SAKIT
PENGENDALIAN RESIKO BAHAYA DI RUMAH SAKIT
(Materi 5 Pelatihan Wajib Bagi Karyawan Rumah Sakit tahun 2016)
RUWANTO,S.ST
Unit Kesehatan dan Keselamatan Kerja RSUP dr Sardjito – Yogyakarta
Latar Belakang
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat,
tuntutan pengelolaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di
rumah sakit semakin tinggi. Tenaga kerja di rumah sakit, pasien, pengunjung, pengantar
pasien, peserta didik dan masyarakat disekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan
dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik karena dampak kegiatan pemberian
pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana di rumah sakit yang tidak standar.
Agar dapat tercipta sistem manajemen K3 yang baik, dibutuhkan sumber daya manusia
yang mempunyai kompetensi yang baik pula terutama untuk mendeteksi dan menangani
risiko bahaya yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk dapat mencapai hal tersebut
karyawan rumah sakit harus mengetahui jenis-jenis resiko bahaya di rumah sakit dan cara
pengendaliannya, sehingga rumah sakit yang aman bagi tenaga kerja, pasien, pengunjung,
pengantar pasien, peserta didik dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terwujud.
Tujuan
1. Peserta pelatihan mampu mengenal resiko bahaya yang ada di rumah sakit.
2. Peserta pelatihan mampu mengidentifikasi resiko bahaya yang ada di satuan kerja
masing-masing.
3. Peserta pelatihan mampu mengenal sistem pengendalian resiko bahaya yang sudah
dilakukan di rumah sakit khususnya di satuan kerja masing-masing.
4. Peserta pelatihan mampu mengikuti prosedur pengendalian resiko bahaya dan
menerapkan kepada pengunjung, keluarga pasien dan peserta didik yang ada di lingkungan
rumah sakit.
Metode
Pelatihan ini menggunakan metode: ceramah dan tanya jawab.
Materi Pelatihan
1. PENDAHULUAN
Resiko bahaya di rumah sakit yang disebabkan oleh faktor biologi, fisik, kimia,
fisiologi/ergonomi dan psikologi dapat menyebabkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja
bagi pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat disekitar lingkungan rumah sakit. Pekerja
rumah sakit memiliki resiko kerja yang lebih tinggi dibanding pekerja industri lain sehingga
resiko bahaya tersebut harus dikendalikan.
Salah satu upaya pengendalian adalah dengan melakukan sosialisasi kepada seluruh
pekerja rumah sakit tentang resiko bahaya tersebut sehingga seluruh pekerja mampu
mengenal resiko bahaya tersebut. Dengan mengenal resiko bahaya diharapkan pekerja
mampu mengidentifikasi resiko bahaya yang ada disatuan kerjanya dan mengetahui upaya
pengendalian resiko bahaya yang sudah dilakukan oleh rumah sakit sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap sistem pengendalian resiko bahaya yang sudah
dilakukan.
b. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun
peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini
menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem ataupun desain ulang.
Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem otomatisasi pada mesin untuk
mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan bahan
pembersih kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik,
mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.
c. Rekayasa / Enginering.
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja serta untuk
mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem
mesin atau peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah sistem tekanan negatif pada ruang
perawatan air borne dissease, penggunaan laminar airflow, pemasangan shield /sekat Pb pada
pesawat fluoroscopy (X-Ray), dan lain-lain.
d. Administratif
Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang akan melakukan
pekerjaan. Dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi, memiliki
kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman. Jenis
pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar operasional Prosedur (SOP),
pelatihan, pengawasan, modifikasi perilaku, jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan,
manajemen perubahan, jadwal istirahat, dan lain-lain.
e. Alat pelindung diri (APD)
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang paling
tidak efektif dalam pengendalian bahaya. APD hanya dipergunakan oleh pekerja yang akan
berhadapan langsung dengan resiko bahaya dengan memperhatikan jarak dan waktu kontak
dengan resiko bahaya tersebut. Semakin jauh dengan resiko bahaya maka resiko yang
didapat semakin kecil, begitu juga semakin singkat kontak dengan resiko bahaya resiko yang
didapat juga semakin kecil.
Penggunaan beberapa APD kadang memiliki dampak negatif pada pekerja seperti kurang
leluasa dalam bekerja, keterbatasan komunikasi dengan pekerja lain, alergi terhadap APD
tertentu, dan lain-lain. Beberpa pekeerja yang kurang faham terhadap dampak resiko bahaya
dari pekerjaan yang dilakukan kadang kepatuhan dalam penggunaan APD juga menjadi
rendah. APD reuse memerlukan perawatan dan penyimpanan yang baik sehingga kualitas
perlindungan dari APD tersebut tetap optimal.
Hierarchy pengendalian resiko bahaya tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Hierarchy pengendalian resiko bahaya.
PERATURAN PEMERINTAH
1Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
1980 Tentang Transfusi Darah2Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1981 Tentang Bedah
Mayat Klinis Dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi
Alat Dan Atau Jaringan Tubuh Manusia3Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1991
Tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular4Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996
Tentang Tenaga Kesehatan5Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan6Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang
Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan7Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang
Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan8Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian9Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerimaan Bantuan Iuran
Jaminan Kesehatan10Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan
KesehatanIII
V
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA1Peraturan Konsil
Kedokteran Indonesia No.5 Tahun 2011 tentang Legalitas
Surat Tanda Registrasi Dokter dan Dokter Gigi yang sedang
dalam proses Registrasi Ulang2Surat Edaran Konsil
Kedokteran Indonesia No.TU.02.03/4/KKI/V/1518/2013
tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNPB yang berlaku pada
Kementerian KesehatanVI
UNDANG-UNDANG
1Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional2Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor. 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial