Anda di halaman 1dari 129

i

ABSTRAK

Secara umum, krisis merupakan suatu keadaan atau kejadian yang menganggu
kondisi normal operasional suatu organisasi yang bisa membahayakan organisasi
tersebut. Krisis yang dibiarkan berlarut-larut bisa merusak reputasi bahkan
mengancam eksistensi organisasi tersebut. Sebagian orang menganggap krisis adalah
bencana, namun sebagian menganggap sebagai peluang. Bagaimana respon organisasi
terhadap krisis yang terjadi merupakan cara organisasi melakukan manajemen krisis.
Penelitian ini membahas tentang pemahaman TVRI tentang krisis yang dihadapinya
dan bagaimana manajemen krisis yang dilakukan untuk menangani krisis tersebut.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Krisis yang dihadapi TVRI adalah krisis terkait pengelolaan organisasi terutama
terkait keuangan dan SDM serta krisis reputasi karena image sebagai TV jadul yang
lama melekat di TVRI yang timbul karena perubahan pada khalayak sebagai
penerima pesan tidak diikuti dengan perubahan pada TVRI sebagai komunikator.
Manajemen TVRI mengambil langkah-langkah untuk beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi di era milenial ini. Langkah-langkah yang dilakukan tersebut
dikomunikasi kedalam dan keluar lembaga mengunakan media kekinian agar
mendapat dukungan dari internal dan menarik atensi publik.

Kata kunci: manajemen krisis, image, komunikasi

ABSTRACT

Crisis is generally a situation or event that disrupts the normal operational


conditions of an organization that could endanger the organization. A sustained
crisis could damage reputations and even threaten the existence of the organization.
Some people may consider crisis as disaster, however some other will see it as a
challenge. The way the organization responds to the crisis is the way the
organization conducts crisis management. This study discussed the understanding of
TVRI about the crisis and its crisis management to handle the crisis. The research
method used in this research is descriptive qualitative. The crisis faced by TVRI is a
crisis related to organizational management especially related to finance and human
resources as well as reputation crisis because the image as old TV long attached to
TVRI that arise because of the changes in the audience as the recipient of the
message was not followed by the changes in TVRI as a communicator. TVRI
management decided to take adaptive changes in line with the millennial era. The
steps taken are communicated into and out the institutios using social media to
obtain support from the internal and to draw public attention.

Keywords: crisis management, image, communication


ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas izin dan ridhoNya,
penulis berhasil menyelesaikan tesis yang berjudul Manajemen Krisis TVRI di Era
Milenial. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar
Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas
Andalas.

Karya ilmiah bisa bisa terwujud berkat bantuan dan dukungan moril maupun
materil dari banyak pihak berupa bimbingan, arahan, masukan, fasilitas, motivasi,
serta doa. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis. Untuk itu ucapan terima kasih dari lubuk hati yang
terdalam, penulis tujukan kepada:

1. Dr. Wakidul Kohar, M.Ag selaku pembimbing I yang telah membagikan ide
dan masukan serta motivasi sejak awal hingga selesainya tesis ini.
2. Dr. Maskota Delfi, M.Hum selaku pembimbing II yang telah meluangkan
banyak waktunya untuk membimbing penulis dengan masukan-masukan serta
arahan-arahan yang sangat berharga serta motivasi yang selalu diberikan agar
penulis bisa segera menyelesaikan tesis ini.
3. Tim Penguji yang terdiri dari Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Sarmiati,
M.Si, Bapak Dr. Jendrius, M.Si, Dr. Aidinil Zetra, MA, dan Dr. Elva
Ronaning Roem, M. Si. telah memberikan masukan dan saran yang sangat
berguna untuk penyempurnaan tesis ini.
4. Dr. Ernita Arif, M.Si selaku Koordinator Program Magister Ilmu Komunikasi
yang telah memberikan masukan dan menfasilitasi peneliti untuk
menyelesaikan tesis ini.
5. Dosen-dosen Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik, Universitas Andalas yang telah membagikan ilmunya selama penulis
mengikuti perkuliahan.
6. Terkhusus kepada istriku tercinta yang selalu mengingatkan, memberikan
semangat dan doa untuk segera menyelesaikan tesis ini.
iii

7. Jajaran Direksi TVRI terutama Direktur Utama, Helmi Yahya dan Direktur
Umum, Tumpak Pasaribu yang telah memberikan izin untuk mengikuti
bimbingan, seminar, dan ujian tesis di.
8. Segenap Civitas Akademika Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas
Andalas yang telah membantu penulis selama perkuliahan hingga selesainya
tesis ini.
9. Teman-teman Angkatan 2014 Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Andalas atas kebersamaannya selama masa perkuliahan.

Jakarta, Juni 2018

Penulis
iv

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 11
D. Manfaat Penelitian 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13
A. Penelitian Relevan 13
B. Krisis pada Organisasi 18
C. Manajemen Krisis 25
D. Manajemen Perubahan 28
E. Manajemen Reputasi 31
F. Komunikasi Organisasi 35
G. Strategi Komunikasi Manajemen Krisis 38
H. Media Komunikasi Krisis 41
I. Kerangka Pemikiran 45
BAB III METODE PENELITIAN 47
A. Deskripsi Objek dan Subjek Penelitian 47
B. Metode Penelitian 47
1. Sumber Data 48
2. Teknik Pengumpulan Data 49
3. Analisa Data 52
4. Pengujian Keabsahan Data 54
5. Lokasi Penelitian 56
C. Sistematika Penulisan 56
v

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 58


A. Profil TVRI 58
B. Pemahaman Mengenai Krisis 63
C. Sikap Manajemen terhadap Krisis 67
D. Strategi TVRI Menghadapi Krisis 70
E. Perencanaan Manajemen Krisis TVRI 72
F. Strategi Manajemen Krisis TVRI 74
G. Strategi Komunikasi Manajemen Krisis TVRI 85
H. Media Komunikasi Manajemen Krisis TVRI 93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 99
A. Kesimpulan 99
B. Saran-saran 101
DAFTAR PUSTAKA 102
LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara 106
LAMPIRAN 2. Transkrip Wawancara Informan I 107
LAMPIRAN 3. Transkrip Wawancara Informan II 111
LAMPIRAN 4. Transkrip Wawancara Informan III 115
LAMPIRAN 5. Transkrip Wawancara Informan IV 117
LAMPIRAN 6. Transkrip Wawancara Informan V 120
RIWAYAT HIDUP 122
vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Formula Lasswel 1


Tabel 2. Pegawai PNS TVRI Berdasarkan Kelompok Usia Tahun 2018 9
Tabel 3. Anggaran Tahunan TVRI 10
Tabel 4. Pasal pada PP 13/2005 terkait Pengelolaan Keuangan TVRI 10
Tabel 5. Perbedaan Penelitian 18
Tabel 6. Tipologi Krisis 21
Tabel 7. Tipe Perubahan Organisasi 29
Tabel 8. Reputasi Perusahaan Kelas Dunia 33
Tabel 9. Komposisi SDM TVRI 2018 77

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Komposisi Pengguna Internet Berdasarkan Kelompok Usia 3


vii

Gambar 2. Kurva Signoid 30


Gambar 3. Pembentukan Reputasi dalam Perspektif Komunikasi 32
Gambar 4. Kerangka Pemikiran 46
Gambar 5. Komponen dalam Analisis Data (Flow Model) 52
Gambar 6. Interactive Model 54
Gambar 7. Struktur Organisasi Direksi TVRI 60
Gambar 8. Aplikasi TVRI KLIK pada Playstore Android 78
Gambar 9. Layanan Streaming TVRI di Youtube 79
Gambar 10. Layanan Streaming TVRI di Facebook 80
Gambar 11. Tayangan Ria Jenaka Milenial 82
Gambar 12. Program Arirang yang Ditayangkan TVRI 83
Gambar 13. MOU TVRI dengan China Media Group 84
Gambar 14. Direksi Memotivasi Karyawan Stasiun Jakarta 87
Gambar 15. Direksi Memotivasi Karyawan Stasiun Jawa Timur 88
Gambar 16. Sampul Monitor Edisi Maret 2018 89
Gambar 17. Banner Pengaduan Publik 90
Screenshot Instagram 93
Screenshot Twitter 95
. Screenshot Facebook 96
Screenshot Jumlah Tagar #wefightback dan #kamikembali 98
1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa tahun belakangan ini, banyak peneliti sosial memperbincangkan


bahwa sekarang adalah eranya generasi millennial. Generasi ini seringkali dikaitkan
dengan individu yang mencapai usia dewasa sekitar pergantian abad ke 21.
Meskipun begitu banyak sumber mengenai pengelompokkan generasi milenial ini,
namun Neil Howe dan William Strauss, penulis buku the 1991 book Generations:
The History of America's Future, 1584 to 2069, yang paling sering dikaitkan dengan
pendefinisian kelompok Milenium sebagai individu yang lahir antara tahun 1982 dan
2004. Jadi bisa dikatakan generasi millennial adalah generasi muda masa kini yang
saat ini berusia antara 15–35 tahun.

Generasi Millenial ini tumbuh di dunia yang dipenuhi dengan barang-barang


elektronik dan online social media. Telah banyak studi dilakukan tentang generasi
millenial di dunia, terutama di Amerika. Di antaranya studi yang dilakukan oleh Pew
Research Center pada 2010 yang merilis laporan riset dengan judul Millennials: A
Portrait of Generation Next dan oleh Boston Consulting Group (BCG) bersama
University of Berkley tahun 2011 dengan tema American Millennials: Deciphering
the Enigma Generation.

Berdasarkan penelitian-penelitian itu sebagaimana dirangkum oleh Agnes


Winastiti dalam artikel yang berjudul Generasi Millenial dan Karakteristiknya yang
dimuat pada https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20160823145217-445-
153268/generasi-millenial-dan-karakteristiknya/ yang diakses pada tanggal 6 April
2018, karakteristik dari generasi millenial diantaranya adalah lebih percaya User
Generated Content (UGC) atau konten dan informasi yang dibuat oleh
perorangan.daripada informasi searah. Kebanyakan mereka akan memutuskan untuk
membeli atau menggunakan suatu produk atau jasa setelah melihat review atau
testimoni yang dilakukan oleh orang lain di Internet. Dan mereka juga tak segan-
segan membagikan pengalaman buruk mereka terhadap suatu merek atau jasa di
2

social media. Kemudian lebih memilih ponsel dibanding TV karena generasi ini lahir
di era perkembangan teknologi dimana internet berperan besar dalam
keberlangsungan hidup mereka. Maka televisi bukanlah prioritas generasi millennial
untuk mendapatkan informasi, namun mereka lebih suka mendapat informasi dari
ponselnya, dengan mencarinya ke Google atau melalui perbincangan pada forum-
forum media sosial online yang mereka ikuti, supaya tetap kekinian. Sebagian besar
generasi ini melakukan semua komunikasinya melalui text messaging atau juga
chatting di dunia maya, dengan membuat akun yang berisikan profil dirinya, seperti
Twitter, Facebook, hingga Line. Jadi, hampir semua generasi millennial dipastikan
memiliki akun media sosial sebagai tempat berkomunikasi dan berekspresi.

Dalam era yang serba digital dan online, tak heran generasi millennial juga
menghabiskan hidupnya hampir senantiasa online 24 jam sehari 7 hari seminggu.
Generasi ini melihat dunia tidak secara langsung, namun dengan cara yang berbeda,
yaitu dengan berselancar di dunia maya, sehingga mereka jadi tahu segalanya.

Berdasarkan karakteristik diatas, terlihat betapa generasi milenial sangat


tergantung pada internet. Menurut survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) yang dimuat pada https://apjii.or.id/survei2017 (diakses
pada tanggal 10 April 2018), jumlah pengguna internet di Indonesia terus tumbuh
setiap tahunnya dimana pada tahun 2017 terdapat 143,26 juta orang Indonesia yang
telah menggunakan internet, dari total populasi sebanyak 262 juta orang atau sekitar
54,68%. Dari total data penguna internet tersebut, diketahui orang Indonesia yang
paling banyak menggunakan internet didominasi oleh generasi millennial yakni
sekitar 49,52 persen. Untuk melihat pengguna internet dari generasi milenial, survey
APJII membuat kategori pengguna berdasarkan kelompok umur sebagaimana yang
digambarkan pada Gambar 1 dibawah ini.
3

Gambar 1: Komposisi Pengguna Internet Berdasarkan Usia

Begitu besarnya pengguna internet di Indonesia, terutama yang didominasi


oleh generasi milenial, maka untuk menarik perhatian para pengguna internet ini
menyebabkan bisnis-bisnis terkait harus melakukan adaptasi termasuk industri
pertelevisian. Program-program acara televisi yang disukai oleh generasi internet ini
jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. Menilik karakteristik generasi milenial
diatas, maka masing-masing stasiun televisi harus berkreasi agar tidak ditinggalkan
oleh audience pengguna internet ini. Hal ini tidak dapat dipungkiri ikut
mempengaruhi perjalanan Televisi Republik Indonesia (TVRI) sebagai stasiun
televisi penyiaran publik.

TVRI adalah stasiun televisi tertua di Indonesia dengan menjadi stasiun


televisi pertama di Indonesia yang pertama kali mengudara pada tanggal 24 Agustus
1962. TVRI mengalami masa kejayaannya sebagai satu-satunya stasiun televisi di
Indonesia sampai tahun 1989 ketika didirikan televisi swasta pertama RCTI di
Jakarta, dan SCTV pada tahun 1990 di Surabaya.

Perjalanan panjang TVRI seiring dengan dinamika perjalanan bangsa ini dan
mempunyai peran strategis dalam perjuangan dan perjalanan kehidupan bangsa.
4

TVRI mengalami perubahan status kelembagaan seiring perubahan yang terjadi


dalam kehidupan bernegara ini. Pada era orde baru, TVRI merupakan salah satu
bagian dari organisasi dan tatakerja Departemen Penerangan, yang diberi status
Direktorat, langsung bertanggung-jawab pada Direktur Jendral Radio, TV, dan Film,
Departemen Penerangan Republik Indonesia. Pada era ini, TVRI bertanggung jawab
menyampaikan informasi tentang kebijakan Pemerintah kepada rakyat dan pada
waktu yang bersamaan menciptakan two-way traffic (lalu lintas dua jalur) dari rakyat
untuk pemerintah selama tidak mendiskreditkan usaha-usaha Pemerintah.

Sementara pada era reformasi, TVRI berubah status menjadi Perusahaan


Jawatan (Perjan), yang secara kelembagaan berada di bawah pembinaan dan
bertanggung jawab kepada Departemen Keuangan RI. Namun kemudian dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 2002 tanggal 17 April 2002, TVRI
berubah status menjadi Perseroan Terbatas (PT) di bawah pengawasan Departemen
Keuangan RI dan Kementerian Negara BUMN. Kemudian TVRI kembali mengalami
perubahan status dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
tahun 2002 tentang Penyiaran dimana TVRI ditetapkan sebagai Lembaga Penyiaran
Publik yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara. Yang menjadi dasar
pertimbangan penetapan TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik adalah untuk
melayani informasi untuk kepentingan publik, bersifat netral, mandiri dan tidak
komersial. Setelah itu keluar peraturan yang menegaskan fungsi TVRI hingga saat ini
yakni Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2005 yang menetapkan bahwa tugas
TVRI adalah memberikan pelayanan informasi, pendidikan dan hiburan yang sehat,
kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan
seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang
menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Saat ini TVRI merupakan satu-satunya televisi yang jangkauannya mencapai


seluruh wilayah Indonesia yang mampu mencapai jumlah pemirsa sekitar 82 persen
penduduk Indonesia. Untuk menjangkau seluruh wilayah, TVRI memiliki 29 Stasiun
Daerah dan 1 Stasiun Nasional dengan didukung oleh 376 satuan transmisi yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pesatnya perkembangan teknologi termasuk
5

teknologi komunikasi dan informasi saat ini membuat semakin ketatnya persaingan
dalam dunia pertelevisian. Teknologi telah mendorong terjadinya pembauran antara
media televisi konvensional dengan non konvensional sehingga siaran televisi tidak
hanya bisa dinikmati melalui layar kaca televisi tapi juga bisa streaming melaui
internet menggunakan gadged, computer, ataupun laptop bahkan melalui smartphone.
Di Indonesia saat ini teknologi penyiaran televisi terbagi dua, penyiaran analog dan
digital. Penyiaran analog adalah kegiatan produksi dan penyiaran televisi berbasis
pensinyalan analog menggunakan radio spectrum televisi. Sedangkan teknologi
digital dalam produksi dan penyiaran menggunakan sinyal format digital. Penggunaan
konten siaran ini dikenal dengan digital television ( DTV ) dengan platform digital
television terrestrial ( DTT ), digital satellite ( DSaT ), digital cable ( TV
Cable),television over digital subscriber line ( TV over DSL ) atau internet protocol
television ( IPTV ) dan tv over mobile,Ofcomm ( 2006 ).

Pembauran atau lazim disebut konvergensi media ini telah menyebabkan tidak
terbatasnya jangkauan atau cakupan siaran televisi dan juga target penonton. Hal ini
yang disebut sebagai fenomena konvergensi media Preston (2001: 2) dimana hadirnya
beragam media yang menggabungkan teknologi komunikasi tradisional, sehingga saat
ini kapanpun dan dimanapun siaran televisi bisa dinikmati. Bahkan masyarakat
negara lainpun bisa ikut menikmati siaran televisi Indonesia.

Ditengah – tengah gempuran teknologi komunikasi dan informasi, serta


sengitnya persaingan dalam dunia televisi di era melenial ini, berdasarkan undang-
undang Nomer 32 Tahun 2002 sebagai lembaga penyiaran Publik TVRI harus
mengemban amanah untuk memberikan pelayanan informasi , pendidikan, hiburan
yang sehat , fungsi kontrol dan perekat sosial serta melestarikan budaya bangsa. Jay –
Black dan Federick C.Whitney dalam Nuruddin (2007: 64), televisi sebagai alat
komunikasi massa berperan memberi informasi, hiburan, membujuk serta transmisi
budaya.

Menjadi stasiun televisi publik di era generasi milenial ini menjadi tantangan
berat bagi TVRI karena harus menyesuaikan diri dengan karekteristik generasi
tersebut dengan segala keterbatasan resources yang dimiliki TVRI. Ditengah-tengah
6

agresivitas stasiun televisi swasta baik lokal, nasional, bahkan internasional serta
gempuran konten sosial media, TVRI seolah-olah “tenggelam” dengan stigma negatif
sebagai stasiun TV jadul (jaman dulu) yang kuno, dan hanya ditonton oleh orang-
orang tua yang seolah membuat TVRI tenggelam di tengah dunia pertelevisian yang
mengejar rating dan keuntungan semata. TVRI harus mampu bersaing dengan kondisi
tersebut, namun tetap mengedepankan sisi edukasi dan infomatif untuk masyarakat
Indonesia.

Adam Bachtiar, Direktur Pengembangan dan Usaha TVRI periode 2014 –


2017 saat diwawancarai oleh Mix Marketing Communication pada 5 Januari 2016
mengakui adanya stigma dan persepsi negatif yang melekat pada TVRI. Kepada
MIX, Adam mengatakan, “Pekerjaan Rumah (PR) paling besar yang harus dihadapi
TVRI saat ini adalah melawan persepsi publik bahwa TVRI adalah TV yang tua,
jadul, kuno, ketinggalan jaman, acaranya norak, hingga kualitas gambar dan suara
jelek. Memang tidak mudah untuk mengubah persepsi itu,” aku Adam.

Hal senada juga diungkapkan oleh Apni Jaya Putra, Direktur Program dan
Berita TVRI periode 2017 – 2022 saat diwawancarai oleh reporter Tirto.id, Dieqy
Hasbi tanggal 15 Maret 2018. Menurut Apni, TVRI kini tua secara SDM, teknologi,
dan penonton. Apni mengatakan bahwa sejak lama TVRI sengaja ditidurkan secara
sistematis sebagai TV publik di Indonesia. Maksudnya “ditidurkan” adalah “Ada
hambatan-hambatan mengenai kelembagaan. TV publik kita mati suri sejak ada TV
swasta. Lalu ada undang-undang menyuruh TVRI berubah bentuk, pernah jadi Perjan
(Perusahaan Jawatan), Perum (Perusahaan Umum), pernah jadi lembaga di bawah
Departemen Penerangan, lalu menjadi LPP (Lembaga Penyiaran Publik)”. Lebih
lanjut Apni mengatakan bahwa “diawal menjabat, indeks penonton tua TVRI sampai
200. Kemudian lebih banyak di blue-collar (kelas pekerja), white-collar (pekerja
kantoran) sedikit. Penonton anak muda hampir enggak ada”.

Sebagaimana yang diamanatkan undang-undang, TVRI mengemban tugas


sebagai lembaga penyiaran publik artinya menjadi media informasi bagi seluruh
masyarakat Indonesia. TVRI harus mampu merangkul semua generasi yang ada di
masyarakat termasuk generasi milenial. Hal ini menuntut TVRI untuk segera
7

bertransformasi sesuai tuntutan jaman dengan cara update teknologi, aktif di media
sosial, program acara yang kekinian dan sebagainya. Semua upaya tersebut
membutuhkan dukungan semua stakeholder TVRI baik dari pemerintah maupun
sumber daya internal.

B. Perumusan Masalah

Sepanjang sejarahnya TVRI telah menjadi media komunikasi pemerintah


kepada masyarkat yang kemudian berubah menjadi lembaga penyiaran publik untuk
menjadi media komunikasi penyampaian informasi yang bersifat netral. Begitu
banyak ahli komunikasi menyampaikan teori komunikasi, namun teori komunikasi
dasar yang paling sederhana menggambarkan posisi TVRI dalam proses komunikasi
adalah teori yang disampaikan teoritikus komunikasi massa yang pertama dan paling
terkenal yakni Harold D. Lasswell, dalam artikel klasiknya tahun 1948 yang berjudul
The Structure and Function of Comunication in Society. Sebagaimana yang dikutip
oleh Ardianto dkk (2014: 29), Lasswell mengambarkan kompleksitas komunikasi
secara sederhana dengan menjawab beberapa pertanyaan yaitu Who? Says What? In
Which Channel? To Whom With? What Effect?

Tabel 1. Formula Laswell

WHO SAYS WHAT IN WHICH TO WHOM WITH WHAT


CHANNEL EFFECT
Siapa Berkata apa Melalui Kepada siapa Dengan efek
saluran apa apa
Komunikator Pesan Media Penerima Efek

Model komunikasi Laswell ini menunjukkan komunikasi satu arah yang selama
bertahun-tahun menggambarkan proses komunikasi pada media massa. TVRI sebagai
WHO yang menyampaikan informasi melalui program-program acaranya kepada
masyarakat Indonesia dengan harapan informasi tersebut tersampaikan dengan baik
dan memberikan efek positif bagi masyarakat. Namun dengan karakteristik generasi
milenial yang lebih menyukai ponsel dibandingkan TV, lebih menyukai informasi
8

umpan balik yang didapatkan di sosial media karena mereka lebih menyukai
berkomunikasi melalui sosial media, maka TVRI sebagai komunikator harus
menyesuaikan program-program (informasi) yang dimilikinya untuk menarik
generasi ini.

Penonton merupakan lingkungan eksternal TVRI yang dalam formula Laswell


diatas sebagai TO WHOM memainkan peranan yang sangat penting dalam alur
komunikasi TVRI. Waska Warta dalam bukunya Manajemen Reputasi (2017: 142)
mengatakan bahwa lingkungan eksternal yang selalu berubah dan bergerak dinamis
berpotensi menjadi krisis dan sangat memengaruhi pengelolaan krisis dalam
perusahaan. Agar selaras maka setiap perubahan pada TO WHOM maka WHO juga
harus berubah mengikuti dinamika perubahaan tersebut. Namun untuk memiliki
media komunikasi berupa program-program acara yang sesuai dengan perubahan
karakteristik penonton generasi milenial, TVRI tentu saja membutuhkan dukungan
resources dari internal maupun eksternal organisasi. Lebih jauh lagi, TVRI juga harus
menghadapi persaingan dunia pertelevisian di Indonesia dewasa ini semakin keras
dan ketat tidak hanya di tingkat lokal dan nasional tapi juga pada tingkat regional dan
internasional. Dimana karena kemajuan teknologi, masyarakat Indonesia juga bisa
menikmati siaran-siaran stasiun TV asing. Selain menghadapi persaingan tersebut,
sebagaimana dikutip dari Blueprint Transformasi TVRI (Kebijakan LPP TVRI tahun
2011 – 2016), TVRI juga menghadapi kendala internal yang cukup berat, mencakup
kelembagaan dan sumber daya; utamanya sumber daya manusia, infrastruktur dan
teknologi penyiaran, sarana dan prasarana, budaya organisasi, keuangan, data dan
informasi, jejaring kerja, dan citra lembaga (2012: 2).

Sebagai salah satu lembaga pemerintah maka sebagian besar Sumber Daya
Manusia (SDM) TVRI adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan data
karyawan yang didapat dari Bagian SDM TVRI Pusat, saat ini komposisi SDM TVRI
sebagian besar bukanlah berada pada kelompok usia milenial. Untuk lebih jelas dan
detail komposisi SDM PNS berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada table
berikut;

Table 2. Pegawai PNS TVRI Berdasarkan Kelompok Usia Tahun 2018


9

Keterangan
No Jumlah
(tahun)

1 19 - 25 -
2 26 - 30 7
3 31 - 35 52
4 36 - 40 108
5 41 - 45 370
6 46 - 50 854
7 51 - 55 1,294
8 56 - 60 684
Total 3,369
Sumber: Bagian SDM TVRI Pusat

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa 98% pegawai PNS TVRI memiliki gap
usia yang cukup jauh dari generasi milenial yang mana usia-usia tersebut lebih sering
disebut sebagai generasi X (Gen-X) dan Baby Boomers yakni bapak-bapak dari
generasi milenial. Berdasarkan penelitian para ahli sosial, masing-masing generasi ini
memiliki karakteristik, sifat, etos kerja yang berbeda. Hal ini menjadi tantangan yang
cukup berat bagi TVRI untuk mendorong SDMnya yang Gen-X ini beradaptasi
dengan generasi milenial untuk bisa menyampaikan informasi dengan cara yang bisa
diterima generasi. Dalam hal ini kreatifitas dan adaptasi sosial yang tinggi sangat
dibutuhkan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2005 (PP 13/2005),


pengelolaan SDM TVRI diatur pada Pasal 42 yang berbunyi sebagai berikut;

Pembinaan PNS TVRI dilakukan oleh Direktur yang bertanggung jawab di


bidang kepegawaian sesuai UU yang berlaku.
Namun pada kenyataannya PNS TVRI merupakan PNS Kementrian Komunikasi &
Informatika yang dipekerjakan di TVRI sehingga TVRI tidak mempunyai
kewenangan merekrut PNS untuk melakukan revitalisasi sumber daya manusianya.

Kendala SDM yang dihadapi diatas semakin berat karena keterbatasan


anggaran yang dimiliki TVRI. Untuk menciptakan program acara yang kekinian yang
10

sesuai tuntutan jaman membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Anggaran operasional
TVRI sangat terbatas hanya berasal dari APBN dengan perincian tahunan sebagai
berikut;

Table 3. Anggaran Tahunan TVRI

Nilai
No Mata Anggaran
(dalam Milyar)
1 Program Acara termasuk komponen produksi 120
2 Belanja pegawai 300
3 Anggaran untuk 29 Stasiun daerah @14 Milyar 406
4 Pemeliharaan dan Pengadaan Barang Teknik 44
Total 870
Sumber: Bagian Keuangan TVRI Pusat

Sebagai perbandingan, televisi swasta nasional menghabiskan anggaran yang sama


untuk satu bulan, sementara TVRI harus bisa mengelolanya untuk 1 tahun.

Berdasarkan PP 13/2005 tentang Pengelolaan Keuangan, TVRI dimungkinkan


mendapatkan pendapatan diluar APBN sebagaimana tercantum pada pasal-pasal
berikut;

Tabel 4. P asal pada PP 13/2005 terkait Pengelolaan Keuangan TVRI

Pasal Ayat Bunyi

Pasal 33 1 Kekayaan TVRI merupakam kekayaan negara yang dikelola sendiri


sesuai UU yang berlaku dan dimanfaatkan untuk mendanai kegitan
operasionalnya.

Pasal 34 1 Sumber pendanaan TVRI berasal dari:


a) Iuran penyiaran,
b) APBN,
c) Sumbangan masyarakat,
d) Siaran iklan

Pasal 34 2 Sumber pendanaan pada ayat 1 merupakan penerimaan negara yang


dikelola secara langsung untuk membiayai TVRI sesuai undang-
undang yang berlaku.
11

Pasal 36 - Perolehan sumber pendanaan TVRI digunakan secara langsung untuk


menunjang operasional siaran meningkatkan mutu siaran,
meningkatkan layanan kepada masayarakat, dan untuk kesejahteraan
karyawan.

Dengan anggaran yang minim dan kendala SDM diatas, TVRI dituntut
menjadi lembaga penyiaran yang mampu merangkul seluruh lapisan masyarakat.
Sementara itu image sebagai TV kuno yang tentu saja sangat tidak menarik bagi
generasi milenial. Citra ini kalau dibiarkan akan membuat TVRI semakin
ditinggalkan oleh pemirsanya dan lebih jauh bisa mengancam eksistensi TVRI yang
tentu saja akan mengakibatkan peran TVRI yang diamanatkan undang-undang tidak
dapat terlaksana. Ini merupakan krisis yang harus segera ditangani oleh seluruh
jajaran TVRI agar krisis tersebut tidak berkembang menjadi krisis yang lebih besar
dan bisa merusak reputasi perusahaan.

Berdasarkan paparan diatas, maka yang menjadi masalah penelitian adalah;

1. Bagaimana strategi TVRI menanggulangi dan mengelola krisis


internal dan eksternal lembaga.
2. Bagaimana strategi komunikasi organisasi dalam manajemen krisis
yang diterapkan TVRI kepada internal dan ekternal lembaga.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untu mendapatkan bukti empiris guna menjawab


pertanyaan pada Masalah Penelitian diatas sehingga dapat diketahui strategi
manajemen krisis dan bentuk komunikasi organisasi yang digunakan TVRI dalam
menghadapi tuntutan era generasi milenial. Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut;

1. Mendeskripsikan strategi manajemen krisis TVRI


2. Mendeskripsikan strategi komunikasi manajemen krisis yang dilakukan TVRI.

D. Manfaat Penelitian
12

Melalui penelitian ini penulis berharap dapat memberi manfaat dan kontribusi
bagi para pembacanya, baik kalangan akademisi maupun praktisi di bidang
manajemen krisis dan komunikasi.

1. Manfaat akademis

Secara teoritis kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu sarana
pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu komunikasi. Hasil
penelitian ini nantinya secara teoritis diharapkan dapat memberi masukan yang
bermanfaat bagi studi komunikasi dalam pengelolaan lembaga penyiaran publik yang
akhir-akhir ini makin banyak dikaji dan diteliti dari sudut berbagai disiplin ilmu baik
melalui kajian teoritis maupun melalui kajian riset di bidang terapan.

2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat merefleksikan tentang
manajemen krisis yang dihadapi TVRI yang memiliki kompleksitas krisis berupa
krisis manajemen dan krisis reputasi. Deskripsi ini diharapkan menjadi bahan
evaluasi dan masukan bagi TVRI untuk menciptakan sebuah rencana tindakan
manajemen krisis (crisis management action plan) yang akan menjadi panduan
organisasi sebagai langkah antisipatif dalam menghadapi krisis di masa mendatang.
13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Relevan

Saat ini manajemen krisis sudah menjadi new corporate discipline menyusul
banyaknya kejadian yang menimpa perusahaan-perusahaan besar yang menganggu
operasionalnya sehingga menyebabkan kerugian finansial hingga kehilangan reputasi
bahkan mengancam keberadaan organisasi tersebut. Untuk itu kajian tentang
manajemen krisis akhir-akhir ini menjadi begitu penting dan menarik karena bisa
menjadi pembelajaran bagi organisasi-organisasi yang ada sebagai langkah antisipasi
jika menghadapi krisis.

Diantara kajian-kajian tersebut adalah studi yang dilakukan oleh dua orang
peneliti dari Turki yakni Assoc. Dr. Murat SEZGİN dari Faculty of Communication,
Usak University dan Kübra TELİNGÜN dari Institute of Social Sciences, Usak
University pada tahun 2016. Penelitian keduanya berjudul Crisis Management in
Strategic Public Relation and Case Studies yang dipublikasi pada The Journal of
Academic Social Science Studies Number: 47, p. 77-88, edisi Summer I 2016.
Penelitian ini menganalisa 4 kasus yakni: kasus yang dibahas adalah krisis yang
dihadapi Dominos Piz-za tahun 2009 yang disebabkan dari dalam organisasi sendiri
dimana dua pegawai perusahaan ini mengupload gambar tidak senonoh di Youtube,
akibatnya perusahaan mendapat banyak kecaman melalui email dan telepon
perusahaan yang biasanya digunakan untuk pemesanan pizza. CEO Domi-nos di
Amerika, Patrick Doyle, mengunggah video pribadi dan meminta maaf atas nama
kedua pekerja itu sehingga Dominos Pizza perlahan kembali meraih reputasinya.
Yang kedua adalah kasus Flu Burung (Bird Flu Crisis-Avian Flu) di Turki tahun 2005
yang berimbas pada pemusnahan jutaan unggas yang menjadi epidemic penyakit
tersebut. Proses komunikasi krisis yang dilakukan oleh produsen daging ayam terdiri
14

dari 2 langkah yakni menangkap adanya sinyal krisis dimana para produsen
menyadari bahwa kasus flu burung ini akan memberikan sentiment negative pada
produknya maka segera diluncurkan platform “Healthy Chicken Information” untuk
memberikan awareness ke masyarakat segara informasi tentang ayam seperti ciri-ciri
daging ayam yang sehat, manfaat daging ayam, dan lain-lain. Langkah berikutnya
adalah menunjuk Juru Bicara yang memiliki pengetahuan yang lengkap tentang ayam
untuk kampanye ayam sehat. Strategi ini menghasilkan kepercayaan konsumen ayam.
Kasus ketiga yang dianalisa adalah isu Tylenol capsules yang diproduksi Johnson &
John-son's mengandung sianida tahun 1982 karena 7 orang meninggal setelah
mengkonsumsi kapsul ini. Berita tentang ini berkembang luas dengan cepat yang
menimpulkan kepanikan yang massive secara nasional. Begitu mengetahui adalah
kematian tersebut, PR perusahaan langsung melakukan kampanye untuk tidak
mengkonsumsi produk yang berhubungan dengan Tylenol dan juga mengumumkan di
semua channel media bahwa Johnson & John-son's menghentikan produksi dan iklan
produk tersebut. Manajemen krisis ini mendapat respon positif atas kepedulian
perusahaan terhadap masyarakat. Kedua peneliti ini juga menganalisa isu kaleng
PepsiCo berbahaya tahun 1993 akibat adanya konsumen yang mengklaim
menemukan jarum suntik dan benda-benda lain di kaleng PepsiCo. Berita ini
menggegerkan public dan menyebar dengan cepat. Respon dari perusahaan adalah
merelease video hasil investigasi dari FDA (Food and Drug Administration) yang
berisi pernyataan dari komisioner FDA, David Kessler, bahwa tidak satupun
ditemukan jarum suntik pada kaleng yang telah mereka selidiki.
Penelitian lain adalah yang dilakukan oleh Larissa Ott, mahasiswi Master of
Communication Studies pada Auckland University of Technology dengan kajian
berjudul Reputation in danger: Selected case studies of reputational crises created by
social networking sites untuk menyelesaikan studinya pada universitas tersebut pada
tahun 2013,. Pada penelitian ini, Ott malakukan kajian krisis yang dihadapi 3
perusahaan multinasional akibat reaksi atas postingan di sosial media. Kasus pertama
adalah ketika LSM Greenpeace memposting video “yang dianggap menghina”
tentang penggunaan minyak sawit oleh Nestle di YouTube. Perusahaan makanan
bereaksi dengan mencoba menghapus video tersebut dan juga menghapus komentar
15

negatif di halaman Facebooknya yang akhirnya memancing marah pengguna sosial


media. Kasus kedua adalah ketika Greenpeace menjalankan kampanye pada
Facebook dalam kurun waktu Februari 2010 sampai Oktober 2011 internasional
melawan perusahaan Facebook itu sendiri yang berjudul "Unfriend Coal Compaign".
Ini merupakan reaksi Greenpeace atas rencana Facebook untuk membangun data
centre in Oregon dan North Carolina. Greenpeace mengkritik besarnya penggunaan
listrik yang berasal dari Batubara yang akan dikonsumsi oleh data centre tersebut
sehingga Facebook dianggap penyumbang polusi dunia. Namun Facebook
membiarkan campaign tersebut meskipun memiliki kemampuan untuk
menghapusnya. Bahkan kemudian Facebook mengumumkan bahwa data centrenya
akan menggunakan 25% dari renewable energy. Kasus ketiga yang diteliti adalah
ketika pada Januari 2013, Pastor Alois Bell menolak memberikan tip pada pelayan
salah satu jaringan restoran Applebee’s di Amerika. Memberikan tip sebesar 18%
pada pelayan adalah hal yang umum di Amerika. Namun sang pastor menuliskan
pada struk belanja “I give God 10%, why do you get 18?” Teman dari pelayan
tersebut memoto dan memposting struk pastor tersebut di online platform Reddit.
Akibatnya terjadi boycott besar-besaran terhadap perusahaan melalui jaringan sosial
media meskipun Applebee’s sudah meminta maaf karena tim media sosial perusahaan
mencoba menghapus postingan karyawan tersebut.

Dari kedua penelitian diatas terlihat bahwa respon terhadap krisis yang
berbeda memberikan hasil yang berbeda pula. Itulah sebabnya majemen krisis sering
diartikan sebagai respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat
merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal.

Tom Buncle, Managing Director dari Yellow Railroad Ltd., sebuah


perusahaan konsultan destinasi internasional di Inggris, melakukan penelitian dengan
topik Crisis Management: Case Studies yang dimuat pada website resmi United
Nation World Tourism Organization (UNWTO) yakni Organisasi Pariwisata Dunia
PBB pada 27 Agustus 2015. Buncle melakukan analisa terhadap beberapa kasus besar
dunia yang berdampak pada sektor pariwisata di Inggris diantaranya kasus wabah
kaki dan mulut pada ternak di Inggris tahun 2007. Kasus ini berdampak pada
16

turunnya wisatawan domestic. Langkah yang dilakukan adalah menunjuk juru bicara
yang bertugas 24 jam untuk memberikan pemahaman ke public dan disediakannya
line telepon juga 24 jam. Disamping itu juga dilakukan kampanye marketing
domestic bekerja sama dengan para mitra dagang. Hasilnya pertumbuhan wisatawan
menjadi lebih cepat. Peristiwa berikutnya adalah pengeboman menara WTC di
Amerika 11 September 2001 yang berdampak pada pemberlakuan penghentian
sementara perjalanan internasional. Untuk memulihkan pariwisata di Inggris maka
setelah peristiwa tersebut dilakukan kampanye “Million Visitor Campaign” dengan
focus pada pangsa pasar di 7 negara besar melalui website perusahaan-perusahaan
berskala kecil dan menengah serta bekerja sama dengan COBRA (Cabinet Office
Briefing Room A) untuk kerjasama antar negara. Hasilnya pemulihan sektor
pariwisata di Inggris 16% lebih cepat disbanding negara Eropa lainnya. Kasus lain
yang dibahas adalah perang saudara Bosnia- Herzegovina pada 2007. Upaya yang
dilakukan adalah melakukan kampanye yang menyatakan kondisi normal dengan
target resilient markets yakni anak muda, aktif, dan berjiwa petualang. Melalui target
market ini diharapkan cerita di mulut ke mulut. Hasilnya meski pertumbuhan
wisatawan tidak begitu cepat tapi meningkat secara bertahap. Dari penelitian ini
didapatkan bahwa perencanaan yang strategis untuk mendapatkan kepercayaan publik
adalah dengan menyebarkan berita positif melalui media-media channel komunikasi
yang disebutnya sebagai “Everyday Credibility in a 24/7 World” yakni media sosial
seperti Facebook, Weibo, Tripadvisor. Youtube, Twitter, dan sejenisnya.

Peneliti tanah air yang melakukan penelitian terkait manajemen krisis salah
satunya adalah Kiki Handayani dan Erman Anom yang berasal dari Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta. Penelitian yang dilakukan tahun 2010
ini mengambil tema Peran PR Menerapkan Manajemen Krisis Dalam Memulihkan
Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 Di
Yogyakarta. Krisis ini terjadi pasca tragedy kebakaran yang menimpa Pesawat
Garuda Indonesia berjenis Boeing 737/400 jurusan Jakarta – Jogya dengan nomor
penerbangan GA-200 bergistrasi PK-GZC di Bandara Adi Sucipto Jogyakarta dengan
membawa 133 penumpang dan 7 awak kabin. Kecelakaan ini merubah image PT.
Garuda Indonesia yang sebelumnya memiliki citra yang positif dimata publik sebagai
17

maskapai penerbangan nomor satu di Indonesia yang berdaya saing Internasional.


Dari kecelakaan yang menimpa Garuda tersebut, banyak munculnya spekulasi,
diantaranya banyak mengatakan bahwa penyebab kecelakaan tersebut adalah campur
tangan manusia yang tidak bertanggung jawab (Human Eror), bahkan sampai ke
dugaan sabotase adanya unsur terorisme yang dihubung-hubungan dengan secara
kebetulan di dalam pesawat terdapat 8 warga Australia yang hendak mengikuti
kunjungan Alexander Downer ke Jogyakarta. Dengan banyaknya spekulasi tersebut
yang kalau dibiarkan akan menjadi bola liar yang sulit dikendalikan, maka Public
Relation (PR) Garuda merespon dengan melakukan langkah-langkah penanganan
untuk mengembalikan citra positif di masyarakat. Pada penelitian ini Kiki dan Erman
menunjukkan bahwa untuk melakukan penanganan krisis yang dihadapi, yang
dilakukan PR Garuda Indonesia adalah mengenali jenis krisisnya, mengidentifikasi
tahapan krisisnya, hingga sampai pada pengelolaan krisis.

Penelitian lain adalah yang bertemakan Manajemen Krisis di Balik Iklan-


Iklan Kontroversial Milik Benetton oleh Kheyene Molekandella Boer, mahasiswa
Program Studi Magister Ilmu Komunikasi FISIP UNDIP Angkatan IV. Penelitian
yang dilakukan pada tahun 2013 ini difokuskan pada kejadian ketika Benetton
sebagai salah satu perusahaan ritel terbesar dunia mengeluarkan kampanye anti
kebencian (UnHate Campaign) pada 2011. Salah satu bentuk kampanyenya adalah
mengeluarkan billboard berisi foto tokoh dunia yang selama ini dianggap tidak
sepaham sedang melakukan aksi berciuman, salah satunya foto Obama berciuman
dengan Presiden Cina, Hu Jintao. Iklan ini menimbulkan protes yang memicu
pertanyaan seputar isu rasisme, gender, dan agama. Hal ini menimbulkan turunnya
kepercayaan publik pada Benetton. Strategi yang digunakan Benetton menghadapi
krisis ini adalah strategi adaptif dimana perusahaan merubah kebijakan dengan
menarik iklan tersebut sebelum kecemasan publik meningkat dan menyampaikan
permintaan maaf.

Pada penelitian yang penulis lakukan, penyebab krisis TVRI adalah dari
internal dimana SDM dan teknologi yang dimiliki sudah tidak sesuai tuntutan jaman
sementara anggaran terbatas untuk melakukan regenerasi dan dari eksternal dimana
18

karakteristik penonton TV mengalami perubahan serta kompetisi bisnis yang sangat


ketat. Untuk itu penanganan krisis yang dilakukan tidak hanya melalui tahapan
komunikasi publik namun juga komunikasi dan perbaikan-perbaikan di internal
lembaga. Perbedaan penelitian yang penulis lakukan dengan peneliti-peneliti diatas
dapat dirangkum dalam table berikut ini.

Tabel 5. Perbedaan Penelitian

No Nama Peneliti Lembaga Subjek Penyebab Penanganan


Penelitian Krisis Krisis
1 Assoc. Dr. Usak Dominos Piz- Eksternal Komunikasi
Murat SEZGİN University za, Produsen (postingan di publik
dan Kübra Daging Ayam sosial media)
TELİNGÜN di Turki,
Johnson &
Johnson’s,
PepsiCo
2 Larissa Ott Auckland Greenpeace vs Eksternal Komunikasi
University Nestle, (postingan publik
of Greenpeace vs sosial media)
Technology Facebook,
restoran
Applebee’s
3 Tom Buncle Yellow Sektor External Komunikasi
Railroad pariwisata di (wabah kaki publik
Ltd Inggris mulut ternak,
pengeboman
menara WTC,
perang
Bosnia-
Herzegovina)
4 Kiki Handayani Universitas Garuda Internal Komunikasi
dan Erman Esa Unggul Indonesia (kecelakaan publik
Anom pesawat)
5 Kheyene Universitas Benetton Internal (iklan Komunikasi
Molekandella Diponegoro kontroversial) publik
Boer

B. Krisis pada Organisasi


19

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata krisis yang


merujuk pada suatu keadaan yang genting atau sulit. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), krisis adalah (1) keadaan yang berbahaya (dalam menderita sakit);
parah sekali; (2) keadaan yang genting; kemelut; (3) keadaan suram (tentang
ekonomi, moral, dan sebagainya); (4) Sastra: saat yang menentukan di dalam cerita
atau drama ketika situasi menjadi berbahaya dan keputusan harus diambil; (5) Politik:
konfrontasi yang intensif dan dahsyat yang terjadi dalam waktu singkat dan
merupakan ganti peperangan dalam era nuklir. Dengan demikian krisis bisa terjadi
pada individu, organisasi, atau bahkan negara.

Pada tahun 2016 lalu, para pengemar dan pengguna gadget di seluruh dunia
pernah dikejutkan dengan kegagalan produk dari perusahaan besar Samsung dimana
Galaxy Note 7 memakan korban karena meledak saat pengisian baterai. Hal ini tentu
membuat konsumen loyal dan juga calon konsumen Samsung Galaxy Note sangat
dikecewakan. Ekspektasi mereka terhadap kecanggihan produk tersebut dan ternyata
hasilnya tidak sesuai harapan. Disamping itu, kasus Galaxy Note 7 ini menyebabkan
saham Samsung langsung anjlok 7%. Ditambah lagi kerugian finansial lainnya berupa
biaya penarikan 2,5 juta unit smartphone andalan Samsung tersebut dari peredaran di
seluruh dunia yang diperkirakan Credit Suisse AG dan dua lembaga finansial lain,
bisa mencapai 1 miliar dollar AS. Sebagai antisipasi keamanan penumpang, beberapa
maskapai penerbangan internasional mengeluarkan kebijakan larangan bagi
penumpang untuk membawa Note 7 ke dalam pesawat. Kejadian ini merupakan krisis
yang menjadikan reputasi Samsung sebagai produsen handphone berskala global
menjadi taruhan.

Pada 2014 lalu, publik juga dikejutkan oleh berita tentang keputusan maskapai
penerbangan plat merah PT Merpati Nusantara Airlines (Merpati) untuk
menghentikan sementara operasional penerbangan sejak 1 Februari 2014. Merpati
menghadapi kesulitan likuiditas karena memiliki utang Rp 6,7 triliun yang kemudian
membengkak menjadi Rp 7,3 triliun pada Februari 2014. Kesulitan keuangan di tubuh
Merpati ini mengakibatkan defisit kas perusahaan, penghentian operasi sejumlah rute
penerbangan, tunggakan asuransi, hingga tunggakan biaya gaji karyawan, termasuk
20

pilot. Akibatnya, 50 pilot mengundurkan diri dari Merpati. Hal ini diakui oleh
Direktur Utama Merpati Nusantara Airlines Asep Ekanugraha bahwa kondisi
perusahaan yang dipimpinnya sedang krisis. Dalam pemberitaan Detik Finance 10
Februari 2014 https://finance.detik.com/industri/d-2492111/50-pilotnya-resign-bos-
merpati-kami-sedang-krisis , Asep mengatakan “Jadi 50 pilot mengundurkan diri.
Kami sadar, manajemen sedang alami keterbatasan melayani karyawan. Ini bukan
disengaja. Ini masuk katagori krisis, bagaimana berpikir harus hidup”. Pemberitaan
mengenai kondisi Merpati ini menimbulkan persepsi negatif yang mengancam
reputasi maskapai ini mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan pemangku
kepentingan. Sampai hari ini nama Merpati seolah tenggelam dalam industri
penerbangan nusantara.

Pertamina juga pernah mengalami krisis karena kualitas produknya yang


kurang bagus. Hal ini berawal dari kebijakan pemerintah melakukan konversi
pengunaan minyak tanah ke LPG bekerjasama dengan guna memangkas subsidi
minyak tanah dari Rp. 35 trilyun menjadi Rp. 17,5 trilyun atau setara 50% pada 2008.
Namun program ini tidak berjalan mulus karena banyaknya peristiwa meledaknya
tabung gas LPG 3 kg pada kisaran tahun 2008 sampai tahun 2011. Kasus ini
menyebabkan reputasi Pertamina jelek di masyarakat bahkan Pertamina sempat
diasosiasikan sebagai penjual bom kepada masyarakat.

Pada contoh-contoh kasus diatas terlihat bahwa krisis yang terjadi pada suatu
organisasi akan menganggu kelancaran operasional normal organisasi tersebut, yang
lebih jauh bisa menyebabkan kerugian finansial bahkan bisa mengancam reputasinya.
Dikutip dari Nova (2011: 68), definisi yang menggambarkan krisis dalam organisasi
diantaranya adalah yang dikemukakan oleh Robert P.Powel dalam bukunya Crisis-A-
Leadership Opportunity (2005) yang menyatakan bahwa krisis adalah kejadian yang
tidak diharapkan, berdampak dramatis, kadang belum pernah terjadi sebelumnya yang
mendorong organisasi kepada suatu kekacauan (chaos) dan dapat menghancurkan
organisasi tersebut tanpa adanya tindakan nyata. Krisis tidak memiliki batas (no
boundaries) dan dapat terjadi kapan saja, dimana saja terhadap setiap organisasi
(profit dan nonprofit, publik dan privat). Krisis menyerang ketika suatu organisasi
21

berhenti menemukan permasalahan yang ditimbulkan oleh lingkungan tempat mereka


berada (Thomas Kuhn, 1996).

Pada definisi-definisi diatas terlihat bahwa krisis dapat membahayakan


organisasi. Untuk itu diperlukan identifikasi permasalahannya dan tindakan nyata
untuk menghadapi krisis tersebut. Krisis dalam bahasa Cina, diucapkan dengan wei-ji
dan mempunyai dua arti yaitu “bahaya” dan “peluang”. Ini menunjukkan bahwa
krisis memiliki dua sisi mata uang yang sama artinya adalah dua cara berbeda dalam
memandang atau menangani situasi yang sama. Suatu krisis yang ditangani dengan
cara yang berbeda akan menghasilkan hal yang berbeda, bisa menjadikan peluang
bagi organisasi untuk menjadi lebih baik atau membahayakan organisasi sehingga hal
yang lebih buruk terjadi.

Banyak faktor penyebab krisis yang terjadi pada suatu perusahaan atau
organisasi baik faktor internal maupun eksternal ataupun kombinasi keduanya.
Menurut Shirivasta dan Mitroff (Ngurah Putra, 1999:90) terdapat empat kategori
penyebab terjadinya krisis yakni kategori pertama adalah penyebab teknis dan
ekonomis, kedua adalah penyebab manusiawi, organisatoris dan sosial, ketiga dan
keempat penyebab dari asal atau tempat kejadian yakni di dalam atau di luar
organisasi. Berdasarkan keempat kategori penyebab tersebut, mereka membuat empat
sel untuk melihat tipologi krisis, seperti digambarkan dibawah ini:

Tabel 6. Tipologi Krisis

Teknis/ Ekonomis
Internal

Sel 1 Sel 2

Krisis yang disebabkan adanya Krisis yang disebabkan faktor teknis-


kegagalan teknis ekonomis di dalam ekonomis yang terjadi di luar
organisasi: perusahaan:

 Kecelakaan kerja  Perusakan lingkungan yang meluas


 Kerusakan produk  Bencana alam
 Kemacetan computer  Hostile takeover
 Informasi yang rusak/hilang  Krisis sosial
 Kerusakan sistem berskala luas
22

Krisis yang terjadi


Sel 3 pada suatu organisasi bisa disebabkan
Sel 4 oleh hanya satu
penyebab
Krisis diatas
yang ataupun kombinasi
disebabkan dari beberapa
oleh faktor- diantaranya.
Krisis yang Dengan
terjadi karena terjadinya
faktor-faktor
krisisfaktor sosial/manusia
tersebut dan manajemen
maka organisasi sosial dibanyak
akan mengalami luar lingkungan
kerugian organisasi,
baik kerugian
yang bersumber di dalam perusahaan: yakni adanya orang/kelompok yang
financial bahkan juga mengancam keberadaan
bereaksiorganisasi
secara tersebut.
negatif Sebagaimana
terhadap

Eksternal
 Kegagalan beradaptasi/melakukan perusahaan:
disampaikan Rachmat Kriyantono (2012: 171) bahwa krisis dapat menyebabkan
perubahan
 Sabotase
reputasi olehmenjadi
organisasi objek kritikan danSymbolic
orang dalam cemoohan projection
masyarakat. Akibatnya,
 Kemacetan organisasional  Sabotase orang luar
organisasi tersebut akan mengalami
 On-site product tampering kerugian
 Teroris, penculikanmenurunnya
besar, misalnya eksekutif tingkat
 Aktivitas
penjualan, illegal
modal, keuntungan, nilai saham,  dan
Off-site
rasaproduct tempering
percaya diri. Dikutip dari
 Penyakit karena pekerjaan  Counterfeiting (pemalsuan/peniruan
Ardianto (2011: 305), Kathleen Fearn-Banksproduk) (2007) mengatakan bahwa krisis
merupakan suatu keadaan Manusia/ Organisasi/
yang berpotensi Sosial
mempengaruhi secara negatif suatu
perusahaan, organisasi, atau industry beserta khalayaknya, produk yang dihasilkan,
bahkan juga nama baik perusahaan atau organisasi itu sendiri. Biasanya suatu krisis
dapat menganggu transaksi normal suatu perusahaan dan bahkan mengancam
kelangsungan hidup atau keberadaan suatu organisasi. Oleh sebab itu, sebagai suatu
ancaman, krisis harus ditangani secara tepat agar organisasi dapat berjalan normal
kembali. Dari kedua pendapat ini tergambar bahwa krisis mempengaruhi nama baik
dan reputasi organisasi.

Menurut Claudia Reinhardt (Morissan, 2006: 154), ada tiga tipe krisis
berdasarkan kategori waktu, yaitu:

1. Krisis bersifat segera (immediate crises)


Ini adalah tipe krisis yang paling tidak diinginkan suatu organisasi karena
terjadi begitu tiba-tiba, tidak terduga dan tidak diharapkan. Perusahaan tidak
memiliki waktu untuk melakukan riset dan perencanaan terlebih dahulu.
Contoh krisis ini adalah pesawat jatuh, eksekutif penting meninggal,
kebakaran, gempa bumi, serangan bom, produk yang tercemar, penembakan
di tempat kerja oleh karyawan yang baru di phk dan sebagainya. Krisis jenis
ini membutuhkan consensus terlebih dahulu pada level manajemen puncak
untuk mempersiapkan rencana umum (general plan) mengenai bagaimana
bereaksi jika terjadi krisis yang bersifat segera agar tidak menimbulkan
kebingungan, konflik dan penundaan dalam menangani krisis yang muncul.
23

2. Krisis baru muncul (emerging crises)


Tipe krisis ini masih memungkinkan praktisi humas untuk melakukan
penelitian dan perencanaan terlebih dahulu, namun krisis dapat meledak jika
terlalu lama ditangani. Contoh krisis ini adalah munculnya ketidakpuasaan di
kalangan karyawan, semangat karyawan yang rendah, pelecehan seksual di
tempat kerja, penyalahgunaan jabatan dan sebagainya Tantangan bagi praktisi
humas jika terjadi krisis jenis ini adalah meyakinkan manajemen puncak
untuk mengambil tindakan perbaikan sebelum krisis mencapai tahapan kritis.

3. Krisis bertahan (sustained crises)


Ini adalah tipe krisis yang tetap muncul selama berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun walaupun telah dilakukan upaya terbaik oleh pihak
manajemen perusahaan atau organisasi untuk mengatasinya. Contoh krisis ini
adalah rumor atau spekulasi mengenai perusahaan yang menyebar dari mulut
ke mulut dan disebarluaskan oleh media massa yang kesemuanya di luar
kontrol praktisi humas. Walaupun telah berkali-kali dibantah pihak pihak
perusahaan namun upaya itu belum juga berhasil.

Menurut Steven Fink (Kasali, 1994: 227-230), anatomi krisis memiliki


tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Tahap Prodromal
Tahap ini sering tidak disadari perusahaan karena terjadi pada saat organisasi
masih dalam keadaan baik-baik saja untuk itu disebut juga warning stage,
karena memberi sirene tanda bahaya mengenai gejala-gejala yang harus
segera diatasi. Ada tindakan yang musti di lakukan supaya krisis tidak
menjadi akut. Tahap prodromal biasanya muncul dalam salah satu dari tiga
bentuk ini, yaitu (1) Jelas sekali yakni ketika gejala awal memang sudah bisa
di lihat dengan jelas seperti munculnya desas-desus atau adanya kebocoran
pipa gas di pabrik, (2) Samar-samar yakni gejala yang muncul hanya samar-
samar sehingga sulit menafsirkan dan menduga luasnya satu kejadian, seperti
24

munculnya pesaing baru. Gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama sekali,
untuk itu perusahaan perlu melakukan general check-up secara rutin, misalnya
tiga atau enam bulan sekali dengan memanggil konsultan. Metode yang
biasanya di pakai adalah management audit yang menyangkut segala aspek di
dalam perusahaan.

2. Tahap Akut
Pada tahap ini krisis sudah kelihatan dan disadari krisis sudah terjadi. Salah
satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut ini adalah
intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak menyertai
tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan,
sedangkan intensitasnya ditentukan oleh kompleksnya permasalahan. Tahap
akut merupakan antara krisis berikutnya, yakni tahap kronis.

3. Tahap Kronis
Pada tahap ini sisa krisis kelihatan. Ini merupakan tahap untuk melakukan
pemulihan dan analisa diri. Ada langkah-langkah yang dilakukan, seperti
pergantian manajemen, perusahaan struktur perusahaan atau perubahan nama
perusahaan. Kadang diperlukan bantuan seorang krisis manager yang handal
sehingga perusahaan akan memasuki keadaan yang lebih baik, sehingga
pujian-pujian berdatangan dan penyembuhan (resolution) mulai berlangsung.

4. Tahap Resolusi (penyembuhan)


Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4
tahap krisis. Meski bencana besar dianggap sudah berlalu, crisis manager
tetap perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukan
bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya
berbentuk siklus yang akan membawa kembali keadaan semula (prodromal
stage). Bila pasien yang sedang dalam proses penyembuhan (tahap resolusi)
tidak dapat menahan diri, dan bila penyembuhannya tidak tuntas benar, ia
akan kembali lagi ke tahap prodromal.
25

C. Manajemen Krisis

Krisis seringkali diasosiasikan dengan hal-hal negatif yang menakutkan dan


mengancam keberadaan suatu organisasi. Namun dalam krisis itu sendiri sebenarnya
terdapat peluang dan kesempatan sebagaimana menurut Kasali (1994: 222), krisis
adalah “Suatu waktu yang krusial, atau momen yang menentukan (decisive moment).
Krisis merupakan suatu turning point yang diselesaikan dengan baik akan melahirkan
kemenangan (for better). Dan bila gagal akan menimbulkan korban (for worse). Oleh
karena itu perlu diketahui bahwa krisis tidak timbul begitu saja, sebelum ia mencapai
suatu turning point, ia pasti akan memberi tanda-tanda.”. Ini berarti bahwa bila krisis
ditangani dengan baik maka akan menjadi turning point for better (titik balik untuk
makin baik). Namun sebaliknya bila tidak segera ditangani atau salah penanganannya
maka akan menjadi turning point for worse (titik balik untuk makin memburuk).
Untuk itulah diperlukan manajemen krisis.

Secara umum manajemen krisis merupakan upaya – upaya yang dilakukan


untuk menangani krisis. Manajemen krisis suatu organisasi merupakan proses yang
dilakukan organisasi tersebut terhadap peristiwa yang dianggap mengancam atau
merugikan organisasi itu sendiri, para pemangku kepentingannya (stakeholders), atau
masyarakat umum.

Menurut Rosady Ruslan (1999:76-78), ada beberapa tahapan langkah strategi


atau kiat penanggulangan krisis sebagai tindakan korektif saat krisis melanda
perusahaan atau organisasi sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi Krisis

Pada tahap ini organisasi mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya krisis yang
berfungsi untuk mengetahui apakah perusahaan dapat menangani krisis yang terjadi
tersebut dengan segera atau tidak. Bila krisis tersebut sulit untuk diatasi, membuang
waktu, tenaga, dan biaya maka organisasi dapat melihat segi lain dari krisis tersebut
yang persoalannya tidak terbayangkan sebelumnya, yakni biasanya suatu perusahaan
yang terkena krisis atau musibah disertai kemunculan masalah lain yang tidak diduga
26

sebelumnya. Oleh karena itu, faktor utama penyebab krisis yang signifikan tersebut
harus terlebih dahulu diidentifikasikan, untuk diambil tindakan atau langkah-langkah
penanggulangan atau jalan keluarnya secara tepat, cepat dan benar.

2. Menganalisis Krisis

Tahap ini diperlukan guna menentukan langkah-langkah yang perlu diambil untuk
mengatasi krisis. Langkah-langkah tersebut diperoleh dengan menganalisa krisis yang
terjadi secara mendalam, sistematis, informatif dan deskriptif melalui suatu laporan
yang mendalam (in-depth reporting). Salah satu cara untuk menganalisis adalah
dengan formula 5W + 1H yaitu menganalisis melalui beberapa pertanyaan yang
diajukan untuk menetapkan penanggulangan suatu krisis, yakni:

 What – Apa penyebab terjadinya krisis itu


 Why – Kenapa krisis itu bisa terjadi
 Where and when – Dimana dan kapan krisis itu mulai
 How far – Sejauh mana krisis itu berkembang
 How – Bagaimana krisis itu terjadi
 Who – Siapa-siapa yang mampu mengatasi krisis tersebut, apakah perlu
dibentuk suatu tim penanggulangan krisis

Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah untuk menganalisis penyebab, mengapa dan


bagaimana, sejauh mana perkembangan krisis itu terjadi, dimana mulai terjadi hingga
siapa-siapa personel yang mampu diajak untuk mengatasi krisis tersebut.

3. Mengatasi dan Menanggulangi Krisis

Tahapan ini adalah untuk mengetahui bagaimana dan siapa-siapa personel yang
mampu diikutsertakan dalam suatu tim penanggulangan krisis. Mengatasi bagaimana
krisis tersebut agar tidak berkembang dan dicegah supaya tidak terulang lagi di masa
mendatang. Untuk mengatasinya, selain memberikan informasi yang sejelas-jelasnya,
juga perlu diajak pihak ketiga seperti pejabat pemerintah yang berwenang dalam hal
27

ini, tokoh masyarakat, dan lainnya sebagai upaya menetralisasi terhadap tanggapan
negatif dan kontroversial.

Karena dianggap sebagai kekuatan, pihak ketiga berfungsi mengukuhkan perbaikan


situasi dan kondisi krisis (the third party endorsement), secara tepat dan benar seperti
penunjukan juru bicara dan melibatkan pejabat FDA pada contoh kasus di penelitian
relevan diatas. Tindakan lainnya secara preventif dan antisipatif adalah memperbaiki
sistem pengamanan agar lebih ketat dan terjamin dalam proses produksi, mulai dari
bahan baku, pengolahan hingga barang jadi untuk menghindarkan kejadian serupa di
kemudian hari seperti halnya pada kasus Samsung atau merubah kebijakkan
penggunaan energi pada kasus data center Facebook diatas.

4. Mengevaluasi Krisis

Tindakan terakhir adalah mengevaluasi krisis yang terjadi. Tujuannya adalah untuk
melihat sejauh mana perkembangan krisis itu di dalam masyarakat. Apakah
perkembangan krisis tersebut berjalan cukup lamban atau cepat, meningkat secara
kuantitas maupun kualitas serta bagaimana jenis dan bentuk krisis yang
terjadi.Komunikasi Organisasi.

Pada kasus Samsung dan Garuda diatas, krisis ditangani dengan cepat dan
baik sehingga kepercayaan para stakeholders dapat diraih kembali sehingga menjadi
turning point for better dengan menjadikan krisis sebagai pembelajaran untuk
menciptakan produk atau jasa yang lebih baik. Berbeda dengan kasus Merpati yang
krisis menyebabkan perusahaan kehilangan eksistensinya hingga saat ini.

Rosady Ruslan (1999:83) mengacu apa yang telah dilakukan Ivy Lee, pakar
public relations dalam menangani berbagai krisis di Amerika, mengatakan bahwa
untuk menanggulangi krisis yang tengah berlangsung, perlu membentuk suatu
program khusus yakni:

1. Menghadapi krisis dengan sistem case by case.


2. Menunjuk salah seorang sebagai juru bicara bagi pihak ketiga.
3. Memberikan pelatihan dan pengarahan bagi karyawan, apa yang dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukan.
28

4. Tidak berspekulasi terhadap suatu peristiwa, baik mengenai jumlah


kerugian yang diderita akibat krisis itu terjadi maupun nilai uang dan
materi lainnya sebelum ada angka yang pasti.
5. Membuka semua saluran informasi, tetapi harus dikoordinasikan lewat
juru bicara yang telah ditunjuk, agar tercipta satu sumber informasi yang
terkendali mengenai tahapan krisis hingga penyelesaiannya.
6. Tindakan terakhir adalah mengawasi dan mengevaluasi masalah yang
telah dicapai atau yang belum diselesaikan dalam upaya mengurangi
dampak dan efek krisis. Sejauh mana kerugian yang diderita, baik
perusahaan maupun masyarakat lainnya, yang terseret menjadi korban dari
krisis secara langsung dan tidak langsung

D. Manajemen Perubahan

Saat suatu organisasi menghadapi krisis maka untuk penanganan krisis


tersebut, organisasi harus siap berubah untuk melakukan perbaikan. Manajemen
perubahan diperlukan dalam rangka membantu proses perubahan menjadi lebih
terarah. Manajemen Perubahan menurut Potts dan LaMarsh (2004: 16) adalah suatu
proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana, dan sumber daya
yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena
dampak dari proses tersebut.
Menurut Soerjogoeritno (2004: 45), terdapat tiga faktor yang mendorong
terjadinya perubahan dalam organisasi:
1. Sejumlah ketidakpuasan dengan kondisi sekarang. Semakin besar rasa
ketidakpuasan dengan kondisi sekarang, akan semakin mendorong
untuk melakukan perubahan.
2. Ketersediaan alternatif yang diinginkan. Semakin banyak alternatif
yang tersedia yang lebih layak untuk memperbarui kondisi sekarang
menuju kondisi yang lebih baik maka semakin menguntungkan bila
melakukan perubahan.
29

3. Adanya suatu perencanaan untuk mencapai alternatif yang diinginkan.


Bila ada perencanaan yang baik dan sistematis berarti semakin terbuka
peluang melakukan perubahan.
Tipe perubahan organisasi terhadap lingkungan eksternal menurut Nadler dan
Tushman (1995: 20) dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 7. Tipe Perubahan Organisasi

Incremental Tidak berkesinambungan

Antisipatif Pengaturan Reorientasi

Reaktif Adaptasi Penciptaan Ulang

Nadler dan Tushman (1995: 24-27) membedakan perubahan incremental dan


tidak berkesinambungan menjadi empat kategori dengan cara menggabungkan dimesi
ketiga yaitu apakah perubahan tersebut bersifat antisipasif atau reaktif terhadap
perubahan pada lingkungan eksternal. Dalam kategori pertama yakni pengaturan
dimana organisasi mengimplementasikan perubahan incremental sebagai tindakan
antisipasi atas perubahan lingkunan eksternal. Perubahan ini membantu organisasi
menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Di sisi lain, pada kategori adaptasi adalah
dimana organisasi bersikap reaktif terhadap perubahan yang diterapkan organisasi
lain walaupun perubahan tersebut masih incremental. Kategori reorientasi
mensyaratkan organisasi untuk menggunakan perubahan tidak berkesinambungan dan
bersifat antisipasif Dalam hal ini organisasi membuat modifikasi besar dengan
membangun kekuatan sejarah dan masa lalu. Kebalikan dari reorientasi, penciptaan
ulang bersifat reaktif dan membutuhkan perubahan yang cepat dan simultan walaupun
termasuk perubahan order-change. Dalam hal ini organisasi yang menerapkan
perubahan radikal megabaikan praktik dan arahan masa lampau.
30

Dalam Kasali (2006: 176), Charles Handy (1994) menyatakan bahawa setiap
organisasi akan berkembang mengikuti Kurva Sigmoid (Sigmoid Curve), yaitu seperti
kurva S yang tertidur. Organisasi akan menghadapi masa-masa pertumbuhan, puncak
dan akhirnya mencapai masa-masa penurunan.

Gambar 2. Kurva Signoid (sumber: Kasali (2006: 176))

Perubahan organisasi berdasarkan kurva terdiri atas 3 kategori yakni;


1. Transformasi Manajemen, adalah saat di titik A, dimana perusahaan
masih dalam kondisi pertumbuhan yang baik namun sudah mulai
menangkap adanya signal-signal yang kurang menguntungkan
sehingga perlu dilakukan transformasi agar terbentuk kurva baru,
2. Manajemen Turnaround, merupakan saat organisasi berada di titik B1
yakni sudah mulai ditemukan permasalahan namun sumber daya yang
dimiliki masih banyak, maka saatnya melakukan perbaikan agar
organisasi tidak berlanjut ke fase berikutnya.
3. Manajemen Krisis, adalah ketika perusahaan berada di posisi B
dimana krisis sudah terjadi, biasanya perusahaan mulai kehabisan
cashflow dan reputasi terancam, bahkan sudah mulai kehilangan
motivasi.
31

E. Manajemen Reputasi Organisasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), reputasi adalah perbuatan


dan sebagainya sebagai sebab mendapat nama baik. Dikutip dari bukunya Manajemen
Reputasi karya Waska Warta (2017: 13), Croft & Dalton (2003) mendefinisikan
reputasi sebagai “… the sum values that stakeholders attribute to a company, based
on their perception and interpretation of the image that the company communicates
over time” yang diterjemahkan bahwa reputasi merupakan keseluruhan nilai-nilai
yang oleh para pemangku kepentingan disandangkan atau disematkan kepada
perusahaan berdasarkan persepsi dan interpretasi mereka atas citra yang
dikomunikasikan perusahaan secara terus-menerus. Masih pada bukunya Waska
Warta dikutip pendapat Riel (Carrol, 2013: 15) bahwa “reputatiom is a perception
about the degree of admiration, positive feelings, and trust an individual has for
another person, an organization, an industry, or even a country”. Berdasarkan
definisi-definisi diatas berarti bahwa reputasi merupakan persepsi positif dan
kepercayaan pihak lain terhadap suatu organisasi yang timbul akibat perbuatan yang
dilakukan secara terus menerus. Hal ini berarti bahwa untuk mendapatkan reputasi
membutuhkan waktu dan dikomunikasikan.
Identitas, citra atau image, dan reputasi seringkali diasosiasikan pada hal
yang sama maknanya. Menurut Warta (2017: 2), perbedaan citra dan reputasi dapat
diidentifikasikan dengan memahami posisi masing-masing pada alur proses
pembentukannya dalam proses komunikasi yang melibatkan identitas (identity), citra
(image), dan reputasi (reputation) dengan visualisasi sebagai berikut:

     
IDENTITAS CITRA REPUTASI
(Identity) (Image) (Reputation)
     
32

OBJEKTIF SUBJEKTIF PENILAIAN


STATIS DINAMIS OBJEKTIF
Simbol-simbol Penegasan Keterlibatan
visual yang persepsi atau dan jalinan
dikomunikasikan pandangan keterhubungan
mewakili yang dengan para
keseluruhan jati diinginkan pemangku
diri, antara lain: tertanam di kepentingan
nama, ciri khas, khalayak dan agar mereka
kepribadian, sifat upaya mengalami
dan karakter, penyelarasan atau
serta perilaku agar terbentuk merasakan,
yang sesuai visi, citra positif, dan dapat
tujuan, dan nilai bersahabat, memberikan
organisasi hangat, dan penilaian
menyenangkan secara objektif

Gambar 3. Pembentukan Reputasi dalam Perspektif Komunikasi (diadaptasi dari


Prajudi (2011: 12))

Suatu organisasi menetapkan simbol-simbol visual sebagai representasi ciri dan jati
diri organisasi tersebut yang membedakannya dari organisasi lain sesuai visi dan
misinya. Simbol-simbol ini dikomunikasikan kepada publik secara terus menerus
sehingga terbentuk kesan atau pandangan atau persepsi publik terhadap organisasi
tersebut yang disebut sebagai image. Citra ini bersifat subjektif dan sangat dinamis
sesuai perubahan yang ada di masyarakat. Image masyarakat terhadap suatu
organisasi akan terkonfirmasi dengan pengalaman yang dirasakan publik terhadap
organisasi tersebut sehingga dapat menjelma menjadi reputasi yang merupakan
penilaian secara objektif atas kinerja organisasi yang sesungguhnya
Menurut Argenti & Druckenmiller (2004: 369), secara konsep identitas
organisasi adalah penjelasan mengenai apa dan siapa organisasi tersebut yakni segala
atribut yang dimiliki, seperti orang-orang didalamnya, produknya, dan layanannya,
sementara citra atau image suatu organisasi adalah apa yang tertanam di benak publik
mengenai organisasi beserta produk atau jasa dan layanan yang turut mewakilinya
33

termasuk juga persepsi yang timbul berdasarkan segala hal yang diceritakan atau
ditampakkan hingga sampai ke pikiran publik. Reputasi organisasi merupakan
akumulasi citra yang terbentuk atau tertanam di masyarakat. Warta (2017: 8)
menyatakan bahwa reputasi dimaknai sebagai keseluruhan appresiasi, kepercayaan,
dan pemosisian harga diri institusi/perusahaan dari para pemerhati atau khalayak (the
overall appreciation, trust, and esteem that observers feel for a company). Dengan
kata lain reputasi adalah keseluruhan citra yang terbentuk karena kinerja dan perilaku
organisasi serta komunikasi yang dilakukan.
Fombrun (2011: 24) memperlihat beberapa perusahaan kelas dunia
membangun reputasi atas harapan para pemangku kepentingan melalui upaya-upaya
tertentu diantaranya sebagai berikut;

Tabel 8. Reputasi Perusahaan Kelas Dunia

Perusahaan Membangun Reputasi melalui:


SONY Inovasi
Google Inovasi
Apple Inovasi
Walt Disney Service
BMW Performance
LEGO Quality

Reputasi bukanlah sesuatu yang didapatkan organisasi secara instan. Untuk


membangun reputasi dibutuhkan waktu dan upaya yang tidak sedikit. Menurut Warta
(2017: 90-97), untuk membangun reputasi harus dilakukan serangkaian upaya
sistematis menggunakan tujuh prinsip sebagai berikut:

1. Maksimalkan asset atau kekayaan yang paling kuat,


2. Kenali diri dan kelola reputasi
3. Pelajari cara berhubungan dengan berbagai khalayak,
4. Hidupkan nilai dan etika organisasi,
5. Jadilah model atau contoh warga yang baik
6. Sampaikan visi organisasi secara menarik
34

7. Ciptakan daya tarik emosional

Jika reputasi yang sudah diraih maka diperlukan upaya mempertahankannya.


Menurut Warta (2017: 98), upaya untuk mempertahankan reputasi adalah dengan
melakukan serangkaian tindakan yang dilandasi pada prinsip berikut;
1. Kenali kekurangan diri
2. Selalu tetap waspada
3. Berkehendak mendorong semua karyawan/anggota sebagai pejuang
reputasi
4. Mengendalikan sebelum dikendalikan media kontemporer
5. Berbicara satu suara atau pemahaman
6. Waspada terhadap kemungkinan runtuhnya reputasi

Upaya menjaga reputasi ini sering disebut sebagai managemen reputasi.


Menurut Rovik (Svahn & Svahn, 2013: 27), manajemen reputasi merupakan
serangkaian tindakan yang diarahkan pada kesadaran mempresentasikan organisasi
kepada stakeholders—nya guna memperkuat opini atau pandangan dan kepercayaan
mereka terhadap organisasi.
Menurut Schultz dan Warner (2009: 2), elemen utama reputasi adalah persepsi
dan realitas. Persepsi berkaitan dengan bagaimana organisasi/perusahaan dipandang
oleh para stakeholders, sedangkan realita adalah berkaitan dengan kenyataan
sesungguhnya tentang kebijakan, operasi, prosedur, sistem, dan kinerja organisasi.
Mengelola reputasi merupakan upaya menyeimbangkan kedua elemen tersebut.
Bagi organisasi yang reputasinya mengalami kondisi yang tidak diinginkan
maka diperlukan upaya perbaikan segera yang menurut Warta (2017: 103) harus
dilakukan dengan mengikuti aturan sebagai berikut:
1. Kelola krisis
2. Lakukan perbaikan sejak awal
3. Jangan pernah menyepelakan sinisme public
4. Bertahan adalah menyerang
5. Jika semua upaya gagal, ubahlah nama
35

F. Komunikasi Krisis

Program penanganan krisis ada saat suatu organisasi mengalami krisis harus
dikomunikasikan kepada pihak yang terkait karena selain masyarakat sebagai pihak
luar organisai, pihak internal pun terutama karyawan bisa menjadi panik dan bahkan
terprovokasi. Seperti halnya di kasus Merpati dimana para pilot yang menjadi salah
satu pion utama bisnis mengundurkan diri yang berakibat terganggunya operasional
sehingga kondisi keuangan semakin memburuk. Untuk itu manajemen harus
menkomunikasikan langkah-langkah yang ditempuh organisasi dalam menangani
krisis agar mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari internal. Komunikasi yang
dilakukan dengan baik dan efektif ke internal organisasi akan meningkatkan dan
mengembalikan kepercayaan kepada manajemen untuk bersama-sama menangani
krisis tersebut. Disinilah diperlukan proses komunikasi organisasi.

Menurut Pace & Faules (2001: 31-33), komunikasi organisasi merupakan


perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam
proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang terjadi. Secara lebih
sederhana Arnold & Feldman (1986: 154) mengemukakan bahwa komunikasi
organisasi adalah pertukaran informasi diantara orang-orang di dalam organisasi,
dimana prosesnya secara umum meliputi tahapan-tahapan: attention, comprehension,
acceptance as true, dan retention. Sedangkan Wiryanto (2004:54) menyatakan bahwa
komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi
di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Menurut Cagara
(2009:19) apapun bentuk komunikasi yang dilakukan oleh suatu organisasi tidak akan
efektif bila tidak dibarengi dengan perencanaan komunikasi yang baik.

Banyak pesan suatu organisasi yang tidak hanya disampaikan untuk kalangan
internal saja tapi juga harus disampaikan ke pihak luar organisasi. Untuk itu Romli
(2011: 6-7), menklasifikasikan arus komunikasi organisasi menjadi dua yakni:

1. Komunikasi Internal

Merupakan proses penyampaian pesan antara anggota-anggota dalam


organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi
36

antara pimpinan dan bawahan, antara sesama bawahan, dan lain


sebagainya. Komunikasi Internal dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Komunikasi Vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke


bawah (komunikasi dari pimpinan kepada bawahan) dan dari
bawah ke atas (komunikasi dari bawahan kepada pimpinan).
b) Komunikasi Horizontal atau lateral, yaitu komunikasi antar sesama
seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer kepada manajer, dan
lain sebagainya.

2. Komunikasi Eksternal

Komunikasi ini adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan


khalayak di luar organisasi.

a) Komunikasi dari organisasi kepada khalayak

Komunikasi ini dilaksanakan umumnya bersifat informatif,


yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki
keterlibatan, setidaknya ada hubungan batin.

b) Komunikasi dari khalayak kepada organisasi


Komunikasi ini merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan dan
komunikasi yang dilakukan oleh organisasi

Komunikasi organisasi kepada khalayak lebih umum berfungsi sebagai


penyampaian pesan, namun untuk kalangan internal bisa berfungsi lebih luas. Dalam
Tubbs dan Moss (2005: 170), Conrad mengidentifikasikan tiga fungsi komunikasi
organisasi yakni: fungsi perintah, fungsi relasional, dan fungsi manajemen ambigu;

1. Fungsi perintah; berkenaan dengan angota-anggota organisasi yang


memiliki hak dan kewajiban membicarakan, menerima, menafsirkan dan
bertindak atas suatu perintah. Tujuan dari fungsi perintah adalah
koordinasi diantara sejumlah anggota yang bergantung dalam organisasi
tersebut.
37

2. Fungsi relasional; berkenaan dengan komunikasi yang memperbolehkan


anggota-anggota menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif dan
hubungan personal dengan anggota organisasi lain. Hubungan dalam
pekerjaan mempengaruhi kinerja (job performance) dalam berbagai cara.
Misalnya kepuasan kerja, aliran komunikasi ke bawah maupun ke atas dalam
hirarkhi organisasional, dan tingkat pelaksanaan perintah

Pentingnya dalam hubungan antarpersona yang baik lebih terasa dalam


pekerjaan ketika anda merasa bahwa banyak hubungan yang perlu dlakukan
tidak anda pilih, tetapi diharuskan oleh lingkungan organisasi, sehingga
hubungan menjadi kurang stabil, lebih memacu konflik, kurang ditaati, dan
sebagainya.

3. Fungsi manajemen ambigu; berkenaan dengan pilihan dalam situasi organisasi


sering dibuat dalam keadaan yang sangat ambigu. Misalnya motivasi berganda
muncul karena pilihan yang diambil akan mempengaruhi rekan kerja dan
organisasi, demikian juga diri sendiri; tujuan organisasi tidak jelas dan
konteks yang mengharuskan adanya pilihan tersebut adanya pilihan tersebut
mungkin tidak jelas. Komunikasi adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi
ketidakjelasan (ambiguity) yang melekat dalam organisasi. Anggota berbicara
satu dengan lainnya untuk membangun lingkungan dan memahami situasi
baru, yang membutuhkan perolehan informasi bersama.

G. Strategi Komunikasi Manajemen Krisis

Pada saat suatu organisasi mengalami krisis, kadangkala bentuk respon dari
organisasi tersebut adalah melakukan penolakan telah terjadi krisis, berbohong,
berspekulasi, dan menolak untuk memberi informasi yang jujur dan komplit. Hal ini
terjadi karena organisasi tidak siap mengelola krisis dan manejemen tidak memiliki
kemampuan berkomunikasi. Menurut Fearn-Banks, Haggart, Stubbart yang dikutip
Ngurah Putra (1999: 8-19), komunikasi pada saat organisasi menghadapi krisis
menjadi sangat penting disebabkan antara lain karena krisis dicirikan oleh adanya
38

ketidakpastian (uncertainty), konflik kepentingan (conflict of interest), kompleksitas


dan keterlibatan emosional.
Dalam merespon krisis yang terjadi, pemenuhan akan kebutuhan informasi
yang terkontrol dengan baik dan informasi yang cepat dan tepat merupakan prioritas
utama. Komunikasi krisis yang kurang akurat akan dapat menyebabkan semakin
terpuruknya sebuah organisasi yang sedang menghadapi krisis. Sebagaimana
pendapat Dindin M. Machhfud, Senior Manager pada Divisi Public Relations PT
Astra International Tbk (1998:50), ”apabila gejala krisis mulai menampakkan diri,
perusahaan perlu segera membentuk Tim Krisis yang solid, kompak dan kredibel.
Tim ini bertugas untuk antara lain menghimpun, menginvetigasi, mengkaji data dan
fakta secara kritis termasuk langkah-langkah: (1). Memulai proses pemulihan, (2).
Menginformasikan kepada publik kunci mengenai langkah-langkah yang telah
diambil dan akan dilaksanakan, (3). Mengaktifkan Pusat Krisis selama 24 jam, (4).
Mengaktifkan Pusat Media dan (5). Memberikan penjelasan kepada pers mengenai
perkembangan yang terjadi secara periodik- disamping menyiapkan siaran pers”.
Fungsi komunikasi selama krisis menurut Sturges dkk (Ngurah Putra, 1999)
adalah (1) untuk menetralisir intervensi pihak ketiga yang mungkin dapat
memperparah krisis yang sedang dihadapi oleh sebuah organisasi dan (2). Untuk
menjaga agar karyawan dapat tetap memperoleh informasi yang tepat tentang
organisasi tempat mereka bekerja, sehingga mereka menjadi tim yang memperkuat
posisi organisasi dalam menghadapi krisis. Intervensi pihak ketiga umumnya datang
dari media massa yang punya prinsip untuk menyampaikan setiap realitas sosial
kepada khalayaknya, termasuk krisis yang sedang dialami sebuah organisasi. Tujuan
dari dilakukannya komunikasi krisis ke khalayak adalah untuk mengurangi dampak
negatif yang mungkin timbul seperti menyebabkan rusaknya image organisasi.
Sebagaimana halnya menurut Fearn-Banks (1996: 23) “crisis communications is the
dialog between the organization and its public(s) prior to, during, and after the
negative occurrence. The dialog details strategies and tactics to minimize damage to
the image of the organization”.
39

Menurut Coombs (Ngurah Putra, 1999:101-102), untuk merespon sebuah


krisis dapat digunakan lima strategi, tergantung pada hakekat krisis yang sedang
dihadapi oleh organisasi. Kelima krisis tersebut:

1. Nonexistence strategies

Strategi ini dilakukan oleh organisasi yang memang tidak menghadapi krisis,
namun ada rumor bahwa sebuah organisasi sedang menghadapi sebuah krisis
atau masalah serius. Untuk itu bentuk pesan bisa berupa: denial, yakni
organisasi menyangkal adanya sesuatu yang tidak beres; clarification, yakni
organisasi menolak dengan dibarengi argumen dan alasan mengapa tidak
terjadi krisis; attack, organisasi menyerang pihak yang menyebarkan rumor
dan intimidation, organisasi membuat ancaman terhadap penyebar rumor.

