Anda di halaman 1dari 8

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Sistem Pendidikan Kedokteran


Sistem pendidikan kedokteran di Indonesia telah mengalami banyak
perubahan. Berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Dokter yang disahkan
oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), program pendidikan dokter
diselenggarakan dengan model kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini
dilaksanakan dengan pendekatan/ strategi SPICES (Student-centred, Problem-
based, Integrated, Community based, Elective/ Early clinical Exposure,
Systematic).13
Transformasi pembelajaran dari teacher-centered ke student-centered
disebabkan oleh pembelajaran teacher-centered kurang memberikan hasil
yang memuaskan dalam hal mendorong pembelajaran mahasiswa. 14 Sistem
student-centered mendorong mahasiswa untuk mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri secara aktif melalui belajar mandiri.1 Hal tersebut
didukung dengan strategi SPICES lainnya, yaitu Problem-based. Menurut
Barrows dan Tamblyn, problem-based merupakan strategi pembelajaran
dengan pemberian kasus yang akan memicu mahasiswa untuk mencari dan
menemukan pengetahuan terkait kasus tersebut.1 Dalam pelaksanaan problem-
based learning (PBL), mahasiswa membentuk kelompok diskusi dan tiap
kelompok didampingi seorang tutor. Untuk sebuah kasus, biasanya diskusi
dibagi menjadi 2 sesi. Pada diskusi pertama, mahasiswa diberikan sebuah
kasus, lalu mahasiswa berdiskusi dengan menggunakan prior-knowledge
yang mereka miliki. Tahapan yang dilakukan pada diskusi pertama yaitu,
mahasiswa perlu mengklarifikasi kata-kata yang tidak mereka mengerti,
merumuskan masalah yang mereka temukan pada kasus, membahas kasus
dengan pengetahuan yang telah mereka miliki, hingga mereka dapat
merumuskan tujuan pembelajaran. Terdapat jeda beberapa hari antara diskusi

1
pertama dan kedua. Hal ini bertujuan agar mahasiswa dapat memiliki waktu
yang cukup untuk mencari dan mempelajari tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan pada sesi diskusi sebelumnya. Pada diskusi kedua, mahasiswa
mendiskusikan informasi/pengetahuan yang telah mereka peroleh dari
pencarian mandiri. Selain itu, terdapat tugas penting pada diskusi kedua yaitu,
kelompok diskusi perlu menentukan apakah informasi tersebut tepat dan
valid, kemudian menerapkan pengetahuan yang baru kedalam kasus pemicu,
sehingga tujuan pembelajaran tercapai.1

Pada strategi SPICES, mahasiswa bertanggung jawab sepenuhnya


terhadap pembelajarannya, serta diharapkan dapat belajar ‘beyond the
classroom’.14 Mahasiswa menjadi seorang adult-learner yang memiliki
karakteristik sebagai berikut: self-directed, life experience & knowledge, good
oriented, relevance oriented, praktis dan mampu menghargai pendapat orang
lain.14 Pada karakteristik self-directed, memiliki makna mahasiswa mampu
mengatur dan mengelola kegiatanya, baik akademik maupun non-akademik. 14
Oleh karena itu, mahasiswa perlu memiliki manajemen waktu yang baik. Hal
ini bertujuan agar terdapat keseimbangan antara kegiatan akademik dan non-
akademik, termasuk pola tidur.

Program pendidikan kedokteran tahap sarjana di Indonesia, memilki


rentang waktu minimal 7 semester.13 Pada tahap ini pembelajaran dibagi
dalam blok-blok yang memiliki suatu tema misalnya, biomedik dasar, sistem
imun-infeksi, endokrin, dan sebagainya. Sebuah blok berlangsung selama 6
minggu. Dalam sebuah blok meliputi kegiatan sebagai berikut: kuliah
pengantar, diskusi kelompok, belajar mandiri, pleno dan kuliah narasumber,
keterampilan klinis dasar, dan praktikum. Setiap blok memiliki sasaran
pembelajaran bagi mahasiswa. Pencapaian sasaran pembelajaran mahasiswa
dapat diukur secara kuantitas melalui nilai blok. Di Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara, nilai blok merupakan nilai kumulatif dari: nilai

2
ujian tulis, nilai ujian keterampilan klinis dasar, nilai diskusi, dan nilai
praktikum.

2.2 Prestasi Akademik


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prestasi akademik adalah
hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau perguruan
tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan
penilaian.15 Prestasi akademik merupakan suatu hal yang penting bagi
mahasiswa. Meskipun prestasi akademik yang baik bukanlah satu-satunya hal
yang harus dicapai oleh mahasiswa, prestasi akademik dapat menggambarkan
hasil dari proses pembelajaran. Berbagai faktor dapat mempengaruhi prestasi
akademik mahasiswa seperti:
1. Motivasi, Perilaku dan Sikap
Literature review yang dilakukan oleh Feeley et al. menelusuri mengenai
dua aspek pembelajaran yang dapat mempengaruhi prestasi akademik
yaitu, learning style (gaya belajar) dan learning approach. Gaya belajar
merupakan cara unik setiap mahasiswa dalam menerima pengetahuan.
Learning approach merupakan motivasi yang mendorong mahasiswa
dalam pembelajaran. Hasil literature review menunjukkan bahwa gaya
belajar tidak berhubungan dengan hasil ujian. Sedangkan learning
approach berpengaruh terhadap prestasi akademik. Motivasi mendorong
mahasiswa untuk belajar dengan baik dan mendalam. Mahasiswa yang
memiliki motivasi menunjukkan prestasi akademik yang lebih baik secara
konsisten.16
2. Peer Assisted Learning
Peer assisted learning (PAL) adalah strategi belajar dengan
pengembangan pengetahuan dan keterampilan melalui bantuan aktif dan
dukungan teman yang setingkat (sesama mahasiswa).17 Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengajar dalam
kelompok belajar memilki prestasi akademik yang lebih baik dibanding

3
mahasiswa yang hanya menjadi anggota kelompok.18,19 Selain itu,
mahasiswa juga dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi melalui
kegiatan belajar berkelompok.19 Penelitian yang dilakukan oleh Peets et al.
mendapatkan bahwa mahasiswa yang berperan sebagai pengajar akan
mempersiapkan diri terlebih dahulu sebelum memulai pembelajaran
kelompok. Persiapan tersebut memotivasi mahasiswa tersebut untuk
menyediakan waktu belajar yang lebih lama sehingga meningkatkan
kualitas pembelajaran. Selain itu, dalam kegiatan PAL, pertanyaan yang
diajukan oleh sesama teman akan menstimulasi mahasiswa lain untuk
berpikir dan menyatukan konsep dari pengetahuan yang telah didapatkan
sebelumnya.19
3. Coping Strategies
Penelitian yang dilakukan oleh Vitaliano et al. membagi sumber stress
menjadi 3 yaitu, beban akademik, isu sosial, dan masalah finansial. 20
Literature review yang dilakukan oleh Azad menyatakan bahwa
mahasiswa kedokteran memiliki beban akademik yang besar.2 Coping
strategies merupakan cara atau tindakan yang dilakukan seseorang dalam
mengatasi stress yang dialami. Penelitian yang dilakukan oleh Trucchia et
al. menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara prestasi akademik
dengan coping strategies. Mahasiswa dengan prestasi akademik yang baik
memperlihatkan perilaku active coping atau berusaha untuk mengatasi
masalah yang dihadapi. Sedangkan pada kelompok prestasi akademik
cukup/kurang menunjukkan perilaku menghindar.21
4. Nilai Ujian Saringan Masuk
Pada sebuah penelitian kohort yang dilakukan oleh Adam, et al.
menunjukkan bahwa nilai pada ujian saringan masuk dapat memprediksi
prestasi akademik mahasiswa tersebut.22 Mahasiswa dengan nilai ujian
saring yang lebih tinggi, menunjukkan prestasi akademik yang lebih baik.
Penelitian serupa juga dilakukan di Tiongkok dengan melibatkan 1.285
mahasiswa kedokteran tahun pertama.23 Hasil penelitian tersebut juga

