Disusun oleh:
KELOMPOK 1
Kelas :
5A LAMONGAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
1
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1 :
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “PROMOSI KESEHATAN DENGAN
MEDIA LEMFLET” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di
dalamnya. Kami juga berterima kasih pada ibu dosen selaku dosen mata
kuliah keperawatan komunitas yang telah memberikan tugas ini kepada
kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan
demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB 1 PENDAHULUAN 6
1.1 Latarbelakang 6
1.2 Rumusan Masalah 7
1.3 Tujuan 7
BAB 2 PEMBAHASAN 9
4
2.2.4 Yang Harus Diperhatikan Dlm Membuat Leaflet 54
2.2.5 Gambar leaflet 55
BAB 3 PENUTUP 56
3.1 Kesimpula 56
3.2 Saran 56
DAFTAR PUSTAKA 57
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
memahami komunikasi khususnya alat peraga dan media pendidikan
kesehatan diharapkan analis laboratorium mampu menyampaikan informasi
kesehatan terutama preventif sehingga timbul perubahan perilaku kesehatan
masyarakat agar lebih mendahulukan mencegah penyakit dan meningkatkan
derajat kesehatan. Pendidikan kesehatan yang tepat akan mendorong peran
analis laboratorium untuk mengajak masyarakat memanfaatkan profesi
analis kesehatan bukan hanya pada saat sakit tetapi dimulai dari pencegahan
penyakit serta meningkatkan kondisi kesehatannya melalui deteksi dini.
1.3 Tujuan
7
8
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Definisi
9
dikelompokkan atas media cetak, media elektronik dan media papan
(billboard).
10
perilaku, misalnya mengubah perilaku hidup tidak bersih dan tidak sehat
menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
2. Sasaran sekunder upaya promosi kesehatan yaitu para pemuka
masyarakat baik pemuka informal seperti pemuka adat dan pemuka
agama, maupun pemuka formal seperti petugas kesehatan dan pejabat
pemerintahan, serta organisasi kemasyarakatan dan media massa yang
diharapkan dapat turut serta dalam upaya peningkatan PHBS pasien,
individu sehat dan keluarga.
3. Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan, bidang lainnya yang berkaitan
dan pihak yang memfasilitasi sumber daya.
2.1.4 Ruang Lingkup dan Konsep Dasar Promosi Kesehatan
Ruang lingkup promosi kesehatan secara sederhana menurut
(Notoatmodjo, 2010) mencakup pendidikan kesehatan yang menekankan
pada perubahan perilaku, pemasaran sosial yang menekankan pada
pengenalan produk melalui kampanye, penyuluhan yang menekankan pada
penyebaran informasi, upaya promotif yang menekankan pada upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, upaya advokasi untuk
mempengaruhi pihak lain dalam mengembangkan kebijakan,
pengorganisasian, pengembangan, pergerakan dan pemberdayaan
masyarakat.
Berdasarkan definisi promosi kesehatan yang merupakan proses
yang memungkinkan orang untuk meningkatkan kontrol atas status
kesehatan mereka, untuk itu kesehatan tidak hanya dipandang sebagai tujuan
hidup melainkan juga dipandang sebagai sumber daya bagi kehidupan
sehari-hari karena kesehatan merupakan konsep positif menekankan sumber
daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.
2.1.5 Tingkat Program Promosi Kesehatan
Program promosi kesehatan memiliki tiga tingkat, yaitu (Barker, 2007):
1. kesehatan primer cenderung berfokus pada orang-orang yang sehat dan
berfokus pada sekitar layanan seperti klinik untuk wanita, klinik bayi,
pesan seks yang aman, imunisasi anak (Barker, 2007). Tugas promosi
11
kesehatan tingkat ini seperti pencegahan yang bertujuan untuk mencegah
penyakit dan cedera, meningkatkan homeostasis biologis, dan self-
regulation tubuh dengan menyebarluaskan informasi kesehatan dengan
selektif yang berasal dari medis yang berkaitan dengan individu tentang
faktor risiko dan tindakan pencegahan yang terkait (Piper, 2009).
2. Promosi kesehatan sekunder berfokus pada orang-orang yang sudah sakit
dan perawat dalam situasi ini akan berusaha untuk membantu orang
kembali ke keadaan sehat (Barker, 2007). Tujuan dari manajemen diri
pasien yang memiliki cedera atau penyakit adalah untuk memaksimalkan
peluang pemulihan secara penuh, pemulihan fungsi dan untuk
meminimalkan risiko terjadinya komplikasi atau munculnya kembali
penyakit (Piper, 2009).
3. Promosi kesehatan pencegahan tersier berfokus pada situasi di mana
seorang pasien atau klien memiliki masalah kesehatan yang sedang
berlangsung atau cacat, misalnya pada orang yang memiliki kanker yang
agresif, mereka dapat ditawarkan perawatan paliatif untuk meningkatkan
kualitas hidup mereka dan menjadi sejahtera sebagai bentuk promosi
kesehatan (Piper, 2009; Barker, 2007).
2.1.6 Model Promosi Kesehatan
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor
internal (fisik dan psikis) maupun faktor eksternal (sosial, budaya,
lingkungan fisik, politik, ekonomi seta pendidikan). Hal tersebut dapat
menjadi latar belakang dikembangkannya model-model kesehatan. Model-
model promosi kesehatan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Health Belief Model (HBM), merupakan model kognitif, yang digunakan
untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan yang digunakan
untuk menjelaskan kegagalan partisipasi masyarakat secara luas dalam
program pencegahan atau deteksi penyakit. Menurut HBM,
kemungkinan seseorang melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi
oleh keyakinan dan penilaian kesehatan (Maulana, 2009) yang di
pengaruhi oleh :
12
a. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of
injury or illness). Hal ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang
berpikir bahwa penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan
ancaman bagi dirinya. Oleh karena itu, jika ancaman yang
dirasakan meningkat, perilaku pencegahan juga akan meningkat.
b. Keuntungan dan kerugian (benefits and costs). Pertimbangkan
antara keuntungan dan kerugian perilaku untuk memutuskan
melakukan tindakan pencegahan atau tidak.
c. Petunjuk berperilaku. Petunjuk berperilaku disebut sebagai
keyakinan terhadap posisi yang menonjol. Hal ini berupa berbagai
informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalah kesehatan
(misalnya media massa, kampanye, nasihat orang lain, penyakit
dari anggota keluarga yang lain atau teman).
HBM memiliki fungsi sebagai model pencegahan atau preventif
(Stanley & Maddux; 1986 dalam Community Health Nursing, 2010).
6 komponen dari HBM ini, yaitu :
1. Perceived Susceptibility (kerentanan yang dirasakan). Contohnya
seseorang percaya kalau semua orang berpotensi terkena kanker.
2. Perceived Severity (bahaya/kesakitan yang dirasakan). Contohnya
individu percaya kalau merokok dapat menyebabkan kanker.
3. Perceived Benefits (manfaat yang dirasakan dari tindakan yang
diambil). Contohnya melakukan perilaku sehat seperti medical check
up rutin selain itu kalau tidak merokok, dia tidak akan terkena
kanker.
4. Perceived Barriers (hambatan yang dirasakan akan tindakan yang
diambil). Contohnya kalau tidak merokok tidak enak, mulut terasa
asam.
5. Cues to Action (isyarat untuk melakukan tindakan). Saran dokter
atau rekomendasi menjadi cues to action untuk bertindak dalam
konteks berhenti merokok.
6. Self Efficacy. Merasa percaya diri dengan perilaku sehat yang
dilakukan
13
2. Theory of Reasoned Action (TRA), digunakan dalam berbagai perilaku
manusia, khususnya berkaitan dengan masalah sosiopsikologis,
kemudian berkembang dan banyak digunakan untuk menentukan
faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan. (Maulana,
2009) Teori ini menghubungkan antara keyakinan (beliefs), sikap
(attitude), kehendak (intention), dan perilaku.. TRA Merupakan model
untuk meramalkan perilaku preventif dan telah digunakan dalam
berbagai jenis perilaku sehat yang berlainan, seperti pengaturan
penggunaan substanti terterntu (merokok, alcohol, dan narkotik),
perilaku makan dan pengaturan makan, pencegahan AIDS dan
penggunaan kondom dll. (Maulana, 2009)
Keuntungan TRA.
Teori TRA pegangan untuk menganalisis komponen perilaku dalam
item yang operasional. Fokus sasaran prediksi dan pengertian perilaku
yang dapat diamati secara langsung dan berada dalam kendali
seseorang, artinya perilaku sasaran harus diseleksi dan diidentifikasi
secara jelas.
Kelemahan TRA.
Kelemahan TRA adalah tidak mempertimbangkan pengalaman
sebelumnya dengan perilaku dan mengabaikan akibat-akibat jelas dari
variable eksternal terhadap pemenuhan intensi perilaku.
3. Transteoritikal Model (TTM), adalah kerelaan individu untuk berubah,
yaitu merubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat, dan yang sehat
menjadi lebih sehat lagi. Terbagi menjadi 5 tahap yaitu :
1) Pre-contemplation. Individu tidak mengetahui adanya masalah
dan tidak memikirkan adanya perubahan.
2) Contemplation. Individu berfikir tentang perubahan di masa yang
akan datang dengan cara memberi dukungan dan motivasi.
3) Decission/ determination. Membuat rencana perubahan namun
butuh bantuan dalam mengembangkan dan mengatur tujuan dan
rencana tindakan.
14
4) Action. Implementasi dari rencana dan tindakan spesifik dapat
dibantu dengan diberikannya umpan balik dan dukungan sosial.
5) Maintenance. Individu dapat menunjukan tindakan yang ideal dan
mampu mengulangi tindakan yang direkomendasikan secara
berkala.
4. PRECEDE dan PROCEED Model. Model ini dikembangkan untuk
diagnosis mengenai pendidikan mulai dari kebutuhan pendidikan
sampai pengembangan program. PRECEDE merupakan kependekan
dari Predisposing, Reinforcing, and Enable Causes in Educational
Diagnosis and Evaluation. Terdapat tujuh tahap dalam merumuskan
diagnosis dalam model ini, yaitu: diagnosis sosial, diagnosis
epidemologi, diagnosis perilaku dan lingkungan, diagnosis pendidikan.
Perawat dapat mengembangkan pernyataan diagnosa yang
menggambarkan pendidikan apa yang dibutuhkan oleh klien (Ivanov &
Blue, 2008).
PROCEED yang merupakan kependekan dari Policy, Regulatory,
and Organizational Construct for Educational and Enviromental
Development digunakan untuk merencanakan, mengimplementasi, dan
mengevaluasi dalam program pendidikan kesehatan. Model ini terdiri
dari empat tahap implementasi, proses, dampak, dan evaluasi hasil dari
proses pendidikan (Ivanov & Blue, 2008).
Fokus model ini adalah mempengaruhi individu, kelompok dan
masyarakat untuk berperilaku sehat dalam diagnosa, pendidikan dan
evaluasi. Green & Kreuter (2005) dalam Saifah (2011) mendefinisikan
bahwa terdapat tiga faktor yang dapat digunakan dalam
menginvestigasi perilaku yang berkontribusi terhadap status kesehatan,
yaitu :
a. Faktor predisposisi (predisposing factor)
b. Faktor pemungkin (enabling factor)
c. Faktor penguat (reinforcing factor)
2.1.7 Kebijakan Promosi Kesehatan
15
Di dalam promosi kesehatan, ada keterlibatan tiap-tiap sektor dalam
membuat hingga menjalankan kebijakan. Dinas kesehatan provinsi
mengembangkan, mengkoordinasi dan memfasilitasi promosi kesehatan,
kabupaten/kota memperkuat pemberdayaan masyarakat oleh kabupaten/kota
bina suasana dan advokasi tingkat provinsi. Pemerintah
membuat program kegiatan sesuai masalah kesehatan yang ada di dinas
kesehatan provinsi, sementara pemerintahan tingkat pusat mempromosikan
kesehatan, mengembangkan kebijakan nasional, menjadi pedoman dan
standar fasilitas serta koordinasi promosi kesehatan daerah bina suasana dan
advokasi tingkat nasional.
Promosi kesehatan di daerah dikembangkan dari kebijakan nasional dan
pedoman standar promosi kesehatan yang didukung adanya fasilitas
koordinasi promosi kesehatan dari pemerintah pusat dan daerah dengan
adanya bina suasana dan advokasi. Kebijakan yang mengatur tentang
promosi kesehatan adalah Permenkes dan Kepmenkes.
2.1.8 Peran Tingkat Propinsi
Sebagai unit yang berada dibawah naungan tingkat pusat, maka peran
tingkat Provinsi, khususnya kegiatan yang diselenggrakan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi antara lain sebagai berikut:
1. Menjabarkan kebijakan promosi kesehatan nasional menjadi kebijakan
promosi kesehatan local (provinsi) untuk mendukung penyelenggaraan
promosi kesehatan dalam wilayah kerja Pamsimas
2. Meningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan
promosi kesehatan, terutama dibidang penggerakan dan pemberdayaan
masyarakat agar mampu ber-PHBS.
3. Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan
pemberdayaan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
pada level provinsi
4. Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak
serta mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan dengan
lintas program dan lintas sektor terkait dalam pencapaian PHBS dalam
level Provinsi
16
2.1.9 Peran Tingkat Kabupaten
Promosi Kesehatan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten,
khususnya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat
mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Meningkatkan kemampuan Puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya
dalam penyelenggaraan promosi kesehatan, terutama dibidang
penggerakan dan pemberdayaan masyarakat agar mampu ber-PHBS.
2. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
yang bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat
3. Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan
pemberdayaan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
4. Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak
serta mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan dengan
lintas program dan lintas sektor terkait dalam pencapaian PHBS.
Kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa
Indonesia, untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuanhidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-
tingginya. Wujud upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi 2
kategori, yaitu :
1) Upaya kesehatan wajib, yang ditetapkan berdasarkan komitmen
nasional, regional, global, serta memiliki daya ungkit tinggi untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat meliputi :
a. promosi kesehatan
b. kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga
berencana
c. perbaikan diri masyarakat, pencegaham dan pemberantasan
penyakit menular
d. pengobatan
2) Upaya kesehatan pengembangan, adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat
serta disesuaikan dengan kemampuan sektor pelayanan kesehatanyang
terkait.
17
Kebijakan sosial memberikan pengetahuan bagaimana
melakukanhealthy public policy dimana mengembangkan kebijakan untuk
meningkatkan kesehatan. Bidang kebijakan sosial dapat memberikan
pengetahuan reflektif penting pada asalmula promosi kesehatan itu sendiri
dan pada kemunculannya sebagai jenis kebijakan kesehatan yang lebih baru.
Kebijakan sosial terdiri dari perspektif yang bermacam-macam, hal itulah
yang merefleksikan asumsi-asumsi yang berbeda tentang dunia sosial.
Oleh karenanya, studi kebijakan sosial akan memberikan sumbangan
besar pada promosi kesehatan. Hal tersebut akan terus memberikan
pemahaman bagaimana ciri-ciri menonjol healthy public policy dalam
lingkungan kebijakan saat ini; peran negara, penduduk, dan masyarakat
dalam pengembangan kebijakan; proses dan kemungkinan pengembangan
visi healthy public policy, jangkauan kerjasama lintas sektoral; jangkauan
koordinasi healthy public policy, dan bagaimana “public good” dapat
direkonsiliasikan dengan minat individu dan minat lainnya dalam
memelihara healthy public policy. Program-program di area studi berkaitan
dengan pengembangan ke kebijakan sosial seperti juga pada healthy public
policy, membawa kita untuk mempertimbangkan promosi kesehatan sebagai
kebijakan sosial.
2.1.10 Kebijakan Internasional Promosi Kesehatan
Dasar kebijakan internasional promosi kesehatan sudah terbentuk sejak
dilaksanakan konferensi pertama di kota ottawa canada pada tahun 1986
dengan tema “menuju kesehatan masyarakat baru” dan menghasilkan dasar
promosi kesehatan yaitu Piagam Ottawa. Selanjutnya konferensi promosi
kesehatan terus dilakukan di tempat yang berbeda sampai terakhir yaitu
konferensi ke tujuh di kenya pada tahun 2009. Pada setiap dilakukan
konferensi akan menghasilkan strategi baru untuk menyelasaikan masalah
yang muncul pada periode tersebut di dunia.
Konferensi promosi kesehatan I dilakukan di kota Ottawa Canada tahun
1986 dengan tema “Menuju kesehatan masyarakat baru” mengahasilkan
piagam Ottawa. Piagam Ottawa menyebutkan ada sembilan faktor prasyarat
untuk menuju kesehatan: perdamaian, tempat tinggal, pendidikan, makanan,
18
pendapatan, ekosistem yang seimbang, sumberdaya yang
berkesinambungan, keadaan sosial sejahtera, dan pemerataan. Piagam
Ottawa memiliki tujuan promosi kesehatan yaitu: Advokasi (meyakinkan
pembuat kebijakan aturan yang diajukan itu penting), menjembatani (antara
bidang kesehtan dan bidang lain), dan memampukan (membuat masyarakat
mandiri). Strategi promosi kesehatan dalam Piagam Ottawa ada lima, yaitu
mengembangkan kebijakan publik berkaitan dengan kesehatan, membuat
lingkungan yang sehat, membangun masyarakat yang aktif,
mengembangkan ketrampilan masyarakat, dan reorientasi sistem pelayanan
kesehatan.
Konferensi promosi kesehatan ke dua di Adelaide, Australia tahun 1988
dengan tema “Membangun kebijakan publik yang berwawasan kesehatan”.
Dalam konferensi kedua strategi yang digunakan mengarah untuk
mendukung terciptanya masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang
sehat dan berprilaku sehat. Untuk mencapai tujuan tersebut menggunakan
enam strategi, yaitu kebijakan publik berwawasan kesehatan,
mengupayakan revvitalisasi nilai-nilai asasi kesehatan, pemerataan akses
pelayanan kesehatan, akuntabilitas program kesehatan, meningkatkan
pelayanan, dan kemitraan. Dalam konfrensi ini juga membagi prioritas
kebijakan publik di bidang kesehatan, yaitu program perempuan, pangan
dan gizi, tembakau dan alkohol, dan lingkungan yang baik.
Konferensi promosi kesehatan ke tiga di Sundvall, Swedia tahun 1991
dengan tema “Menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan”.
Dalam koferensi ini menghasilkan model yang dijalankan dengan praktis
dalam promosi kesehatan, yaitu Health promotion strategy analysis model
(HELPSAME) berupa analisis pengalaman dalam menciptakan lingkungan
yang mendukung, Sundsvall pyramid of supportive
enviroment, dan Supportive enviroment action model berupa fasilitator
dalam kelompok.
Konferensi promosi kesehatan ke empat di Jakarta, Indonesia dengan
tema “Pemeran baru di era baru” tahun 1997. Konferensi ini menghasilkan
Deklarasi Jakarta yang berisi pendekatan baru promosi kesehatan. Deklarasi
19
jakarta terdiri dari empat pendekatan, yaitu pendekatan komprehensif
berupa promosi kesehatan dilakukan secara serentak, pendekatan melalui
tatanan berupa ahli kesehatan ikut dalam kursi pemerintahan, institusi
pendidikan, dan institusi pelayanan kesehatan, pendekatan peran serta
masyarakat, dan pendekatan pembelajaran kesehatan.
Konferensi promosi kesehatan ke empat menghasilkan prioritas
peningkatan kesehatan. Pertam meningkatkan tanggung jawab sosial dalam
kesehatan yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan. Prioritas kedua
meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan. Prioritas ketiga
yaitu meningkatkan kemitraan untuk meningkatakan pelayanan kesehatan.
Prioritas ke-empat yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
pemberdayaan masyarakat, dan mengembangkan infrastruktur secara
bertahap dan berkelanjutan untuk meningkatkan intensitas promosi
kesehatan.
Konferensi promosi kesehatan ke lima di Mexico, Mexico tahun 2000
dengan tema “menjembatani kesenjangan pemerataan”. Konferensi ini
menghasilkan program-program kementrian berupa delapan macam, yaitu
menghargai pencapaian standar kesehatan sebagai aset positif bagi
kenyamanan hidup dan pertumbuhan pembangunan sosial ekonomi dan
pemerataan, memahami promosi kesehatan sebagai tanggung jawab
bersama, terjadi perbaikan layanan kesehatan, menyadari banyak masalah
belum teratasi, infeksi mengurangi keberhasilan bidang kesehatan,
pentinganya kolaborasi, promosi kesehatan komponen dasar publik, dan
strategi efektif.
2.1.11 Konsep Perubahan dalam Promosi Kesehatan
Menurut Pender (2006, dalam Potter & Perry, 2013) Perubahan perilaku
sehat merupakan suatu usaha untuk berubah yang dapat ditunjukkan dengan
penghentian tingkah laku yang memperburuk kesehatannya atau
meningkatkan tingkah laku sehat. Sedangkan yang dimaksud perilaku hidup
sehat adalah tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya (Maulana, 2007).
20
Perubahan perilaku sehat menurut Prochaska, Redding, dan Evers (2009,
dalam Kozier et al, 2015) perubahan perilaku sehat antara lain:
1) Tahap Prakontemplasi
2) Tahap Kontemplasi
Pada tahap ini klien menyadari masalah yang dihadapinya itu serius dan
perlu perubahan perilaku maka dari itu klien mulai mencari-cari informasi
dan mengungkapkan rencana untuk mengubah perilakunya.
3) Tahap Persiapan
Klien pada tahap ini sudah mulai membuat rencana khusus yang akan
dilakukan hingga akhir perubahan. Klien menganggap keuntungan
perubahan perilaku lebih banyak daripada kerugiannya.
4) Tahap Tindakan
Pada tahap ini klien sudah melakukan rencana yang telah dibuat sebelumnya
maka dari itu klien membutuhkan motivasi agar semangat dalam menjalani
rencana ini berjalan dengan baik.
5) Tahap Pemeliharaan
6) Tahap Terminasi
21
Klien pada tahap ini sudah yakin bahwa masalah bukan lagi godaan atau
ancaman bagi kehidupan. Sebagai contoh, klien tadi sudah tidak takut
beresiko diabetes melitus lagi karena ia sudah yakin bahwa dengan menjaga
pola makan sehat dan bergizi akan menurunkan berat badannya.