2. Distance strategies

Digunakan saat organisasi mengakui adanya krisis dan mencoba untuk


memperlemah hubungan antara organisasi dengan krisis yang sedang terjadi.
Dua hal dapat dilakukan organisasi, yakni excuse dan justifikasi. Pada excuse,
organisasi berusaha untuk mengurangi tanggungjawab organisasi dengan cara
penolakan maksud, bahwa organisasi tidak bermaksud melakukan hal-hal
negative dan penyangkalan kemauan, karena organisasi tidak mampu
mengontrol situasi. Pada justifikasi, organisasi bisa melakukan dengan
mengklaim bahwa kerusakan yang terjadi tidak serius, mengatakan korban
wajar menanggung akibat itu serta mengemukakan bahwa krisis telah salah
interpretasi. Namun demikian, tingkat penolakan terhadap suatu penyebab
krisis akan sangat tergantung pada jenis krisis yang dihadapi oleh suatu
organisasi.

3. Ingratiation strategies

Strategi ini merupakan usaha organisasi mencari dukungan public dengan


menggunakan cara berikut: bolstering, yaitu organisasi perlu mengingatkan
publik akan hal-hal positif yang telah dilakukan organisasi.; transedence,
40

yaitu berusaha menempatkan krisis dalam konteks yang lebih besar; dan
praising others, yaitu mengatakan hal-hal baik yang telah dilakukan publik.

4. Mortification strategies

Pada strategi ini, organisasi mencoba memohon maaf dan menerima


kenyataan bahwa memang benar-benar terjadi krisis. Tiga hal dapat dilakukan
organisasi, yaitu remediation, repentance, dan rectification. Pada remediation,
organisasi bersedia untuk memberi sejumlah kompensasi kepada korban
sebuah krisis. Pada repentance, organisasi memohon maaf atau ampun dari
publik. Pada rectification, organisasi mengambil tindakan yang akan
mengurangi kemungkinan terjadinya krisis.

5. Suffering strategy

Adalah dimana organisasi menunjukan bahwa ia menderita seperti halnya


pihak korban dan berusaha untuk mmeperoleh simpati publik. Faktor lain
yang perlu dipertimbangkan dalam suatu strategi komunikasi dalam
menghadapi krisis, adalah pemanfaatan pihak ketiga sebagai pendukung posisi
organisasi. Dalam berbagai kasus, dukungan dari pihak ketiga sangat efektif
digunakan untuk memperkuat posisi organisasi atau memulihkan reputasi
organisasi. Pihak ketiga, yakni pihak-pihak yang secara langsung tidak
memiliki kaitan dengan sebuah krisis, namun merupakan pihak yang
membantu posisi organisasi. Dalam hal ini bisa berupa organisasi-organisasi
independen yang ada dalam masyarakat, pemuka masyarakat, para ulama, atau
para pakar, yang merupakan kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk
menetralisir keadaan. Selain itu, tampilnya pimpinan puncak sebuah
organisasi untuk terjun langsung ke lapangan melihat korban krisis
menunjukkan pesan adanya perhatian dan tanggungjawab organisasi terhadap
korban, baik manusia maupun lingkungan yang dihuni manusia. Terakhir,
tidak kalah pentingnya dalam suatu strategi komunikasi krisis adalah
pemilihan siapa yang akan menjadi juru bicara, baik kepada berbagai publik
maupun terutama kepada media massa yang akan menjadi saluran penting
dalam komunikasi krisis. Apakah pimpinan puncak sebuah organisasi ataukah
41

praktisi humas (public relations)? Dalam pemilihan juru bicara harus


dipertimbangkan kredibilitas juru bicara tersebut, yaitu persepsi khalayak
yang didasarkan pada keahlian dan kejujuran.

Strategi komunikasi yang digunakan dan dipilih oleh suatu organisasi atau
lembaga yang mengalami krisis haruslah efektif dan efisien. Menurut Daryanto dalam
bukunya Ilmu Komunikasi yang diterbitkan pada 2010, untuk mencapai komunikasi
yang efektif dibutuhkan minimal dua strategi, yaitu;

a. Menjalankankan aspek-aspek komunikasi, meliputi adanya Kejelasan


(clarity), Ketepatan (accuracy), Kontext (Context), Alur yang sistimatis
(Flow), dan memperhatikan budaya setempat yang berlaku.

b. Membangun strategi efektif, meliputi Siapa yang menjadi mitra bicara,


Apa tujuan perusahaan melakukan komunikasi, merperhatikan budaya,
memahami gaya bahasa, memahami konteks, dan menggunakan media
dan sarana yang tepat.

H. Media Komunikasi Krisis

Komunikasi memegang peranan penting dalam penanganan suatu krisis.


Melalui komunikasi suatu perusahaan atau lembaga dapat berdialog dengan publik
terkait krisis yang dihadapi. Tujuannya untuk memenangkan kembali hati atau
perhatian publik tersebut. Apapun strategi penanganan krisis yang diambil
manajemen suatu organisasi memerlukan media komunikasi sebagai sarana untuk
menyampaikan informasi yang terkait dengan krisis tersebut, baik informasi yang
harus disampaikan ke dalam atau ke luar organisasi. Komunikasi krisis yang
terencana dan terlaksana dengan baik akan mengurangi kepanikan, keraguan,
kecemasan sedikit banyak dapat dikurangi atau dihindari.
Komunikasi suatu organisasi baik kepada internal maupun eksternal
organisasi seringkali membutuhkan media sebagai sarana penyampaian informasi
karena komunikasi secara langsung sulit dilakukan. Media komunikasi dapat
diartikan sebagai alat atau sarana yang digunakan untuk menyebarkan atau
42

menyampaikan informasi atau pesan dari komunikator kepada komunikan (penerima


pesan). Dengan adanya media komunikasi ini satu pesan bisa disebar atau diterima
oleh banyak komunikan. Hal ini terlihat pada media massa dimana misalnya televisi
bisa menjadi media untuk menyampaikan pesan kepada banyak orang.
Saat terjadi krisis penanganannya harus segera agar krisis tidak semakin parah
sehingga dibutuhkan media komunikasi yang bisa menyampaikan informasi secara
lancar dan cepat serta menjangkau khalayak luas. Mcluhan menyatakan bahwa
diantara fungsi media komunikasi adalah efektifitas dan efisien dimana dengan media
komunikasi penyampaian informasi menjadi lebih lancar dan cepat.
Komunikasi saat krisis merupakan proses interaksi antara suatu organisasi
baik perusahaan ataupun lembaga dengan publik untuk menangani krisis yang sedang
dihadapi. Semakin banyak dan luas publik yang harus dijangkau maka akan
diperlukan media untuk berkomunikasi dengan khalayak luas tersebut agar informasi
bisa tersampaikan secara cepat dan efisien. Semakin maju peradaban maka semakin
maju pula media komunikasi yang diciptakan manusia. Dengan media komunikasi
tersebut, proses pengiriman informasi di zaman yang serba modern ini sangat canggih
sehingga teknologi telekomunikasi merupakan yang paling dicari oleh semua orang,
untuk menyampaikan atau mengirimkan informasi ataupun berita sebab teknologi
telekomunikasi semakin berkembang, semakin cepat, akurat, tepat, mudah, murah,
efektif serta efisien. Dengan media komunikasi yang semakin modern, berbagai
informasi bahkan antar negara dan benua di belahan dunia manapun saat ini semakin
mudah dijangkau dan disampaikan.
Koran, radio, telepon, televisi dan sejenisnya merupakan media komunikasi
yang seringkali digunakan jaman modern ini. Namun jenis media komunikasi ini
lebih merupakan media komunikasi satu arah. Seiring perkembangan teknologi digital
dan semakin luasnya pemakaian internet maka media komunikasi juga ikut
mengalami perubahan. Media sosial yang berbasis internet semakin dipakai secara
luas karena memungkinkan komunikasi dengan interaksi dua arah secara cepat.
Caleb T. Carr dan Rebecca A. Hayes dalam tulisannya di Atlantic Journal of
Communication volume 23 tahun 2015 yang berjudul Social Media: Defining,
Developing, and Divining mengatakan bahwa media sosial adalah media berbasis
43

Internet yang memungkinkan pengguna berkesempatan untuk berinteraksi dan


mempresentasikan diri, baik secara seketika ataupun tertunda, dengan khalayak luas
maupun tidak yang mendorong nilai dari user-generated content dan persepsi
interaksi dengan orang lain. Dalam tulisannya tersebut, definisi dan pengertian media
sosial oleh Carr dan Hayes merujuk pada tiga hal utama, yakni:
1. Teknologi digital yang menekankan pada user-generated content atau
interaksi.
2. Karakteristik media’ dan
3. Jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan lain-lain sebagai
contoh model interaksi.

Pemanfaatan media sosial sebagai media komunikasi dewasa ini semakin luas
yang sebelumnya hanya digunakan oleh individu-individu untuk berinteraksi, saat ini
organisasi atau lembaga-lembaga resmi baik pemerintahan maupun swasta juga ikut
memanfaatkannya sebagai sarana untuk menjangkau khalayak ramai. Hal ini karena
media sosial memiliki karakteristik yang menurut Neni Yulianita dan Ninok
Leksono dalam bukunya Corporate and Marketing Communication (2011) meliputi
karakter-karakter sebagai berikut:

1) Adanya Partisipasi, yang berarti bahwa media sosial mendorong umpan


balik dan memberikan kontribusi agar setiap orang tertarik,
2) Adanya Keterbukaan, dimana media sosial terbuka untuk memberikan
umpan balik dan ikut berpartisipasi, serta mendorong untuk melakukan
pilihan, memberikan komentar dan sharing informasi,
3) Percakapan, dimana media social memberikan peluang untuk terjadinya
komunikasi dua arah antara pengguna dengan pengelola sosial media dan
pada akhirnya akan terjadi komunikasi dua arah,
4) Komunitas, dimana melalui media sosial dapat dibentuk komunitas atau
group dengan cepat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pengguna,
dan
5) Konektivitas, yang berarti suatu media sosial sudah dapat membentuk
konnektivitas dengan media sosial maupun situs-situs lain lainnya.
44

Meluasnya penggunaan media sosial karena karakteristik-karakteristiknya


diatas memancing kreatifitas-kreatifitas para penyedia jasa untuk menciptakan
berbagai jenis media sosial mengikuti perkembangan kebutuhan penggunanya.
Seiring inovasi dan perubahan yang terus terjadi pada media sosial, Kaplan dan
Haenlein menciptakan skema klasifikasi untuk berbagai jenis media sosial dalam
artikel Horizons Bisnis mereka yang diterbitkan pada 2010, yakni;

1. Proyek kolaborasi yang merupakan situs web yang mengizinkan usernya


untuk dapat mengubah, menambah, ataupun menghapus konten-konten
yang ada di situs web ini. Contohnya wikipedia.
2. Blog dan microblog, dimana melalui media ini pengguna lebih bebas
dalam mengekspresikan sesuatu seperti curhat ataupun mengkritik
kebijakan pemerintah. Contohnya Twitter.
3. Konten, disini para pengguna situs web ini saling meng-share konten-
konten media, baik seperti video, ebook, gambar, dan lain-lain. Contohnya
YouTube.
4. Situs jejaring sosial atau social networking merupakan aplikasi yang
memungkinkan pengguna untuk dapat terhubung dengan pengguna lain
dengan cara membuat informasi pribadi sehingg. Informasi pribadi itu bisa
seperti foto-foto. contoh facebook,
5. Virtual game world, merupakan dunia virtual yang menreplikasikan
lingkungan 3 Dimensi, di mana pengguna bisa muncul dalam bentuk
avatar-avatar yang diinginkan serta berinteraksi dengan orang lain
selayaknya di dunia nyata. Contohnya gim daring,
6. Virtual social world, merupakan dunia virtual dimana penggunanya
merasa hidup di dunia virtual, sama seperti virtual game world,
berinteraksi dengan yang lain. Namun, Virtual Social World lebih bebas,
dan lebih ke arah kehidupan

Media sosial memberikan kemudahan berinteraksi serta efisien sehingga


respon bisa didapatkan dengan segera. Untuk itu media sosial mengalami
45

perkembangan penggunaannya dari awalnya lebih berfokus kepada media interaksi


antara individu-individu namun sekarang juga dimanfaatkan untuk kepentingan
organisasi atau lembaga. Saat suatu organisasi atau lembaga mengalami krisis yang
membutuhkan respon yang cepat maka tentu saja akan membutuhkan media
komunikasi yang juga bisa cepat menyampaikan informasi tersebut ke publik.
Dengan kata lain, dewasa ini media sosial telah menjadi salah satu media komunikasi
krisis pilihan. Sudah sangat lazim saat ini perusahaan-perusahaan mempublikasikan
berbagai akun media sosialnya sebagai sarana interaksi dengan khalayak ramai.

I. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alur pikir penulis yang dijadikan sebagai


skema pemikiran yang melatar belakangi penelitian ini, dimana dalam kerangka
pemikiran ini peneliti akan mencoba menjelaskan masalah pokok dari penelitian.
Kerangka pemikiran yang digunakan penulis pada penelitian ini sebagaimana
digambarkan pada Gambar 4 dibawah ini dimana diawali dengan kendala internal dan
eksternal yang dihadapi oleh TVRI. Kendala-kendala tersebut tidak ditangani dengan
cepat sehingga menimbulkan krisis. Untuk menangani krisis tersebut, manajemen
TVRI membuat sejumlah program untuk menangani krisis yang terjadi. Namun
program-program tersebut memerlukan dukungan dari pihak internal maupun
eksternal lembaga. Untuk itu dibuat strategi komunikasi untuk menyampaikannnya
pada pihak dalam dan luar organisasi. Perkembangan teknologi informasi pada era
milenial ini, menuntut TVRI menggunakan media komunikasi yang sesuai.
Bagaimana manajemen TVRI mengkomunikasikan program dan langkah-langkah
penanganan krisis kedalam maupun keluar organisasi, media channel apa yang
digunakan, dan bagaimana respon dari penerima informasi tersebut untuk kemudian
dievaluasi. Hasil evaluasi akan menjadi feedback bagi TVRI untuk mengetahui
apakah managemen krisis yang dilakukan sudah baik dan komunikasinya sudah
berjalan efektif.

Gambar 4. Kerangka Pemikiran


46

Kendala

Internal Eksternal

Krisis

Program
Manajemen Krisis

Strategi
Komunikasi

Media Komunikasi

Respon

Evaluasi

BAB III METODE PENELITIAN


47

A. Deskripsi Objek dan Subjek Penelitian


Suharsini Arikunto (1998: 15) menyatakan bahwa objek penelitian adalah
variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian, sedangkan subjek
penelitian merupakan tempat dimana variable melekat. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan program manajemen krisis dan strategi komunikasi krisis TVRI dalam
periode 2017 - 2018 sebagai objek penelitian dan TVRI Pusat Jakarta sebagai subjek
penelitian.
Subjek penelitian pada penelitian ini adalah LPP TVRI yang direpresentasikan
oleh Direktur Utama, Direktur Umum, Direktur Program dan Berita, dan Direktur
Keuangan. Pemilihan subjek-subjek penelitian ini dikarenakan karena orang tersebut
terlibat langsung dalam membuat program penanganan krisis serta strategi
komunikasinya. Pemilihan subjek penelitian berdasarkan teknik purposive sampling
karena subjek penelitian ini dianggap paling tahu terhadap masalah penelitian.
Menurut Sugiyono (2014: 218), “purposive sampling adalah teknik pengambilan
sample sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut dianggap
paling tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga
akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti”.

B. Metode Penelitian
Metode merupakan proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan untuk
mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan kata lain, metodologi adalah suatu
pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Bogdan dan Taylor dalam
Mulyana (2001) mengatakan bahwa metodologi dipengaruhi atau berdasarkan
perspektif teoritis yang kita gunakan untuk melakukan penelitian. Sementara
perspektif teoritis itu sendiri adalah suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang
memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit dengan
peristiwa dan situasi lain.
Metode penelitian yang akan penulis gunakan adalah metode penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif
dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih
ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai
48

pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan
teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan
sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara
peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam
penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada
penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam
penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai
bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.
Kriyantono (2014: 56) menyatakan bahwa “riset kualitatif bertujuan untuk
menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data
sedalam-dalamnya.”. Penelitian kualitatif menekankan pada kedalaman data yang
didapatkan oleh peneliti. Semakin dalam dan detail data yang didapatkan, maka
semakin baik kualitas dari penelitian kualitatif ini. Bebeda dengan kuantitatif, objek
dalam penelitian kualitatif umumnya berjumlah terbatas. Dalam penelitian ini,
peneliti ikut serta dalam peristiwa/kondisi yang sedang diteliti. Untuk itu hasil dari
penelitian ini memerlukan kedalaman analisis dari peneliti. Selain itu, hasil penelitian
ini bersifat subjektif sehingga tidak dapat digeneralisasikan. Secara umum, penelitian
kualitatif dilakukan dengan metode wawancara dan observasi. Melalui metode ini,
peneliti akan menganalisis data yang didapatkan dari lapangan dengan detail. Peneliti
tidak dapat meriset kondisi sosial yang dioservasi, karena seluruh realitas yang terjadi
merupakan kesatuan yang terjadi secara alamiah. Hasil dari penelitian kualitatif juga
dapat memunculkan teori atau konsep baru apabila hasil penelitiannya bertentangan
dengan teori dan konsep yang sebelumnya dijadikan sebagai kajian dalam penelitian.

1. Sumber Data
Dalam metode penelitian kualitatif, data yang digunakan adalah data yang
disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka sebagaimana yang
disampaikan oleh Muhadjir Noeng (1996: 2) dalam bukunya Metodologi Penelitian
Kualitatif. Kata verbal tersebut akan penulis dapatkan dari informan penelitian ini.
Menurut Nasution (1992), sumber data adalah situasi yang wajar atau
“Natural Setting” dimana meneliti mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi
49

yang wajar bagaimana adanya, tanpa dipengaruhi dengan sengaja. Moleong (2000)
mengemukakan sumber data dalam penelitian kualitatif ialah dengan kata-kata dan
tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Untuk itu sesuai dengan fokus penelitian maka sumber data adalah :
1. Key informan, informan awal dipilih secara persuasif (purposive
sampling) hal ini dimaksudkan untuk memilih informan yang benar-
benar relevan dan kompetensi dengan masalah penelitian sehingga
data yang diperoleh dipergunakan untuk membngun teori. Sedangkan
informan selanjutnya diminta pada informan awal untuk menunjuk
orang lain yang dapat memberikn informasi dan kemudian informan
ini diminta pula informan lain dan seterusnya, cara ini lazim disebut
“snowball sampling” yang dilakukan secara berurutan. Untuk itu
dalam penelitian ini yang dipandang sebagai informan awal adalah
Direktur Utama, Direktur Umum, dan Direktur Keuangan LPP TVRI.
2. Peristiwa, dengan melihat masalah yang akan diselesaikan dari situasi
sosial organisasi dalam hal ini adalah TVRI selama melakukan
observasi sesuai dengaan masalah dan fokus penelitian.
3. Dokumen-dokumen, yaitu dokumen yang berhubungan dengan
kebutuhan data baik primer maupun sekunder untuk menunjang hasil
penelitian berdasarkan pada masalah yang akan diteliti.

2. Teknik Pengumpulan Data


Untuk mendapatkan data yang lengkap, peneliti menggunakan teknik
triangulation (triangulasi) sebagai salah satu bentuk pengumpulan data kualitatif.
Menurut Alwasilah (2003), dalam penelitian kualitatif, triangulasi ini merujuk pada
pengumpulan informasi (data) sebanyak mungkin dari berbagai sumber (manusia,
latar dan kejadian) melalui berbagai metode.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
50

BAB II Observasi

Teknik ini sengaja ditempatkan pada urutan pertama. Observasi adalah salah
satu metode yang peneliti lakukan dalam rangka mengumpulkan data tentang
objek penelitian ini. Peneliti telah mengamati manajemen krisis dan cara
pimpinan mengkomunikasikannya di TVRI pusat sejak 2017 - 2018.
Disamping itu observasi juga dilakukan pada berita-berita terkait TVRI di
media konvensional maupun online. Menurut Kriyantono (2014: 64) metode
obsevasi adalah “metode dimana periset mengamati langsung objek yang
diteliti”. Pengamatan ini juga peneliti melakukan wawancara tidak formal
dengan sejumlah karyawan dan kepala-kepala Bagian terkait. Observasi yang
dilakukan peneliti dikategorikan observasi tak berstruktur. Menurut Sugiyono
(2014:228) obeservasi tidak berstruktur adalah observasi yang tidak
dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Data yang
didapatkan peneliti dari observasi ini adalah data sekunder berupa
dokumentasi kegiatan yang dilakukan manajemen TVRI. Fungsi observasi
dalam penelitian deskriptif adalah menjelaskan dan merinci gejala yang
terjadi.serta melacak secara sistematis gejala - gejala komunikasi terkait krisi
yang terjadi di TVRI.

BAB III Wawancara

Wawancara yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah


wawancara tak terstruktur, atau sering juga disebut sebagai wawancara
mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, dan wawancara terbuka
(Opended interview). Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang
dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu
(Mulyana, 2001).
Kryantono (2014: 63) mengatakan “metode wawancara mendalam adalah
metode riset dimana periset melakukan kegiatan wawancara tatap muka secara
mendalam dan terus menerus (lebih dari satu kali). Hal ini juga dikuatkan
Mulyana dan Solatun (2013: 15) yang mengatakan,” hanya lewat wawancara
51

mendalam dan pengamatan (participant observation) yang intensif kita dapat


merekam data sealamiah mungkin, dengan melukiskan apa yang subjek
penelitian alami, pikiran dan rasakan”.

Dalam penelitian ini peneliti terlibat langsung untuk menentukan jenis data
yang di inginkan. Menurut Kriyantono (2014: 57) dalam penelitian kualitatif
“periset menjadi instrument riset yang harus terjun langsung di lapangan
untuk menggali informasi dari responden”. Peneliti melakukan wawancara
mendalam dengan subjek penelitian setelah sebelumnya melakukan
pengamatan terhadap fenomena yang terjadi.

Melalui wawancara peneliti bisa mendapatkan informasi yang mendalam


sehubungan dengan program manajemen krisis dan strategi komunikasi krisis
yang digunakan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara tersebut dijadikan
sebagai data primer, yaitu data yang diperoleh dari informan melalui
wawancara langsung yang dilakukan oleh peneliti di lokasi penelitian. Dalam
hal ini subjek yang di wawancarai adalah pihak manajemen TVRI yang
berwenang memberikan informasi yaitu Direktur Utama TVRI Helmi Yahya,
Direktur umum Tumpak Pasaribu,Direktur keuangan Insnan rahmanto, kepala
bagian kesekretariatan dan kelembagaan Rajab Siregar yang juga membawahi
Humas dan beberapa kepala bagian dan kepala subbagian di beberapa
direktorat TVRI.

BAB IV Dokumentasi

Untuk melengkapi data, peneliti juga melakukan dokumentasi berupa gambar


–gambar terkait baik yang didapat secara langsung ataupun tidak langsung.
Dokumentasi diperlukan karena penelitian ini bersifat ex post facto. Melalui
dokumentasi, penulis akan menggali informasi atau pengetahuan yang ada
hubungannya dengan penelitian melalui dokumentasi kegiatan. Dalam hal ini,
yakni kegiatan yang dilakukan oleh TVRI Pusat Jakarta dalam menjalankan
program manajemen krisis dan strategi komunikasi krisisnya. Tujuan
52

dokumentasi menurut Kriyantono (2014) adalah untuk mendapatkan informasi


yang mendukung analisis dan interpretasi data.

1. Analisa Data

Dalam penelitian kualitatif analisa data dilakukan pada saat pengumpulan data
berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Menurut
Kriyantono (2014:196) data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, kalimat-
kalimat atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara langsung ataupun
observasi. Pada saat wawancara langsung, peneliti juga melakukan analisis terhadap
jawaban informan. Bila jawaban informan yang diberikan belum memuaskan, maka
peneliti akan melanjutkan wawancara sampai tahap data yang di peroleh diangap
kredibel. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan
Huberman, sebagaimana dikutip Sugiyono (2014: 246); aktifitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas sehingga datanya sudah jenuh.
Analisis data berdasarkan model Miles and Huberman yaitu pengumpulan
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dengan langkah analisis digambarkan
pada sebagai berikut:

Gambar 5. Komponen dalam analisis data (Flow Model) (Sugiyono, 2014:246)

Periode Pengumpulan data


Reduksi data
Antisipasi Selama Setelah
Penyajian Data
Selama Setelah ANALISIS
Penarikan
Kesimpulan
Selama Setelah

Adapun komponen dalam analisis data model Miles and Huberman adalah
sebagai berikut :
53

BAB V Reduksi data

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis menajamkan, menggolongkan,


menngarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan
cara sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan
diverifikasi. Dengan demikian data yang telah direduksi akan member
gambaran yang jelas dan memper mudah peneliti untuk mengumpulkan data
selanjutnya.

BAB VI Penyajian data

Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian data.


Peneliti akan menyajikan data dalam bentuk uraian singkat atau bagan
sederhana. Menurut pendapat Miles dan Huberman (1992: 17) penyajian data
merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Pendapat Miles dan
Huberman juga dikutip Sugiyono ( 2014: 249) yang paling sering digunakan
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif.

BAB VII Penarikan kesimpulan / verifikasi

Kesimpulan dalam penelitian ini akan menjadi temuan baru yang


dikemukakan berupa deskripsi atau gambaran tentang penanganan krisis dan
strateginya di TVRI.
Langkah-langkah verifikasi ini dapat digambarkan dengan analisis data
(interactive model) pada sebagai berikut:

Gambar 6. Interactive Model (Sugiyono,2014: 247)

Data
Display
54

Data
Collection

Data Conclusions: drawing


Reduction Verifying

1. Pengujian Keabsahan Data


Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan
melakukan uji kredibilitas data melalui:

BAB VIII Perpanjangan Pengamatan

Setelah melakukan observasi dan wawancara, peneliti akan kembali ke


lapangan untuk menemui sumber data, baik yang telah di wawancarai maupun
sumber data baru. Selain itu perpanjangan pengamatan dan mendalam dilakukan
untuk mengecek kesesuaian dan kebenaran data yang telah diperoleh. Sugiyono
(2014:271) mengatakan ”dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek
kembali apakah data yang telah diberikan selama ini merupakan data yang benar
atau tidak”. Lamanya perpanjangan pengamatan tergantung kesahihan data yang
telah diperoleh.

BAB IX Penggunakan Bahan Referensi

Dalam penggunaan bahan referensi, peneliti menggunakan peralatan


pendukung seperti alat perekam, kamera serta foto-foto yang menguatkan keabsahan
data yang sebelumnya diperoleh dari hasil observasi dan wawancara.
55

BAB X Triangulasi

Teknik triangulasi menurut Denzim (Moleong, 2004: 178 – 179 ) dapat


dibedakan dalam empat macam tianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Menurut moleong
trianggulasi dengan sumber adalah membandingkan dan mengecek balik tingkat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dengan membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang
depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, dan membandingkan hasil
wawancara dengan suatu isi dokumen yang berkaitan. Dalam penelitian ini uji
vadalitas yang digunkan peneliti adalah trianggulasi sumber data dimana peneliti
meminta pendapat diluar pihak manajemen atas masalah krisis manajemen dan
reputasi TVRI yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini trianggulasi yang
digunakan adalah trianggulasi metode yakni membandingkan sumber data yang
didapat peneliti melalui sumber lain seperti media massa,dokumen dan hasil
wawancara dengan sumber yang berasal dari manajemen TVRI. Sumber metode
trianggulasi dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Manajemen LPP TVRI
Berasal dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada Direktur
utama, Direktur Program dan Berita, Direktur umum, Direktur keuangan
dan kabag kesekretariatan dan kelembagaan yang membawahi Humas
LPP TVRI dalam menanggapi krisis yang dihadapi.
2. Data Dokumen
Data yang berasal dari penelusuran data dan berita yang muncul di
massa cetak dan online terkait reputasi TVRI.Bentuk pemberitaan yang
berhubungan dengan krisis dan reputasi TVRI yang bersifat negatif
dijadikan sebagai sumber data bagi peneliti untuk menganalisis reputasi
TVRI dari pemberitaan media.
3. Komunitas Penonton TVRI
Berasal dari wawancara peneliti kepada komunitas penonton TVRI.
56

Dari sumber data tersebut diatas maka didapatkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan objekitivitasnya dan keabsahannya karena tidak hanya dari
satu sumber melainkan dari berbagai sumber data.

