Anda di halaman 1dari 16

BAHAYA FISIK DI RUMAH SAKIT DAN KONTRUKSI BANGUNAN

Dosen Pengajar : dr. Diana Vanda D Doda, MOHS, PhD

Disusun Oleh :
Veronica Julia Makaenas
19111101168

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-
Nya telah memberi kami sumber pengetahuan, kesempatan, dan bantuan sehingga
saya bisa menyelesaikan makalah “Bahaya Fisik Di Rumah Sakit Dan Kontruksi
Bangunan”

Terimakasih saya ucapkan kepada dosen mata kuliah yang memberikan tugas ini
kepada kami untuk memenuhi persyaratan penilaian mata kuliah dasar kesehatan
dan keselamatan kerja oleh Dr. Diana Vanda D Doda, Mohs, Phd.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan.


Namun, saya sadar makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak kesalahan
serta kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan kiritik dan saran pembaca, agar
makalah ini bisa menjadi lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini saya mohon maaf sebesar-besarnya. Terimakasih.

Manado,
Maret 2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

2.1 Bahaya Fisik di Rumah Sakit..........................................................................3

2.2 Bahaya Fisik di Kontruksi Bangunan..............................................................6

BAB III PENUTUP.............................................................................................9

3.1 Kesimpulan......................................................................................................9

3.2 Saran…………………………………………………………………………9

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................11
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh


masyarakat, tuntutan pengelolaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) di rumah sakit semakin tinggi. Tenaga kerja di rumah sakit, pasien,
pengunjung, pengantar pasien, peserta didik dan masyarakat disekitar rumah sakit
ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja,
baik karena dampak kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana
dan prasarana di rumah sakit yang tidak standar.

Agar dapat tercipta sistem manajemen K3 yang baik, dibutuhkan sumber daya
manusia yang mempunyai kompetensi yang baik pula terutama untuk mendeteksi
dan menangani risiko bahaya yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk dapat
mencapai hal tersebut karyawan rumah sakit harus mengetahui jenis-jenis resiko
bahaya di rumah sakit dan cara pengendaliannya, sehingga rumah sakit yang aman
bagi tenaga kerja, pasien, pengunjung, pengantar pasien, peserta didik dan
masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terwujud.

Seperti yang kita ketahui, manusia adalah makhluk sosial, yang selalu
membutuhkan bantuan dari orang lain. Begitu pula halnya terhadap usaha kita
dalam memenuhi kebutuhan primer di atas. Salah satu kebutuhan primer yang
harus dipenuhi adalah rumah atau tempat tinggal. Kita menyadari kemampuan
yang ada dalam diri kita berbeda-beda. Dalam hal ini, tidak semua orang
mempunyai kemampuan untuk membangun sebuah rumah. Untuk itu, kita
membutuhkan bantuan dari orang yang memiliki skill dalam hal membangun
sebuah rumah. Tentunya tidak mudah untuk membangun atau membuat sebuah
rumah, belum lagi dengan risiko yang akan dihadapi. Dalam hal ini adalah kuli
bangunan yang secara khusus dan ahli dalam membuat atau membangun suatu
bangunan.
Tanpa jasa seorang kuli bangunan, rumah tempat kita tinggal saat ini tidaklah
ada. Tidak mungkin seseorang dapat membangun rumahnya sendiri tanpa bantuan
orang lain, karena kita adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan
tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Setiap pekerjaan yang di lakukan oleh
manusia mana pun di muka bumi ini selalu memiliki sebuah dampak negative dan
bahaya yang dapat berisiko ringan hingga fatal. Bahaya atau lebih di kenal dengan
istilah Hazard ini, perlu di hindari agar tidak mengganggu kenyamanan dan
keamanan dalam melakukan berbangai pekerjaan. Oleh karena itulah, dilakukan
penelitian mengenai resiko dari pekerjaan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1) Masalah bahaya fisik di rumah sakit


2) Masalah bahaya fisik di restauran

1.3.Tujuan

1) Mengetahui dan memahami bahaya fisik di rumah sakit agar dapat


dicegah.
2) Mengetahui dan memahami bahaya fisik di restauran agar dapat dicegah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bahaya Fisik di Rumah Sakit

Resiko bahaya di rumah sakit tidak semuanya akan nampak kalau kita tidak
dapat mengenalinya, terutama resiko bahaya biologi, karena keberadaan micro
organisme patogen tidaklah nampak seperti resiko bahaya fisik atau kimia. Akan
tetapi dampak dari resiko bahaya biologi di rumah sakit jika tidak dikendalikan,
maka dapat berdampak serius baik terhadap kesehatan maupun terhadap
keselamatan pekerja dan pengunjung serta masyarakat disekitar rumah sakit.