1. Kesamaan tujuan
22
3. Tanggung jawab yang jelas
1. Kerjasama
2. Komunikasi
3. Asertifitas
4. Otonomi
5. Tanggung jawab
23
6. Koordinasi
24
4. Menurut Maulana (2009) ada beberapa prinsip, model atau bentuk,
dan langkah kegiatan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu:
Prinsip :
25
3. Perumusan masalah dan kesepakatan bersama dalam musyawarah
masyarakat desa (community prescription)
Kemitraan adalah suatu hubungan atau sebuah kerja sama antara kedua
belah pihak atau lebih, didasarkan pada kesetaraan, keterbukaan, dan saling
menguntungkan atau memberikan manfaat (Depkes RI, 2012). Victoria
Health Promotion Foundation (2011) mengemukakan tujuan dari kemitraan,
yang dibagi menjadi tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dari kemitraan
adalah untuk meningkatkan percepatan, efektivitas, serta efisiensi terkait
upaya kesehatan dan upaya pembangunan pada umumnya. Tujuan
khususnya adalah berhubungan dengan aspek rasa di dalam sebuah
kesepakatan kerja sama, terkait rasa saling membutuhkan, percaya,
memerlukan, membantu, dll. Hasil yang diharapkan dengan bermitra
berhubungan dengan tujuan yang ditetapkan, yaitu terjadinya percepatan,
efektivitas, dan efisiensi dalam berbagai upaya termasuk kesehatan.
26
Sifat kemitraan bergantung pada kebutuhan, tujuan, serta kesediaan dari
lembaga, profesi, atau individu yang berpartisipasi untuk terlibat dalam
kemitraan. Menurut Kuswidanti (2008) sifat kemitraan terdiri dari:
1. Incidental (sifat kerja sesuai dengan kebutuan sesaat ex: peringatan hari
anak Indonesia)
2. Jangka pendek (proyek dalam kurun waktu tertentu)
3. Jangka panjang (pelaksanaan program tertentu, ex: pemberantasan TB
paru)
Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe
kemitraan yaitu:
27
3. Output (terbentuknya jaringan kerja, yang terdiri dari berbagai unsur,
dan jumlah kegiatan yang berhasil terrealisasi dari rencana yang
dimiliki)
4. Membuat kesepakatan
28
kesehatan yang berguna sebagai dasar dari pelaksanaan program promosi
kesehatan. Berikut merupakan prinsip-prinsip umum promosi kesehatan
menurut Green & Sputh, 2006 dan Potvin & McQueen, 2001):
1. Empowerment atau pemberdayaan
2. Partisipative atau partisipasi
3. Holistic atau menyeluruh
4. Equitable atau kesetaraan
5. Intersectoral atau antar sector
6. Sustainable atau berkelanjutan
7. Multi-strategy
Dalam memberikan promosi kesehatan, tenaga kesehatan seperti
perawat juga perlu memahami prinsip promosi kesehatan yang lebih spesifik
dalam tiap ruang lingkup, yaitu:
1. Prinsip promosi kesehatan di keluarga:
a. Promosi kesehatan yang dilakukan harus bisa lebih spesifik sebab
keluarga merupakan kelompok masyrakat yang paling kecil.
b. Keluarga terdiri atas beberapa orang yang sudah terikat hubungan
satu sama lain, yaitu ayah, ibu, dan anak. Ketika promosi kesehatan
yang dilakukan telah dijalankan dengan baik, maka hal tersebut akan
berpengaruh kepada perilaku keluarga tersebut.
c. Setiap keluarga memiliki keunikannya tersendiri. Keunikan yang
dimaksud yaitu aturan yang dimiliki pada keluarga tersebut. Dalam
hal ini pemberi promosi kesehatan harus mampu menyesuaikan diri
dengan aturan tersebut agar keluarga tersebut bisa lebih terbuka
dalam menerima segala bentuk promosi yang dilakukan.
2. Prinsip Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
a. Komprehensif
Promosi kesehatan di tempat kerja merupakan kegiatan yang
melibatkan beberapa disiplin ilmu guma memaksimalkan tujuan
yang ingin dicapai.
3. Partisipasi
29
Para peserta atau sasaran promosi kesehatan hendaknya terlibat
secara aktif mengidentifikasi masalah kesehatan yang dibutuhkan untuk
pemecahannya dan meningkatkan kondisi lingkungan kondisi
lingkungan kerja yang sehat.
4. Keterlibatan berbagai sektor terkait
Kesehatan yang baik adalah hasil dari berbagai faktor yang
mendukung. Berbagai upaya untuk meningkatkan kesehatan pekerja
hendaknya harus melalui pendekatan yang integrasi yang mana
penekanannya pada berbagai faktor tersebut bila memungkinkan.
5. Kelompok organisasi masyarakat
Program pencegahan dan peningkatan kesehatan hendaknya
melibatkan semua anggota pekerja.
6. Berkesinambungan atau Berkelanjutan
Program promosi kesehatan dan pencegahan hendaknya terus
menerus dilakukan dan tujuannya jangka panjang.
7. Prinsip Promosi Kesehatan di Sekolah
a. Melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan
sekolah yaitu peserta didik, orangtua dan para tokoh masyarakat
maupun organisasi-organisasi di masyarakat.
b. Memberikan pendidikan kesehatan sekolah dengan kurikulum yang
mampu meningkatkan sikap dan perilaku peserta didik yang positif
terhadap kesehatan serta dapat mengembangkan berbagai
keterampilan hidup yang mendukung kesehatan fisik, mental, dan
sosial.
c. Memperhatikan pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk guru
maupun orangtua.
8. Prinsip Promosi Kesehatan di Fasilitas Layanan Kesehatan, (Ayubi,
2006):
a. Ditujukan untuk individu yang memerlukan pengobatan dan atau
perawatan, pengunjung, keluarga pasien.
b. Memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga atas masalah
kesehatan yang diderita pasien.
30
c. Memberdayakan pasien dan keluarga dalam kesehatan.
d. Menerapkan proses belajar di fasilitas pelayanan kesehatan.
9. Prinsip Promosi Kesehatan di Tempat Umum
Bentuk pendekatan massa diberikan secara tidak langsung, biasanya
menggunakan atau melalui media massa.Tempat umum merupakan
sarana yang dilalui oleh banyak orang, dapat dikatakan sasaran dari
tindakan promosi kesehatan di tempat umum tidak menentu. Maka
penerapan yang paling efektif adalah dengan memanfaatkan media
berupa poster, spanduk, dan lainnya.
31
Pemilihan metode promosi kesehatan harus dilakukan secara cermat
dan tepat agar menjadi metode belajar yang efektif dan efisien ini harus
mempertimbangkan hal-hal berikut.
1. Hendaknya disesuaikan dengan tujuan pendidikan
2. Bergantung pada kemampuan guru atau pendidiknya
3. Kemampuan pendidik
4. Bergantung pada besarnya kelompok sasaran atau kelas
5. Harus disesuaikan dengan waktu pemerian atau penyampaian pesan.
6. Hendaknya mempertimbangkan fasilitas-fasilitas yang ada.
Metode pembelajaran selain terdapat dua jenis, metode pun menurut
Notoatmodjo, 2007) ; Maulana (2009), diklasifikasikan menjadi tiga bagian
yaitu, metode pendidikan individu, kelompok, dan massa. Memiliki
pendapat yang sama menurut Departemen Kesehatan RI menggolongkan
metode promosi kesehatan berdasarkan jumlah sasaran yang ingin dicapai
yaitu, pendekatan perorangan, pendekatan kelompok, dan pendekatan
massal.
1. Metode pendidikan individu
a. Bimbingan berisi penyampaian inforasi yang berkenaan dengan
masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang
disajikan dalam bentuk pelajaran.
b. Konseling adalah proses belajar yang bertujuan memungkinkan
konseling (peserta didik) mengenal dan menerima diri sendiri
serta realistis dalam proses penyelesaian dengan lingkungannya
(Nurihsan, 2005) dalam (Maulana, 2009).