BAB XI Mengadakan Membercheck

Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada


pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data
yang diperoleh peneliti sesuai apa yang diberikan oleh pemeberi data. Tujuan
membercheck menurut Sugiyono (2014:276) adalah “agar informasi yang diperoleh
dan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber
data atau informan”. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data
berarti data tersebut sudah valid.

BAB XII Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta. Tempat penelitian ini dipilih karena
obyek penelitian adalah TVRI Pusat yang berkedudukan di Jakarta dan lebih jauh
lagi di TVRI Pusat Jakarta terdapat Pusat Penelitian dan Pengembangan (Litbang)
yang akan membantu penulis menyediakan data – data serta dokumen yang
diperlukan.

A. Sistematika Penulisan

Penelitian ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:


BAB I : Bab I adalah bab pendahuluan berisi tentang latar belakang
penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat
penelitian.
BAB II : Bab II adalah bab yang berisi tinjauan Pustaka berisi tentang
penelitian terdahulu yang relevan dan teori-teori yang
menjabarkan tentang krisis dalam organisasi, manajemen krisis,
komunikasi dalam organisasi, serta strategi komunikasi
manajemen krisis.
BAB III : Bab III ini berisi tentang deskripsi dari objek dan subjek
57

penelitian dan metode penelitian yang mencakup: metode yang


digunakan, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, dan
pengujian keabssahan data.
BAB IV : Bab IV berisi tentang hasil dan pembahasan penelitian yang
berisikan analisa deskriptif atas program manajemen krisis TVRI,
strategi komunikasi manajemen krisis yang digunakan, serta
channel medianya.
BAB V : Bab V adalah Kesimpulan dan Saran peneliti tentang manajemen
krisis serta strategi komunikasi manajemen krisis yang digunakan
TVRI di era milenial.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


58

A. Profil TVRI

Televisi Republik Indonesia (“TVRI”) merupakan stasiun televisi pertama di


Indonesia yang mengudara pada tanggal 24 Agustus 1962. Siaran perdananya
menayangkan Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-17 dari
Istana Negara Jakarta dimana siarannya ini masih berupa hitam putih. TVRI
kemudian juga meliput Asian Games yang diselenggarakan di Jakarta pada saat itu.
TVRI pernah menayangkan iklan dalam satu tayangan khusus yang dengan judul
acara Mana Suka Siaran Niaga (sehari dua kali). Namun sejak April tahun 1981
hingga akhir tahun 90-an TVRI tidak diperbolehkan menayangkan iklan, dan
akhirnya TVRI kembali menayangkan iklan terbatas. Status TVRI saat ini adalah
Lembaga Penyiaran Publik (“LPP”) yang sebagian biaya operasional TVRI masih
ditanggung oleh negara lewat Anggaran pendapatan Belanja Negara (APBN).
TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia sebelum tahun 1989 sampai
akhirnya pemerintah memberikan izin didirikannya televisi swasta pertama RCTI di
Jakarta, dan SCTV pada tahun 1990 di Surabaya. Melalui Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, TVRI ditetapkan sebagai
Lembaga Penyiaran Publik yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara.
Semangat yang mendasari lahirnya TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik adalah
untuk melayani informasi untuk kepentingan publik, bersifat netral, mandiri dan tidak
komersial. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2005
ditetapkan bahwa tugas TVRI adalah memberikan pelayanan informasi, pendidikan
dan hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa
untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran
televisi yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. LPP
TVRI adalah lembaga penyiaran publik yang menyelenggarakan kegiatan penyiaran
televise, bersifat independen, netral, tidak komersil, dan berfungsi memberikan
layanan untuk kepentingan masyarakat.
TVRI merupakan stasiun televisi tertua di Indonesia dan satu-satunya televisi
yang jangkauannya mencapai seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah penonton
sekitar 82 persen penduduk Indonesia. Saat ini TVRI memiliki 29 Stasiun Daerah dan
1 Stasiun Nasional dengan didukung oleh 376 satuan transmisi yang tersebar di
59

seluruh wilayah Indonesia. Sumber daya manusia yang dimiliki TVRI saat ini terdiri
dari 3.369 Pegawai Negeri Sipil yang merupakan karyawan PNS Kementrian
Komunikasi & Informatika yang dipekerjakan di TVRI serta 1,327 karyawan bukan
PNS (PB PNS) yang direkrut langsung oleh TVRI yang tersebar di seluruh stasiun
daerah dan kantor pusat.

1. Struktur Organisasi TVRI

Untuk menjalankan dan mengelola aktivitas TVRI sebagai televisi publik,


TVRI memiliki struktur organisasi dengan lima bagian besar yakni:
1) Dewan Pengawas, selaku pemangku kepentingan dan wakil
masyarakat, pemerintah, dan unsure lembaga penyiaran publik, yang
bertugas mengawasi peneyelenggaraan penyiaran televisi dan
menetapkan kebijakan pada LPP TVRI.
2) Dewan Direksi, selaku pemimpin dan pengelola operasional TVRI,
melaksanakan kebijakan yang ditetapkan dewan pengawas, menyususn
rencana induk/rencana strategis menetapkan ketentuan teknis
penyelenggaraan penyiaran TVRI.
3) Stasiun Penyiaran, selaku pelaksana penyelenggaraan kegiatan
penyiaran TVRI, melakukan kegiatan produksi dan penyiaran dalam
pemenuhan peneyelenggaraan kegiatan penyiaran.
4) Satuan Pengawas Intern, selaku pengawas intern TVRI, melkukan
kegiatan pengawasan intern keuangan dan operasional lainnya.
5) Puslitbang (Pusat Penelitian dan Pengembangan), Pusdiklat (Pusat
Pendidikan dan Pelatihan), dan Perwakilan, selaku unsur penunjang
kegiatan operasional, melakukan kegiatan penelitin, pengembangan,
pendidikan dan pelatihan dan memberikan korespodensi dan
kontribusi sumber berita di luar negri.

Berdasarkan struktur diatas maka dapat diketahui peranan dari masing – masing
bagian diatas yang dapat dihubungkan dalam penanganan manajemen krisis di LPP
60

TVRI. Dewan Direksi memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam
menjalankan kegiatan operasional lembaga. Struktur Dewan Direksi LPP TVRI
adalah sebagaimana digambarkan dibawah ini:

Gambar 7. Struktur Organisasi Direksi TVRI

2. Visi dan Misi TVRI

Untuk menjalankan tanggung jawabnya sesuai amanat undang-undang, maka


visi dan misi yang harus dijalankan TVRI adalah sebagai berikut;

Visi:
• Terwujudnya TVRI sebagai media utama penggerak pemersatu
bangsa.

• Adapun maksud dari Visi adalah bahwa TVRI di masa depan menjadi aktor
utama penyiaran dalam menyediakan dan mengisi ruang publik, serta berperan
dalam merekatkan dan mempersatukan semua elemen bangsa.

Misi:

• Menyelenggarakan siaran yang menghibur, mendidik, informatif secara netral,


berimbang, sehat, dan beretika untuk membangun budaya bangsa dan
mengembangkan persamaan dalam keberagaman

• Menyelenggarakan layanan siaran multiplatfrom yang berkualitas dan berdaya


saing
61

• Menyelenggarakan tata kelola lembaga yang modern, transparan dan


akuntabel

• Menyelenggarakan pengembangan dan usaha yang sejalan dengan tugas


pelayanan publik

• Menyelenggarakan pengelolaan sumber daya proaktif dan andal guna


meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan pegawai

3. Dewan Pengawas dan Dewan Direksi TVRI

Ketua Dewan Pengawas : Drs. Arief Hidayat Thamrin, MM.


Anggota Dewan Pengawas : 1. Made Ayu Dwie Mahenny, SH., MSi.
2. Supra Wimbarti, MSc., Ph.D.
3. Drs. Maryuni Kabul Budiono, M.Pd.
4. Pamungkas Trishadiatmoko
Direktur Utama : Helmy Yahya, MPA, Ak., CPMA,CA
Direktur Program dan Berita : Apni Jaya Putra, S.Sos
Direktur Keuangan : Isnan Rahmanto, Ak., MPA
Direktur Teknik : Supriyono, S,Kom, MM
Direktur Umum : Tumpak Pasaribu, SE, Ak., M.Ak., CA
Direktur Pengembangan Usaha : Dra. Rini Padmirehatta, MM

4. Profil Informan

Untuk mengumpulkan dan mendapatkan data, peneliti menggunakan hasil


wawancara dengan informan yang berasal dari lingkungan TVRI yang dipilih
berdasarkan kemampuannya dalam menguasai permasalahan yang menjadi topik
penelitian. Informan yang peneliti pilih adalah yang bertanggung jawab langsung
dalam perancangan dan pelaksanaan strategi manajemen krisis yang dilakukan TVRI
agar selaras dengan era milenial yakni:
62

1. Helmy Yahya, MPA, Ak., CPMA,CA yang merupakan Direktur Utama


TVRI periode 2017 – 2022 adalah Informan I. Pria kelahiran Indralaya, 6
Maret 1963 ini sebelumnya adalah praktisi yang lama berkecimpung di
dunia pertelevisian yang juga merupakan public speaker dan motivator
handal. Dia dikenal sebagai Raja Kuis Indonesia setelah Ani Sumadi
karena banyak menelurkan baik kuis-kuis lokal rancangannya bersama
tim. Kuis-kuis adaptasi dari luar negeri yang ditayangkan di televisi-
televisi Indonesia juga merupakan bagian dari sentuhan tangannya.
Beberapa acara realitas dan acara-acara televisi lainnya juga dikelolanya.
Helmy Yahya merupakan lulusan dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
(STAN), Massachusetts Institute of Technology, dan University of Miami.
Pada tahun 2009 dan 2010, ia mendirikan lembaga kursus Helmy Yahya
Broadcasting Academy di Bandung, Surabaya, dan Jakarta

2. Apni Jaya Putra, S.Sos yang merupakan Direktur Program dan Berita
TVRI periode 2017 – 2022 adalah Informan II. Pria yang menamatkan
pendidikan S1 di Universitas Bengkulu dan kemudian melanjutkan
pendidikan di Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) ini memulai karir
sebagai jurnalis di PT Jawa Pos National Network. Pengalamannya
sebagai praktisi di berbagai televisi swasta di Indonesia membuatnya
bergabung dengan perusahaan Broadcast Resource Indonesia sebagai CEO
pada Januari 2015 dan menjadi konsultan di sebuah lembaga penyiaran
publik di Malaysia, BERNAMA, sejak April 2015. Selain sebagai
konsultan, lewat Broadcast Resource Indonesia, Apni pun menjadi agensi
distribusi konten untuk RTM dan TV Al Hijrah Malaysia.

3. Isnan Rahmanto, Ak., MPA yang merupakan Direktur Keuangan TVRI


periode 2017 – 2022 adalah Informan III. Pria yang menyelesaikan
pendidikan Diploma IV pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dan S2
tentang kebijakan public dari Universitas Gadjah Mada merupakan
akuntan dan auditor yang berpengalaman lebih dari 30 tahun. Sebelum
63

menjabat posisinya saat ini, dia merupakan Akuntan Senior pada Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

4. Tumpak Pasaribu, SE, Ak., M.Ak., CA yang merupakan Direktur Umum


TVRI periode 2017 – 2022 yang membawahi bagian Kesekretariatan dan
Kelembagaan termasuk Hukum dan Humas, SDM, Sarana Prasana, serta
Pengadaan dan Inventarisasi adalah Informan IV. Pria ini kelahiran
Tapanuli Utara. 11 Desember 1966 yang menyelesaikan program D.IV di
Universitas Sumatera Utara jurusan Akuntansi dan S2 di Universitas
Bunda Mulia Jakarta juga pada jurusan Akuntansi. Sebelum menduduki
posisi saat ini, dia adalah Kepala Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah
Pusat pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

5. Drs. Rajab Siregar, MM yang merupakan Kepala Bagian Kesekretariatan


dan Kelembagaan yang membawahi Hukum dan Humas sejak tahun 2018
adalah Informan V. Pria kelahiran tahun 1962 ini menyesaikan pendidikan
S2 – Manajemen pada Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen LPMI. Dia sudah
lebih 30 tahun berkarir di TVRI dengan menduduki berbagai jabatan di
TVRI. Sebelum menempati posisi saat ini, dia adalah salah satu Kepala
Bidang Pengkajian Pengembangan Usaha (Litbang) TVRI.

B. Pemahaman TVRI Mengenai Krisis

Saat terjadi krisis, upaya yang pertama kali dilakukan adalah mengidentifikasi
krisis tersebut. Melalui penelitian ini, penulis mencoba melihat sejauh mana
pemahaman manajemen TVRI terhadap krisis dan identifikasi terhadap krisis yang
sudah dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan para informan
penelitian, diperoleh gambaran pemahaman terhadap krisis yang dihadapi. Menurut
Informan II, krisis yang yang dihadapi TVRI disebabkan oleh faktor eksternal
organisasi yakni image sebagai TV kuno dan adanya pembiaran atas kondisi tersebut.
“Sebelum saya masuk, TVRI kelihatan kuno; sesuatu yang mewakili masa
lalu. Padahal TV publik tidak semestinya begitu. Tapi, ketika saya di dalam,
64

saya tahu banyak persoalan yang terjadi. Kesimpulan saya: TVRI secara
sistematis ditidurkan fungsi publiknya”

Menurut Informan III, krisis di TVRI terjadi karena keterbatasan anggaran


yang dimiliki serta hambatan pengelolaan keuangan akibat penetapan Peraturan
Pemerintah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dimana keuangan TVRI yang
didapatkan diluar APBN tidak dapat dikelola sendiri dan harus disetor langsung ke
negara. TVRI memiliki anggaran yang terbatas namun pengelolaan keuangannya
sangat buruk.
“kami mengalami krisis keuangan, anggaran yang didapat TVRI untuk satu
tahun dari APBN adalah 870 Milyar yang hanya bisa 14% dialokasikan untuk
produksi acara. Tentu saja angka ini sangat minim untuk dapat memproduksi
program acara sebagus TV-TV swasta. Ketika saya masuk saya mendapatkan
pengelolaan keuangan yang terbatas tersebut juga sangat buruk. Sudah 3 tahun
berturut-turut audit keuangan mendapatkan opini Disclaimer dari BPK”

“sebenarnya TVRI memiliki pendapatan sendiri dari kerjasama program,


iklan, dan sewa menara, namun pendapatan tersebut tidak dapat kami
manfaatkan dan kelola sendiri sebagaimana layaknya TV swasta, pendapatan
tersebut harus kami setor ke negara. Jadi satu-satunya sumber dana ya dari
APBN tersebut”

Peneliti melakukan cross check pada undang-undang dan peraturan


pemerintah yang mengatur keuangan TVRI. Undang-Undang No. 32 Tahun 2002
Pasal 15 menyatakan sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Publik berasal dari
iuran penyiaran, APBN atau APBD, sumbangan masyarakat, siaran iklan, dan usaha
lain yang sah terkait penyelenggaraan penyiaran. Kemudian Peraturan Pemerintah RI
Nomor 13 Tahun 2005 Pasal 36 menyatakan bahwa perolehan sumber pendanaan
TVRI digunakan secara langsung untuk menunjang operasional siaran, meningkatkan
mutu siaran, meningkatkan layanan kepada masyarakat, dan untuk kesejahteraan
karyawan. Namun undang-undang dan peraturan pemerintah ini berlawanan dengan
Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2017 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang berlaku pada TVRI bahwa semua penghasilan yang
diperoleh harus segera disetorkan ke kas negara sehingga tidak bisa digunakan secara
langsung oleh TVRI.
65

Krisis keuangan ini juga diamini oleh Informan II yang membandingkan


dengan struktur anggaran TV publik negara lain. Menurut Informan II TV publik
negara lain yang cakupannya jauh lebih kecil dari TVRI memiliki komposisi
pendapatan yang bermacam-macam yang bisa dikelola sendiri oleh lembaga tersebut.
Berbeda halnya dengan TVRI yang memiliki beberapa sumber pendapatan tapi
anggaran belanja hanya dari satu sumber saja yakni dari APBN.
“Budget NHK sekitar Rp90 triliun dan BBC Rp80 triliun per tahun.
Sementara TVRI tak sampai Rp1 triliun. Padahal, jangkauan layanan TVRI
bisa 10 kali lipat lebih luas dari Jepang mengikuti luas negara kepulauan ini.
Kalau kita lihat struktur budget BBC, hanya 10 persen dari komersial; 70
persen adalah lisensi; 10 persen government ground; 10 persen lagi
commonwealth ground. Sisanya 1 miliar Poundsterling dari bisnis. Empat
miliar Poundsterling dari iuran. Itulah kenapa di Inggris, pemilihan direktorat
jenderal BBC sangat penting dengan perdana menterinya. NHK sama.
Struktur biayanya hampir sama tapi tidak ada TV license. TVRI berapa?
Hanya seperseratusnya; kurang dari Rp1 triliun. Di mana letak make sense-
nya?”

Menurut Informan IV, krisis yang dihadapi TVRI dipicu oleh SDM yang
sangat terbatas dimana karyawan yang memasuki usia pension tidak memiliki
pengganti yang menyebabkan banyak posisi-posisi di TVRI dirangkap jabatan. Haln
ini menjadikan kinerja karyawan kurang fokus dan optimal. Era milenial yang
dinamis dan berubah begitu cepat. TVRI tidak bisa langsung beradaptasi dengan
cepat atas segala perubahan tersebut. Salah satu penyebab lambatnya proses adaptasi
tersebut karena sebagian besar SDM TVRI berada pada usia diatas generasi milenial.
“lebih dari 90% SDM PNS TVRI berusia diatas 40 tahun, tentu saja mereka
bukan bagian generasi milenial seperti jaman sekarang. SDM TVRI perlu
peremajaan tapi kami tidak punya kewenangan merekrut sendiri tenaga muda
PNS karena PNS TVRI merupakan pegawai Kominfo yang dipekerjakan di
TVRI. Kondisi ini diperparah oleh banyaknya SDM yang memasuki usia
pensiun, namun tidak ada pengganti sehingga banyak posisi yang dirangkap.
Tentu saja kondisi ini menyebabkan kinerjanya menjadi tidak optimal”

Peneliti melakukan cross check terhadap peraturan pemerintah terkait SDM


TVRI yakni Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2005 Pasal 42 yang menyatakan
bahwa pembinaan PNS TVRI dilakukan oleh Direktur yang bertanggung jawab di
bidang kepegawaian sesuai UU yang berlaku. Namun berdasarkan Keputusan Mentri
66

Komunikasi dan Informatika No 507/Kep/M.Kominfo/12/2007 menyatakan bahwa


pegawai PNS TVRI adalah PNS Kominfo yang dipekerjakan di TVRI. Dengan
demikian direktur TVRI yang berwenang untuk kepegawaian tidak punya wewenang
merekrut PNS untuk TVRI.
Dari wawancara dengan Informan I, pemahaman krisis TVRI adalah
terganggunya operasional pengeoloaan organisasi karena hambatan dari internal
lembaga baik berupa minimnya dana operasional, SDM yang terbatas dan tidak lagi
muda, infrastruktur teknologi penyiaran yang sudah out of date sehingga memberikan
dampak ke eksternal dimana timbul citra di publik sebagai TV jadul.
“saat saya mulai masuk TVRI, saya menyadari banyak sekali PR yang harus
dikerjakan. TVRI sedang krisis. Secara internal lembaga ada permasalahan
keuangan, SDM, dan infrastruktur. Di luar, persepsi publik TVRI ini jadul,
ditinggalkan penonton, itulah image TVRI di masyarakat”

Sehubungan dengan pemahaman krisis TVRI, peneliti juga mengunakan


referensi data dokumen TVRI berupa buku Blueprint Transformasi TVRI: Kebijakan
LPP TVRI tahun 2011 – 2016 yang pada halaman 2 buku tersebut secara rinci
menyebutkan kendala-kendala yang dihadapi TVRI yang berasal dari internal
maupun eksternal lembaga.
“Meski telah berusia 50 tahun, namun sebagai televisi publik, TVRI baru
memasuki periode 5 tahunan kedua. Saat ini, TVRI masih mengalami kendala
internal yang cukup berat, mencakup kelermbagaan dan sumber daya;
utamanya sumber daya manusia, infrastruktur dan teknologi penyiaran, sarana
prasarana, budaya organisasi, keuangan, data & informasi, jejaring kerja, dan
citra lembaga. Selain itu pada saat bersamaan TVRI dihadapkan pada
tantangan eksternal yang berdampak signifikan dan perlu mendapat perhatian
khusus adalah: ……… 2. Ketat dan kerasnya persaingan televisi baik di
tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional dalam mewarnai ruang
publik ….”

Secara umum krisis dapat diartikan sebagai kondisi yang lebih banyak
memiliki implikasi negatif terhadap organisasi. Sebagaimana pendapat Fearn – Banks
bahwa krisis merupakan suatu kejadian penting dengan hasil akhir cenderung negatif
yang berdampak baik terhadap sebuah organisasi, perusahaan atau industri, maupun
terhadap publik, produk, servis atau reputasinya. Biasanya sebuah krisis mengganggu
transaksi normal dan bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup atau keberadaan
67

organisasi. Oleh karena itu, sebagai suatu ancaman, krisis harus ditangani secara tepat
agar organisasi dapat berjalan normal kembali (Putra, 1999: 84).
Dari hasil temuan yang dijabarkan diatas mengenail pemahaman TVRI
terhadap krisis dapat dinterpretasikan bahwa krisis yang dihadapi TVRI adalah
sebagai berikut:
1. Krisis dalam manajemen lembaga terutama terkait pengelolaan
keuangan dan sumber daya manusia yang tidak berjalan normal.
2. Krisis reputasi yang merupakan akibat dari citra jadul yang terus
menerus dibiarkan melekat pada TVRI.

C. Sikap Manajemen TVRI terhadap Krisis

Saat terjadi krisis pada satu organisasi dan lembaga, bagaimana organissai
atau lembaga tersebut menyikapinya adalah faktor yang sangat penting dalam upaya
penanganan krisis tersebut. Sebagian mungkin menganggap krisis sebagai bencana,
namun sebagian yang lain akan melihat sebagai peluang. Sikap terhadap krisis ini
akan mempengaruhi keputusan penanganan krisis yang akan diambil. Dalam
penelitian ini penulis berupa mengetahui bagaimana sikap manajemen TVRI terhadap
krisi yang dihadapi. Menurut Informan I, krisis yang terjadi di TVRI sudah
berlangsung lama namun upaya penanganannya pada lembaga pemerintahan seperti
TVRI tidak bisa langsung dilakukan sebagaimana halnya pada organisasi swasta. Hal
ini karena TVRI terikat pada undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah.
“kami menyadari bahwa jika terjadi krisis maka diperlukan respon segera dari
organisasi. Namun hal ini tidak berlaku bagi TVRI. Ada undang-undang, ada
peraturan-peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan dan menjadi
pedoman untuk bertindak”

Pernyataan Informan I ini dilakukan cross check dengan Undang-Undang No.


32 Tahun 2002 Pasal 15, Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 Tahun 2005 Pasal 36,
Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2017 , Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2005
Pasal 42, dan Keputusan Mentri Komunikasi dan Informatika No
507/Kep/M.Kominfo/12/2007 sebagaimana sudah dipaparkan pada bagian
Pemahaman Krisis TVRI diatas. Bahwa memang TVRI tidak memiliki keleluasaan
68

yang penuh untuk mengelola keuangan dan SDM sehingga penanganan krisis secara
cepat sulit dilakukan. Awalnya hanya berupa kendala, namun akhirnya menjadi krisis
karena tidak ditangani segera. Ketidakleluasaan dalam Pengelolaan keuangan dan
SDM ini yang menjadi salah satu sumber utama krisis di TVRI.
Berdasarkan wawancara dengan Informan I didapatkan gambaran bahwa
TVRI tidak menyerah, mereka tetap berusaha untuk mengatasi krisis yang dihadapi
secara bertahap dengan kerja maraton. Manajemen puncak TVRI sangat optimis
dengan potensi yang dimilki TVRI.
“Shock juga awalnya. Saya tahu akan banyak PR-nya. Ternyata lebih banyak
dari yang dibayangkan. Tapi, syukurlah, direksi sangat solid. Dewan
pengawas sangat mendukung. Kami pelan-pelan, tapi bekerjanya harus
maraton “

“Kami menyadari TVRI sedang mengalami krisis, dianggap sebagai TV tua,


tapi kami menganggap ini sebagai titik balik untuk meraih kejayaan TVRI
kembali. Itu tugas saya, TVRI sangat besar potensi, luar biasa itu PR
(pekerjaan rumah). Itu saya tau betul dan yakin juga, banyak masyarakat
berharap TVRI bisa lebih hidup lagi,"

Terlihat bahwa manajemen TVRI bertekad menanggulangi krisis yang


dihadapi ditengah keterbatasan yang dimiliki. Upaya-upaya penanganan krisis
tersebut dilakukan secara bertahap. Dan TVRI akan memanfaatkan sumber dana yang
dimiliki. Ini adalah bentuk resolusi manajemen TVRI yang merupakan salah satu
bentuk tahapan anatomi krisis.
Rhenald Kasali dalam bukunya Management Public Relations (2003) yang
diambil dari Ludwig Suparmo (2018: 7) menyatakan bahwa secara konseptual,
anatomi krisis dapat dibedakan ke dalam empat tahap yakni:
 Tahap Prodromal, yaitu tahap ketika krisis baru muncul dan belum
mempunyai dampak yang luas pada citra korporasi/institusi.
 Tahap Akut, yaitu tahap ketika persoalan muncul ke permukaan.
 Tahap Kronik, yaitu tahap ketika krisis telah berlalu dan yang tersisa
hanyalah puing-puing masalah akibat krisis itu.
69

 Tahap Resolusi, yaitu tahap ketika manajemen harus memulihkan


kekuatan agar kembali seperti semula dan dapat melanjutkan aktivittas
dengan normal dan lancar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Informan I diatas dan juga dengan


Informan II dibawah ini terlihat bahwa krisis di TVRI berada pada anatomi Tahap
Resolusi sebagaimana yang dikemukakan Kasali diatas dimana manajemen masih
optimis dan solid untuk mengupayakan operasional berjalan kembali normal dan agar
reputasi yang telah dibangun TVRI sejak awal berdirinya di tahun 60 an lalu bisa
diraih kembali.
“Tapi kami tidak akan menyerah karena kekuatan TVRI adalah jaringan
nasional. Produksi-produksi lokal kuat dokumenternya. Pola acara terpadu
kami buatkan. Konsep nasional dibuat di lokal, standarnya nasional”.