Secara umum resiko bahaya di rumah sakit dapat dikelompokkan dalam 5


kelompok sebagai berikut;

a.       Resiko Bahaya Fisik

Resiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 resiko bahaya fisik antara lain:

1)      Resiko bahaya mekanik

Resiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu:

a)       Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan resiko bahaya tertusuk,


terpotong, tergores, dan lain-lain. Resiko bahaya ini termasuk salah satu yang
paling sering menimbulkan kecelakaan kerja yaitu tertusuk jarum suntik / jarum
jahit bekas pasien. Resiko bahaya ini sebenarnya bukan hanya resiko bahaya fisik
karena dimungkinkan jarum bekas yang menusuk tersebut terkontaminasi dengan
kuman dari pasien. Mengingat bahaya akibat tertular penyakit tersebut cukup
besar, maka harus ada prosedur tindak lanjut paska tertusuk jarum yang akan
dibahas dibagian lain dalam pelatihan ini.

b)      Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita ketahui di rumah


sakit banyak digunakan kereta dorong untuk mengangkut pasien dan barang-
barang logistik. Resiko yang dapat muncul adalah pasien jatuh dari brankart/
tempat tidur, terjepit / tertabrak kereta dorong, dan lain-lain.
c)       Resiko terjepit, tertimbun dan tenggelam. Resiko ini dapat terjadi dimana saja
meskiput kejadiannya tidak terlalu sering. Hal-hal yang perlu diperhatikan
terutama di ruang perawatan anak dan ruang perawatan jiwa. Pastikan tidak ada
pintu, jendela atau fasilitas lain yang memiliki resiko untuk terjepit/tenggelam
tersebut.

d)      Resiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung, dan lain-lain.
Resiko ini terutama pada lantai-lantai yang miring baik di koridor, ramp atau
batas lantai dengan halaman. Pastikan area yang beresiko licin sudah ditandai dan
jika perlu pasanglah handriil atau pemasangan alat lantai anti licin serta rambu
peringatan “awas licin”.

e)      Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang perawatan anak dan jiwa.
Selain itu perlu diperhatikan pada pekerjaan konstruksi bangunan atau
pembersihan kaca pada posisi yang cukup tinggi. Jika pekerjaan dilakukan pada
ketinggian lebih dari 2 meter sebaiknya pekerja tersebut menggunakan abuk
keselamatan. Pada ruang perawatan anak dan jiwa yang terletak di lantai atas
pastikan jendela yang ada sudah terpasang teralis pengaman dan anak-anak selalu
dalam pengawasan orang dewasa saat bermain.

2)      Resiko bahaya radiasi

Resiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi:

a)     Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau partikel yang


mampu menghasilkan ion langsung atau tidak langsung. Contoh di rumah sakit: di
unit radiodiagnostik, radiotherapi dan kedokteran nuklir.

b)      Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik dengan energi yang


tidak cukup untuk ionisasi, misal radiasi infra merah atau radiasi gelombang
mikro.

Pengendalian resiko bahaya radiasi dilakukan untuk pekerja radiasi, peserta didik,
pengunjung dan pasien hamil. Pekerja radiasi harus sudah mendapatkan informasi
tentang resiko bahaya radiasi dan cara pengendaliannya. Selain APD yang baik,
monitoring tingkat paparan radiasi dan kepatuhan petugas dalam pengendalian
bahaya radiasi merupakan hal yang penting. Sebagai indikator tingkat paparan,
semua pekerja radiasi harus memakai personal dosimetri untuk mengukur tingkat
paparan radiasi yang sudah diterima sehingga dapat dipantau dan tingkat paparan
tidak boleh melebihi ambang batas yang diijinkan. Untuk pengunjung dan pasien
hamil hendaknya setiap ruang pemerikasaan atau therapy radiasi terpasang rambu
peringatan “Awas bahaya radiasi, bila hamil harus melapor kepada petugas”.

3)      Resiko bahaya akibat kebisingan adalah kebisingan akibat alat kerja atau
lingkungan kerja yang melebihi ambang batas tertentu. Resiko ini mungkin berada
di ruang boiler, generator listrik, dan peralatan yang menggunakan alat-alat cukup
besar dimana tingkat kebisingannya tidak dipantau dan dikendalikan. Berdasar
peraturan menteri kesehatan RI no 1204 tahun 2004 tentang pengendalian
lingkungan fisik di rumah sakit, seluruh area pelayanan pasien harus dipantau dan
dikendalikan tingkat kebisingannya minimal 3 bulan sekali.

