Anda di halaman 1dari 30

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“Bagaimana Agama Menjamin Kebahagiaan”

Dosen pengampu :

Dr. Amri Rahman, Lc.,M.Pd.

Disusun oleh

KELOMPOK 3

Nurul Ramadhani Dipanegara (1971040029)

Raodhatun Qori Azzahra (

Satifah Cahyani (1971041042)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2019/2020
KATA PENGANTAR

‫س ِم هَّللا ِ ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِحيم‬


ْ ِ‫ب‬
Segala Puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik, maunah,
dan hidayahnya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah
Pendidikan Agama Islam dengan judul “Bagaimana Agama Menjamin
Kebahgaiaan”. Dan makalah ini dapat selesai sesuai waktu yang kami rencanakan.

Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan, makalah ini dissusun


juga untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Agama Islam. Penyusunan
makalah imi tidak lepas dari bantuan pihak lain baik itu bantuan materi maupun
moril, baik secara lansung maupun tidak lansung, untuk itu kami ucapkan banyak
terima kasih.

Taka da gading yang tak retak, kami menyadarai bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik
dan saran dari pembaca sabgat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah-
makalah selanjutnya.

Sekisn dan Terima kasih, akhir kata semoga bermanfaat

Minallahil Musta;an Waa alaihi Tiklan

  ُ‫سالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َر ْح َمةُ هللاِ َوبَ َر َكاتُه‬


َّ ‫ال‬

Makassar, 20 Februari 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Pembahasan

BAB II PEMBAHASAN

1. Menelusuri Konsep dan Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju


Kebahagiaan

2. Alasan Mengapa Manusia Harus Beragama dan Bagaimna Agama


dapat Membahagiakan Umat Manusia

3. Menggali Sumber Historis, Filosifis, Psikologis, Sosiologis, dan


Pedagogis tentang Pemikiran Agama sebagai Jalan Menuju
Kebahagiaan

4. Membangun Argumen tentang Tauhidullah sebgai satu-satunya Model


Beragama yang Benar

5. Mendeskripsikan Easensi dan Urgensi Komitemen terhadap Nilai-nilai


Tauhid untuk mencapai Kebahagiaan
BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua orang tentunya ingin bahagia, dan sebagian orang di dunia


mengannggap kebahgiaan itu ketika meraih kesuksesan duniawi, seperti
halnya kekayaan, kesdudukan tinggi, dan popularitas, orang yang
mendapatkan hal itu disebut orang yang berbahagia. Namun realitanya tak
sedikit dari mereka yang sukses duniawi, ternyata hidup menderita,
bahkan hingga bunuh diri. Karena kebahagiaan itu sesuai dengan suasana
hati, hati yang dimaksud bahagia itu yaitu Qalbun Salim (hati yang sehat),
untuk menciptakan hati yang demikian hanya bisa melalui iman dan
petunjik Al-Qur’an. Pangkalnya ialah Agama. Benarkah demikian ?

Ibnul Qoyyim Al Jauziyah berpendapat bahwa kebahagiaan adalah


peerasaan senang dan tenteram, karena hati itu sehat dan dapat berfungsi
dengan baik. Jika hati itu sehat maka bisa berhubungan dengan Tuhan
pemilik kebahagiaan, kesuksesan, kekayaan, kemuliaan, ilmu, dan hikmah
adalah Allah SWT, kebahagiaan dapat diraih ketika kita dengan pemilik
kebahagiaan sendiri yaitu Allah.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :

1. Bagaimana agama menjamin kebahagiaan ?

2. Apa saja konsep dan karakteristik agama ?


3. Mengapa manusia harus beragama ?

4. Apa yang dimaksud bahagia yang hakiki ?

C. Tujuan Pembahasan

 Untuk mengetahui konsep dan karakteristik agama sebagi jalan


menuju kebahagiaan

 Untuk memahami pentingnnya manusia harus bahagia

 Untuk mengetahui bagaiman aagama menjamin kebahagiaan

 Memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam


BAB II

PEMBAHASAN

1. Menelusuri Konsep dan Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju


Kebahagiaan

Menurut Al-Alusi, bahagia adalah perasaan senang dan gembira


karena bisa mencapai keinginan atau cita-cita yang diimpikan. Pendapat
yang lain bahwa bahagia itu adalah ketika kita tetap dalam kebaikan,
masuk dalam kesenangan dan kesuksesan.

Berbeda dengan konsep di atas Ibnu Qoyyim Al Jauzy berpendapat


bahwa bahagia itu ketika kita bisa dekat dengan pemilik kebahagiaan itu
sendiri yaitu Allah SWT.

Dalam kitab Mizanul Amal, Al Ghazali menyebut as-sa’adah


(bahagia) itu terbagi atas dua yaitu kebahagiaan hakiki “Authentic
Happiness” (ukhrowi) dan kebahagiaan majazi (akan diperoleh dengan
modal iman, ilmu, dan amal. Sedangkan kebahagiann duniawi bsa sja
diperoleh oleh orang yang beriman ataupun yang tidak beriman. Syekh
Ibnu Athaillah berkata “Allah memberikan harta kepada orang yang
dicintai maupun orang yang tidak dicintai, namun Allah hanya
memberikan iman kepada orang yang dicintainya”.

Kebahagiaan duniawi itu sifatnya Fana/sementara, berbeda dengan


kebahagiaan ukhrowi yang bersifat kekal. Kebahagiaan duniawi ada yang
melekat pada dirinya da nada yang melekat pada manfaatnya. Di antara
kebahgiaan duniawi adalah memiliki harta, keluarga, kedudukan yang
terhormat, dan keluarga yang mulia. Menurut Al-Ghazali kebahgiaan harta
bukan melekat pada dirinya, namun pada manfaatnya.

Jika kita melihat pendapat Ibnu Qoyyim bahwa untuk menggapai


kebahagiaan itu mengharuskan adanya kondisi hati yang sehat, maka dari
itu kita perlu tahu ciri-ciri hati yang sehat dan cara mengobati hati yang
sakit agar dapat kembali sehat. Adapun ciri-ciri hati yang sehat

1. Hati menerima makanan yang berfungsi sebagai nutrisi dan obat, dan
sebaik-baik makanan untuk hati itu adalah iman sedangkan obatnya
adalah Al-Qur’an

2. Selalu berorientasi ke masa deoan dan akhirat

3. Selalu mendorong pemiliknya kembali kepada Allah

4. Senantiasa mengingat Allah

5. Ketika ia sholat maka segala urusan duniawi itu ditinggalkan

6. Menggunakan waktunya kepada hal yang bermanfaat dan tidak sia-sia

7. Hati yang selalu ikhlas, mengikuti Sunnah, dan selalu bersikap ihsan

Itulah ciri-ciri yang memiliki qalbun salim, sedangkan bagaimanakah


hati yang sakit itu (qalbun maridh), yaitu hati yang hidup namun
mengandung penyakit namun hal ini masih dapat disembuhlan, di
dalamnya terdapat ketaqwaan namun masih ada sifat cinta akan duni
(hubbud Ad dunya), ia terkadang cebderung ibadah namun kadang kal
masih menuruti syahwat, menuntut ilmu dengan rasa malas, dan terakhir ia
memelihara racun hati.
Yang perlu kita ketahui disini faktor apa sajakah yang mem[engaruhi
hati manusia itu menjadi sakit. dapat kita mentadabburi kitab Thibb al
Qulub, di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Banyak bergaul dengan orang-orang yang tidak baik

Allah Swt berfirman :

D‫ اَّل ُء‬D‫ ِخ‬Dَ ‫أْل‬D‫ ا‬D‫ ٍذ‬Dِ‫ ئ‬D‫ َم‬D‫و‬Dْ Dَ‫ ي‬D‫ض‬ ٍ D‫ ْع‬Dَ‫ ب‬Dِ‫ ل‬D‫ ٌّو‬D‫ ُد‬D‫ اَّل َع‬Dِ‫ إ‬D‫ َن‬D‫ ي‬Dِ‫ ق‬Dَّ‫ ت‬D‫ ُم‬D‫ ْل‬D‫ا‬
ُ D‫ ْع‬Dَ‫ ب‬D‫ ْم‬Dُ‫ ه‬D‫ض‬

Artinya : “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi


musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”
(Q.S Az zukhruf ayat 67).

Dalam kehidupan sehari-hari dapat kalian liat seseorang yang awalnya


baik bisa saja terbawa jelek karena berteman dengan orang-orang yang
jelek, maksud dari jelek disini bukan rupanya tapi perilakunya. Pergaulan
sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan seseorang. Anda dapat
membaca dalam ayat-ayat lain dalam Al Qur’an, misalnya dakma Qur’an
surah A; Furqan ayat 27-29, dan Al Ankabut ayat 25

2. At-Tamanni (berangan-angan)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

ۖ ‫س ْوفَ اأْل َ َم ُل َويُ ْل ِه ِه ُم َويَتَ َمتَّ ُعوا يَأْ ُكلُوا َذ ْر ُه ْم‬


َ َ‫يَ ْعلَ ُمونَ ف‬

Artinya, “Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang


dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan
mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS. Al-Hijr [15] ayat 3).

Berangan-angan identic dengan mengkhayal. Mengkhayal


merupakan impian namun tidak diserati dengan usaha dan ikhtiar itu
naikan lautan tanpa tepi. Angan-angan hanya modal seorang pecundang
dan merugi mereka layaknya seorang yang tidur disiang hari kemudian
bermimpi namun setelah bangun ia baru sadar bahw aitu hanyalah sebuah
mimpi.

Rasulullah Saw bersabda : “orang-orang yang cerdik adalah orang-orang


yang menundukkan nafsunya dan beramal untuk bekal setelah
kematiannya, dan orang-orang lemah adlah orang yang keinginannya
mengikuti nafsunya dan berangan-angan” (H.R Ad Daruqutni)

3. Menggantungkan diri kepada selain Allah Swt

Menggantungkan diri kepada selain Allah adalah perkara yang lebih


besar dalam merusak hati mnausia. Dalam Al Qur;an Allah berfirman :

‫ض ًّد َعلَ ْي ِه ْم َويَ ُكونُونَ بِ ِعبَا َدتِ ِه ْم َسيَ ْكفُرُونَ َكاَّل‬


ِ

Artinya L Sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan


mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan
mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka (Qs
Maryam:82)

Mannusia hendaknya mendekatkan diri kepada Allah tanpa


perantara, tanpa danya wasilah dan tanpa ada gantungan kepada orang
lain. Persoalan ini banyak sekali disinggung dalm Al Qur’an.

4. Banyak Makan hingga terlalu jenyang (Asvab’u)

Kekenyangan tebagi atas dua , kenyang dengan barang harang,


keharaman itu dibagi atas dua ada haram karena zatnya seperti halnya
bangkai, darah, dagingbabi, anjing, dan hewan-hewan lain yang
diharamkan dan haram karena memperolehnya dari hal yang di haramkan
seperti makn makanan hasil curian. Selain itu ada lagi kenyang yang
disebabkan makan sesuatu yang mubah tapi secara betlebihan (israf).
Perilaku israf ini dapat merusak organ tubuh teutama hati, makan banyak
dapat menyebabkan hati keras. Rasulullah bersabda bahwa “Tidaklah anak
Adam memenuhi wadah yang lebih jelek nilainya daripada memenuhi
perutnya dengan makan. Cukuplah bagi mereka makan beberapa suap
saja sekedar dapat menekkan tulang-tulang yang ada pada tubuhnya
untuk sholat maka sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, dan
sepertiga untuk bernapas” (H.R At Tirmidzi)

5. Terlalu banyak tidur

Banyak tidur dapat mematikan hati, memberatkan badan, menyia-


nyiakan waktu, dan dapat menimbulkan kelupaan dan kemalasan. Tidur
merupakan kebutuhan manusia namun kebanykan tidur itu dapat merusak
maka dari itu kita perku mengatur pola tidur yang baik sesui ajaran
Rasulullah..

6. Banyak memandang hal-hal yang tak berguna

Berlebihan dalam melihat hal-hal yang tak berguna itu dapat


berpengaruh pada kesucian hati, Kebanyakan fitnah itu muncul karena
pandangan mata. Sebagaimna yang disebutkan dalam hadis “ pandangan
mata merupakan racunyang dilepas dari panah iblis”. Peristiwa besar
biasanya berawal dari kelebihan pandangan, betapa banyak pandangan
mata yang berakibat kerugian yang tak terkirakan. Allah Swt berfirman

َ‫ر بِ َما يَصْ نَعُون‬Dٌ ‫ك أَ ْز َكى لَهُ ْم إِ َّن هَّللا َ َخبِي‬


Dَ ِ‫ار ِه ْم َويَحْ فَظُوا فُ ُرو َجهُ ْم َذل‬
ِ ‫ص‬َ ‫ضوا ِم ْن أَ ْب‬ Dَ ِ‫قُلْ لِ ْل ُم ْؤ ِمن‬
ُّ ‫ين يَ ُغ‬
Artinya : Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka
menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian
itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat.’” (QS. An-Nur [24] : 30)

7. Banyak berbicara

Banyak berbicara dapat membuka pintu-pintu kejelekan dan tempat


masuknya setan,. Jadi hendaklah kita sebagai orang yang beriman
meninggalkan berbicara hal-hal yang tidak bermanfaat. Rasulullah Saw
bersabda :

ْ ‫َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ خَ ْيرًا أَوْ لِيَصْ ُم‬
‫ت‬

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah
ia mengatakan yang baik atau hendaklah ia diam.” (H.R. Bukhari)

8. Banyak tertawa

Ada suatu istilah yang sering kita dengar di telinga kita bahwa,


“apakah tertawa yang berlebihan itu mematikan hati?” Mari kita kaji
bersama tentang istilah yang sering kita dengar ini.

Tersenyum itu adalah aktivitas yang mulia, dimana tersenyum itu bisa
bernilai ibadah non materi apabila kita memberikan senyuman yang
terbaik dan ikhlas kepada siapa saja yang kita jumpai. Sebagaimana
dijelaskan oleh Rosulullah SAW dalam sabdanya: “Senyummu kepada
saudaramu adalah sedekah, senyum juga merupakan salah satu media
idhkholus surur atau membahagiakan hati orang lain yang dapat
mendatangkan pahala bagi Allah Ta’ala.”
Selanjutnya mari kita pelajari bersama tentang perbedaan tersenyum
dan tertawa mana yang boleh dan tidak untuk kita lakukan. Dalam kitab
Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah di jelaskan bahwa tertawa itu bisa berupa
tersenyum dan juga terbahak-bahak.

Dalam penjelasan tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa


tersenyum merupakan tertawa ringan. Maka tertawa ringan ini
diperbolehkan dalan syariat islam. Bahkan sebagian ulama menyebutkan
bahwa tersenyum itu di anjurkan dan hal tersebut merupakan perkara
sunnah.

Rasulullah pun yang selama ini kita kenal sebagai figur teladan kita
umat muslim senantiasa tersenyum dalam berbagai kesempatan beliau. Di
jelaskan dalam suatu riwayat, sahabat Jabir Bin Abdullah berkata:
“Rasulullah tak pernah melarangku untuk menemui beliau semenjak aku
masuk islam. Dan beliau tak pernah memandangku kecuali dalam keadaan
tersenyum,” (H.R. Bukhari Muslim).

Adapun tertawa itu diperbolehkan kecuali tidak berlebihan, dan hanya


di jadikan temporer untuk menghibur hati, maka hal tersebut tidak
dilarang. Karena hukum awalnya adalah mubah (boleh) kecuali ada dalil
yang melarangnya.

Masalahnya adalah jika aktivitas tertawa ini di lakukan sehari-hari


maka tanpa kita sadari waktu kita akan terbuang sia-sia hanya untuk
bercanda atau hal yang tidak berguna lain nya. Rasulullah menegaskan
dalam sebuah hadist yang di riwayatkan Abu Hurairah: “Janganlah kalian
banyak tertawam, karena banyak tertawa itu akan mematikan hati,” (H.R.
Tirmidzi dan Baihaqi).
Maka secara eksplisit dapat di simpulkan bahwa banyak tertawa itu
akan mematikan hati. Dan segala perilaku yang dapat mematikan hati
hukumnya adalah haram untuk di lakukan. Karena jika seseorang telah
terserang penyakit hati maka si pemilik hati ini akan semakin jauh dari
Allah ta’ala dan segala macam sarana untuk mendekatkan diri kepada
Rabb nya dengan begitu mudahnya ia lupakan serta jauhi dan semakin
sulit juga untuk mendapatkan nasihat dari oranglain bahkan di sebutkan
juga bahwa orang yang terkena penyakit hati adalah orang yang paling
jauh dengan Al Qur’an. Itulah efek dahsyat dari penyakit hati.

Rosulullah SAW pun selalu menempatkan canda dan tawa beliau


dengan proporsional. Terdapat dalam Sabda Sayyidah ‘Aisyah ra.
Mengatakan bahwa: “Aku belum pernah melihat baginda Rosulullah SAW
tertawa terbahak hingga terlihat tenggorokan beliau. Beliau biasanya
hanya tersenyum,” (H.R. Bukhori Muslim).

Maka sebaik-baik perkara adalah yang sederhana dan pertengahan.


Tatkala islam sendiri telah mensyariatkan untuk banyak tersenyum dan
merlarang banyak tertawa. Karena sesuatu yang berlebihan itu tidaklah
baik.

2. Alasan Mengapa Manusia Harus Beragama Dan Bagaiman Agama


Dapat Membahagiakan Umat

ۚDَ‫ أ‬D‫ َر‬Dَ‫ ث‬D‫ ْك‬D‫س‬


ِ D‫ ا‬Dَّ‫ن‬D‫ل‬D‫ ا‬D‫ ُم‬Dَ‫ ل‬D‫ ْع‬Dَ‫اَل ي‬D‫ و‬Dَ‫ ن‬D‫ ْم‬Dِ‫ق‬Dَ‫ أ‬Dَ‫ ف‬D‫ك‬
Dَ Dَ‫ ه‬D‫ج‬Dْ D‫ َو‬D‫ ِن‬D‫ ي‬DِّD‫د‬D‫ ل‬Dِ‫ ل‬D‫ ا‬Dً‫ف‬D‫ ي‬Dِ‫ ن‬D‫ َح‬Dۚ D‫ت‬
Dَ D‫ َر‬D‫ط‬ ْ Dِ‫ ف‬D‫ ي‬Dِ‫ ت‬Dَّ‫ل‬D‫ ا‬Dَ‫ف‬D‫ ر‬Dَ‫ط‬D‫ ا‬D‫ َس‬D‫ ا‬Dَّ‫ن‬D‫ ل‬Dَ‫ ه‬D‫ ْي‬Dَ‫ ل‬D‫ َع‬D‫ا‬
‫ اَل‬D‫ َل‬D‫ ي‬D‫ ِد‬D‫ ْب‬Dَ‫ ت‬D‫ق‬ َ Dِ‫ ل‬D‫ َذ‬Dٰ D‫ ُم‬DِّD‫ ي‬Dَ‫ ق‬D‫ ْل‬D‫ ا‬D‫ َّن‬D‫ ِك‬Dَ‫ل‬DٰD‫و‬Dَ
ِ D‫ ْل‬D‫خ‬Dَ Dِ‫ ل‬D‫ ا‬D‫ ِه‬Dَّ‫ل‬D‫ل‬Dۚ D‫ك‬

Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama


Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,”.
(Q.S Ar Rum: 30)

Yang di maksud fitrah Allah pada ayat di atas adalah bahwa


manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agam tauhid.

Dalam Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah


pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil
Haram, menjeladkan ayat tersebut sebagai berikut :

30. ‫( ۚ فَأَقِ ْم َوجْ هَكَ لِلدِّي ِن َحنِيفًا‬Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah) Yakni lurus dan istiqamah kepada agama itu, tanpa
menengok sedikitpun kepada agama-agama lain yang batil.

َ َّ‫ر الن‬DDD
‫اس َعلَ ْيهَا‬ ْ ِ‫( (ۚ ف‬tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
َ َ‫ َرتَ هللاِ الَّتِى فَط‬DDD‫ط‬
menciptakan manusia menurut fitrah itu) Allah menjadikan fitrah mereka
di atas keislaman; kalaulah bukan karena halangan yang menghalanginya
sehingga mereka tetap dalam kekafirannya. Hal ini selaras dengan hadits
Abu Hurairah dalam kitab shahih Muslim, ia berkata, Rasulullah bersabda:
“tidak ada anak yang dilahirkan melainkan ia terlahir dalam keadaan
fitrah, namun kedua orang tuanya menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.” Dan hadits dalam Musnad dari ‘Iyadh bahwa Rasulullah
berkhutbah pada suatu hari dengan mengatakan dalam khutbahnya,
menghikayatkan dari Allah: “Sungguh Aku menciptakan hamba-hamba-
Ku semua di atas jalan yang lurus, namun setan-setan mendatangi mereka
dan menyesatkan mereka dari agama mereka, dan Aku haramkan atas
mereka apa yang telah Aku halalkan bagi mereka.”

ِ ‫ ( ۚ اَل تَ ْب ِدي َل لِ َخ ْل‬Tidak ada perubahan pada fitrah Allah) Yakni janganlah
ِ‫ق هللا‬
kalian ubah ciptaan Allah dengan menyembah selain-Nya, namun tetaplah
kalian di atas fitrah keislaman dan tauhid.
‫دِّينُ ْالقَيِّ ُم‬DDD‫ك ال‬ ٰ
َ DDDِ‫((ذل‬Itulah) agama yang lurus) Yakni tetap di atas fitrah
merupakan agama yang lurus.

Manusia dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan sempurna ;


dilengkapi dengan pancaindera yang sempurna dan hati yang secara rohani
beragama islam. Pancaindera yang Allah anugerahkan kepada kita itu
memiliki fungsinya masing-masing dan akan saling mendukung, fungsi-
fungsinya yang sesuai dengan fitrah Allah, seandainya difungsikan dengan
tidak sesuai fitrah Allah tentu hal ini akan menimbulkan
ketidaknyamanan. Ujungnya ketidaksenangan dan ketidakbahgiaan. Begitu
halnya manusia tidak akan mendapatkan kebahagiaan jika hidup tidak
sesuai fitrahnya. Hidup beragama itu fitrah karena itu manusia merasakan
nikmat, nyaman, aman, dan tenang, namun ketika manusia hidup tidak
beragama maka ia akan merasakan ketidaknyamanan, ketidaksenangan
yang akan betujung ketidakbahagiaan.

3. Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, Dan


Pedagogis Tentang Pemikiran Agama Sebagai Jalan Menuju
Kebahagiaan

Secara teologis agama adalah fitrah, seorang yang menjalankan


hidupnya sesuai fitrahnya makan akan menjamin kebahagaiaan sedangkan
sebaliknya jika hidup tidak sesuai fitrahnya maka ia tidak akan bahagia.
Jika dikaji secara historis sepanjang sejarah melukiskan bahwa beragama
ity merupakan kebutuhan dasar manusia yang hakiki. Banyak buku yang
mengulas kisah manusia mencari Tuhan. Seperti buku karangan Ibnu
Thufail. Buku ini menguraikan bahwa kebenaran bisa  ditemukan
manakala ada keserasian antara akal  manusia dan wahyu.
Dengan  akalnya, manusia mencari Tuhan dan bisa sampai kepada Tuhan.
Namun, penemuannya itu  perlu konfirmasi dari Tuhan melalui wahyu,
agar ia dapat menemukan yang hakiki dan akhirnya ia bisa berterima kasih
kepada Tuhan atas segala nikmat  yang  diperolehnya  terutama nikmat
bisa  menemukan Tuhan dengan akalnya itu. Dari zaman nabi Adam
manusia itu meyakini bahwa alam dan segala elemen-elemennya itu ada
karena ada yang mengadakan yaitu pencipta maka siapakah pencipta itu,
itulah kemudian didalam surah Al Ikhlas Allah berfirman soal ini.

Dalam aspek psikologi berargumen bahwa manusia itu adalah


makhluk jasmani, makhkuk rohani, dan makhluk sosial. Manusia sebagai
makhluk rohani membutuhkan kebahagiaan rohani, untuk mendapatkan hal
itu maka perlulah untuk dekat kepada sang pemilik kebahagiaan jika ingin
mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Menurut ajaran mistisime bahwa
Tuhan itu maha sucu, maha indah, dana maha segalanya, Tuhan yang maha
suci itu hanya dapat di dekati oleh jiwa yang suci, dan bagaimnakah cara
menyucikan jiwa jawabannya agamalah mempunyai otoritas untuk menjawab
hal ity.

Sedang pada aspek sosiologis, manusia itu adalah makhluk sosial


untuk ia tidak dapat hidup sendiri pasti memerlukan bantuan orang lain
untyk mencapai tujuan hidupnya. Secara horizontal, manusia butuh
berinteraksi dengan sesamanya dan lingkungannya  baik flora maupun
fauna. Secara vertikal manusia lebih butuh berinteraksi dengan Zat yang
menjadi sebab ada dirinya. Manusia dapat wujud/  tercipta bukan oleh
dirinya sendiri, namun oleh yang lain. Yang menjadi sebab wujud manusia
tentulah harus   Zat Yang Wujud  dengan  sendirinya sehingga  tidak
membutuhkan yang lain. Zat yang wujud dengan
sendirinya  disebut  wujud  hakiki, sedangkan suatu  perkara  yang
wujudnya  tegantung  kepada yang lain sebenarnya tidak ada/
tidak  berwujud.
Kalau perkara itu mau disebut ada (berwujud), maka adalah wujud
idhāfī. Wujud idhāfī sangat tergantung kepada wujud  hakiki.
Itulah  sebabnya, manusia yang sebenarnya adalah wujud idhāfī yang
sangat membutuhkan Zat yang berwujud secara hakiki, itulah  Allah. Jadi,
manusia sangat membutuhkan Allah. Allahlah yang menghidupkan,
mematikan, memuliakan, menghinakan, mengayakan,memiskinkan, dan
Dialah Allah Yang Zahir Yang Batin, dan Yang Berkuasa atas segala
sesuatu. Di dalam Al Qur’an banyak kita ketemui ayat mengenani manusia
merupakan makhluk sosial. Manusia memiliki keseimbangan hubungan
horizontal yaitu kepada sesamanya manusia dan hubungan vertical yaitu
kepada Tuhan, maka jika hubungan horrizontalnya baik maka iakan
mendapatkan kebahagiaan berupa dihargai kedudukannya, namun
hubungan vertikal maka ia akan dekat dengan penciptanya.

4. Membangun Argumen Tentang Tauhidillah Salah Satunya Model


Beragama Yang Benar

Sebagaimana  telah diketahui  bahwa  misi  utama  Rasulullah saw.,


seperti halnya rasul-rasul yang sebelum beliau adalah mengajak manusia
kepada Allah. Lāilāha illallāhitulah landasan teologis agama
yang  dibawa  oleh  Rasulullah  dan  oleh  semua  para nabi  dan  rasul.
Makna kalimat tersebut adalah “Tidak ada Tuhan kecuali Allah;”  “Tidak
ada  yang berhak  disembah  kecuali  Allah;” “Tidak  ada  yang  dicintai
kecuali Allah;” “Tidak  ada  yang berhak  dimintai tolong/bantuan kecuali
Allah;” “Tidak ada yang harus dituju kecuali Allah;” “Tidak ada
yang  harus  ditakuti  kecuali  Allah;” “Tidak  ada  yang  harus  diminta
ridanya kecuali Allah”. Tauḫīdullāh menempatkan  manusia  pada  tempat
yang  bermartabat,  tidak  menghambarkan  diri  kepada  makhluk  yang
lebih  rendah  derajatnya daripada manusia.  Manusia  adalah  makhluk
yang  paling  mulia dan paling  sempurna  dibanding  dengan  makhluk-
makhluk  Allah  yang  lain.  Itulah  sebabnya, Allah memberikan  amanah
kepada  manusia.  Manusia   adalah   roh   alam,  Allah
menciptakan  alam  karena  Allah  menciptakan  manusia  sempurna (insan
kamil).

Tauḫīdullāh adalah barometer kebenaran agama-agama


sebelum  Islam. Jika  agama samawi yang dibawa oleh nabi-nabi
sebelum  Muhammad saw.masih tauḫīdullāh, maka  agama  itu  benar, dan
seandainya agama nabi-nabi sebelum Muhammad saw.itu sudah tidak
tauḫīdullāh yakni  sudah  ada  syirik,  unsur  menyekutukan  Allah,
maka  dengan  terang  benderang  agama itu  telah melenceng, salah, dan
sesat-menyesatkan. Agama yang dibawa para nabi pun namanya Islam..
Pengertian Tauhid Islam meyakini bahwa Allah swt adalah Esa secara mutlak,
tidak berbilang dan tidak bersekutu dalam hal apapun. Siapa saja yang
meyakini sebaliknya,maka ia telah jatuh pada kezhaliman dan dosa yang
besar (syirk). Dimensi terpenting dari persoalan tauhid adalah masalah
keesaan Allah ini, karena itu ushuluddin pertama ini di sebut at ‐tauhid Tauhid
berasal dari akar kata ahad atau wahid yang artinya satu. Dalam Islam, ia
adalah asas keyakinan (akidah) bahwa Tuhan itu hanya satu, yakni Allah swt
dan tidak ada yang setara juga sekutu dengan ‐Nya.Dia yang wajib disembah
dan dimintai pertolongan. Hanya Dia yang ditaati dan ditakuti. Hanya Dia
yang menentukan segala sesuatu di dunia dan akhirat nanti. Tauhid
dirangkum dalam kalimat tahlil, Laa ilaaha illallaah (tidak ada Tuhan selain
Allah). Tapi bukan berarti semua orang yang mengucapkan kalimat “Laa
ilaaha illa Allah”, serta merta menjadi orang yang sudah bertauhid
(merealisasikannya). Akan tetapi, menurut para ulama, agar menjadi seorang
yang bertauhid (muwahhid) mesti memenuhi tujuh syarat berikut ini :

1.      Ilmu, yaitu mengetahui makna dan maksud dari kalimat tauhid


itu.
2.      Yakin, yaitu meyakini dengan seyakin-yakinnya akan komitmen
(dari kalimat tauhid itu).
3.      Menerima dengan hati dan lisan (perkataan) dari segala
konsekuensinya.
4.      Tunduk dan patuh akan apa yang diperintahkan-Nya dan apa
yang dilarang-Nya.
5.     Benar dalam perkataan. Artinya, apa yang dikatakannya dengan
lisan harus sesuai dengan hati
6.      Ikhlas dalam melakukan sesuatu.
7.      Mencintai kalimat tauhid dengan segala konsekuensinya.

Didalam surat Al‐Ikhlas sudah di jelaskan dengan tegas akan keesaan


Allah SWT, dan salah seorang Ulama Besar pernah menyebutkan “satu alasan
lain kenapa al‐Ikhlash di turunkan adalah untuk menjawab pertanyaan ‐
pertanyaan di masa depan tentang Tuhan, dari sebagian kamu yang
meraguinya.
‫قل هو هللا احد‬ 
“Qulhuwallahu ahad” Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa.
Selain menyebitkan keesaan Allah SWT. Ayat ini juga tersirat makna bahwa
Allah itu satu dan tunggal, di ayat ini Allah juga memerintahkan hamba-Nya
untuk mengesakan-Nya. Allah adalah sebaik-baiknya Maha Pencipta dan
yang Maha mengatur serta Maha perencana atas apa yang terjadi kepada
makhluk ciptaannya. Jadi sudah semestinya kita hanya bergantung kepada
Allah.
“Lam yalid walam yulad” Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan.
Allah SWT itu tunggal dan berdiri sendiri. Karna jika tidak, maka Allah sama
seperti kita makhluk hidup. Sungguh sesuatu hal yang mustahil karna
bagaimana mungkin kita makhluk hidup dapat membuat keturunan yang
beragam dan berbeda. Dan bagaimana mungkin makhluk hidup dapat
menciptakan langit yang secara ilmiah sampai saat ini tidak diketahui
ujungnya dan tidak dapat digapai oleh satupun makhluk hidup.
            “Wa lam yakun lahu kufuwan ahad” Dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan dia.Diayat ini juga, memiliki maksud bahwa pencipta tak sama
dengan yang diciptakan. Sebagai contoh : sebuah meja tidak sama dengan
pembuat meja tersebut dalam sifat ataupun bentuk. Dan makna lain yang
terkandung dalam ayat ini adalah keagungan dan kesempurnaan yang hanya
dimiliki oleh Allah SWT dengan Asmaul Husna-Nya.
Pembagian Tauhid Berdasarkan apa yang didakwahkan oleh para rasul dan
kitab‐kitab yang telah diturunkan,Tauhid terbagi menjadi tiga :

1.      Tauhid Rubiyah Yaitu meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT lah
yang menciptakan, memiliki, membolak ‐balikan, mengatur alam ini, dan yang
Maha mengetahui segala sesuatu. Seperti yang telah disebutkan Dalam QS.
Asy‐Sura ayat 11 yang artinya : “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia
menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri yang berpasangan, dan dari
jenis binatang ternak pula yang berpasangan dan berkembang biak. Tidak ada
satupun yang serupa dengan-Nya, dan dialah yang maha mendengar juga
maha melihat. “(QS. Asy-Sura : 11)”.Hal ini diakui hampir oleh seluruh umat
manusia, adapun kaum yang pernah mengingkarinya adalah kaum atheis,
yang pada kenyataannya mereka memperlihatkan keingkarannya hanya karna
kesombongan mereka. Padahal jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka
mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat
dan yang mengaturnya. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu ataukah mereka yang menciptakan?
Ataukah mereka yang menciptakan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak
meyakini (apa yang mereka katakan)”. (QS. Ath-Thur : 35-36).