Manajemen TVRI mengidentifikasi sumber daya yang dimiliki untuk menjadi


kekuatan yang akan digunakan dalam menangani krisis yang dihadapi tersebut.
Dengan kata lain TVRI melihat krisis ini sebagai peluang untuk menjadi lebih baik.
Pada banyak organisasi yang menghadapi krisis, Humas memiliki peran aktif
dalam menghadapi krisis tersebut. Namun menurut Informan V, Humas TVRI tidak
aktif merespon citra TVRI yang terpuruk di mata publik. Humas tidak menjalankan
fungsinya sebagai media komunikator lembaga dengan publik.
“….sebelum ini Humas tidak melakukan tugasnya ketika citra TVRI sudah
terpuruk di mata publik. Bertahun-tahun Humas hanya mengurus hal-hal
terkait protokoler saja, seperti menerima kunjungan dari pihak luar. Kami
memiliki website sebagai sarana komunikasi dengan publik tapi Humas tidak
melakukan update berita, website hanya nice to have saja”

Sikap Humas TVRI yang tidak berperan aktif dalam menghadapi krisis belum
sejalan dengan fungsi Humas sebagai mana yang disampaikan Scott M. Cutlip dan
Allen H, Center, dalam Ruslan (2005 : 6) bahwa “Public Relation merupakan fungsi
manajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasikan kebijksanaan dan tata
cara seseorang atau organisai demi kepentingan publik, serta merencanakan dan
melakukan suatu program untuk meraih pengertian, pemahaman, dan dukungan dari
70

publiknya”. Bahkan secara lebih rinci H. Fayol menyebutkan beberapa kegiatan dan
sasaran Humas yang seharusnya sebagaimana pada Ruslan (1998: 23-24):
1. Membangun identitas dan citra perusahaan (Building corporate
identity and image),
2. Menghadapi krisis (Facing of crisis)
3. Mempromosikan aspek kemasyarakan (Promotional public causes)

D. Strategi TVRI Menghadapi Krisis

Sebagaimana disampaikan Rosady Ruslan (1999:76-78) terkait langkah,


strategi atau kiat penanggulangan krisis dimana tahap awal adalah melakukan
identifikasi krisis, tahap berikutnya adalah menganalisa krisis tersebut dengan
formula 5W + 1H. Tujuan penganalisaan ini adalah untuk memudahkan membuat
strategi penanganan krisis tersebut.
Melalui wawancara dengan para informan diatas, penulis mencoba menggali
strategi yang diambil TVRI dalam menangani krisis yang dihadapi. Tergambar dalam
wawancara bahwa manajemen TVRI sudah melakukan identifikasi terhadap krisis
yang dihadapi dan bertekad melakukan upaya-upaya penanganan krisis tersebut.
Tahap berikutnya adalah strategi yang diambil TVRI untuk menangani krisis
tersebut.Pada saat menerima jabatan sebagai jajaran Direksi TVRI, Informan I, II, dan
IV sudah menyadari bahwa TVRI sedang menghadapi banyak persoalan. Untuk
mengidentifikasi krisis sesungguhnya, para direksi mengumpulkan informasi dari
jajaran yang ada di direktoratnya masing – masing, menampung keluhan dari
karyawan, termasuk juga mendapatkan informasi dari pihak luar organisasi melalui
rapat-rapat, diskusi-diskusi dan pembicaraan-pembicaraan yang bersifat informal.
Dari hasil wawancara dengan Informan I didapatkan gambaran bahwa dia mendapat
banyak masukan dari pihak-pihak diluar lembaga.
“saya banyak menghadiri rapat, diskusi dengan pihak luar TVRI. Saya banyak
mendapat masukan dari kolega saya sesama praktisi pertelevisian, kenalan-
kenalan saya, wartawan. Saya semangat karena banyak pihak peduli dengan
TVRI. Kami para direksi juga mencoba menggali informasi dari karyawan.
Semua direktorat melakukan itu. Kami harus bergerak cepat melakukan
71

perbaikan. Dunia berubah, tidak ada cara lain kita juga harus ikut berubah, ini
selalu saya sampaikan kepada seluruh karyawan dalam setiap kesempatan”

Dari wawancara dengan Informan II didapatkan bahwa strategi yang


dilakukan menghadapi krisis ini adalah dengan melakukan adaptasi dengan
perubahan. Program-program acara harus lebih kekinian untuk menarik perhatian
penonton masa kini. Dengan anggaran terbatas, TVRI mengupayakan mengemas
acaranya dengan ide-ide kreatif dari jajaran Direksi dan karyawan.
“anggaran kami memang terbatas untuk membuat program acara yang sesuai
era milenial tapi kami tidak kehabisan ide dan strategi untuk melakukan
adaptasi. Banyak input dari jajaran direksi dan juga karyawan untuk program
acara saat ini”

Berdasarkan wawancara dengan Informan IV, TVRI terus mengupayakan agar


SDM yang sebagian besar secara usia tidak lagi milenial untuk memiliki semangat
milenial. Para direksi terus menerus memotivasi karyawan untuk berubah agar tidak
ketinggalan jaman.
“para direksi selalu memotivasi para karyawan di setiap kesempatan untuk
mengikuti perkembangan jaman. Usia boleh tidak milenial tapi semangat
milenial. Dulu TVRI pernah jaya, kami mengajak para karyawan untuk
merebut kembali kejayaan itu”

Beradaptasi dan berubah adalah kata-kata yang banyak muncul dari informan.
Perubahan adalah hal yang tidak dapat dihindari dalam dunia ini. Sebagaimana
seringkali kita mendengar ungkapan dalam kehidupan sehari-hari yang diamini
hampir semua orang bahwa menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa adalah pilihan. Dari
ungkapan itu terlihat bahwa perubahan adalah suatu kepastian, makhluk hidup pasti
berubah, dunia berubah, masyarakat berubah, teknologi berubah, karakteristik
penonton berubah, namun kemampuan untuk beradaptasi atas perubahan itu
merupakan pilihan. Inilah yang dinamakan evolusi dalam teori Charles Darwin dalam
bukunya “On the Origin of Species” pada tahun 1859, dimana evolusi oleh seleksi
alam, ialah proses dimana organisme berubah dari kurun waktu ke waktu yang
merupakan hasil pergabungan fisik antar induk atau adaptasi lingkungannya. Adaptasi
yang dilakukan makhluk hidup terhadap lingkungannya, secara bersama-sama dalam
satuan populasi, dapat membantu untuk bertahan hidup dan memiliki keturunan yang
72

banyak dan berkelanjutan. Spesies yang tidak mampu beradaptasi akan punah karena
seleksi alam.
Demikian halnya juga dengan sebuah organisasi, agar mampu bertahan maka
harus bisa menyesuaikan diri dengan berubahnya teknologi dan tatanam masyarakat,
munculnya generasi baru dengan segala karakteristiknya. Dalam buku M. Nur
Nasution, Manajemen Perubahan (2010: 15), Kritner dan Kinicki (2001)
mengelompokkan perubahan dalam organisasi ke dalam tiga tipologi, yaitu: adaptive
change, innovative change dan radiccally innovative change. Adaptive change,
merupakan perubahan yang paling rendah tingkat komplektisitasnya dan
ketidakpastianya. Perubahan ini menyangkut pelaksanaan perubahan yang sifatnya
berulang dan meniru perubahan dari unit kerja yang berbeda, dan karyawan tidak
merasakan kekhawatiran atas perubahan. Innovative change adalah dengan cara
memperkenalkan praktek baru dalam organisasi. Perubahan ini berada ditengah
kontinum diukur dari kompleksitas, biaya dan ketidakpastian. Ketidakbiasaan dalam
mengerjakan sesuatu yang baru dan ketidakpastian yang lebih besar akan hasilnya
dapat membuat ketakutan terhadap perubahan. Radiccaly innovative change
merupakan jenis perubahan yang paling sulit dilaksanakan, cenderung paling
menakutkan bagi manajer untuk melaksanakan, karema memberikan dampak kuat
pada keamanan kerja karyawan. Perubahan inovatif radikal merupakan perubahan
yang bersifat mendasar/fundamental dengan dampak risiko yang luas.
Strategi yang dilakukan TVRI menghadapi krisis adalah mengakui adanya
krisis dan memutuskan melakukan adaptive change terhadap perubahan yang
menyebabkan terjadinya krisis tersebut.

E. Perencanaan Managemen Krisis TVRI

Tahap berikutnya setelah dibuat strategi penanganan krisis adalah


perencanaan penanganan krisis tersebut. Disini penulis mencoba mendapatkan
gambaran bentuk perencanaan manajemen krisis TVRI dan siapa yang menyusun
rencana tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, dalam menangani krisis diperlukan
perencanaan yang matang berupa penyusunan strategi dan menentukan siapa yang
73

bertanggung jawab atas apa. Dalam berbagai kasus krisis organisasi, Humas
memegang peranan kunci dalam menangani krisis terutama untuk melakukan
komunikasi dengan pihak luar organisasi, namun untuk kasus TVRI dengan
kompleksitas krisis yang dimiliki, diperlukan penanganan semua pihak dalam internal
lembaga terutama oleh manajemen tinggi TVRI. Hal ini tergambar dari wawancara
dengan Informan IV.
“krisis yang kami hadapi sangat kompleks. Citra kami terpuruk tetapi di
internal juga sangat banyak permasalahan. Perlu perencanaan dan strategi dari
manajemen tinggi, dalam hal ini jajaran direksi. Humas perlu diberdayakan
untuk memperbaiki citra di publik melalui media-media komunikasi yang
kami miliki”

Berdasarkan wawancara dengan Informan I diperoleh gambaran bahwa


perencanaan manajemen krisis dilakukan secara bersama-sama melibatkan semua
pihak internal lembaga. Lebih jauh lagi, setelah rencana dibuat, semua direktorat
memegang komitmen menjalankannya. Evaluasi atas rencana-rencana perbaikan
tersebut dilakukan setiap saat dalam rapat-rapat berkala jajaran direksi dan rapat di
masing-masing direktorat.
“rencana langkah-langkah perbaikan disusun per masing-masing direktorat
berdasarkan input dari semuanya. Semua direktorat berkomitmen menjalankan
rencana tersebut. Pelaksanaannya dievaluasi setiap saat pada rapat-rapat
direksi. Masing-masing direktorat juga melakukan evaluasi pada rapat-rapat
rutin mereka.

Informan I sebagai pimpinan tertinggi lembaga melaksanakan prinsip


manajemen sesuai definisi G. R. Terry yang dikutip dari Hasibuan (2011: 2) dalam
bukunya Manajemen Dasar bahwa “Management is a distinct process consisting of
planning, organizing, actuating, and controlling performed to determine and
accomplish stated objective by the use of human being and other resources
(manajemen merupakan suatu proses yang berbeda-beda yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan
sumber daya manusia dan sumber-sumber laiinya)”
74

Dari hasil wawancara tergambar bahwa manajemen TVRI mendorong semua


unsur internal organisasi terlibat aktif dalam menyusun perencanaan manajemen
krisis. Evaluasi atas perencanaan tersebut dilakukan secara berkala dan terus menerus.

F. Strategi Manajemen Krisis TVRI

Melalui wawancara dengan para informan, penulis mencoba mendapatkan


gambaran strategi yang dipilih TVRI dalam menangani krisis yang terjadi. Krisis
yang dihadapi TVRI sudah berlangsung cukup lama bahkan gejalanya sudah mulai
terlihat sejak bermunculannya TV-TV swasta. Pembiaran yang cukup lama ini
menyebabkan krisis yang dihadapi menjadi cukup komplek. Ditengah-tengah
keterbatasan yang dimiliki, direksi TVRI beserta jajarannya berkomitmen untuk
menangani krisis tersebut dengan melakukan perubahan-perubahan di banyak sisi.
Menurut Informan I adalah biasa suatu organisasi mengalami pasang surut. TVRI
pernah mengalami masa jaya dan kejayaan itu bisa diraih kembali jika dilakukan
adaptasi sesuai perubahan jaman sekarang.
“semua organisasi pasti ada pasang surutnya, ada kalanya kurvanya naik, ada
kalanya turun. TVRI pernah jaya dan menjadi pilihan permirsa. Kami
melakukan adaptasi dan perubahan agar kembali menjadi salah satu TV
pilihan pemirsa dan mampu melaksanakan tugas yang diamanatkan undang-
undang. Untuk itu kami berubah. TVRI memiliki potensi yang besar. We fight
back!”

Apa yang disampaikan Informan I ini merupakan gambaran dari siklus


perubahan pada suatu organisasi digambarkan oleh kurva Sigmoid yang dikutip dari
Kasali (2006: 176) dimana terlihat bahwa ada fase organisasi berada di masa awal
pertumbuhan yang lambat, masa pertumbuhan yang cepat, kemudian menjadi dewa,
dan mengalami masa kemunduran. Kurva Sigmoid ini bisa terjadi berkali-kali
terhadap suatu organisasi. Ada titik-titik yang harus diantisipasi agar tidak berlanjut
ke fase berikutnya atau agar tercipta kurva baru.
75

Sumber : Kasali (2006: 176)

Perubahan organisasi berdasarkan kurva terdiri atas 3 kategori yakni;


4. Transformasi Manajemen, adalah saat di titik A, dimana perusahaan
masih dalam kondisi pertumbuhan yang baik namun sudah mulai
menangkap adanya signal-signal yang kurang menguntungkan
sehingga perlu dilakukan transformasi agar terbentuk kurva baru,
5. Manajemen Turnaround, merupakan saat organisasi berada di titik B1
yakni sudah mulai ditemukan permasalahan namun sumber daya yang
dimiliki masih banyak, maka saatnya melakukan perbaikan agar
organisasi tidak berlanjut ke fase berikutnya.
6. Manajemen Krisis, adalah ketika perusahaan berada di posisi B
dimana krisis sudah terjadi, biasanya perusahaan mulai kehabisan
cashflow dan reputasi terancam, bahkan sudah mulai kehilangan
motivasi.

Posisi TVRI sebagaimana digambarkan dalam tentang siklus transformasi


sebagaimana tergambar pada Sigmoid curve diatas sudah berada pada titik B
sehingga pada saat ini diperlukan langkah-langkah manajemen krisis agar krisis yang
dihadapi tidak semakin parah. Berdasarkan wawancara dengan Informan I, TVRI
76

sudah menyiapkan berbagai langkah strategis yang ditujukan bagi internal dan
eksternal lembaga.

“strategi kami adalah melakukan perubahan secara menyeluruh, baik dari segi
pengelolaan operasional lembaga maupun upaya penciptaan image ke luar.
Semua langkah-langkah yang diambil dikomunikasi kedalam dan keluar
lembaga. Karena kami butuh dukungan dari semua pihak agar semua program
yang dirancang bisa berjalan”.

Tergambar dari wawancara dengan Informan I bahwa komunikasi


memerankan peranan yang penting dalam manajemen krisis. Komunikasi kedalam
lembaga untuk memotivasi dan mendapatkan dukungan dari semua karyawan.
Komunikasi keluar organisasi untuk memperlihatkan ke publik perubahan-perubahan
yang telah dilakukan.

Strategi manajemen krisis yang dilakukan TVRI tergambar dari wawancara


dengan para Informan sebagai berikut;

1. Revitalisasi SDM
Menurut wawancara dengan Informan IV diketahui bahwa TVRI melakukan
rekrutmen tenaga-tenaga muda melalui program PBPNS (Pegawai Bukan PNS) pada
akhir 2017.

“kami tidak mempunyai kewenangan merekrut tenaga PNS. Kami lakukan


rekrutmen tenaga -tenaga muda melalui program PBPNS untuk menjembatani
gap karyawan TVRI yang cukup jauh dengan generasi milenial. Tenaga-
tenaga baru ini ikut mengisi kesongan di banyak bagian karena banyaknya
PNS yang memasuki usia pensiun”

Peneliti melakukan konfirmasi dan cross check dengan data referensi yang ada di
SDM TVRI terkait komposisi karyawan TVRI saat ini dan didapat data sebagai
berikut;
77

Table 9. Komposisi SDM TVRI 2018


Keterangan Jumlah
No
(tahun) PNS PB PNS
1 19 - 25 - 73
2 26 - 30 7 422
3 31 - 35 52 415
4 36 - 40 108 241
5 41 - 45 370 95
6 46 - 50 854 56
7 51 - 55 1,294 24
8 56 - 60 684 1
Total 3,369 1,327

Pada tabel diatas terlihat perimbangan komposisi karyawan TVRI saat ini
berdasarkan kelompok usia yang sebelum sebagian besar berada di kelompok umur
diatas 40 tahun. Kekurangan SDM karena tidak ada pergantian karyawan PNS yang
memasuki usia pension dapat diatasi oleh TVRI dengan merekrut tenaga PBPNS ini.

2. Cost Efficiency & Cashless

Berdasarkan wawancara dengan Informan III, permasalahan anggaran yang


sangat minim serta pengelolaannya yang tidak baik akibatnya selalu mendapat opini
Disclaimer dari BPK disiasati dengan menerapkan cost efficiency di semua bagian
serta program cashless.
“anggaran kami sangat minim, kami harus extra hati-hati mengelolanya.
Pengeluaran yang sifatnya nice to have kami hapuskan seperti konsumsi rapat
dll. Sedapat mungkin dihindari kebocoran disana sini. Sekarang untuk segala
transaksi keuangan, kami tidak menggunakan uang kas tapi tercatat melalui
transfer bank. Ini memudahkan kami untuk memonitor pemasukan dan
pengeluaran”

Saat ini TVRI mengatur keuangannya dengan skala prioritas, rapat-rapat internal
yang dulunya disediakan konsumsi, saat ini sudah dihapuskan. Pengaturan jam AC
dan lampu-lampu kantor dihidupkan juga dilakukan untuk menghindari pemborosan
energy. Untuk menghindari kebocoran anggaran, TVRI menerapkan sistem cashless,
dimana semua pengeluaran dan penerimaan dana dari internal maupun eskternal
perusahaan melalui transfer bank.
78

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di TVRI diketahui bahwa semua


pembayaran di TVRI mengunakan layanan perbankan dari BRI baik pembayaran
kepada karyawan maupun kepada vendor.

3. Layanan Digital
Berdasarkan wawancara dengan Informan II, untuk beradaptasi dengan era
digital, TVRI juga menghadirkan program-program acaranya melalui layanan
streaming sehingga kaum milenial yang lebih banyak menggunakan sosial media
dibanding TV konvensional, bisa menikmati tayangan TVRI.
“kami punya streaming itu di Android; namanya TVRI Klik. Namun masih
linear. Saya mau nonlinear di mana orang bisa pilih nonton berdasarkan apa
yang ia inginkan. Tiga hari saya masuk, TVRI sudah bersiaran di Facebook,
YouTube. Saya bilang jangkau mereka yang tidak menonton TV. Kami
sedang berbenah”

Gambar 8. Aplikasi TVRI KLIK pada Playstore Android

Gambar 8 diatas merupakan sceenshot aplikasi TVRI KLIK di Play Store


gadget berbasis android: yang merupakan hasil cross check yang Penulis lakukan di
79

Play Store Android dan media sosial Facebook dan Youtube. Didapatkan informasi
bahwa layanan digital TVRI yang berbasis android dengan applikasi TVRI KLIK
sementara streaming melalui Facebook dan Youtube dapat diunduh melalui portal
www.tvri.co.id/live. Dan layanan streaming melalui website TVRI yang bisa
dinikmati melalui media sosial Youtube dan Facebook sebagai berikut:

Gambar 9. Layanan Streaming TVRI di Youtube

Gambar 10. Layanan Streaming TVRI di Facebook


80

Penyebarluasan siaran TVRI melalui layanan digital ini diharapkan menjangkau


penonton dengan karakteristik yang lebih social media oriented pada era milenial ini.

4. Perbaikan konten
Hasil wawancara dengan Informan II, strategi manajemen krisis TVRI juga
dengan melakukan perubahan pada konten acara agar lebih milenial. Diantara upaya-
upaya tersebut adalah dengan melakukan program Campaign Goes to Millenial.
“Looks kami rombak. Tampilan untuk acara Milenial kami buat. Presenter-
presenter kami permuda. Campaign kami bahwa TVRI goes to Milenial itu
berdampak dalam empat bulan terakhir. Distribusi penonton sudah tidak
terlalu kuat di tua; sudah mulai ke usia penonton usia 30 sampai 25 tahun itu
mulai tumbuh.”
81

Perbaikan konten disini adalah dengan menghadirkan presenter-presenter


muda untuk program-program acara TVRI termasuk memperbaiki setting panggung
dan studio. Menurut Informan II upaya ini sudah membuahkan hasil dimana
komposisi penonton muda TVRI sudah bertambah.
Berdasarkan wawancara dengan Informan I, upaya perbaikan konten yang lain
yang dilakukan adalah dengan mengemas ulang acara (Repackaging) program-
program acara TVRI. Program-program lawas yang dulu fenomenal dan menjadi
kekuatan utama TVRI ditayangkan kembali namun dengan tampilan.
"Strategi kita memperbaiki layar, …. banyak sekali acara yang kita
repackaging. Doakan kami sehingga ini kan TV bisa jadi TV yang terdepan
yang tetap netral dan independen. Semua nostalgia yang membangkitkan
kenangan kejayaan TVRI dihidupkan kembali dengan kondisi kekinian”

Tujuan melakukan repackaging ini adalah selain untuk menghemat biaya pembuatan
program namun juga untuk menarik kembali penonton lama yang dulu menjadi
penikmat acara tersebut agar kembali bernostalgia. Dibuat dengan kondisi kekinian
untuk menarik penonton muda.
Diantara program-program yang dihidupkan kembali teersebut adalah:
a. Ria Jenaka yang dulu dipopulerkan oleh Ateng dan Iskak, tapi kini
menghadirkan versi milenial dengan bintang para Komika (Stand Up
Comedian) Gilang Baskara, Babe Cabita, Arief Didu dan lain-lain.
b. Sinetron yang pernah populer seperti ‘Siti Nurbaya’, ‘Keluarga
Cemara’, ‘Dokter Kartika’.
c. Film-film asing yang pernah berjaya di TVRI juga dimunculkan
kembali, seperti ‘Oshin’ dan ‘Little House on The Praire’.
d. Acara Cepat Tepat, SD, SMP dan SMA, yang dulu disukai dan
dirindukan yang dihadirkan melalui kerjasama dengan Kementrian
Dikbud
Peneliti melakukan cross check pada susunan acara TVRI, dan mendapatkan
informasi jadwal penayangan Ria Jenaka Milenial setiap Sabtu jam 19.00.

Gambar 11. Tayangan Ria Jenaka Milenial


82

Strategi lain untuk perbaikan konten yang dilakukan TVRI adalah dengan
pembentukan creative hub. Berdasarkan hasil wawancara dengan Informan I
diketahui bahwa tujuan pembentukan creative hub ini adalah untuk menjaring ide-ide
dari kreator-kreator muda guna perbaikan dan inovasi program-program acara TVRI.
Untuk itu TVRI menyediakan tempat khusus di lingkungan kantor TVRI sebagai
sarana berdiskusi dengan anak-anak muda kreatif supaya bisa memberikan input ide
dan saran.
"TVRI punya kantor yang besar di Senayan, 4,6 hektare. …… lobi bawah
dijadikan creative hub. Tempat para kreator konten berkumpul. Ini saya
senang banget karena kreator konten dan anak milenial itu juga sudah komit
membantu TVRI.’’

Disamping itu berdasarkan wawancara dengan Informan I, didapatkan bahwa


untuk memperkaya konten program acaranya TVRI juga melakukan pertukaran
83

program dengan TV Publik asing seperti NHK Jepang, Arirang Korea Selatan, DW
Jerman, RBTF Belgia, dan RAI Italia.
“untuk memperkaya program TVRI, kami melakukan pertukaran program
acara dengan TV Publik negara lain. Beberapa program Arirang, TV Publik
Korea Selatan sudah kami tayangkan. Penjajakan sedang kami lakukan
dengan NHK Jepang, DW Jerman, RBTF Belgia, dan RAI Italia. Tidak
menutup kemungkinan dengan negara lain juga”

Berdasarkan cross check yang Peneliti lakukan pada susunan acara TVRI
didapatkan informasi bahwa salah satu program TV publik asing yang sudah
ditayangkan TVRI adalah mengenai budaya dan pembangunan di Korea Selatan yang
merupakan program dokumenter televisi Arirang yang berjudl 100 icons of Korean
Culture. Acara ini ditayangkan setiap Selasa jam 15.00.\

Gambar 12. Program Arirang yang ditayangkan TVRI

Informan II juga menyampaikan hal yang sama terkait pertukaran program


dengan TV publik asing ini.
84

“Kami juga membuka keran kerja sama luar negeri. Waktu kami masuk, kami
ubek-lah seluruh MoU yang enggak sempat ditandatangani atau di-follow-up”

Menurut Informan II, pertukaran program ini sudah sejak lama dilakukan namun
banyak yang belum difollow up sehingga manajemen TVRI yang sekarang melakukan
review kembali semua kesepakatan tersebut.

Gambar 13. Penandatanganan MOU TVRI dan China Media Group


85

Gambar 13 diatas merupakan hasil cross check pada media sosial Direktur Utama
TVRI dan mendapatkan informasi bahwa baru-baru ini TVRI melakukan
penandatanganan MOU pertukaran program dengan China Media Group.
Berdasarkan wawancara dengan para informan tergambar bahwa strategi yang
diambil TVRI adalah berupaya beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi
di dunia pertelevisian menggunakan resources-resources yang terbatas serta peluang-
peluang yang dimiliki semaksimal mungkin.

G. Strategi Komunikasi Manajemen Krisis TVRI

Tahap berikutnya setelah suatu organisasi menetapkan rencana dan strategi


penanganan krisisnya adalah mengkomunikasinya ke pihak-pihak terkait yang
diperlukan dukungannya. Disini penulis mencoba mengetahui bagaimana cara
manajemen TVRI menyampaikan rencana dan strategi tersebut ke internal lembaga
dan juga ke pihak diluar lembaga. Berdasarkan wawancara dengan Informan I,
terkonfirmasi bahwa semua rencana dan langkah-langkah penanganan krisis ini harus
dikomunikasikan kedalam dan keluar lembaga. Komunikasi kedalam gunanya untuk
mendapatkan dukungan dari seluruh karyawan dan untuk memotivasi serta
membangun pride para karyawan dan komunikasi keluar agar publik mengetahui
bahwa TVRI melakukan perubahan.

“strategi kami adalah melakukan perubahan secara menyeluruh, baik dari segi
pengelolaan operasional lembaga maupun upaya penciptaan image ke luar.
Semua langkah-langkah yang diambil dikomunikasi kedalam dan keluar
lembaga. Karena kami butuh dukungan dari semua pihak agar semua program
yang dirancang bisa berjalan”.

Hal ini sebagaimana juga dikemukakan oleh Dindin M. Machhfud, Senior


Manager pada Divisi Public Relations PT Astra International Tbk (1998:50),”apabila
gejala krisis mulai menampakkan diri, perusahaan perlu segera membentuk Tim
Krisis yang solid, kompak dan kredibel. Tim ini bertugas untuk antara lain
menghimpun, menginvetigasi, mengkaji data dan fakta secara kritis termasuk
langkah-langkah: (1). Memulai proses pemulihan, (2). Menginformasikan kepada
86

publik kunci mengenai langkah-langkah yang telah diambil dan akan dilaksanakan,
(3). Mengaktifkan Pusat Krisis selama 24 jam, (4). Mengaktifkan Pusat Media dan
(5). Memberikan penjelasan kepada pers mengenai perkembangan yang terjadi secara
periodik- disamping menyiapkan siaran pers”.

Menurut Sturges dkk (Ngurah Putra, 1999), fungsi komunikasi selama krisis
adalah (1) untuk menetralisir intervensi pihak ketiga yang mungkin dapat
memperparah krisis yang sedang dihadapi oleh sebuah organisasi dan (2). Untuk
menjaga agar karyawan dapat tetap memperoleh informasi yang tepat tentang
organisasi tempat mereka bekerja, sehingga mereka menjadi tim yang memperkuat
posisi organisasi dalam menghadapi krisis. Intervensi pihak ketiga umumnya datang
dari media massa yang punya prinsip untuk menyampaikan setiap realitas sosial
kepada khalayaknya, termasuk krisis yang sedang dialami sebuah organisasi.

Berdasar kedua pendapat diatas terlihat perlunya menkomunikasikan kepada


karyawan dan kepada publik langkah-langkah manajemen krisis yang dilakukan.
Mengacu kepada jenis strategi komunikasi manajemen krisis yang diajukan Coombs
dalam Putra (1999:101-102), maka strategi yang digunakan TVRI termasuk pada
jenis Ingratiation Strategies sebagaimana diungkapkan oleh Informan I bahwa TVRI
mengharapkan dukungan publik atas upaya manajemen krisis yang dilakukan.

“sebagai TV publik, kami memerlukan dukungan semua pihak atas upaya


perbaikan yang sedang kami lakukan. Upaya tersebut secara terus menerus
kami komunikasikan ke publik agar publik merasakan kehadiran TVRI
kembali dan memberikan kepercayaannya kepada tim manajemen saat ini.
Namun yang tidak kalah penting adalah dukungan dari karyawan kami.
Manajemen tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan para karyawan”

1. Komunikasi Internal

Menurut Informan I, komunikasi kepada internal lembaga dilakukan terus


menerus untuk mengajak seluruh karyawan membenahi TVRI dan meraih kembali
kejayaannya.
’’Sekarang alhamdulillah saya sudah sangat mencintai TVRI. Saya ke mana-
mana, ke daerah, saya meminta mereka untuk bersama-sama benahi TVRI.
87

Saya selalu tekankan ayo, we fight back! Saya motivasi mereka. Kadang-
kadang mereka nangis. Saya pun kadang-kadang berlinang air mata juga.
Terharu melihat kebangkitan TVRI mulai terasa. Walaupun PR kami masih
banyak sekali,’’

Peneliti melakukan cross check pada dokumentasi kegiatan direksi TVRI dan
mendapatkan informasi upaya direksi berkomunikasi dengan internal untuk
memberikan motivasi dan semangat baru. Contohnya yang dilakukan Direktur
Umum TVRI, Tumpak Pasaribu, saat mengunjungi TVRI Stasiun Jakarta pada 26
Maret 2018 sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 14. Direksi Memotivasi Karyawan TVRI Stasiun Jakarta

Demikian juga cross check pada dokumentasi ulang tahun TVRI Stasiun Jawa Timur
pada 3 Maret 2018, Direktur Utama TVRI, Helmy Yahya juga berusaha
membangkitkan motivasi karyawan.
88

Gambar 15. Direksi Memotivasi Karyawan TVRI Stasiun Jawa Timur

Langkah-langkah manajemen krisis yang dilakukan dikomunkasikan oleh semua


pimpinan sesuai porsinya masing-masing. Berdasarkan wawancara dengan Informan
III, kesadaran karyawan akan pentingnya cost efficiency perlu terus dibangun dan
diingatkan.
“di setiap kesempatan saya berusaha memberikan awareness kepada
karyawan. Anggaran kita kecil, kita harus cost efficiency, kita sedang
berupaya meyakinkan publik bahwa kita kembali. Karyawan sangat
mendukung program cashless yang dicanangkan. Melihat kondisi ini, saya
yakin TVRI akan mampu mewujudkan visi dan misinya.”