2. Metode pendidikan kelompok
a. Ceramah, ialah pidato yang disampaikan oleh seorang
pembicaraa di depan sekelompok pengunjung atau pendengar.
Metode ini dipergunakan sesuai kondisi–kondisi tertentu.
b. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu atau
beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan
biasanya dianggap hangat di masyarakat.
32
c. Diskusi kelompok, percakapan yang direncakan atau
dipersiapkan di antara tuga orang atau lebih tentang topik
tertentu dan salah seorang di antaranya memimpin diskusi
tersebut.
d. Bermain peran (role play), peserta diminta memainkan atau
memerankan bagian-bagian dari berbagai karakter dalam suatu
kasus.
e. Simulasi, suatu cara peniruan karakteristik-karakteristik atau
perilaku-perilaku tertentu dari dunia rill sehingga para peserta
latihan dapat berekasi seperti pada keadaan sebenarnya.
3. Metode pendidikan massa
Metode pendidikan massa dilakukan untuk mengonsumsikan pesan-
pesan kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat. Pesan yang ingin
disampaikan perlu dirancang agar dapat ditangkap oleh massa.
Metode kesehatan pun dapat digolongkan berdasarkan teknik
komunikasi dan indera penerima dari sasaran promosi kesehatan.
1. Berdasarkan teknik komunikasi
a. Metode penyuluhan langsung.
b. Metode yang tidak langsung.
2. Berdasarkan indera penerima
a. Metode melihat/memperhatikan.
b. Metode pendengaran
c. Metode “kombinasi”
33
2007). Tujuan dari penggunaan media dalam pengajaran yaitu untuk
memperjelas pesan, mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga, daya indra,
menimbulkan semangat belajar, interaksi langsung antara peserta didik dan
sumber belajar, serta memungkinkan peserta belajar mandiri sesuai bakat
(Simamora, 2009).
Media yang berupa alat peraga berfungsi untuk (Maulana, H. D.,
2007):
a. menimbulkan minat sasaran
b. mencapai sasaran yang lebih banyak
c. membantu mengatasi hambatan dalam pemahaman
d. merangsang sasaran untuk meneruskan pesan pada orang lain
e. memudahkan penyampaian informasi
f. memudahkan penerimaan informasi oleh sasaran
g. mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi oleh
orang banyak.
h. mendorong keinginan untuk mengetahui, mendalami, dan
mendapat pengertian yang lebih baik.
i. membantu menegakkan pengetahuan yang diterima agar bisa
lebih lama tersimpan dalam ingatan.
Pelaksanaan promosi kesehatan membutuhkan media yang dapat
memudahkan aktivitas promosi kesehatan terutama pada saat pendidik
(sumber) tidak dapat bertemu langsung dengan sasaran. Adapun jenis – jenis
media pembelajaran menurut (Kholid, A., 2012) yaitu:
1. Media visual seperti grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun dan
komik
2. Media auditif seperti radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan
sejenisnya
3. Projected still media seperti slide, over head projector, in focus dan
sejenisnya
4. Projected motion media seperti film, televise, video, computer dan
sejenisnya.
34
Sedangkan, menurut Sharon, S. E. (2005) terdapat enam jenis dasar dari
media pembelajaran, yaitu:
1. Teks, yaitu penyampaian informasi yang berupa tulisan.
2. Media audio, seperti suara latar, musik, atau rekaman suara yang
dapat meningkatkan daya tarik sasaran.
3. Media visual, yaitu media yang memberikan rangsangan -
rangsangan visual seperti gambar/photo, sketsa, diagram, bagan,
grafik, kartun poster dan papan bulletin.
4. Media proyeksi gerak, seperti film geral, film gelang, program TV,
video kaset (CD, VCD, atau DVD).
5. Benda-benda tiruan/miniatur, seperti benda-benda tiga dimensi yang
dapat disentuh dan diraba oleh penerima pesan.
6. Manusia, yang dapat berupa guru, siswa, atau pakar/ ahli dibidang/
materi tertentu.
Adapun ciri – ciri media pembelajaran menurut (Gerlach & Ely, 1971)
yaitu:
1. Ciri fiksasif
2. Ciri manipulatif
3. Ciri distributif
Kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih media pembelajaran
menurut (Kholid, A., 2012) yaitu:
1. Sesuai dengan tujuan atau standar kompetensi yang ingin dicapai.
2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep,
prinsip dan generalisasi
3. Praktis, luwes dan bertahan
4. Memperhatikan pengelompokan sasaran.
5. Penyaji terampil dalam menggunakan media.
2.1.18 Strategi Promosi Kesehatan: Advokasi
a. Advokasi
Pada dasarnya promosi kesehatan bertujuan untuk mengenalkan
kesehatan kepada masyarkat, untuk mencapai hal ini perlu adanya
35
pendekatan persuasif, dan menggunakan cara yang komunikatif serta
inovatif yang memerhatikan sasaran promosi kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kesehatan [ CITATION
Mau07 \l 1033 ]. Advokasi merupakan strategi dengan pendekatan
pimpinan dengan tujuan untuk mengembangkan kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan [ CITATION Efe09 \l 1033 ]. Advokasi berperan
dalam mendukung kegiatan promosi kesehatan yang dapat
memfasilitasi adaptasi perilaku dan lingkungan untuk memperbaiki
kesehatan. Pelaku advokasi kesehatan ialah orang yang peduli terhadap
upaya kesehatan dan memandang perlu adanya mitra untuk mendukung
upaya tersebut [ CITATION Mau07 \l 1033 ].
b. Tahap Advokasi
Komitmen yang didapat dari proses advokasi tentunya tidak
berjalan dengan cepat karena melewati beberapa tahapan. Pertama,
mengetahui atau menyadari adanya masalah. Kedua, tertarik untuk
ikut mengatasi masalah. Ketiga, peduli terhadap pemecahan masalah
(dengan mencari alternatif pemecahan masalah). Keempat, sepakat
untuk memecahkan masalah dengan memilih caranya. Kelima,
memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Bahan-bahan advokasi pun
perlu disiapkan terlebih dahulu dan matang, diataranya ialah sesuai
minat dan sasaran advokasi, memuat rumusan masalah dan alternatif
pemecahan masalah, memuat peran sasaran dalam pemecahan
masalah, berdasarkan fakta dan bukti (evidence-based), dikemas
secara menarik dan jelas, serta sesuai dengan waktu yang tersedia
[ CITATION Dep11 \l 1033 ].