2.      Tauhid Uluhiyah Yaitu meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT


memiliki hak terhadap semua makhluk-Nya. Hanya Dialah yang berhak untuk
disembah, bukan yang lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk
memberikan salah satu dari jeis ibadah seperti : berdoa, shalat, meminta
tolong, tawakal dan lain-lain. Melainkan hanya untuk Allah SWT semata.
Firman Allah yang artinya :“Dan b arang siapa yang menyembah tuhan lain
selain Allah, padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang itu, maka
sesungguhnya perhitungan di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang kafir itu
tidak ada yang beruntung. (QS. Al-Mukminun : 117)”. Kebanyakan manusia
mengingkari tauhid ini, oleh sebab itulah Allah mengutus para rasul, dan
menurunkan kitab-kitab kepada mereka agar mereka beribadah kepada Allah
saja dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.

3.      Tauhid Sifat atau Asma adalah meyakini bahwa sifat-sifat yang ada
pada Allah seperti ilmu, kuasa, hidup, dan sebagainya. Dan juga merupakan
hakikat Dzat-Nya, dan Allah memiliki nama dan sifat baik (asma’ul husna)
yang sesuai dengan keagungan-Nya. Sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat-
sifat makhluk, yang masing-masing berdiri sendiri dan terpisah dari yang
lainnya.

Setiap orang harus bersikap wara’ (hati-hati) bahawa tauhidillah


yang merupakan jalan menuju kebahagiaan itu, menurut Said Hawa itu
dapat rusak dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Sifat Al Kibr (Sombong)

Allah tidak memperhatikan orang-orang yang sombong terhadap ayat-


ayatnya. Kita bisa bervcermin pada kisah seorang raja Ramzez II atau
yang lebih akrabnya disebut Fir’aun yang tidak mau beriman kepada
Allah dan Nabi Musa sebagai utusan Allah yang membawa ketauhidan
karena sikap angkuh dan kesombongannya bahkan ia menganggap
dirinyalah sebagai Tuhan karena meiliki kekayaan dan tahta.
Allah Swt berfirman :

DَّD‫ ل‬D‫ ُك‬D‫ ا‬D‫و‬Dْ D‫ر‬Dَ Dَ‫ ي‬D‫ن‬Dْ Dِ‫ إ‬D‫و‬Dَ DِّD‫ ق‬D‫ح‬Dَ D‫ ْل‬D‫ ا‬D‫ ِر‬D‫ ْي‬D‫ َغ‬Dِ‫ ب‬D‫ض‬
ِ D‫ر‬Dْ Dَ ‫أْل‬D‫ ا‬D‫ ي‬Dِ‫ ف‬D‫ن‬Dَ D‫ و‬D‫ ُر‬DَّD‫ ب‬D‫ َك‬Dَ‫ ت‬Dَ‫ ي‬D‫ن‬Dَ D‫ ي‬D‫ ِذ‬Dَّ‫ل‬D‫ ا‬D‫ي‬ Dَ Dِ‫ت‬D‫ ا‬Dَ‫ي‬D‫ آ‬D‫ن‬Dْ D‫ َع‬D‫ف‬ Dُ D‫ ِر‬D‫ص‬ Dْ Dَ‫ أ‬D‫َس‬
D‫ َل‬D‫ ي‬Dِ‫ ب‬D‫ َس‬D‫ ا‬D‫و‬Dْ D‫ر‬Dَ Dَ‫ ي‬D‫ن‬Dْ Dِ‫ إ‬D‫و‬Dَ ‫اًل‬D‫ ي‬Dِ‫ ب‬D‫ َس‬Dُ‫ه‬D‫ و‬D‫ ُذ‬D‫ ِخ‬Dَّ‫ ت‬Dَ‫ اَل ي‬D‫ ِد‬D‫ ْش‬DُّD‫ر‬D‫ل‬D‫ ا‬D‫ َل‬D‫ ي‬Dِ‫ ب‬D‫ َس‬D‫ ا‬D‫و‬Dْ D‫ َر‬Dَ‫ ي‬D‫ن‬Dْ Dِ‫ إ‬D‫ َو‬D‫ ا‬Dَ‫ ه‬Dِ‫ ب‬D‫ا‬D‫ و‬Dُ‫ ن‬D‫ ِم‬D‫ؤ‬Dْ Dُ‫ اَل ي‬D‫ ٍة‬Dَ‫ي‬D‫آ‬
َ Dِ‫ ل‬D‫ َذ‬Dٰ Dۚ ‫اًل‬D‫ ي‬Dِ‫ ب‬D‫ َس‬Dُ‫ه‬D‫ و‬D‫ ُذ‬D‫ ِخ‬Dَّ‫ ت‬Dَ‫ ي‬D‫ ِّي‬D‫ َغ‬D‫ ْل‬D‫ا‬
D‫ َن‬D‫ ي‬Dِ‫ ل‬Dِ‫ف‬D‫ ا‬D‫ َغ‬D‫ ا‬Dَ‫ ه‬D‫ ْن‬D‫ َع‬D‫ا‬D‫ و‬Dُ‫ن‬D‫ ا‬D‫ َك‬D‫و‬Dَ D‫ ا‬Dَ‫ ن‬Dِ‫ت‬D‫ ا‬Dَ‫ي‬D‫ آ‬Dِ‫ ب‬D‫ا‬D‫ و‬Dُ‫ ب‬D‫ َّذ‬D‫ َك‬D‫ ْم‬Dُ‫ ه‬Dَّ‫ ن‬Dَ‫ أ‬Dِ‫ ب‬D‫ك‬
Artinya : “Aku akan memalingkan orang-orang yang
menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari
tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku),
mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang
membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi
jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya.
Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat
Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.” (Q.S A’raf ayat 146)

2. Sifat Azh zhulm (kezaliman) dan sifat Al Kizb (kebohongan)

Allah tidak akan memberikan hidah bagi orang yang


bersifat zalim dan pendusta yang berarti ingkar. Allah swt
bersfirman :

Dَ D‫ ِذ‬D‫ َك‬D‫ ْل‬D‫ ا‬Dِ ‫ هَّللا‬D‫ ى‬Dَ‫ ل‬D‫ َع‬D‫ى‬Dٰ D‫ر‬Dَ Dَ‫ ت‬D‫ ْف‬D‫ ا‬D‫ ِن‬D‫ َّم‬D‫ ِم‬D‫ ُم‬Dَ‫ ل‬D‫ظ‬
Dُ ‫ هَّللا‬D‫و‬Dَ Dۚ D‫م‬Dِ ‫ اَل‬D‫ ْس‬Dِ ‫إْل‬D‫ ا‬D‫ ى‬Dَ‫ ل‬Dِ‫ إ‬D‫ى‬Dٰ D‫ َع‬D‫ ْد‬Dُ‫ ي‬D‫ َو‬Dُ‫ ه‬D‫و‬Dَ D‫ب‬ ْ Dَ‫ أ‬D‫ن‬Dْ D‫ َم‬D‫و‬Dَ
D‫ َن‬D‫ ي‬D‫ ِم‬Dِ‫ل‬D‫ ا‬Dَّ‫ظ‬D‫ل‬D‫ ا‬D‫ َم‬D‫و‬Dْ Dَ‫ ق‬D‫ ْل‬D‫ ا‬D‫ ي‬D‫ ِد‬D‫ ْه‬Dَ‫اَل ي‬

Artinya : Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-
adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim. (Q.S Ash Shaff ayat 7)

Dan Allah juga berfirman :

Dٌ D‫ ِذ‬D‫ ا‬D‫ َك‬D‫ َو‬Dُ‫ ه‬D‫ن‬Dْ D‫ َم‬D‫ ي‬D‫ ِد‬D‫ ْه‬Dَ‫ اَل ي‬Dَ ‫ هَّللا‬D‫ َّن‬Dِ‫إ‬
D‫ ٌر‬D‫ ا‬Dَّ‫ ف‬D‫ َك‬D‫ب‬

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk bagi


pendusta dan ingkar” (Q.S Az Zumar ayat 3)

3. Al ifsad (melakukan kerusakan)


Allah membatalkan perjanjian dan memutuskan perintah-
perintah yang mestinya disampaikan bagi orang-orang yang
melakukan kerusakan. Allah Swt berfirman :

D‫ن‬Dْ Dَ‫ أ‬D‫ ِه‬Dِ‫ ب‬Dُ ‫ هَّللا‬D‫ َر‬D‫ َم‬Dَ‫ أ‬D‫ ا‬D‫ َم‬D‫ن‬Dَ D‫ و‬D‫ ُع‬Dَ‫ ط‬D‫ ْق‬Dَ‫ ي‬D‫و‬Dَ D‫ ِه‬Dِ‫ق‬D‫ ا‬Dَ‫ث‬D‫ ي‬D‫ ِم‬D‫ ِد‬D‫ ْع‬Dَ‫ ب‬D‫ن‬Dْ D‫ ِم‬Dِ ‫ هَّللا‬D‫ َد‬D‫ ْه‬D‫ َع‬D‫ن‬Dَ D‫ و‬D‫ض‬
ُ Dُ‫ ق‬D‫ ْن‬Dَ‫ ي‬D‫ن‬Dَ D‫ ي‬D‫ ِذ‬Dَّ‫ل‬D‫ا‬
D‫ َن‬D‫ و‬D‫ ُر‬D‫ ِس‬D‫ ا‬D‫خ‬Dَ D‫ ْل‬D‫ ا‬D‫ ُم‬Dُ‫ ه‬D‫ك‬َ Dِ‫ ئ‬Dَ‫ل‬DٰD‫ و‬Dُ‫ أ‬Dۚ D‫ض‬
ِ D‫ر‬Dْ Dَ ‫أْل‬D‫ ا‬D‫ ي‬Dِ‫ ف‬D‫ن‬Dَ D‫ و‬D‫ ُد‬D‫س‬Dِ D‫ ْف‬Dُ‫ ي‬D‫ َو‬D‫ل‬Dَ D‫ص‬
َ D‫ و‬Dُ‫ي‬

Artinya : (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah


perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah
(kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di
muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. (Q.S Al Baqarah ayat
27)

4. Al Ghaflah (lupa)

Tidaklah seseorang betpaling dari Allah kecuali karena lupa, dan tidak ada
sikap lupa kecuali di belakangnya ada permainan dan ingatlah bahwa
seluruh kehidupan dunia itu adalah permainan, orang-orang yang lupa itu
salah satu cirinya ialah hubud dunya (cinta dunia). Allah swt berfirman.

ُ D‫ ِر‬D‫ ْع‬D‫ ُم‬D‫ ٍة‬Dَ‫ ل‬D‫ ْف‬D‫ َغ‬D‫ ي‬Dِ‫ ف‬D‫ ْم‬Dُ‫ ه‬D‫ َو‬D‫ ْم‬Dُ‫ ه‬Dُ‫ب‬D‫ ا‬D‫ َس‬D‫ ِح‬D‫س‬
D‫ َن‬D‫ و‬D‫ض‬ Dَ D‫ َر‬Dَ‫ ت‬D‫ ْق‬D‫ا‬
ِ D‫ ا‬Dَّ‫ن‬D‫ ل‬Dِ‫ ل‬D‫ب‬

ٍ D‫ َد‬D‫ح‬Dْ D‫ ُم‬D‫ ْم‬D‫ ِه‬DِّD‫ ب‬D‫ َر‬D‫ن‬Dْ D‫ ِم‬D‫ ٍر‬D‫ ْك‬D‫ ِذ‬D‫ن‬Dْ D‫ ِم‬D‫ ْم‬D‫ ِه‬D‫ ي‬Dِ‫ ت‬Dْ‫ أ‬Dَ‫ ي‬D‫ ا‬D‫َم‬
D‫ َن‬D‫ و‬Dُ‫ ب‬D‫ َع‬D‫ ْل‬Dَ‫ ي‬D‫ ْم‬Dُ‫ ه‬D‫و‬Dَ Dُ‫ه‬D‫ و‬D‫ ُع‬D‫ َم‬Dَ‫ ت‬D‫ ْس‬D‫ اَّل ا‬Dِ‫ إ‬D‫ث‬

Artinya : Telah dekat hari perhitungan kepada manusia padahal mereka


dalam keadaan lupa dan berpaling (1). Tidaklah datang kepda mereka
peringatan dari Allah kecuali mereka sambil bermain-main (2). (Q.S Al
Anbiya ayat 1-2)

5. Al Ijram (berbuat dosa)


Berbuat dosa merupakan faktor yang dapat membuat kita tidak dekat
kepada Allah. Allah swt berfirman

D‫ َن‬D‫ و‬Dُ‫ ب‬D‫ ِس‬D‫ ْك‬Dَ‫ ي‬D‫ا‬D‫ و‬Dُ‫ن‬D‫ ا‬D‫ َك‬D‫ ا‬D‫ َم‬D‫ ْم‬D‫ ِه‬Dِ‫ب‬D‫ و‬Dُ‫ ل‬Dُ‫ ق‬D‫ى‬Dٰ Dَ‫ ل‬D‫ َع‬D‫ن‬Dَ D‫ ا‬D‫ر‬Dَ Dۜ D‫ل‬Dْ Dَ‫ ب‬Dۖ ‫ اَّل‬D‫َك‬

Artinya: “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu


mereka usahakan itu menutupi hati mereka” (Q.S Al mutaffifin ayat 14)

6. Ragu menerima kebenaran

Jauhkan dari kita dari sikap keraguan ntuk menerima suatu kebenaran
apalagi itu kebenaran ayat-ayat Allah. Allah swt berfirman