Menurut Informan IV, karyawan perlu dimotivasi setiap hari dan perlu
dibangun kepercayaan dirinya bahwa mereka bagian yang sangat penting bagi
lembaga. Dengan demikian maka diharapkan karyawan akan ikut serta mendukung
upaya pembenahan di TVRI.
“setiap pagi bagian Humas melalui pengeras suara keseluruh ruangan
kerja menyampaikan ucapan selamat bekerja kepada seluruh
karyawan, kemudian siang hari memberikan ucapan selamat
beristirahat dan selamat makan siang, saat jam pulang kerja kembali
Humas menyampaikan ucapan terima kasih atas kinerja hari ini dan
ucapan selamat kembali ke rumah. Upaya ini kami lakukan untuk
memotivasi karyawan. Agar karyawan merasakan bahwa mereka
bagian yang penting bagi organisasi.”

Peneliti melakukan observasi atas kegiatan Humas sesuai infromasi Informan


IV diatas dan mendapatkan informasi bahwa kegiatan ini dilakukan setiap hari pada
jam 8.00 pagi, jam 12.00 siang, dan 16.00 sore.
89

Berdasarkan cross check dengan dokumentasi, peneliti mendapatkan


informasi bahwa selain komunikasi antara atasan dengan bawahan, strategi
komunikasi internal TVRI adalah juga dengan menerbitkan majalah Monitor sebagai
saranan penyampaian informasi bagi kalangan internal baik dari atasan kebawahan
maupun sebaliknya. Majalah Monitor ini dikelola oleh Humas TVRI dan diterbitkan
setiap bulan.

Gambar 16. Sampul Monitor Edisi Maret 2018

Peneliti melakukan observasi pada majalah monitor ini dan mendapatkan gambaran
antusiasme para karyawan dan stasiun-stasiun daerah memberikan kontribusi berupa
update kegiatan ataupun artikel-artikel yang bermanfaat bagi internal TVRI.

2. Komunikasi Eksternal

Secara umum, komunikasi eksternal merupakan komunikasi antara lembaga


atau organisasi dengan masyarakat. Dalam hal ini biasanya lembaga atau organisasi
diwakili oleh pimpinan dan fungsi Humas. Berdasarkan wawancara dengan
Informan I yang telah dikutip diatas bahwa TVRI berupaya menyampaikan ke publik
bahwa mereka telah berubah dan agar masyarakat kembali merasakan kehadiran
TVRI. Upaya ini juga dimaksudkan agar TVRI kembali meraih trust dari khalayak.
90

Melalui wawancara dengan Informan V, Humas yang selama ini kurang aktif
dihidupkan kembali sebagai media komunikasi TVRI dengan publik. Media-media
sosial milik lembaga diupdate dengan berita dengan menggunakan tagar
#wefightback #kamikembali. Saluran-saluran yang memudahkan komunikasi dengan
publik dibuka.
“fungsi humas kami hidupkan kembali. Kami menggunakan media sosial
untuk sebagai alat komunikasi dengan masyarakat. Saluran-saluran
komunikasi dengan publik kami buka. Di kantor pusat dan kantor-kantor
stasiun daerah kami pasang banner berisi pemberitahuan bahwa kami
menerima keluhan dan input dari masyarakat”

Berdasarkan observasi yang Peneliti lakukan di lingkungan perkantoran TVRI


didapatkakan informasi tentang upaya Humas TVRI mendekatkan diri ke publik
dengan menyediakan layanan pengaduan masyarakat melalui berbagai media
komunikasi kekinian. Penyebaran informasi ini dilakukan dengan pemasangan banner
seperti pada gambar 17 dibawah ini. Pemasangan banner tersebut tidak hanya di
kantor pusat, namun berdasarkan informasi dari beberapa karyawan, juga dilakukan
di kantor-kantor stasiun daerah sehingga semakin luas khalayak yang mengetahui
saluran komunikasi dengan TVRI tersebut.

Gambar 17. Banner Pengaduan Publik


91

Selain Humas, seluruh karyawan juga diminta aktif di media sosial dan
meramaikan tagar #wefightback #kamikembali. Menurut Informan IV seluruh
karyawan didorong untuk memiliki akun media sosial dan diminta aktif
menkomunikasikan kegiatan-kegiatan dan program-program TVRI di akunnya
masing-masing.

“sebagian besar karyawan kami sudah memiliki akun sosial media. Kami
meminta mereka aktif menyebarkan informasi tentang TVRI di sosial media.
Dan harus selalu memakai tagar #wefightback #kamikembali”.
Hal ini sejalan dengan salah satu cara membangun reputasi yang dikemukakan
Waska Warta dalam bukunya Manajemen Reputasi (2017: 98-103) yakni dengan
cara: kenali kekurangan diri (recognize your shortcoming), selalu waspada (stay
vigilant), mendorong anggota sebagai pejuang reputasi (make your employees your
reputation champion), control atau kendalikan internet sebelum ia mengendalikan
kita (control internet before it controls you), bicaralah dengan satu suara (speak with
a single voice), dan waspada akan bahaya runtuhnya reputasi (beware the danger of
reputation rub-off).

Menurut Informan I, jajaran direksi juga aktif mengkampanyekan aktifitas


TVRI menggunakan media komunikasi melalui akun-akun media-media sosial yang
dimiliki. Dengan komunikasi aktif di media sosial diharap timbul image bahwa TVRI
adalah TV kekinian dan secara perlahan reputasi bisa kembali diraih.

“saya bukan generasi milenial tapi semangat saya milenial. Saya aktif di sosial
media. Saya selalu menyebarkan informasi kegiatan dan program-program
acara TVRI di semua akun sosial media saya. Selalu pakai tagar #wefightback
#kamikembali. Kehadiran kami di media-media sosial diharapkan
menciptakan image bahwa kami TV kekinian”
Penggunaan akun media sosial sebagai media komunikasi akan
mempermudah dan mempercepat penyebaran suatu informasi sebagaimana pendapat
Marshall Mc Luhan yang diambil dari bukunya Prof. Onong Uchjana Effendy Ilmu
Komunikasi : Teori dan Praktek (2006) tentang perkembangan teknologi komunikasi
bahwa “the medium is the message”. Mc Luhan mengungkapkan bahwa pesan yang
disampaikan memanglah penting, namun media yang digunakan juga memiliki peran
sebagai pesan, Hal ini diperkuat oleh Burgon & Huffner (2002) bahwa media
92

komunikasi dapat memperkuat eksistensi informasi dimana media komunikasi yang


hi-tech dapat membuat informasi ataupun pesan lebih berkesan terhadap komunikan.

Media sosial dewasa ini sudah menjadi media audio visual dimana pesan yang
disampaikan bisa didengar dan dilihat komunikan. Bahkan media sosial saat ini juga
bisa menjadi Media Audio Visual Aid (AVA). Menurut Grant & Meadows (2014)
dalam bukunya Communication Technology Update and Fundamentals (2014), AVA
adalah media komunikasi yang dapat dilihat dan juga dapat didengar, untuk
mendapatkan informasi secara bersamaan, dimana comtoh dari AVA ini adalah
televisi. Namun fungsi televisi sebagai media komunikasi sudah bisa digantikan oleh
media sosial saat ini karena memungkinkan berkirim informasi berupa suara (audio),
gambar (gambar), maupun video (audio visual) atau bahkan kombinasinya. Selain
menggunakan media social, menurut Informan I, komunikasi ke pihak luar lembaga
juga dilakukan dengan komunikasi secara langsung dalam setiap kesempatan baik
secara formal atau informal.

“dimana-mana TVRI dibilang TV tua. Saya berusaha meyakinkan semuanya


dalam rapat-rapat atau kesempatan resmi lainnya bahwa kami telah berubah.
Sekarang bisa dilihat TVRI sekarang lebih kekinian”

Komunikasi langsung merupakan proses komunikasi yang dilakukan secara


langsung atau bertatap muka antara komunikator dengan komunikan tanpa
menggunakan media komunikasi. Keuntungan menggunakan komunikasi
interpersonal tatap muka adalah kita dapat melihat respon balik atau umpan balik
komunikan saat melakukan proses interaksi. Jika umpan balik yang diberikan bersifat
positif, maka kita pesan kita dapat diterima dengan baik oleh komunikasn. Sebaliknya
bila respon bersifat negative, maka kita sebagai komunikator harus memperbaiki cara
penyampaian pesan yang dimaksud.
Komunikasi yang dilakukan secara langsung ataupun melalui media tujuannya
sama yakni agar komunikan mendapatkan kesan atas informasi yang disampaikan.
Sebagaimana pendapat Gotsi dan Wilson (2001) yang dikutip dari Warta (2017: 82)
bahwa kesan yang tertanam di benak khalayak atau stakeholders mengenai
perusahaan, terbentuk karena sikap, perilaku, dan tindakan atau sepak terjang
93

perusahaan tersebut (company’s behavior) dalam menjalankan roda organisasinya.


Selain itu juga karena segala hal yang ditampilkan dalam berbagai penanda atau
symbol (company’s symbolism). Kesan atau citra perusahaan juga terbentuk karena
komunikasi yang diselenggarakan perusahaan (company’s communication). Kepada
masyarakat, umumnya atau para pemangku kepentingan khususnya.

H. Media Komunikasi Krisis TVRI

Komunikasi memerlukan media sebagai salurannya. Mengacu pada formula


Laswell, TVRI sebagai komunikator menyampaikan pesan berupa program-program
acaranya melalui layar kaca (media televisi) kepada publik. Namun di era milenial
yang lebi social media oriented TVRI menyesuaikan diri dengan media baru tersebut.
Social media campaign dicanangkan. Informasi tentang langkah-langkah manajemen
krisis dan program-program acaranya diviralkan melalui media sosial seperti
instagram, twitter, ataupun facebook menggunakan moto baru denfan tagar
#wefightback dan #kamikembali sebagaimana terlihat pada beberapa sceenshot
dibawah ini;
1. Instagram
94
95

2. Twitter
96

3. Facebook
97

Berdasarkan hitungan instagram yang diambil tanggal 13 Mei 2018 jam 18.59
WIB, lebih 10 ribu tagar #wefightback dan 8 ribu #kamikembali memenuhi sosial
media. Sebagai Lembaga penyiaran publik TVRI tentu saja program –program yang
disirkan berbeda dengan Stasiun televisi Swasta yang orentasinya profit. Program
TVRi harus berlandaskan pada empat filosofi, yakni independen, inspiratif, cerdas,
dan mendidik. Sedangkan televisi swasta berdasarkan rating tertinggi yaitu
infotainment,sinetron, dan debat yang kadang - kadang bersifat sarkasme. Untuk itu
TVRI harus melaksanakan strategi komunikasi agar program yang berbeda dengan
televisi swasta juga menjadi pilihan penonton generasi millennial.
98
99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Krisis menyebabkan terganggu bahkan terhentinya proses normal operasional


organisasi. Krisis yang berlanjut dan tidak segera ditangani akan menyebabkan
kerugian finansial bahkan mengancam reputasi dan keberadaan organisasi tersebut.
Krisis memerlukan penanganan yang segera dari pihak manajemen. Berdasarkan
pembahasan tentang manajemen krisis dan strategi komunikasi krisis di TVRI pada
BAB IV, penulis mencatat kesimpulan dan saran sebagai berikut.

A. Kesimpulan

Krisis yang dihadapi TVRI adalah krisis dalam hal menajemen yakni terkait
pengelolaan keuangan dan SDM. Disamping itu TVRI juga menghadapi krisis
reputasi karena image sebagai TV jadul yang lama terbentuk di masyarakat. Krisis
yang dihadapi TVRI ini berlangsung cukup lama dan tidak segera ditangani.
Manajemen krisis merupakan respon pertama berupa upaya yang dilakukan
organisasi terhadap suatu kejadian krisis. Upaya tersebut harus bersifat segera agar
krisis tidak semakin parah namun TVRI sebagai salah satu lembaga pemerintah yang
terikat dengan undang-undang dan peraturan pemerintah tidak bisa merespon dengan
cepat begitu krisis terjadi karena untuk kebijakan tertentu memerlukan persetujuan
lembaga terkait. Krisis di TVRI sudah melewati tahap akut dan sudah berada di tahap
tahap resolusi, yaitu tahap ketika manajemen harus memulihkan kekuatan agar
kembali seperti semula dan dapat melanjutkan aktivittas dengan normal dan lancar.

Dibutuhkan kepiawaian komunikasi dan kreatifitas manajemen TVRI


menyiapkan upaya-upaya strategis untuk menangani krisis ditengah-tengah
keterbatasan yang dimiliki. Tahapan yang dilakukan TVRI adalah mengidentifikasi
krisis, menganalisa penyebabnya, menyusun langkah-langkah penanganan krisis
dengan menitikberatkan pada penyebab krisis, dan menkomunikasikan program
penanganan krisis tersebut. Penyebab krisis yang dihadapi TVRI disebabkan faktor
internal yakni kendala SDM dan keuangan yang mengakibatkan lembaga ini kesulitan
untuk beradapatasi sesuai perubahan sehingga alur komunikasi sebagaimana halnya
100

dalam formula Laswell terhambat. Penonton sebagai penerima pesan (TO WHOM)
mengalami perubahan karakteristik di era milenial ini, namun TVRI sebagai
komunikator (WHO) tidak melakukan adaptasi seiring perubahan tersebut. Unuk itu
krisis yang dihadapi TVRI menurut tipologi krisis Shirivasta dan Mitroff berada pada
Sel 3 yakni krisis yang terjadi karena faktor sosial/manusia dan manajemen yang
bersumber di dalam perusahaan akibat terlambat melakukan adaptasi atau perubahan.

Kendala SDM yang sebagian besar terdiri dari Gen-X diatasi dengan
mendapatkan green player dari generasi milenial melalui program PBPNS. Kendala
anggaran diatasi dengan cost efficiency dan cashless program. Sementara perubahan
karakteristik penonton milenial yang social media oriented diatasi dengan
merepackaging program-program acara yang dimiliki, menjaring ide kreatifitas anak
muda melalui pembentukan creative hub, dan melakukan pertukaran program dengan
TV publik asing. Krisis telah dijadikan turning point bagi TVRI for better.

Komunikasi terkait manajemen krisis ini dilakukan TVRI melalui program


komunikasi internal dan eksternal. Komunikasi internal secara aktif dilakukan oleh
semua pimpinan untuk memastikan partispasi seluruh karyawan, mendapatkan
dukungan, serta memotivasi karyawan termasuk untuk membangun pride karyawan.
Komunikasi keluar dilakukan oleh direksi melalui rapat-rapat dan diskusi-diskusi
baik formal maupun informal dengan pihak luar. Disamping itu Humas juga
diberdayakan untuk memanfaatkan saluran komunikasi melalui media sosial seperti
instagram, twitter, website dan facebook menjadi media channel baru untuk
komunikasi di era milenial. Ini adalah bentuk adaptasi atas perubahan di era Gen-Y
ini. Peran serta seluruh karyawan juga diminta dalam upaya pembentukan kembali
reputasi TVRI dengan juga aktif di media sosial untuk meramaikan tagar
#wefightback #kamikembali. Upaya ini diharapkan membangun image bahwa TVRI
sudah berubah dan telah menjadi kekinian.
101

B. Saran-Saran

Setelah menyelesaikan penelitian ini, penulis memiliki saran-saran untuk para


akademisi yang tertarik dengan penelitian yang serupa dan untuk subjek penelitian
yakni LPP TVRI;

1. Saran Akademis

Penelitian ini masih jauh dari sempurna, masih banyak hal-hal terkait
manajemen krisis yang belum tergali secara mendalam. Untuk itu penulis
menyarankan kepada akademisi yang tertarik meneliti tentang manajemen krisis di
suatu lembaga agar melakukan penelitian yang lebih mendalam. Manajemen krisis
telah menjadi studi yang menarik dewasa ini bahkan telah menjadi new corporate
discipline yang tentu saja penelitian-penelitian tentang manajemen krisis ini akan
sangat bermanfaat, tidak hanya bagi ilmu terapan terkait tapi juga bagi organisasi,
lembaga, atau perusahaan. Lebih jauh lagi krisis tidak hanya menimpa organisasi tapi
juga negara bahkan dunia, untuk itu masih banyak penelitian terkait manajemen krisis
yang bisa dilakukan.

2. Saran Praktis

Tidak ada yang tahu kapan krisis akan terjadi dan banyak organisasi yang
tidak siap menghadapinya karena tidak memiliki crisis management plan sebagai
langkah antisipasi dan menjadikannya sebagai standar operasi perusahaan (SOP).
TVRI sudah membuat rencana strategis untuk menangani krisis yang sedang
dihadapinya, untuk itu penulis menyarankan agar diperluas secara lengkap menjadi
blueprint rencana penanganan krisis lembaga. Disamping itu penulis juga
menyarankan agar TVRI bekerja sama dengan endorser-endorser di sosial media agar
perubahan yang dilakukannya lebih viral dan menarik perhatian generasi milenial.
102

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). 2018. Hasil Survei Penetrasi
dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2017. https://apjii.or.id/survei2017
[diakses 10 April 2018].

Alwasilah, A.C. 2003. Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan. Melakukan


Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. 340 hal.

Ardianto, Elvinaro, Komala Lukiati, dan Karlinah, Sitti. 2014. Komunikasi Massa:
Suatu Pengantar. Edisi Revisi. Bandung: Refika Offset. 277 hal.
Ardianto, E. 2011. Handbook of Public Relations: Pengantar Komprehensif.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 374 hal.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta. 138 hal.

Arnold, H.J. dan Feldman, D.C. 1986. Organizational Behavior. New York: McGraw-
Hill. 623 p.

Boer, K.M. 2013. Manajemen Krisis di Balik Iklan-Iklan Kontroversial Milik


Benetton https://ejournal.undip.ac.id 6 September 2013. In Vol 2, No 1
(2013): January 2013 [diakses 10 April 2018].
Buncle, T. 2015. Crisis Management: Case Studies. Dalam World Tourism
Organization UNWTO 27 Agustus 2015. http://www2.unwto.org/. [diakses 9
April 2018].
Burgon & Huffner. 2002. Human Communication. London: Sage Publication
Carr, C.T dan Hayes, R.A. 2015. Social Media: Defining, Developing and Divining.
Atlantic Journal of Communication. Volume 23, 2015, Page 46-65. Published
online: 06 Feb 2015.
Detik Finance. 2014. 50 Pilotnya Resign, Bos Merpati: Kami Sedang Krisis.
https://finance.detik.com/industri/d-2492111/50-pilotnya-resign-bos-merpati-
kami-sedang-krisis. [diakses 9 April 2018].
Effendy, O.U. 2006. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 181 hal.
Fombrun, C.J. 1996. Reputation: Realizing Value from Corporate Image. Cambridge,
MA: Harvard Business School.
Grant, A.E. and Meadows, J.H. 2014. Communication Technology Update and
Fundamentals, 14th Edition. Boston: Focal Press. 320 p.
103

Handayani, K. dan Anom, E. 2010. Peran PR Menerapkan Manajemen Krisis Dalam


Memulihkan Citra PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing
G.737/400 Di Yogyakarta. Jurnal Komunikologi Universitas Esa Unggul,
Jakarta Volume 7, Nomor 1, Maret 2010.
Hubennan, A. M. dan Miles, M. B. 1992. Analisis Data Kualitatif. Penerjemeah;
Rohidi, T.R., penyunting. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Diterjemahkan dari Qualitative Data Analysis. 491 hal.
Kaplan, M. A. dan Haenlein, M, 2010. Users of the world, unite! The challenges and
opportunities of social media. Business Horizons 53 (1). p. 61.
Kasali, R. 1994. Manajemen Publicrelations: Konsep Dan Aplikasinya di Indonesia.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 265 hal.
Kasali, R. 2006. Change! : Tak Peduli Berapa Jauh Jalan Salah yang Anda Jalani,
Putar Arah Sekarang Juga (Manajemen Perubahan dan Manajemen Harapan).
Jakarta: Gramedia. 508 hal.
Kriyantono, R. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media. 402 hal.
Kriyantono, R. 2012. Public Relations and Crisis Management (Pendekatan Critcal
Public Relations Etnografi Kritis & Kualitatif). Jakarta: Kencana Prenada
Media. 428 hal.
[LPP TVRI] Lembaga Penyiaran Publik Televisi Indonesia. 2012. Blueprint
Transformasi TVRI (Kebijakan LPP TVRI Tahun 2011-2016). Jakarta: LPP
TVRI. 49 hal.
Machfudz, D.M. 1998. Ketika Perusahaan Menghadapi Krisis. Jurnal ISKI
Manajemen Krisis No.2/Oktober 1998: 50.
Mintzberg, H. 1990. Inside Our Strange World Of Organizations. New York and
London: Free Press/Collier Macmillan. 418 p.
Moleong, L.J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 253 hal.
Morissan. 2006. Pengantar Public Relations – Strategi Menjadi Humas Profesional.
Tanggerang: Penerbit Ramdina Prakasa. 364 hal.
Muhadjir, N. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakesarasin. 228
hal.

Mulyana, D. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu


Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 302
hal.
104

Mulyana, D. dan Solatun. 2013. Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-Contoh


Penelitian Kualitatif Dengan Pendekatan Praktis. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 452 hal.
Muzellec, L., Doogan, M., dan Lambkin, M. 2003. Corporate Rebranding-An
Exploratory Review. Journal Irish Marketing Review. 16(2). p. 31-40.
Nova, F. 2011. Crisis Public Relatons - Bagaimana PR Menangani Krisis Perusahaan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nuruddin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Nasution, S. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Penerbit
Tarsito. 159 hal.
Ofcomm.2006. Review of whosale digital television broadcasting platform, [ daring ]
tersedia:http//stakeholder.ofcom.org.uk/broadcasting/reviews
investigation/whosaledtvb/ (diakses : 26 juni 2016 ).
Ott, L. 2013. Reputation in danger: Selected case studies of reputational crises created
by social networking sites. [Tesis]. Auckland. School of Communication
Studies. Auckland University of Technologi. 198 p.
Pace, R.W. dan D.F. Faules. 2001. Komunikasi Organisasi. Penerjemah; Mulyana,
D., penyunting. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Terjemahan dari:
Organizational Communication. 566 hal.
Putra, I.G.N. 1999. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbitan
Universitas Atmajaya. 112 hal.
Roger, E.M. 1969. Modernization Among Peasants: The Impact of Communication;
New York- Sydney: Holt,Rinehart and Winston,Inc. 430 p.
Romli, K. 2011. Komunikasi Organisasi Lengkap. Jakarta: Grasindo. 216 hal
Ruslan, R. 1999. Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi. Jakarta: Raja
Grafindo. 249 hal.
Ruslan, R. 2003. Metode Penelitian PR dan Komunikasi. Jakarta: PT. Raja. Grafindo
Persada. 249 hal.

Schultz, H.B. dan Warner, A. 2009. Reputation Management. (http://www.oup.com)

SEZGİN, M. and K. TELİNGÜN. 2016. Crisis Management in Strategic Public


Relation and Case Studies. The Journal of Academic Social Science Studies
Number: 47, p. 77-88, edisi Summer I 2016.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.Bandung:
Alfabeta. 334 hal
105

Suparmo, L. 2018. Manajemen Krisis, Isu, dan Resiko dalam Komunikasi. Jakarta:
CV. Campustaka. 156 hal.
Tubbs, S.L. dan Moss, S. 2005. Human Communication: Konteks-Konteks
Komunikasi. Penerjemah; Mulyana, D., penyunting. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Terjemahan dari Human Communication. 316 hal.
Warta, W. 2017. Manajemen Reputasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 260 hal.
Widhana, D.H. 2018. Apni Jaya Putra: “TVRI Mati Suri Sejak Ada TV Swasta
Keluarga Soeharto". https://tirto.id/tvri-mati-suri-sejak-ada-tv-swasta-
keluarga-soeharto-cG11. [diakses 12 April 2018].
Winastiti, Agnes. 2016, Generasi Millenial dan Karakteristiknya.
https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20160823145217-445-
153268/generasi-millenial-dan-karakteristiknya/ [diakses 6 April 2018]
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia
Widiasarana. 97 hal.
Wulandari, Dwi. 2016. Pertarungan Stasiun TV Makin Sengit, Apa Kabar TVRI?
Dalam MIX Marketing Communication.
http://mix.co.id/headline/pertarungan-stasiun-tv-makin-sengit-apa-kabar-tvri.
[diakses 9 April 2018]
Yulianita, N. dan Leksono, N. 2011. Corporate and Marketing Communication.
Bandung: Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi. 340 hal
106

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Informan

Data Informan
Nama :
Pekerjaan :
Usia :

Pertanyaan
1. Apakah menurut informan TVRI mengalami krisis?
2. Menurut informan, apakah penyebab krisis di TVRI
3. Bagaimana sikap TVRI terhadap krisis yang dihadapi?
4. Bagaimana strategi manajemen krisis TVRI?
5. Siapa yang merancang strategi manajemen krisis tersebut?
6. Apakah sebelumnya TVRI sudah memiliki rancangan strategi manajemen
krisis?
7. Apa tujuan dibuatnya rancangan strategi manajemen krisis tersebut?
8. Bagaimana peranan Humas dalam manajemen krisis TVRI?
9. Bagaimana komunikasi yang dilakukan dalam manajemen krisis?
10. Apa media komunikasi yang digunakan dalam manajemen krisis?
107

Lampiran 2. Transkrip Wawancara Informan I

Data Informan I
Nama : Helmy Yahya, MPA, Ak., CPMA,CA (“H”)
Pekerjaan : Direktur Utama TVRI
Hari/Tanggal : 24 April 2018
Tempat : Kantor Pusat TVRI, Jakarta

Menurut Bapak apakah TVRI sedang mengalami krisis?


H: ya, saat saya mulai masuk TVRI, saya menyadari banyak sekali PR yang
harus dikerjakan. TVRI sedang krisis. Secara internal lembaga ada
permasalahan keuangan, SDM, dan infrastruktur. Di luar, persepsi publik
TVRI ini jadul, ditinggalkan penonton, itulah image TVRI di masyarakat
Menurut Bapak apa yang menyebabkan terjadinya krisis di TVRI?
H: sebenarnya masalah yang dihadapi TVRI sangat kompleks. TVRI kan diberi
amanah yang besar sebagai lembaga penyiaran publik yang memiliki tugas
dan kewajiban konstitusional untuk kepentingan bangsa dan negara. Itu
amanah yang besar. Harapannya TVRI bisa menjadi salah satu TV pilihan
masyarakat sehingga informasi-informasi yang ingin disampaikan bisa
menjangkau masyarakat. Tapi kita lihat betapa ketat dan kerasnya persaingan
dunia pertelevisian saat ini. Begitu banyak pilihan TV-TV lokal, bahkan TV-
TV asingpun masuk. TVRI berada ditengah-tengah persaingan itu untuk
merebut perhatian penonton. Namun kendala internal membuat lembaga ini
seperti tidak punya kekuatan. SDM terbatas, dana terbatas, infrastruktur sudah
ketinggalan jaman. Banyak penyebabnya. Penonton berubah, TVRI tidak bisa
dengan cepat melakukan perubahan sesuai karakteristik penonton saat ini.
Banyak kendalanya. Banyak PRnya.
Apakah TV-TV swasta dan asing yang dinikmati masyarakat Indonesia
sekarang merupakan saingan TVRI?
H: sebenarnya TVRI tidak dapat dibandingkan dengan TV-TV tersebut. Mereka
komersil dan didukung dana yang besar. TVRI punya posisi sendiri. Kami
lembaga publik, punya masyarakat Indonesi, sudah selayaknya bisa
menjangkau publik tersebut. TVRI harus bisa mengambil tempat itu kembali
Bagaimana sikap TVRI terhadap krisis tersebut Pak?
H: kami menyadari bahwa jika terjadi krisis maka diperlukan respon segera dari
organisasi. Namun hal ini tidak berlaku bagi TVRI. Ada undang-undang, ada
peraturan-peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan dan menjadi
pedoman untuk bertindak.
108

Artinya TVRI menunggu respon pemerintah?


