalam yang memiliki pola patahan getas.
Pola patahan pada spesimen yang diberi perlakuan suhu tinggi menunjukkan hasil
yang berbeda, yaitu permukaannya berserat, buram, dan terjadi deformasi yang
cukup besar. Spesimen yang diberi perlakuan suhu tinggi juga mengalami necking
sebelum patah yang menandakan bahwa pola patahan tersebut merupakan pola
patahan ulet. Spesimen yang diberi perlakuan suhu rendah membentuk pola
patahan getas. Hal ini ditandai dengan adanya permukaan yang lebih halus dan
mengkilat, tidak mengalami deformasi dan tidak terjadi necking.
BAB VIII
KESIMPULAN
Pertanyaan
1. Sebutkan sifat mekanik yang diinginkan pada kondisi dingin dan panas!
2. Apa pengaruh temperatur terhadap kekuatan impact?
3. Carilah contoh lain dari aplikasi pengujian impact dan jelaskan dimana
penerapan ilmunya!
4. Mengapa pada spesimen uji impact diberikan takikan?
Jawaban
1. Sifat mekanik yang diinginkan pada keadaan dingin adalah keras dan getas
sedangkan pada keadaan panas adalah lunak dan ulet. Ketangguhan akan
semakin meningkat jika material semakin lunak dan ulet, dan akan
semakin menurun ketika material semakin keras dan getas.
2. Temperatur yang semakin tinggi menyebabkan grain boundaries dari
suatu material semakin besar. Hal ini dapat meningkatkan keuletan
material tersebut sehingga ketangguhannya semakin tinggi. Material yang
semakin tangguh akan memiliki kekuatan impact yang semakin tinggi,
sehingga tidak mudah patah.
3. Contoh aplikasi pengujian impak dalam kehidupan sehari-hari antara lain
pada pengujian impact campuran bahan-bahan pembuatan jembatan,
apakah jembatan tersebut memang akan terbukti tangguh atau mudah
patah.
4. Takikan sangat mempengaruhi ketangguhan suatu material karena adanya
perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing
takikan yang mengakibatkan energi impact yang dimilikinya berbeda-
beda. Takikan dibagi menjadi beberapa macam antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Takikan segitiga: distribusi tegangan berkonsentrasi pada satu titik pada
dasar takikan.
b. Takikan segi empat: distribusi tegangan berkonsetrasi pada dua titik.
c. Takikan Setengah lingkaran: distribusi tegangan merata pada takikan.
BAB X
LAMPIRAN DATA DAN GRAFIK