Anda di halaman 1dari 12

UPAYA MENCEGAH HAZARD FISIK-RADIASI

DOSEN PEMBIMBING : Ns. ERWIN SILITONGA M.Kep

OLEH KELOMPOK 8 :

1. AAN SANITA SINAGA ( 180204041 )


2. ELFRIDA AMAZIHONO ( 180204003)
3. SURYA TAMBUNAN ( 180204027 )

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

T.A 2018 / 2019


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa Karna Kasih-Nya,
dan Perlindungan-Nya kami bisa menyelasaikan makalah kami ini yang berjudul “
Upaya Mencegah Hazard Fisik-Radiasi “, dimana untuk memenuhi tugas
Keselamatan Pasien Dan Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam Keperawatan , jurusan
S1 Keperawatan. Dalam penulisan makalah ini kami berterimakasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah, Ns.Erwin Silitonga, M. Kep yang telah membimbing,
memotivasi dan mendampingi kami dalam proses belajar.

Meskipun banyak hambatan yang kami lalui dalam proses pembuatan makalah ini
tentanng konsep dan prinsip kebutuhan kebersihan dan perawatan diri, menyusun
pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana
keperawatan. Namun kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan yang masih banyak
kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang dapat membangun dari teman-teman semua. Akhir kata kami
mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 2 oktober 2019

Kelompok 13
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................1
1.2 TUJUAN...................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 RESIKO BAHAYA DI RUMAH SAKIT................................................2


2.2 HIERARCHY PENGENDALIAN RESIKO BAHAYA.........................3
2.3 PENGENDALIAN/PENCEGAHAN RESIKO BAHAYA.....................4
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN.........................................................................................7

3.2 SARAN.....................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh


masyarakat, tuntutan pengelolaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) di rumah sakit semakin tinggi. Tenaga kerja di rumah sakit, pasien,
pengunjung, pengantar pasien, peserta didik dan masyarakat disekitar rumah sakit
ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja,
baik karena dampak kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana
dan prasarana di rumah sakit yang tidak standar.

Agar dapat tercipta sistem manajemen K3 yang baik, dibutuhkan sumber daya
manusia yang mempunyai kompetensi yang baik pula terutama untuk mendeteksi
dan menangani risiko bahaya yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk dapat
mencapai hal tersebut karyawan rumah sakit harus mengetahui jenis-jenis resiko
bahaya di rumah sakit dan cara pengendaliannya, sehingga rumah sakit yang
aman bagi tenaga kerja, pasien, pengunjung, pengantar pasien, peserta didik dan
masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terwujud.

1.2 Tujuan
Dengan mengenal resiko bahaya diharapkan pekerja mampu mengidentifikasi
resiko bahaya yang ada disatuan kerjanya dan mengetahui upaya pengendalian
resiko bahaya yang sudah dilakukan oleh rumah sakit sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap sistem pengendalian resiko bahaya
yang sudah dilakukan.
BAB II
UPAYA MENCEGAH HAZARD FISIK-RADIASI

2.1 Resiko Bahaya Di Rumah Sakit


Resiko bahaya di rumah sakit tidak semuanya akan nampak kalau kita tidak
dapat mengenalinya, terutama resiko bahaya biologi, karena keberadaan micro
organisme patogen tidaklah nampak seperti resiko bahaya fisik atau kimia. Akan
tetapi dampak dari resiko bahaya biologi di rumah sakit jika tidak dikendalikan,
maka dapat berdampak serius baik terhadap kesehatan maupun terhadap
keselamatan pekerja dan pengunjung serta masyarakat disekitar rumah sakit.

Resiko Bahaya Fisik


Resiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 resiko bahaya fisik antara lain:
1) Resiko bahaya mekanik
Resiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu:
a) Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan resiko bahaya tertusuk,
terpotong, tergores, dan lain-lain. Resiko bahaya ini termasuk salah satu
yang paling sering menimbulkan kecelakaan kerja yaitu tertusuk jarum
suntik / jarum jahit bekas pasien. Resiko bahaya ini sebenarnya bukan
hanya resiko bahaya fisik karena dimungkinkan jarum bekas yang
menusuk tersebut terkontaminasi dengan kuman dari pasien. Mengingat
bahaya akibat tertular penyakit tersebut cukup besar, maka harus ada
prosedur tindak lanjut paska tertusuk jarum yang akan dibahas dibagian
lain dalam pelatihan ini.
b) Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita ketahui di
rumah sakit banyak digunakan kereta dorong untuk mengangkut pasien
dan barang-barang logistik. Resiko yang dapat muncul adalah pasien jatuh
dari brankart/ tempat tidur, terjepit / tertabrak kereta dorong, dan lain-lain.
c) Resiko terjepit, tertimbun dan tenggelam. Resiko ini dapat terjadi dimana
saja meskiput kejadiannya tidak terlalu sering. Hal-hal yang perlu
diperhatikan terutama di ruang perawatan anak dan ruang perawatan jiwa.
Pastikan tidak ada pintu, jendela atau fasilitas lain yang memiliki resiko
untuk terjepit/tenggelam tersebut.
d) Resiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung, dan lain-
lain. Resiko ini terutama pada lantai-lantai yang miring baik di koridor,
ramp atau batas lantai dengan halaman. Pastikan area yang beresiko licin
sudah ditandai dan jika perlu pasanglah handriil atau pemasangan alat
lantai anti licin serta rambu peringatan “awas licin”.
e) Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang perawatan anak dan
jiwa. Selain itu perlu diperhatikan pada pekerjaan konstruksi bangunan
atau pembersihan kaca pada posisi yang cukup tinggi. Jika pekerjaan
dilakukan pada ketinggian lebih dari 2 meter sebaiknya pekerja tersebut
menggunakan abuk keselamatan.