D‫ ْم‬D‫ ِه‬Dِ‫ن‬D‫ ا‬Dَ‫ ي‬D‫ ْغ‬Dُ‫ ط‬D‫ ي‬Dِ‫ ف‬D‫ ْم‬Dُ‫ ه‬D‫ ُر‬D‫ َذ‬Dَ‫ ن‬D‫ َو‬D‫ ٍة‬DَّD‫ ر‬D‫ َم‬D‫ َل‬DَّD‫ و‬Dَ‫ أ‬D‫ ِه‬Dِ‫ ب‬D‫ا‬D‫ و‬Dُ‫ ن‬D‫ ِم‬D‫ؤ‬Dْ Dُ‫ ي‬D‫ ْم‬Dَ‫ ل‬D‫ ا‬D‫ َم‬D‫ َك‬D‫ ْم‬Dُ‫ ه‬D‫ر‬Dَ D‫ ا‬D‫ص‬
Dَ D‫ ْب‬Dَ‫ أ‬D‫ َو‬D‫ ْم‬Dُ‫ ه‬Dَ‫ ت‬D‫ َد‬Dِ‫ ئ‬D‫ ْف‬Dَ‫ أ‬D‫ب‬
Dُ Dِّ‫ ل‬Dَ‫ ق‬Dُ‫ ن‬D‫و‬Dَ
D‫ َن‬D‫ و‬Dُ‫ ه‬D‫ َم‬D‫ ْع‬Dَ‫ي‬

Artinya: “Dan (begitu pula) Kami membolak-balikkan hati dan


penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al
Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang
dalam kesesatannya yang sangat.” (Q.S al An’am ayat 110)

5. Mendeksripsikan Esensi Dan Urgensi Komitemn Terhadap Nilai-Nilai


Tauhid Untuk Mencapai Kebahagiaan.

Mengapa jiwa tauhid itu penting ? sebab jiwa tauhidlah yang akan
membawa manusia menuju keselamatan dan kesejahteraan. Sungguh jiwa
tauhid itu penting, Allah sebgai Rabb telah menanamkan jiwa tauhid sejak
manusia itu masih dalam alam arwah, dan kemudian diutuslah seorang
nabi dan rasul untuk menyirami jiwa tauhid ini sehingga menghasilkan
buah yang lebat yaitu amal sholeh. Jiwa tauhid dikembangkan dalam diri
manusia agar jiwa tauhid menjadi roh kehidupan dan menjadi cahaya
dalam kegelapan.

Nilai-nilai yang dibangun dalam jiwa tauhid merupakan nilai


positif, nilai kebenaran, dan nilai ilahi yang abadi yang mengandung
kebenaran mutlak dan abadi. Adaoun nilai-nilaiuniversal yang perlu
ditanamkan dan dikembangkan agar menjadi roh kehidupan itu adalah
sebagai berikut :

a. Al Amanah

Al amanah artinya terpercaya. Mengapa sesorang terpervaya karena ia


jujur. Karena dipercaya, maka ia menjadi manusia terpercaya (Al Amin).
Amanah bisa juga dikatakan titipan seperti harta, tahta, wanita dalam hal
ini ialah istri, maupun anak itu semua adalah amanah atau titipan dari
Allah. Untuk itulah kita harus memperlakukan titipan itu sesuai dengan
kehendak yang menitipkannya yaitu Allah

b. Al Adalah

Al Adalah secara lughawi berarti keadilan. Keadilan dalam perspektif


etika islam adalah adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban..
Keadilan dalam perspektif hokum adalah Wadh’u sya’in fi mahallihi
artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya. Dalam aplikasinya keadilan
berarti memeberikan hukuman kepada siapa saja yang melanggar norma
dan hokum sedangkan memberikan penghargaan kepada yang menaatinya.
Keadilan juga dapat dijabarkan sebagai memberikan keputusan secara
jujur, objektif dan benar. Allah Swt berfirman

ۚ ‫ش َهدَا َء ِب ْالقِسْ طِ ۖ َواَل َيجْ ِر َم َّن ُك ْم َش َنآنُ َق ْو ٍم َعلَ ٰى أَاَّل َتعْ ِدلُوا‬ ُ ِ ‫ِين هَّلِل‬
َ ‫ِين آ َم ُنوا ُكو ُنوا َقوَّ ام‬ َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّذ‬
َ ُ‫اعْ ِدلُوا ه َُو أَ ْق َربُ لِل َّت ْق َو ٰى ۖ َوا َّتقُوا هَّللا َ ۚ إِنَّ هَّللا َ َخ ِبي ٌر ِب َما َتعْ َمل‬
‫ون‬

Artinya: “Orang-orang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang


yang menegakkan kebenaran kerena Allah menjadi saksi dengan adil.
Janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum mendorong kamu
berlaku tidak adail; berlaku adillah sebab berlaku adil itu lebih dekat
kepada ketakwaan dan ketakwaan kepada Allah, dan bertakwaklah
kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”(Q.S Al Maidah ayat 8)

Dalam ayat lain Allah azza Wajalla berfirman

ُ ‫اس أَنْ َتحْ ُكمُوا ِب ْال َع ْد ِل ۚ إِنَّ هَّللا َ ِن ِعمَّا َيع‬


ۗ ‫ِظ ُك ْم ِب ِه‬ ِ ‫هَّللا َ َيأْ ُم ُر ُك ْم أَنْ ُت َؤدُّوا اأْل َ َما َنا‬
ِ ‫ت إِلَ ٰى أَهْ لِ َها َوإِ َذا َح َكمْ ُت ْم َبي َْن ال َّن‬ َّ‫إِن‬
‫ان َسمِي ًعا بَصِ يرً ا‬ َ ‫هَّللا َ َك‬ َّ‫إِن‬

Artinya : ‘Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk memberikan


amanah kepada orang yang berhak menerimanya. Dan jika kamu
menghukumi suatu kasus di antara sesame manusia, maka putuskanlah
perkara itu dengan adil”. (Q.S An Nisa ayat 58)

c. Al Hurriyah
Kebebasan manusia dalam berkehendak dan mewujudkan kehendak
dengan perbuatan adalah hak asasi manusia. Manusia mempunyai
kebebasan untuk berfikir dan mengembangkannya dengan ilmu, filsafat,
atau pembaharuan-pemahaman terhadap agama. Kebebasan berpikir
merupakan sarana melahirkan gagasan-gagasan besar untuk memajukan
peradaban manusia.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dapat kita simpulkan bahwa tujuan hidup manusia adalah sejahtera


di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan yang diimpikan adalah kenahagiaan
dunia dan ukhrowi. Untuk menggapai kebahagiaan termaksud mustahil
tanpa ada landasan agama, dan agama yang dimaksud adalah agama
tauhidillah. Mengapa kebahagiaan tidak dapat dicapai tanpa tauhidillah ?
sebab kebahgiaan hakiki itu milik Allah, kita tak dapat meraihnya kalau
tidak diberikan Allah. Untuk meraih kebahgiaan maka ikutilah cara-cara
yang telah ditetapkan Allah dalam agamanya. Dan hindarilah kemusyrikan
yaitu bergantung kepada selain Allah karena itu merupaka jalan sesat dan
tidak dapat memperoleh kebahagiaan maka dari itu kuatkanlah pondasi
kita berdiri di atas tauhidillah.

2. Saran

Pada kenyataanya dalam pembuatan makah ini masih sederhana,


maka dari kami selaku penyusun makah ini butuh kritik maupun saran
untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Syahidin, dkk. 2020. “Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi”.

Tafsir Ibnu Katsir

Anda mungkin juga menyukai