H: ya nggak dong hahahaha. Shock juga awalnya. Saya tahu akan banyak PR-
nya. Ternyata lebih banyak dari yang dibayangkan. Tapi, syukurlah, direksi
sangat solid. Dewan pengawas sangat mendukung. Kami pelan-pelan, tapi
bekerjanya harus marathon.
Bisa dijelaskan maksudnya Pak?
H: begini…. Kami menyadari TVRI sedang mengalami krisis, dianggap sebagai
TV tua, tapi kami menganggap ini sebagai titik balik untuk meraih kejayaan
TVRI kembali. Itu tugas saya, TVRI sangat besar potensi, luar biasa itu PR
(pekerjaan rumah). Itu saya tau betul dan yakin juga, banyak masyarakat
berharap TVRI bisa lebih hidup lagi
Berarti manajemen TVRI bertekad menghadapi dan menangani krisis ini ya
Pak?
H: iya,pasti, kami yakin bisa, masih banyak cara. Tahukan tagline TVRI
sekarang? #wefightback #kamikembali , ini adalah cerminan optimism kami.
semua organisasi pasti ada pasang surutnya, ada kalanya kurvanya naik, ada
kalanya turun. TVRI pernah jaya dan menjadi pilihan permirsa. Kami
melakukan adaptasi dan perubahan agar kembali menjadi salah satu TV
pilihan pemirsa dan mampu melaksanakan tugas yang diamanatkan undang-
undang. Untuk itu kami berubah. TVRI memiliki potensi yang besar. We fight
back!”
Apa strateginya Pak? Strategi TVRI menangani krisis tersebut
H: Sebelum membuat strategi, kami menggali informasi dan masukan dari dalam
dan luar organisasi terlebih dahulu. saya banyak menghadiri rapat, diskusi
dengan pihak luar TVRI. Saya banyak mendapat masukan dari kolega saya
sesama praktisi pertelevisian, kenalan-kenalan saya, wartawan. Saya semangat
karena banyak pihak peduli dengan TVRI. Kami para direksi juga mencoba
menggali informasi dari karyawan. Semua direktorat melakukan itu. Kami
harus bergerak cepat melakukan perbaikan. Dunia berubah, tidak ada cara lain
kita juga harus ikut berubah, ini selalu saya sampaikan kepada seluruh
karyawan dalam setiap kesempatan.
Setelah mendapatkan banyak informasi dan masukan, siapa yang kemudian
merancang strateginya Pak?
H: strateginya kami rancang bersama para direksi dengan masukan dari
jajarannya masing-masing. rencana langkah-langkah perbaikan disusun per
masing-masing direktorat berdasarkan input dari semuanya. Semua direktorat
berkomitmen menjalankan rencana tersebut. Pelaksanaannya dievaluasi setiap
saat pada rapat-rapat direksi. Masing-masing direktorat juga melakukan
evaluasi pada rapat-rapat rutin mereka.
109

Boleh dijelaskan strateginya Pak?


H: strategi kami adalah melakukan perubahan secara menyeluruh, baik dari segi
pengelolaan operasional lembaga maupun upaya penciptaan image ke luar.
Semua langkah-langkah yang diambil dikomunikasi kedalam dan keluar
lembaga. Karena kami butuh dukungan dari semua pihak agar semua program
yang dirancang bisa berjalan.
Terus Pak
H: Strategi kita memperbaiki layar, …. banyak sekali acara yang kita
repackaging. Doakan kami sehingga ini kan TV bisa jadi TV yang terdepan
yang tetap netral dan independen. Semua nostalgia yang membangkitkan
kenangan kejayaan TVRI dihidupkan kembali dengan kondisi kekinian.
Sekarang banyak acara TVRI yang dikemas secara milenial. Masih ingat Ria
Jenaka kan? Nah sekarang dikemas ulang dan para pengisi acaranya anak
muda, temanya tema kekinian, jadilah Ria Jenaka Milenial. Saya juga sudah
melakukan pendekatan dengan Depdikbud untuk menghidupkan kembali
acara Cerdas Cermat yang pernah jaya. Sekarang kurang sekali program acara
pendidikan. Depdikbud siap membantu. untuk memperkaya program TVRI,
kami melakukan pertukaran program acara dengan TV Publik negara lain.
Beberapa program Arirang, TV Publik Korea Selatan sudah kami tayangkan.
Penjajakan sedang kami lakukan dengan NHK Jepang, DW Jerman, RBTF
Belgia, dan RAI Italia. Tidak menutup kemungkinan dengan negara lain juga.
Saat ini sudah tayang Program dari Arirang, yang 100 icons of Korean
Culture. Kuis saya yang pernah jaya di salah satu TV swasta Siapa Berani,
saya berikan rightnya ke TVRI. Sudah siap tayang. Tunggu saja dalam waktu
dekat hehehe.
Sekarang kan era milenial, bagaimana upaya menyelaskan program TVRI agar
kekinian dengan dana terbatas?
H: Banyak cara ….. TVRI punya kantor yang besar di Senayan, 4,6 hektare. ……
lobi bawah dijadikan creative hub. Tempat para kreator konten berkumpul. Ini
saya senang banget karena kreator konten dan anak milenial itu juga sudah
komit membantu TVRI. Saya juga sering ikut serta diskusi-diskusi dengan
komunitas-komunitas jaman NOW hehehe. Seperti ketemuan dengan para
Youtubers Indonesia. Semua siap membantu, bukti TVRI masih dicintai,
membuat saya makin optimis.

Tadi Bapak mengatakan butuh dukungan dari dalam dan luar lembaga dalam
menangani krisis, bagaimana cara mendapatkan dukungan tersebut Pak?
110

H: sebagai TV publik, kami memerlukan dukungan semua pihak atas upaya


perbaikan yang sedang kami lakukan. Upaya tersebut secara terus menerus
kami komunikasikan ke publik agar publik merasakan kehadiran TVRI
kembali dan memberikan kepercayaannya kepada tim manajemen saat ini.
dimana-mana TVRI dibilang TV tua. Saya berusaha meyakinkan semuanya
dalam rapat-rapat atau kesempatan resmi lainnya bahwa kami telah berubah.
Sekarang bisa dilihat TVRI sekarang lebih kekinian. Namun yang tidak kalah
penting adalah dukungan dari karyawan kami. Manajemen tidak bisa bekerja
sendiri tanpa dukungan para karyawan. Sekarang alhamdulillah saya sudah
sangat mencintai TVRI. Saya ke mana-mana, ke daerah, saya meminta mereka
untuk bersama-sama benahi TVRI. Saya selalu tekankan ayo, we fight back!
Saya motivasi mereka. Kadang-kadang mereka nangis. Saya pun kadang-
kadang berlinang air mata juga. Terharu melihat kebangkitan TVRI mulai
terasa. Walaupun PR kami masih banyak sekali

Jadi dikomunikasikan kedalam dan luar organisasi ya Pak. Kalau selain melalui
tatap muka, media komunikasi lain apa saja yang digunakan Pak?

H: saya bukan generasi milenial tapi semangat saya milenial. Saya aktif di sosial
media. Saya selalu menyebarkan informasi kegiatan dan program-program
acara TVRI di semua akun sosial media saya. Selalu pakai tagar #wefightback
#kamikembali. Kehadiran kami di media-media sosial diharapkan
menciptakan image bahwa kami TV kekinian.

TVRI punya akun media sosial juga Pak?

H: kami punya website. Itu sarana komunikasi juga. Ada whats up, Facebook,
dan Instagram yang dikelola Humas. Para karyawan juga menkomunikasikan
informasi-informasi TVRI di akun media sosialnya masing-masing. Tagline
kami sudah lumayan mewarnai media sosial saat ini, cek saja #wefightback
#kamikembali hehehe. TVRI sekarang sudah milenial. Penonton milenial
kami sudah ada, kami semuapun sudah bersemangat milenial hahahha.

Lampiran 3. Transkrip Wawancara Informan II


111

Data Informan II
Nama : Apni Jaya Putra, S.Sos (“A”)
Pekerjaan : Direktur Program dan Berita TVRI
Hari/Tanggal : 25 April 2018
Tempat : Kantor Pusat TVRI, Jakarta

Menurut Bapak apakah TVRI sedang mengalami krisis?


A: menurut saya iya, sebelum saya masuk, TVRI kelihatan kuno; sesuatu yang
mewakili masa lalu. Padahal TV publik tidak semestinya begitu. Tapi, ketika
saya di dalam, saya tahu banyak persoalan yang terjadi. Kesimpulan saya:
TVRI secara sistematis ditidurkan fungsi publiknya
Menurut Bapak apa yang menyebabkan terjadinya krisis di TVRI?
A: wah banyak ya. Terutama masalah budget, dampaknya jadinya kemana-mana.
Nggak punya dana untuk update teknologi penyiaran, dana terbatas untuk
membuat program acara, dan sebagainya. Dibanding TV publik negara lain,
jauh banget. Budget NHK sekitar Rp90 triliun dan BBC Rp80 triliun per
tahun. Sementara TVRI tak sampai Rp1 triliun. Padahal, jangkauan layanan
TVRI bisa 10 kali lipat lebih luas dari Jepang mengikuti luas negara
kepulauan ini. Kalau kita lihat struktur budget BBC, hanya 10 persen dari
komersial; 70 persen adalah lisensi; 10 persen government ground; 10 persen
lagi commonwealth ground. Sisanya 1 miliar Poundsterling dari bisnis. Empat
miliar Poundsterling dari iuran. Itulah kenapa di Inggris, pemilihan direktorat
jenderal BBC sangat penting dengan perdana menterinya. NHK sama.
Struktur biayanya hampir sama tapi tidak ada TV license. TVRI berapa?
Hanya seperseratusnya; kurang dari Rp1 triliun. Di mana letak make sense-
nya?”
Bagaimana sikap TVRI terhadap krisis tersebut Pak?
A: begitu banyak kendala Tapi kami tidak akan menyerah karena kekuatan TVRI
adalah jaringan nasional. Produksi-produksi lokal kuat dokumenternya. Pola
acara terpadu kami buatkan. Konsep nasional dibuat di lokal, standarnya
nasional
Apa strateginya Pak? Strategi TVRI menangani krisis tersebut
A: anggaran kami memang terbatas untuk membuat program acara yang sesuai
era milenial tapi kami tidak kehabisan ide dan strategi untuk melakukan
adaptasi. Banyak input dari jajaran direksi dan juga karyawan untuk program
acara saat ini. Looks kami rombak. Tampilan untuk acara Milenial kami buat.
Presenter-presenter kami permuda. Campaign kami bahwa TVRI goes to
Milenial itu berdampak dalam empat bulan terakhir. Distribusi penonton
112

sudah tidak terlalu kuat di tua; sudah mulai ke usia penonton usia 30 sampai
25 tahun itu mulai tumbuh
Strategi lainnya Pak?
A: kami banyak mendaur ulang acara-acara lawas yang pernah jaya dengan
konsep lebih kekinian. Biayanya pembuatan programnya tentu saja lebih
murah dibanding membuat program baru. Ada variety show, kuiz, sinetron,
dan film lawas yang kami tayangkan kembali. Unttuk menmperkaya program
kami juga membuka keran kerja sama luar negeri. Waktu kami masuk, kami
ubek-lah seluruh MoU yang enggak sempat ditandatangani atau di-follow-up.
Kami melakukan pertukaran program acara dengan TV publik negara lain,
saat ini program Arirang, TV Publik Korea, sedang kami tayangkan.
Bagaimana upaya menjangkau kaum milenial yang tidak suka menonton di
depan TV Pak?
A: kami punya streaming itu di Android; namanya TVRI Klik. Namun masih
linear. Saya mau nonlinear di mana orang bisa pilih nonton berdasarkan apa
yang ia inginkan. Tiga hari saya masuk, TVRI sudah bersiaran di Facebook,
YouTube. Saya bilang jangkau mereka yang tidak menonton TV. Kami
sedang berbenah. Boleh dijelaskan strateginya Pak?
H: strategi kami adalah melakukan perubahan secara menyeluruh, baik dari segi
pengelolaan operasional lembaga maupun upaya penciptaan image ke luar.
Semua langkah-langkah yang diambil dikomunikasi kedalam dan keluar
lembaga. Karena kami butuh dukungan dari semua pihak agar semua program
yang dirancang bisa berjalan.
Terus Pak
H: Strategi kita memperbaiki layar, …. banyak sekali acara yang kita
repackaging. Doakan kami sehingga ini kan TV bisa jadi TV yang terdepan
yang tetap netral dan independen. Semua nostalgia yang membangkitkan
kenangan kejayaan TVRI dihidupkan kembali dengan kondisi kekinian.
Sekarang banyak acara TVRI yang dikemas secara milenial. Masih ingat Ria
Jenaka kan? Nah sekarang dikemas ulang dan para pengisi acaranya anak
muda, temanya tema kekinian, jadilah Ria Jenaka Milenial. Saya juga sudah
melakukan pendekatan dengan Depdikbud untuk menghidupkan kembali
acara Cerdas Cermat yang pernah jaya. Sekarang kurang sekali program acara
pendidikan. Depdikbud siap membantu. untuk memperkaya program TVRI,
kami melakukan pertukaran program acara dengan TV Publik negara lain.
Beberapa program Arirang, TV Publik Korea Selatan sudah kami tayangkan.
Penjajakan sedang kami lakukan dengan NHK Jepang, DW Jerman, RBTF
Belgia, dan RAI Italia. Tidak menutup kemungkinan dengan negara lain juga.
Saat ini sudah tayang Program dari Arirang, yang 100 icons of Korean
Culture. Kuis saya yang pernah jaya di salah satu TV swasta Siapa Berani,
113

saya berikan rightnya ke TVRI. Sudah siap tayang. Tunggu saja dalam waktu
dekat hehehe.
Sekarang kan era milenial, bagaimana upaya menyelaskan program TVRI agar
kekinian dengan dana terbatas?
H: Banyak cara ….. TVRI punya kantor yang besar di Senayan, 4,6 hektare. ……
lobi bawah dijadikan creative hub. Tempat para kreator konten berkumpul. Ini
saya senang banget karena kreator konten dan anak milenial itu juga sudah
komit membantu TVRI. Saya juga sering ikut serta diskusi-diskusi dengan
komunitas-komunitas jaman NOW hehehe. Seperti ketemuan dengan para
Youtubers Indonesia. Semua siap membantu, bukti TVRI masih dicintai,
membuat saya makin optimis.

Tadi Bapak mengatakan butuh dukungan dari dalam dan luar lembaga dalam
menangani krisis, bagaimana cara mendapatkan dukungan tersebut Pak?

H: sebagai TV publik, kami memerlukan dukungan semua pihak atas upaya


perbaikan yang sedang kami lakukan. Upaya tersebut secara terus menerus
kami komunikasikan ke publik agar publik merasakan kehadiran TVRI
kembali dan memberikan kepercayaannya kepada tim manajemen saat ini.
dimana-mana TVRI dibilang TV tua. Saya berusaha meyakinkan semuanya
dalam rapat-rapat atau kesempatan resmi lainnya bahwa kami telah berubah.
Sekarang bisa dilihat TVRI sekarang lebih kekinian. Namun yang tidak kalah
penting adalah dukungan dari karyawan kami. Manajemen tidak bisa bekerja
sendiri tanpa dukungan para karyawan. Sekarang alhamdulillah saya sudah
sangat mencintai TVRI. Saya ke mana-mana, ke daerah, saya meminta mereka
untuk bersama-sama benahi TVRI. Saya selalu tekankan ayo, we fight back!
Saya motivasi mereka. Kadang-kadang mereka nangis. Saya pun kadang-
kadang berlinang air mata juga. Terharu melihat kebangkitan TVRI mulai
terasa. Walaupun PR kami masih banyak sekali

Jadi dikomunikasikan kedalam dan luar organisasi ya Pak. Kalau selain melalui
tatap muka, media komunikasi lain apa saja yang digunakan Pak?

H: saya bukan generasi milenial tapi semangat saya milenial. Saya aktif di sosial
media. Saya selalu menyebarkan informasi kegiatan dan program-program
acara TVRI di semua akun sosial media saya. Selalu pakai tagar #wefightback
#kamikembali. Kehadiran kami di media-media sosial diharapkan
menciptakan image bahwa kami TV kekinian.

TVRI punya akun media sosial juga Pak?


114

H: kami punya website. Itu sarana komunikasi juga. Ada whats up, Facebook,
dan Instagram yang dikelola Humas. Para karyawan juga menkomunikasikan
informasi-informasi TVRI di akun media sosialnya masing-masing. Tagline
kami sudah lumayan mewarnai media sosial saat ini, cek saja #wefightback
#kamikembali hehehe. TVRI sekarang sudah milenial. Penonton milenial
kami sudah ada, kami semuapun sudah bersemangat milenial hahahha.

Lampiran 4. Transkrip Wawancara Informan III


115

Data Informan III


Nama : Isnan Rahmanto, Ak., MPA (“I”)
Pekerjaan : Direktur Keuangan TVRI
Hari/Tanggal : 26 April 2018
Tempat : Kantor Pusat TVRI, Jakarta

Menurut Bapak apakah TVRI sedang mengalami krisis?


I: ya, terutama krisis keuangan hehehe. kami mengalami krisis keuangan,
anggaran yang didapat TVRI untuk satu tahun dari APBN adalah 870 Milyar
yang hanya bisa 14% dialokasikan untuk produksi acara. Tentu saja angka ini
sangat minim untuk dapat memproduksi program acara sebagus TV-TV
swasta. Ketika saya masuk saya mendapatkan pengelolaan keuangan yang
terbatas tersebut juga sangat buruk. Sudah 3 tahun berturut-turut audit
keuangan mendapatkan opini Disclaimer dari BPK
Menurut Bapak apa yang menyebabkan terjadinya krisis di TVRI?
I: sebenarnya TVRI memiliki pendapatan sendiri dari kerjasama program, iklan,
dan sewa menara, namun pendapatan tersebut tidak dapat kami manfaatkan
dan kelola sendiri sebagaimana layaknya TV swasta, pendapatan tersebut
harus kami setor ke negara. Jadi satu-satunya sumber dana ya dari APBN
tersebut. Dana dari APBN sangat terbatas itu selama ini pengelolaannya
kurang cermat, banyak kebocoran disana sini.
Bagaimana sikap TVRI terhadap krisis tersebut Pak?
I: ya harus ditangani segera agar tidak berlarut-larut.
Apa strateginya Pak? Strategi TVRI menangani krisis tersebut
I: dana dari APBN yang terbatas tentu solusinya diluar kewenangan kami namun
pengelolaan keuangan yang kurang bagus bisa diperbaiki. Kita identifikasi sisi
mana yang bisa kita perbaiki terlebih dahulu. Setidaknya mengurangi
dampaknya.
Apa bentuk perbaikan yang sudah dilakukan dari sisi keuangan tersebut Pak?
I: anggaran kami sangat minim, kami harus extra hati-hati mengelolanya.
Pengeluaran yang sifatnya nice to have kami hapuskan seperti konsumsi rapat
dll. Sedapat mungkin dihindari kebocoran disana sini. Sekarang untuk segala
transaksi keuangan, kami tidak menggunakan uang kas tapi tercatat melalui
transfer bank. Ini memudahkan kami untuk memonitor pemasukan dan
pengeluaran
116

Apa program ini tidak menimbulkan gejolak di internal sendiri Pak?

I: ya awalnya banyak penolakan dari internal. Ini hanya masalah membiasakan


saja. Banyak yang kaget awalnya.

Bagaimana mengatasinya Pak?

I: kami selalu berusaha menkomunikasikan kepada karyawan pentingnya upaya


yang kita lakukan tersebut, Kita edukasi mereka. Sekarang semua sudah bisa
berjalan sesuai yang direncanakan.

Jadi komunikasi memegang peranan penting ya Pak?

I: tentu saja, sangat penting agar apa yang dicanangkan manajemen bisa sampai
kebawah dan bisa mendapat dukungan dari karyawan.

Lampiran 5. Transkrip Wawancara Informan IV


117

Data Informan IV
Nama : Tumpak Pasaribu, SE, Ak., M.Ak., CA (“T”)
Pekerjaan : Direktur Umum TVRI
Hari/Tanggal : 24 April 2018
Tempat : Kantor Pusat TVRI, Jakarta

Menurut Bapak apakah TVRI sedang mengalami krisis?


T: Waktu saya baru masuk, TVRI sedang dalam kesulitan dalam banyak hal.
Krisis lah
Menurut Bapak apa yang menyebabkan terjadinya krisis di TVRI?
T: Banyak hal dan kompleks. Citra TVRI diluar kurang bagus. Masalah
keuangan iya. Kita tidak memiliki cukup dana untuk bias membuat program
yang sesuai kebutuhan penonton masa kini. Untuk upgrade peralatan juga
tidak punya dana. SDM juga. Kita tahu sekarang jaman yang disebut era
milenial. Masyarakat berubah, penonton berubah, sementara TVRI sulit untuk
berubah karena keterbatasan yang dimiliki. Lebih dari 90% SDM PNS TVRI
berusia diatas 40 tahun, tentu saja mereka bukan bagian generasi milenial
seperti jaman sekarang. SDM TVRI perlu peremajaan tapi kami tidak punya
kewenangan merekrut sendiri tenaga muda PNS karena PNS TVRI
merupakan pegawai Kominfo yang dipekerjakan di TVRI. Kondisi ini
diperparah oleh banyaknya SDM yang memasuki usia pensiun, namun tidak
ada pengganti sehingga banyak posisi yang dirangkap. Tentu saja kondisi ini
menyebabkan kinerjanya menjadi tidak optimal.
Bagaimana sikap TVRI terhadap krisis tersebut Pak?
T: Ya butuh penanganan segera. Ada kendala dalam penanganan bahkan ada
hambatan undang-undang dan peraturan pemerintah tapi kita membuat skala
prioritas hal-hal yang mampu kita benahi terlebih dahulu. Kami para dikreksi
bertekad membenahi apa yang bias dibenahi ditengah-tengah keterbatasan
yang kita miliki.
Apa strateginya Pak? Strategi TVRI menangani krisis tersebut
T: Banyak inisiatif dan ide untuk memperbaiki konten. Demikian juga halnya
dalam pengelolaan keuangan. Kita perbaiki. Dana yang sedikit jangan sampai
bocor, penggunaannya harus maksimal dan tepat guna. Dari segi SDM, perlu
terus dimotivasi dan dibangkitkan pridenya. Para direksi selalu memotivasi
para karyawan di setiap kesempatan untuk mengikuti perkembangan jaman.
Usia boleh tidak milenial tapi semangat harus milenial. Dulu TVRI pernah
jaya, kami mengajak para karyawan untuk merebut kembali kejayaan itu
Strategi lainnya Pak?
118

T: Terkait SDM, kami tidak mempunyai kewenangan merekrut tenaga PNS.


Kami lakukan rekrutmen tenaga-tenaga muda melalui program PBPNS untuk
menjembatani gap karyawan TVRI yang cukup jauh dengan generasi milenial.
Tenaga-tenaga baru ini ikut mengisi kesongan di banyak bagian karena
banyaknya PNS yang memasuki usia pension. Sekarang komposisi usia SDM
cukup berimbang.
Humas masuk direktorat umum ya Pak? Bagaimana pernan Humas
menghadapi krisis tersebut?
T: Benar, di banyak organisasi Humas memegang peranan penting ketika
organisasi tersebut mengalami krisis. sebelum ini Humas tidak melakukan
tugasnya ketika citra TVRI sudah terpuruk di mata publik. Bertahun-tahun
Humas hanya mengurus hal-hal terkait protokoler saja, seperti menerima
kunjungan dari pihak luar. Kami memiliki website sebagai sarana komunikasi
dengan publik tapi Humas tidak melakukan update berita, website hanya nice
to have saja
Sekarang bagaimana kontribusi Humas Pak?
T: Krisis yang kami hadapi sangat kompleks. Citra kami terpuruk tetapi di
internal juga sangat banyak permasalahan. Perlu perencanaan dan strategi dari
manajemen tinggi, dalam hal ini jajaran direksi. Humas perlu diberdayakan
untuk memperbaiki citra di publik melalui media-media komunikasi yang
kami miliki. Sekarang Humas mengelola majalah untuk internal dan website
TVRI untuk eksternal. Kami juga memiliki akun media sosial sebagai media
komunikasi dengan pihak diluar lembaga, semuanya dikelola Humas.
Agar strategi yang sudah ditetapkan bisa berjalan, upaya apa yang dilakukan
Pak?

T: Para Direksi tidak bisa bekerja sendiri. Butuh dukungan dari karyawan.
Upaya-upaya penanganan krisis kami komunikasikan ke karyawan. Kita kasih
pengertian. Kita minta dukungan dan kerjasamanya. Kita motivasi mereka.
Kita bangun kepercayaan diri mereka.

Caranya bagaimana Pak?

T: Selain melalui rapat-rapat internal dan kunjungan-kunjungan ke stasiun


daerah, kami punya majalah internal, Monitor namanya, sebagai sarana
informasi bagi internal lembaga. kami juga berdayakan Humas untu
memotivasi karyawan. setiap pagi bagian Humas melalui pengeras suara
keseluruh ruangan kerja menyampaikan ucapan selamat bekerja kepada
seluruh karyawan, kemudian siang hari memberikan ucapan selamat
beristirahat dan selamat makan siang, saat jam pulang kerja kembali Humas
menyampaikan ucapan terima kasih atas kinerja hari ini dan ucapan selamat
119

kembali ke rumah. Upaya ini kami lakukan untuk memotivasi karyawan. Agar
karyawan merasakan bahwa mereka bagian yang penting bagi organisasi.

Itu untuk internal lembaga, kalau yang diluar lembaga apa yang dilakukan
Pak?

T: Bahwa TVRI sedang melakukan berbagai upaya perubahan, itu perlu


dikomunikasikan juga ke pihak luar agar masyarakat tahu TVRI masih ada.

Bagaimana caranya Pak?

T: Sekarang hampir semua orang punya akun media sosial, jadi kami jadikan itu
untuk sarana komunikasi dengan pihak luar. Humas sekarang mengelola
instagram, facebook dan twitter milik TVRI. Karyawan kami dorong juga
untuk memiliki akun media sosial agar bisa ikut serta menyebarkan informasi
tentang kegiatan-kegiatan dan program-program acara TVRI. Dan juga agar
ikut meramaikan tagar kami #wefightback dan #kamikembali. Karyawan
cukup antusias.

Lampiran 6. Transkrip Wawancara Informan V

Data Informan V
120

Nama : Drs. Rajab Siregar, MM (“R”)


Pekerjaan : Kepala Bagian Kesekretariatan dan Kelembagaan
Hari/Tanggal : 26 April 2018
Tempat : Kantor Pusat TVRI, Jakarta

Berdasarkan struktur organisasi jabatan yang Bapak emban membawahi apa


saja?
R: Berdasarkan struktur organisasi direktorat umum, saya membawahi tiga
subbagian salah satunya adalah kelembagaan, hukum dan humas, yang
merupakan tanggung jawab saya
Saya mewawancarai para Direksi, semuanya menyatakan bahwa TVRI
mengalami krisis, menurut Bapak bagamainana?
R: Kurang lebihnya memang begitu. Citra kita kurang bagus. Kita tenggelam
diantara TV-TV yang menjamur di Indonesia
Bagaimana respon Humas terhadap kondisi tersebut Pak?
R: Terus terang memang Humas masih kurang diberdayakan. Bertahun-tahun
hanya mengurusi hal-hal protokoler saja. Tapi sekarang kami benahi, kami
berdayakan.
Apa fungsi Humas menurut Bapak?
R: Humas seharusnya menjadi jembatan komunikasi lembaga terutama dengan
pihak luar. Humas itu wakil organisasi, harus bisa mengupayakan agar tercipta
image positif lembaga di luar.
Bagaimana peranan Humas saat ini Pak?
R: Sekarang sudah lebih diberdayakan. Untuk komunikasi dan informasi internal,
Humas mengelola majalah Monitor yang terbit setiap bulan. Untuk
komunikasi dengan pihak luar, fungsi humas kami hidupkan kembali. Kami
menggunakan media sosial sebagai alat komunikasi dengan masyarakat.
Saluran-saluran komunikasi dengan publik kami buka. Di kantor pusat dan
kantor-kantor stasiun daerah kami pasang banner berisi pemberitahuan bahwa
kami menerima keluhan dan input dari masyarakat.

Media komunikasi apa saja yang digunakan Pak?


R: Tidak dapat dipungkiri media sosial sangat mempengaruhi kehidupan
masyarakat saat ini, terutama untuk berkomunikasi dan mendapatkan
informasi. Jadi kita upayakan kita juga menggunakan media komunikasi yang
digunakan oleh penonton saat ini agar komunikasinya efektif. Sekarang kami
121

punya akun instagram, twitter dan facebook yang dikelola oleh Humas.
Melalui media tersebut kami komunikasikan ke masyarakat apa-apa saja yang
dilakukan TVRI, program-program acaranya, dan sebagainya.

Apakah penggunaan media sosial terseut sebagai media komunikasi efektif Pak?

R: Sangat efektif. Sifatnya kan real time. Jadi bisa kita masukkan berita setiap
saat dan banyak mendapat respon masyarakat. Tagar kami di media sosial
#wefightback dan #kamikembali cukup banyak mewarnai. Bisa dicek tagar
tersebut bisa muncul sampai 10 ribu kali.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Gandapura, Aceh sebagai


anak kesepeluh dari ayah Hasballah Puteh (almarhum) dan Ibu Chatidjah
122

(almarhumah). Penulis menamatkan SD pada tahun 1981, SMP tahun 1984 dan SMA
pada tahun 1987 di SMA Hang Kesturi Medan. Penulis memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Jurusan Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatra
Utara, Medan tahun 1993.
Sejak tahun 1997 sampai sekarang penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri
Sipil pada Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI dengan penempatan awal di TVRI
Stasiun Sumatra Barat dan sekarang di TVRI Pusat Jakarta. Pada tahun 2014, penulis
memperoleh kesempatan meneruskan pendidikan pada Program Pascasarjana
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas
Andalas di Padang.

Padang, 29 Juni 2018


Maimun Hasballah

Anda mungkin juga menyukai