36
kemitraan, dengan membentuk jejaring advokasi atau forum
kerjasama. Hal tersebut dapat mendukung proses advokasi karena
akan terjadinya proses kerja sama yang didalamnya terdapat
pembagian tugas dan saling mendukung, maka sasaran advokasi
akan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu,
metode dan media advokasi perlu ditentukan secara cermat, sehingga
dapat terjalin kerjasama yang baik [ CITATION Dep11 \l 1033 ].
d. Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dengan menggunakan strategi ini berupa
kebijakan dan peraturan-peraturan yang mendukung untuk
mempengaruhi terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat serta
adanya sumber dukungan dari aspek lain
2.1.19 Strategi Promosi Kesehatan: Social Support dan Enpowerment
Proses belajar akan terlaksana dengan baik jika klien mengalami
perubahan tingkat pengetahuan, kesadaran maupun perilaku. Strategi-
strategi yang dibahas biasanya meliputi belajar-mengajar, pemecahan
masalah, penggunaan diri secara terapeutik, kepedulian, manajemen stres,
modifikasi pelaku, membuat kontrak, proses kelompok dan prinsip-prinsip
praktik keperawatan. Terdapat tiga strategi yang dapat dilakukan untuk
melakukan perubahan tersebut pada klien yaitu empiric-rational change,
normative-reeducative, dan power-coersive (Allender, Rector, & Warner,
2014). Selain itu, menurut WHO (1994) dan DepKes RI (2007) terdapat
beberapa strategi dalam promosi kesehatan, yaitu:
a. Bina Suasana (Social Support). Strategi ini dilakukan untuk mencari
dukungan sosial melalui tokoh masyarakat, baik tokoh masyarakat
formal maupun informal. Tujuan utama kegiatan ini
adalah para tokoh masyarakat, dapat menjadi jembatan antara sektor
kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan
masyarakat sebagai penerima program kesehatan.
b. Pemberdayaan adalah kegiatan yang melibatkan masyarakat berupa
kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam mengenali masalah
kesehatan mereka sendiri serta bersedia untuk memelihara,
37
meningkatkan, dan melindungi kesehatannya masing-masing (Efendi
& Makhfudli, 2009). Tujuan umum dalam gerakan pemberdayaan
masyarakat ini adalah masyarakat mampu mengenali, memelihara,
melindungi dan meningkatkan kualitas kesehatannya termasuk
apabila mereka sakit, mereka dapat memperoleh pelayanan
kesehatan tanpa mengalami kesulitan terutama dalam biaya. Sasaran
dan pelaku dalam gerakan pemberdayaan masyarakat ditujukan pada
masyarakat langsung sebagai sasaran primer. Prinsip dalam gerakan
pemberdayaan masyarakat ini berupa menumbuhkembangkan
potensi masyarakat, menumbuhkan kontribusi masyarakat dalam
upaya kesehatan, mengembangkan kegiatan yang melibatkan
kebersamaan antar-masyarakat, kerjasama masyarakat, promosi
pendidikan dan pelatihan dengan pemanfaatan potensi setempat,
upaya yang dilakukan secara kemitraan dengan berbagai pihak dan
sesuai dengan keadaan atau budaya setempat. Selain prinsip dalam
gerakan pemberdayaan masyarakat, adapula bentuk dari gerakan
pemberdayaan masyarakat, yaitu community leader, community
organizations, community fund, community material, community
knowledge, community technology, dan community decision making.
Dalam gerakan pemberdayaan masyarakat dibutuhkan peran dari
dinas kesehatan dalam kota maupun kabupaten yang berupa
pengkajian dalam membantu memahami permasalahan kesehatan di
wilayah tersebut, pemberi arah terkait tujuan dan sasaran dari
kegiatan yang akan dilakukan, memberikan bimbingan dan bantuan
teknis yang sesuai dengan keperluan serta memberikan dukungan
moral, memberikan dukungan sumber daya manusia dan memantau
perkembangan masalah kesehatan yang dialami. Indikator
keberhasilan terhadap strategi gerakan pemberdayaan masyarakat
terdiri dari indikator input, indikator proses dan indikator
output (Maulana, 2009).
2.1.20 Tahapan dan Intervensi Promosi Kesehatan
38
Pemberian promosi kesehatan dapat dilakukan untuk berbagai
macam klien, seperti individu, keluarga, dan masyarakat. Terdapat beberapa
tahapan yang harus dilakukan perawat untuk memberikan promosi
kesehatan kepada klien. Tahapan promosi kesehatan adalah langkah-langkah
yang dapat dilakukan oleh perawat untuk memberi edukasi kesehatan
kepada klien mulai dari kegiatan mengkaji beberapa aspek klien seperti
identitas klien, kebutuhan belajar hingga mengevaluasi kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan (Potter & Perry, 2009). Tahapan
pemberian promosi kesehatan dibagi menjadi 5 langkah, yaitu tahap
pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Kozier,
2012).
1. Pengkajian
Tahap pertama dalam promosi kesehatan adalah mengkaji tentang
apa yang dibutuhkan oleh klien untuk mencapai tujuan hidup sehat.
Pengkajian bertujuan untuk menentukan kebutuhan dan masalah
kesehatan klien. Berikut adalah beberapa hal yang harus dikaji sesuai
dengan jenis klien.
a. Pengkajian pada klien: individu
1) Riwayat keperawatan
2) Identitas klien
3) Pemeriksaan fisik
4) Gaya hidup
5) Risiko kesehatan
6) Budaya dan spiritual klien
7) Tekanan hidup
b. Pengkajian pada klien: keuarga
1) Identitas anggota keluarga (jumlah anggota keluarga, agama,
usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, penghasilan, dll)
2) Lingkungan tempat tinggal keluarga
3) Suku atau budaya klien
4) Nilai dan norma keluarga
5) Riwayat kesehatan anggota keluarga
39
6) Pengkajian fisik anggota keluarga
c. Pengkajian pada klien: masyarakat
Berikut adalah hal apa saja yang perlu dikaji dimasyakarakat
sebelum memberikan promosi kesehatan menurut E.T. Anderson dan J.
McFarlane (2007) dalam Kozier, B., Erb., A.J. & Snyder (2012):
40
Informasi yang terkandung pada kegiatan pengkajian ini merupakan
dasar untuk menetapkan proses asuhan keperawatan yang harus dilakukan
selanjutnya (Kozier, 2012).
2. Diagnosis
Pada tahap ini, perawat menetapkan masalah keperawatan pada klien
berdasarkan hasil dari pengkaijan yang sudah dianalisa. Diagnosis
keperawatan yang berkaitan dengan promosi kesehatan adalah
diagnosis sejahtera. Tujuan dari diagnosis tersebut adalah meningkatkan
kesejarhteraan klien tanpa menunjukan adanya masalah. Contoh
diagnosis sejahtera seperti, keseiapan meningkatkan kesejahteraan
spiritual, kesiapan meningkatkan koping, kesiapan meningkatkan
pengetahuan.
3. Perencanaan
Tahap perencanaan penting untuk memastikan bahwa promosi
kesehatan yang dilakukan benar-benar terfokus pada kebutuhan belajar
klien yang sesuai dengan tujuan/goal yang ditetapkan. Hal-hal yang
perlu diidentifikasi pada proses perencanaan ialah: Menetapkan tujuan,
kebutuhan dan prioritas pembelajaran klien, menetapkan domain yang
dituju pada klien, metode/strategi yang akan digunakan, menyiapkan
bahan/materi pembelajaran, waktu dan tempat pemberian promosi
kesehatan, serta media dan alat yang dibutuhkan dalam kegiatan
pembelajaran klien. Lalu, berikut adalah langkah-langkah penyusunan
perencanaan pada promosi kesehatan:
1) Mengidentifikasi tujuan kesehatan dan perubahan perilaku: klien
memilih prioritas kesehatannya
2) Mengidentifikasi perilaku klien terhadap kesehatan
3) Menyusun rencana perubahan perilaku: dikaji ketidakkonsistensian
klien terhadap perilaku
4) Mengulang pertanyaan tentang manfaat perubahan: untuk
menjadikan klien termotivasi dalam perubahan kesehatan
5) Membahas pendukung dan kendala lingkungan: meningkatkan
motivasi positif
41
6) Menentukan kerangka waktu untuk implementasi
7) Komitmen terhadap tujuan perubahan perilaku: secara verbal
dengan kontrak tertulis
4. Implementasi
Pada tahap ini, perawat menjalankan perencanaan yang telah
disusun. Dibutuhkan peran klien untuk mencapai tujuan dari promosi
kesehatan tersebut. Tanggung jawab klien harus diselesaikan untuk
mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan. Pada jenis klien
masyarakat, promosi kesehatan dilakukan dengan pemberdayaan
keluarga melalui dasawisma, yang didukung oleh bina suasana.