2)    Resiko bahaya radiasi


Resiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi:
a) Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau partikel yang
mampu menghasilkan ion langsung atau tidak langsung. Contoh di rumah
sakit: di unit radiodiagnostik, radiotherapi dan kedokteran nuklir.
b) Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik dengan energi
yang tidak cukup untuk ionisasi, misal radiasi infra merah atau radiasi
gelombang mikro.Pengendalian resiko bahaya radiasi dilakukan untuk
pekerja radiasi, peserta didik, pengunjung dan pasien hamil. Pekerja
radiasi harus sudah mendapatkan informasi tentang resiko bahaya radiasi
dan cara pengendaliannya. Selain APD yang baik, monitoring tingkat
paparan radiasi dan kepatuhan petugas dalam pengendalian bahaya radiasi
merupakan hal yang penting. Sebagai indikator tingkat paparan, semua
pekerja radiasi harus memakai personal dosimetri untuk mengukur tingkat
paparan radiasi yang sudah diterima sehingga dapat dipantau dan tingkat
paparan tidak boleh melebihi ambang batas yang diijinkan. Untuk
pengunjung dan pasien hamil hendaknya setiap ruang pemerikasaan atau
therapy radiasi terpasang rambu peringatan “Awas bahaya radiasi, bila
hamil harus melapor kepada petugas”.

2.2 Hierarchy Pengendalian Resiko Bahaya


Resiko-resiko bahaya tersebut semua dapat kita kendalikan melalui 5 hierarchy
sebagai berikut:
a. Eliminasi
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat
desain, tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan
manusia dalam menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada
desain. Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling efektif sehingga
tidak hanya mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari resiko, namun
demikian, penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan
ekonomis. Contohnya: resiko bahaya kimia akibat proses reuse hollow fiber HD
dapat di eliminasi ketika hollow fiber tidak perlu reuse lagi atau single use.

b. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi
ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan
pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem
ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem
otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya
dengan operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya,
mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat
yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.
c. Rekayasa / Enginering
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan
pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini
terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan. Contoh-contoh
implementasi metode ini misal adalah sistem tekanan negatif pada ruang
perawatan air borne dissease, penggunaan laminar airflow, pemasangan
shield /sekat Pb pada pesawat fluoroscopy (X-Ray), dan lain-lain.

d. Administratif
Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang akan
melakukan pekerjaan. Dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang
akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk
menyelesaikan pekerjaan secara aman. Jenis pengendalian ini antara lain seleksi
karyawan, adanya standar operasional Prosedur (SOP), pelatihan, pengawasan,
modifikasi perilaku, jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen
perubahan, jadwal istirahat, dan lain-lain.

e. Alat pelindung diri (APD)


Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang
paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya. APD hanya dipergunakan oleh
pekerja yang akan berhadapan langsung dengan resiko bahaya dengan
memperhatikan jarak dan waktu kontak dengan resiko bahaya tersebut.
Semakin jauh dengan resiko bahaya maka resiko yang didapat semakin kecil,
begitu juga semakin singkat kontak dengan resiko bahaya resiko yang didapat
juga semakin kecil. Penggunaan beberapa APD kadang memiliki dampak
negatif pada pekerja seperti kurang leluasa dalam bekerja, keterbatasan
komunikasi dengan pekerja lain, alergi terhadap APD tertentu, dan lain-lain.
Beberpa pekeerja yang kurang faham terhadap dampak resiko bahaya dari
pekerjaan yang dilakukan kadang kepatuhan dalam penggunaan APD juga
menjadi rendah. APD reuse memerlukan perawatan dan penyimpanan yang
baik sehingga kualitas perlindungan dari APD tersebut tetap optimal.

2.3 Pengendalian/Pencegahan Resiko Bahaya


Beberapa contoh sistem pengendalian resiko bahaya fisik yang telah dilakukan
di rumah sakit adalah sebagai berikut:

a) Mekanik : resiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum dan 
terpeleset atau menabrak dinding / pintu kaca. Pengendalian yang sudah
dilakukan antara lain: penggunaan safety box limbah tajam, kebijakan dilarang
menutup kembali jarum bekas, pemasangan keramik anti licin pada koridor dan
lantai yang miring, pemasangan rambu “awas licin”, pemasangan kaca film dan
stiker pada dinding / pintu kaca agar lebih kelihatan, kebijakan penggunaan
sabuk keselamatan pada pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian lebih dari 2
meter, dan lain-lain.

b) Resiko bahaya radiasi: resiko ini terdapat di ruang radiologi, radio therapi,
kedokteran nuklir, ruang cath lab  dan beberapa kamar operasi yang memiliki
fluoroskopi / x-ray. Pengendalian yang sudah dilakukan antara lain:
pemasangan rambu peringatan bahaya radiasi, pelatihan proteksi bahaya radiasi,
penyediaan APD radiasi, pengecekan tingkat paparan radiasi secara berkala dan
pemantauan paparan radiasi pada petugas radiasi dengan personal
dosimetri pada patugas radiasi.

c) Resiko bahaya kebisingan: terdapat pada ruang boiler, generator listrik  dan
ruang chiller.Pengendalian yang telah dilakukan antara lain: substitusi peralatan
dengan alat-alat baru dengan ambang kebisingan yang lebih rendah,
penggunaan pelindung telinga dan pemantauan tingkat kebisingan secara
berkala oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit (ISLRS). Resiko
bahaya pencahayaan: resiko bahaya ini terutama di satuan kerja dengan
pekerjaan teliti  seperti di kamar operasi dan laboratorium. Pengendalian yang
sudah dilakukan adalah pemantauan tingkat pencahayaan secara berkala oleh
ISLRS dan hasil pemantauan dilaporkan ke Direktur, Teknik dan Unit K3 untuk
tindak lanjut ruangan yang tingkat pencahayaannya tidak memenuhi
persyaratan.

d) Resiko bahaya listrik: resiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesetrum.
Pengendalian yang telah dilakukan adalah adanya kebijakan penggunaan
peralatan listrik harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan harus
dipasang oleh bagian IPSRS atau orang yang kompeten.

e) Resiko bahaya akibat iklim kerja: resiko ini meliputi kondisi temperatur dan
kelembaban ruang kerja. Masalah yang sering muncul adalah temperatur 
melebihi standar seperti di Instalasi Binatu dan ruang produksi gizi, karena
belum memungkinkan untuk distandarkan pengendalian yang dilakukan dengan
pemberian minum yang cukup. Masalah kelembaban yang tinggi beresiko
terjadinya kolonisasi kuman patogen sehingga meningkatkan angka infeksi baik
bagi pasien maupun bagi pekerja. Pengendalian secara teknis telah dilakukan
akan tetapi pada musim tertentu kadang tidak memenuhi persyaratan. Upaya
yang dilakukan untuk menghambat kolonisasi kuman terutama pada ruang
perawatan pasien, ICU dan kamar operasi harus dilakukan desinfeksi ruangan
lebih sering dan pemantauan angka kuman secara berkala.

f) Resiko bahaya akibat getaran: resiko bahaya getaran tidak terlalu signifikan.
Dari telaah yang telah dilakukan unit K3, resiko bahaya getaran ditemukan di
bagian taman akibat dari mesin pemotong rumput dan di klinik gigi akibat dari
mesin bor gigi, tetapi tingkat getaran pada ke 2 lokasi tersebut masih dalam
batas yang diijinkan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Resiko bahaya di rumah sakit tidak semuanya akan nampak kalau kita tidak
dapat mengenalinya, terutama resiko bahaya biologi, karena keberadaan micro
organisme patogen tidaklah nampak seperti resiko bahaya fisik atau kimia. Akan
tetapi dampak dari resiko bahaya biologi di rumah sakit jika tidak dikendalikan,
maka dapat berdampak serius baik terhadap kesehatan maupun terhadap
keselamatan pekerja dan pengunjung serta masyarakat disekitar rumah sakit.

3.2 Saran
Demikianlah hasil makalah ini kami buat, semoga pembaca dapat menerapkan
cara pengendalian/pencegahan resiko (hazard) fisik-radiasi dalam kehidupan
sehari-hari untuk meningkatkan kesehatan tubuh dan terhindar dari penyakit dan
kecelakann.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah


sakit danfasilitas pelayanan kesehatan lainnya. – Jakarta : Departemen, Kesehatan
RI. Cetakan kedua, 2008.

Keputuan Menteri Kesehatan RI no 1204 tahun 2004, Tentang Persyaratan


Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Keputusan Menteri Kesehatan Ri no 1087 tahun 2010, Tentang Standar Kesehatan


dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit.

Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Anda mungkin juga menyukai