4
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara nilai ujian saringan masuk
dengan prestasi akademik.23

2.3 Kualitas Tidur


Tidur merupakan kondisi tidak sadarkan diri dimana tubuh lebih responsive
terhadap stimulus internal dibandingkan stimulus eksternal.24 Fungsi tidur
belum dimengerti secara jelas. Selain itu, lama waktu tidur absolut agar fungsi
tidur dapat dijalankan dengan baik juga belum dipahami. 24 Setiap orang
memiliki pendapat yang berbeda mengenai kecukupan lama waktu untuk
tidur.24 Meskipun demikian, penelitian menunjukkan bahwa kuantitas dan
kualitas tidur berpengaruh terhadap memori dan pembelajaran.25 Kualitas tidur
belum memiliki definisi yang baku. Tetapi dapat dikatakan bahwa kualitas
tidur merupakan kepuasan seseorang terhadap tidur yang dilakukannya.
Perasaan pada saat bangun setelah tidur menjadi faktor penting dalam
seseorang menilai kualitas tidurnya.26
Pengukuran Kualitas Tidur
Kualitas tidur dapat diukur, salah satunya dengan pengisian self-rated
kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Kuesioner PSQI menilai kualitas
tidur subjek pada satu bulan terakhir. Kuesioner ini bersifat subjektif dan terdiri dari
19 pertanyaan yang dijawab oleh peserta dan 5 pertanyaan yang dijawab oleh teman
sekamar (roommate) jika ada. 5 pertanyaan tersebut tidak terhitung dalam skor
kuesioner, namun hanya untuk informasi klinis. Pada 19 pertanyaan tersebut
dikelompokan menjadi 7 komponen, yaitu kualitas tidur subjektif, latensi tidur,
habitual sleep efficiency, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, daytime dysfunction.
Tiap masing-masing komponen memiliki nilai 0-3.27 Skor global PSQI berkisar antara
0-21 dan membagi kualitas tidur menjadi 2 kelompok yaitu buruk (poor) dan baik
(good), dengan cut-off score adalah 5. Pada umumnya, waktu yang dibutuhkan
subjek untuk mengisi seluruh kuesioner adalah 5-10 menit dan dibutuhkan 5 menit
untuk peneliti menilai skor kuesioner. PSQI telah diterjemahkan kedalam 48 bahasa
dan memilki nilai sensitifitas sebesar 89,6% dan spesifitas sebesar 86,5% untuk

5
mengidentifikasi gangguan tidur.28 Kuesioner ini cepat, praktis dan mudah untuk
digunakan. Oleh karena itu, PSQI telah banyak dipakai untuk berbagai penelitian,
termasuk mengenai kualitas tidur pada mahasiswa kedokteran.
2.3.3 Gambaran Kualitas Tidur Mahasiswa Kedokteran
Mahasiswa kedokteran merupakan salah satu kelompok populasi yang rentan
mengalami gangguan tidur, salah satunya kualitas tidur buruk. Penelitian dilakukan di
Federal Universitas of Paraiba (UFPB), Brazil, dengan menggunakan kuesioner PSQI
dan mengikutsertakan 221 mahasiswa kedokteran sebagai sampel penelitian. Hasil
menunjukkan bahwa 61,5% mengalami kualitas tidur buruk.4 Penelitian mengenai
kaitan antara kualitas tidur dengan faktor gaya hidup dan profil mahasiswa, dilakukan
di 4 universitas Lituania dengan melibatkan 405 mahasiswa dari fakultas berbeda
yaitu, kedokteran, hukum, ekonomi, manajemen publik, dan sastra. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa kedokteran merupakan kelompok
mahasiswa dengan kualitas tidur terburuk. Jika dibandingkan dengan mahasiswa
fakultas lain, mahasiswa kedokteran lebih sering menggunakan waktu untuk belajar
sebelum tidur. Selain itu, mahasiswa kedokteran menunjukkan karakteristik yang
berbeda seperti, menghabiskan waktu lebih banyak untuk belajar, lebih khawatir
terhadap akademik, dan kurang puas terhadap hasil belajar.5 Kualitas tidur buruk pada
mahasiswa kedokteran juga didapatkan pada penelitian di Universitas Andalas,
Indonesia. Penelitian ini mengikutsertakan 177 mahasiswa kedokteran dan hasil yang
diperoleh adalah 99 mahasiswa mengalami kualitas tidur buruk atau setara dengan
53%. Penyebab gangguan tidur yang banyak dinyatakan dalam penelitian ini adalah
subjek terbangun dimalam hari sehingga sulit untuk kembali tidur, merasa kedinginan
atau kepanasan. Selain itu, subjek juga merupakan mahasiswa tingkat akhir yang
sedang menyelesaikan tugas skripsi yang menjadi syarat kelulusan. Hal ini juga dapat
dikatakan sebagai stressor yang dapat menjadi penyebab gangguan tidur.8

Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur beragam seperti, keadaan


ruang tidur,29 sleep hygiene,30 kegiatan akademik, menjelang ujian, dan keadaan yang
memicu stress atau kekhawatiran31. Keadaan ruang tidur dan lingkungan sekitarnya

6
dapat mempengaruhi kualitas tidur. Cahaya ruangan merupakan salah satu hal yang
penting. Ruangan yang terlalu terang dapat membuat seseorang sulit tidur dan juga
dapat mempengaruhi irama sirkardian.29 Selain itu, suhu ruangan dan bising suara
juga berpengaruh dalam terciptanya suasana yang nyaman untuk tidur.

Sleep hygiene merupakan perilaku yang dapat meningkatkan kualitas dan


kuantitas tidur. Menurut Stepanskii et al. perilaku yang dapat mendukung kualitas
tidur seperti mengurangi minuman kafein dan alcohol, mengurangi merokok, dan
tidak berolahraga di malam hari.30 Kegiatan yang dilakukan sebelum tidur juga dapat
mempengaruhi kualitas tidur seperti membaca atau menonton dapat mengurangi
kualitas tidur.32

2.4 Kualitas Tidur dan Prestasi Akademik


Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Tidur yang baik dapat
membuat seseorang merasa lebih waspada, lebih bersemangat dan lebih bahagia.
Selain itu, tidur sangat berkaitan erat dengan memori dan proses pembelajaran, serta
menstabilkan dan meningkatkan fungsi kognitif. 25 Memori dan fungsi kognitif yang
baik sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran di pendidikan kedokteran karena
dibutuhkan kemampuan mengingat dan memahami pengetahuan yang kompleks
dalam waktu singkat.11 Gangguan tidur juga dapat menurunkan kemampuan
memusatkan perhatian secara optimal sehingga tidak dapat belajar secara efisien.25
Penelitian di Universitas Omdurman dan Universitas Bahri, Sudan, mengenai
hubungan antara kualitas tidur dengan perolehan akademik. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mahasiswa yang memiliki kualitas
tidur yang baik dan buruk. Pada penelitian, digunakan kuesioner PSQI dengan nilai
cut-off 5. Bila hasil skor total >5 maka dikelompokkan dalam kualitas tidur baik dan
sebaliknya. Mahasiswa sebagai subjek dikelompokkan menjadi 2 grup, yaitu:
mahasiswa dengan perolehan akademik sangat baik (A) dengan perolehan akademik
cukup (C). Pada mahasiswa dengan akademik sangat baik didapatkan hanya 36%
yang mengalami kualitas tidur buruk, sedangkan pada kelompok akademik cukup
didapatkan 94,6%.33

7
Penelitian lain dilakukan di Universitas Andalas, Indonesia, dengan
menggunakan metode analitik studi cross-sectional, membuktikan bahwa terdapat
hubungan antara kualitas tidur dengan prestasi akademik. Penelitian ini melibatkan
177 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (FK Unand), sebagai
sampel penelitian. Kualitas tidur mahasiswa FK Unand diukur dengan kuesioner
PSQI dan prestasi akademik diukur dengan nilai ujian blok.8

2.5 Kerangka Teori

2.6 Kerangka konsep

Anda mungkin juga menyukai