Pemberdayaan ini melalui individu yang datang berkunjung ke fasilitas
kesehatan masyarakat seperti posyandu ataupun kader yang berkunjung
ke lingkungan RT. Sedangkan bina suasana dapat dilakukan dengan
memanfaatkan media masa yang tepat untuk masyarakat, misalnya
koran online, spanduk, dll (Kemenkes RI, 2014).
5. Evaluasi
Tahap evaluasi pada kegiatan promosi kesehatan sama dengan tahap
evaluasi pada proses keperawatan pada umumnya. Hal yang harus
diperhatikan pada tahap ini ialah standar yang ditetapkan dari tujuan
dan hasil, yang kemudian dijadikan pedoman evaluasi pada kegiatan
promosi kesehatan. Evaluasi yang dilakukan meliputi tiga evalusi, yaitu
evaluasi proses, evaluasi dampak, dan evaluasi hasil. Pada evalusi
proses dilihat faktor yang mempengaruhi promosi kesehatan seperti
faktor pedisposisi. Evaluasi dampak melihat dampak yang ditimbulkan
setelah dilaksanakan promosi kesehatan baik dari perilaku dan
kebiasaan masyarakat maupun lingkungan. Terakhir, evaluasi hasil
akan terlihat kulitas hidup pada klien (Maulana, H. D. J. 2007).
42
(Allender, Rector, & Warner, 2014). Tujuan dari elemen ini yaitu
memandirikan klien seoptimal mungkin dengan mencakup aspek fisik,
psikologik, sosial – cultural dan spiritual. Upaya ini tidak hanya tentang
masyarakat luas, namun juga dapat dilakukan untuk perorangan, keluarga
kemudian komunitas. Pada bagian ini, secara spesifik, perawat komunitaslah
yang memegang peranan. Perawat komunitas mengintegrasikan keterlibatan
komunitas dan pengetahuan tentang keseluruhan populasi dengan
pengalaman personal dan klinis di dalam populasi tersebut.
Dalam setiap contoh, perawat terlibat dalam empat fungsi dasar yang
membentuk proses manajemen. Proses manajemen, seperti proses
keperawatan, menggabungkan serangkaian kegiatan pemecahan masalah
atau fungsi: perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengendalikan
dan mengevaluasi. Kegiatan ini sekuensial, namun juga terjadi secara
bersamaan untuk mengelola tujuan layanan (Cherry & Jacob, 2011). Sambil
melakukan fungsi-fungsi ini, perawat kesehatan masyarakat paling sering
adalah manajer partisipatif; yaitu, mereka berpartisipasi dengan klien,
profesional lain, atau keduanya untuk merencanakan dan melaksanakan jasa.
43
pendidik kesehatan, pekerja sosial, terapis fisik, ahli gizi, terapis okupasi,
psikolog, ahli epidemiologi, biostatistik, pengacara, sekretaris, ahli
kesehatan lingkungan , perencana kota, dan anggota legislatif. Sebagai
anggota tim kesehatan, perawat komunitas berperan sebagai kolaborator,
yang berarti bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam usaha bersama,
bekerja sama sebagai mitra. Praktik kesehatan masyarakat yang sukses
tergantung pada ini multidisiplin kolegialitas dan kepemimpinan (Clark-
McMullen, 2010; Powell, Gilliss, Hewitt, & Flint, 2010).
44
setelah perencanaan bersama dengan siswa, orang tua, guru, psikolog
sekolah, dan satu rehabilitasi obat lokal.
45
Program pendidikan, layaknya proyek perawatan kesehatan lain harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada peserta didik maupun konsumen.
Pengetahuan yang menyeluruh akan persyaratan rumah sakit, tenaga
profesional, serta tenaga kesehatan dapat membantu untuk mengidentifikasi
kemungkinan kebutuhan belajar staff sebagai peserta didik. Perawat sebagai
edukator perlu memantau penatalaksaan peraturan baru yang diterapkan
serta perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar institusi berkaitan
dengan pemberian asuhan keperawatan. Penerapan pembelajaran yang dapat
meningkatkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok, atau komunitas
menjadi ukuran evaluatif dari pembelajaran (Bastable, 2008).
46
Perawat sebagai edukator disaat yang bersamaan berperan juga sebagai
fasilitator perubahan. Ketika pembelajaran dipandang sebagai sebuah bentuk
intervensi, maka pembelajaran perlu dipertimbangkan seperti dalam konteks
intervensi keperawatan lainnya yang dapat mempengaruhi perubahan
(Bastable, 2008). DeTornay dan Thompsn (1987) dalam Bastable (2008)
mengemukakan bahwa penjelasan, analisis, pembagian keterampilan yang
kompleks, demonstrasi, praktik, pengajuan pertanyaan, dan pemberian
kesimpulan merupakan cara yang efektif dalam memfasilitasi perubahan di
dalam situasi pembelajaran.
47
Keperibadian serta sikap yang kondesif untuk terciptanya interaksi yang
adekuat antara konselor dengan klien sangat diperlukan didalam
mempermudah melakukan proses pelayanan keperawatan secara
profesional. Perawat konselor menurut Potter & Perry (2013) perlu memiliki
dan memenuhi persyaratan antara lain:
4. Memiliki keterampilan.
Jadi, dalam promosi kesehatan banyak sekali peran perawat yang harus
dilakukan, diantaranya adalah sebagai edukator dan konselor. Kedua peran
ini sangatlah penting untuk digunakan. Peran perawat sebagai konselor dan
edukator memiliki tujuan dan hambatan masing-masing yang harus
diselesaikan sehingga pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat
sebagai upaya pencegahan penyakit dapat tercapai.
Peran perawat yang paling dikenal secara publik adalah pemberi asuhan
atau caregiver. Menjadi seorang caregiver dalam sebuah komunitas, berarti
48
perawat memastikan bahwa pelayanan kesehatan bukan hanya tersedia
secara individual atau keluarga, tetapi juga dalam tingkat kelompok atau
populasi. Asuhan keperawatan tetap dirancang untuk memenuhi kebutuhan
spesifik setiap kliennya, namun, asuhan keperawatan dalam sebuah
kelompok atau populasi memiliki bentuk tersendiri. Dibutuhkan
kemampuan yang berbeda untuk menkaji kebutuhan massa secara kolektif
dan menyalurkannya. Caregiver dalam keperawatan komunitas memiliki
penekanan khusus yang berbeda dari keperawatan dasar. Terdapat 3
penekanan yaitu holism, promosi kesehatan, serta keterampilan tambahan.
Dalam LTM ini, akan difokuskan penjelasan mengenai perawat komunitas
dalam promosi kesehatan.
49
kesehatan. Hal ini membuat klien menjadi frustasi, bingung, dan tak mampu
koping dengan sistem yang ada. Peran perawat adalah sebagai advokator
hak klien yang mewakili klien agar hak mereka dapat terpenuhi.
Terdapat dua tujuan utama dalam advokasi klien. Yang pertama adalah
agar klien memiliki kuasa atas kebutuhan pelayanan kesehatan dirinya.
Sampai klien dapat mencari informasi yang ia butuhkan dan mengakses
pelayanan kesehatan dan sosial yang tepat, perawat harus berperan sebagai
advokator kepada klien dengan menunjukkan kepada mereka pelayanan apa
yang tersedia, untuk siapa pelayanan tersebut tersedia, dan bagaimana agar
dapat mengakses pelayanan tersebut. Tujuan kedua adalah agar sistem
pelayanan kesehatan bisa lebih responsif serta relevan dalam menunjang
kebutuhan klien. Hal ini bisa dicapai dengan membuat perubahan dalam
pelayanan kesehatan yang buruk, sulit diakses, serta tidak adil.
50
perawat membantu klien untuk merencanakan melaksanakan, dan menjaga
perubahan seperti pengetahuan keterampilan, perasaan, dan perilaku yang
dapat meningkatkan kesehatan klien tersebut.
Istilah pembaharuan juga dapat diartikan sama dengan kata inovasi
(innovation) dan Kamus Besar Bahasa Indonesia memgartikan istilah
inovasi sebagai pemasukan atau pengenalan hal-hal baru atau sebagai
penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada yang sudah dikenal
sebelumnya gagasan, metode, atau alat.
Dari penjelasan yang terdapat dalam kamus diatas, secara harfiah
istilah pembaharuan dapat diartikan dalam dua pengertian. Pertama,
pembaharuan diartikan sebagai proses, perbuatan, atau cara untuk
memperbaharui sesuatu. Kedua, pembaharuan (inovasi) dapat diartikan
sebagai sesuatu penemuan hal baru gagasan, metode, alat, atau yang lainnya
yang berbeda dari yang sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya.
Selain peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan, terdapat
pembagian peran perawat menurut hasil lokakarya keperawatan Tahun 1983
yang membagi menjadi empat peran diantaranya peran perawat sebagai
pelaksana pelayanan keperawatan, peran perawat sebagai pengelola
pelayanan dan institusi keperawatan, peran perawat sebagai pendidik dalam
keperawatan serta peran peran perawat sebagai peneliti dan pengembang
pelayanan keperawatan
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerja sama pembaharu yang sistematis, dan terarah sesuai
dengan metode pemperian pelayanan keperawatan Seorang perawat di
harapkan dapat menjadi pembaharu dalam ilmu keperawatan karena ia
memiliki kreativitas, inisiatif, dan cepat tanggap terhadap rangsangan dari
lingkungannya. Kegiatan ini dapat di peroleh melalui kegiatan riset atau
penelitian.
Penelitian pada hakekatnya adalah melakukan evaluasi, mengukur
kemampuan menilai, dan mempertimbangkan sejauh mana efektivitas
tindakan yang telah di berikan. Kebutuhan dasar manusia terdiri dari
kenutuhan biologis, fisikologis sosial dan spritual pada masa yang akan
51
datang, di harapkan seluruh perawat memiliki pemahaman yang sama
tentang hakikat keperawatan makna keperwatan sebagai profesi praktik
keperawatan profesional serta peran dan fungsi perawat profesional.
Peran ini dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan. Biasanya dilakukan oleh perawat dalam level
struktural.
Peran perawat sebagai pembaharu sangat diperlukan, karena perawat
sebagai pembaharu merupakan jalan agar perawat membuat pembaharuan
dalam pelayanan kesehatan keperawatan karena syarat yang harus di miliki
perawat sebagai pembaharu ialah harus memiliki kreativitas, inisiatif, dan
cepat tanggap terhadap rangsangan dari lingkungannya. Kegiatan ini dapat
di peroleh melalui kegiatan riset atau penelitian. Penelitian pada hakekatnya
adalah melakukan evaluasi, mengukur kemampuan menilai, dan
mempertimbangkan sejauh mana evektivitas tindakan yang telah di berikan.
Kebutuhan dasar manusia terdiri dari kenutuhan biologis, fisikologis sosial
dan spritual pada masa yang akan datang, di harapkan seluruh perawat
memiliki pemahaman yang sama tentang hakikat keperawatan makna
keperwatan sebagai profesi praktik keperawatan profesional serta peran dan
fungsi perawat profesional dapat berjalan dengan baik.
52
dari leaflet adalah adanya lipatan yang membentuk beberapa bagian leaflet
seolah-olah merupakan panel atau halaman tersendiri. Dari pengertian di
atas, dapat disimpulkan bahwa leaflet adalah selebaran tercetak dengan
ukuran kecil yang dilipat, berisikan informasi yang disebarkan kepada
umum secara gratis.
Kualitas cetakan leaflet biasanya bagus, dibuat dengan desain yang
menarik, dan berisi informasi yang lengkap baik berupa gambar maupun
tulisan. Karena bentuknya lipatan, pembuatan leaflet biasanya
memperhatikan sisi psikologi orang membuka leaflet, sehingga desainnya
pun dibuat untuk memudahkan orang menerima informasi yang ada pada
leaflet tanpa terlalu banyak membolak-balik leaflet. Leaflet digunakan untuk
bermacam hal misalnya mengenalkan produk, sebagai katalog mini atau
booklet mini, profil perusahaan, dan lain sebagainya. Leaflet digunakan
untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah, misalnya
deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi tentang diare
dan penecegahannya, dan lainlain.Leaflet dapat diberikan atau disebarkan
pada saat pertemuan-pertemuan dilakukan seperti pertemuan FGD,
pertemuan Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet dapat dibuat
sendiri dengan perbanyakan sederhana seperti di photocopy.
53
1. Menggunakan bahasan sederhana dan mudah dimengerti oleh
pembacanya
2. Judul yang digunakan harus menarik untuk dibaca
3. Jangan banyak tulisan, sebaiknya dikombinasikan antara tulisan
dan gambar
4. Materi harus sesuai dengan target sasaran yang dituju.
2.2.4 Yang Harus Diperhatikan Dalam Membuat Leaflet
a. Tentukan kelompok sasaran yang ingin dicapai
b. Tuliskan apa tujuannya
c. Tentukan isi singkat hal-hal yang mau ditulis dalam leaflet.
d. Kumpulkan tentang subyek yang akan disampaikan
e. Buat garis-garis besar cara penyajian pesan, termasuk
didalamnya bagaimana bentuk tulisangambar serta tata letaknya
f. Buatkan konsepnya
g. Konsep dites terlebih dahulu pada kelompok sasaran yang
hamper sama dengan kelompok sasaran
h. Perbaiki konsep dan buat ilustrasi yang sesuai dengan isi
2.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Leaflets
1. Kelebihan
a. Dapat disimpan lama
b. Sebagai reverensi
c. Jangkauan dapat jauhMembantu media lain
d. Isi dapat dicetak kembali
e. Dapat sebagai bahan diskusi
2. Kekurangan
a. Bila cetakan kurang menarik orang enggan menyimpannya
b. Pada umumnya orang tidak mau membaca karena hurufnya
terlalu kecil
c. Tidak bisa digunakan oleh sasaran yangf buta huruf
54
GAMBAR LEAFLET
55
56
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
57
DAFTAR PUSTAKA
Buse, Kent, Mays, Nicholas, and Walt, Gill. (2005). Making health policy
2nd edition. USA: McGraw-Hill
Canadian Public Health Association. (2010). Public Health - Community
Health Nursing Practice in Canda, Roles and Activities. Ottawa:
Canadian Public Health Association.
Christensen, P. J., & Kenney, J. W. (1996). Nursing process: Application of
conceptual models. USA: Mosby-Year Book, Inc.
DeLaune, S. C., dan Ladner, P. K. (2011). Fundamentals of nursing:
Standards and practices, 4th ed. Delmar Cengage Learning.
58
Center, the Ethiopia Ministry of Health, and the Ethiopia Ministry of
Education.
Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, (2008). Panduan
pelatihan komunikasi perubahan perilaku, untuk KIBBLA, Jakarta:
Depkes RI
Departemen Kesehatan RI, (2008). Pusat Promosi Kesehatan, Pedoman
Pengelolaan Promosi Kesehatan, dalam Pencapaian PHB. Jakarta.
59