Di rumah sakit pemantauan ini sudah dilakukan oleh ISLRS dan hasil temuan
yang tidak memenuhi persyaratan di analisa dan dikendalikan bersama IPSRS dan
Unit K3 serta dilaporkan kepada Manajemen rumah sakit.

4)      Resiko bahaya akibat pencahayaan adalah pencahayaan pada lingkungan kerja


yang kurang atau berlebih. Tingkat pencahayaan diseluruh area rumah sakit juga
telah dipantau dan dilaporkan seperti resiko bahaya kebisingan tersebut. Hal yang
harus diperhatikan adalah jika terjadi kerusakan lampu, pastikan lampu pengganti
setara tingkat pencahayaannya dengan lampu sebelumnya, sehingga tidak terjadi
perubahan dalam tingkat pencahayaan pada area tersebut.

5)      Resiko bahaya listrik adalah bahaya dari konsleting listrik dan kesetrum arus
listrik. Pengendalian yang telah dilakukan adalah melakukan preventif
maintenance seluruh peralatan elektrik yang dilakukan oleh IPSRS. Kalibrasi
peralatan medis dan penggantian peralatan yang telah out off date. Untuk
mencegah bahaya kebakaran akibat peralatan listrik yang dibawa peserta didik
dan keluarga pasien dilakukan sosialisasi kepada seluruh peserta didik pada saat
orientasi dan untuk keluarga pasien informasi diberikan pada saat pasien masuk
rumah sakit khususnya pasien rawat inap.
6)   Resiko bahaya akibat iklim kerja adalah berupa suhu ruangan dan tingkat
kelembaban. Jika suhu dan kelembaban di rumah sakit tidak dikendalikan dapat
mempengaruhi lingkungan kerja dan kualitas hasil kerja. Pemantauan secara
berkala telah dilakukan oleh ISLRS dan jika ditemukan kondisi tidak memenuhi
peresyaratan akan dilakukan pengendalian oleh IPSRS, PPI, Unit K3RS dan
ISLRS yang dipimpin oleh Direktur Umum dan Operasional.

7)      Resiko bahaya akibat getaran adalah resiko yang tidak banyak ditemukan di
rumah sakit tetapi mungkin masih ada terutama pada kedokteran gigi yang
menggunakan bor dengan motor listrik dan pada bagian housekeeping / rumah
tangga yang menggunakan mesin pemotong rumput (bagian taman).

b.      Resiko Bahaya Biologi

1)      Resiko dari kuman-kuman patogen dari pasien (nosokomial). Resiko ini di


rumah sakit sudah dikendalikan oleh bagian Petugas Pemantau Infeksi Rumah
Sakit (PPIRS) berkoordinasi dengan Unit K3, Instalasi Sanitasi Lingkungan RS
(ISLRS) dan Satuan kerja pemberi pelayanan langsung kepada pasien.

2)      Resiko dari binatang (tikus, kecoa, lalat, kucing, dan lain-lain). Resiko ini
dikendalikan oleh ISLRS dan harus didukung dengan housekeeping yang baik
dari seluruh karyawan dan penghuni rumah sakit.

c.       Resiko Bahaya Kimia

Resiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang meliputi:

1)      Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi


lingkungan dan peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai, desinfeksi
peralatan dan permukaan peralatan dan ruangan, dan lain-lain.

2)      Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan mencuci
permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan lain-lain.

3)      Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan peralatan
lainnya.
4)      Reagen yaitu  zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium klinik dan patologi anatomi.

5)      Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk pengobatan


pasien.

6)      Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan penunjang
pengobatan pasien seperti oksigen, karbon dioxide, nitrogen, nitrit oxide, nitrous
oxide, dan lain-lain.

Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi dengan


seluruh satuan kerja. Hal-hal yang perludiperhatikan adalah pengadaan B3,
penyimpanan, pelabelan, pengemasan ulang /repacking, pemanfaatan dan
pembuangan limbahnya.

Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan peraturan


yang berlaku di Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar Data
Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet / MSDS), petugas yang
mengelola harus sudah mendapatkan pelatihan pengelolaan B3, serta mempunyai
prosedur penanganan tumpahan B3.

             Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan


diatas palet atau didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan, tersedia
MSDS, safety shower, APD sesuai resiko bahaya dan Spill Kit untuk menangani
tumpahan B3 serta tersedia prosedur penanganan Kecelakaan Kerja akibat B3.

             Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja yang
kompeten untuk memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta standar pelabelan.
Dilarang melakukan pelabelan tanpa kewenangan yang diberikan oleh pimpinan
rumah sakit.

             Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke


lingkungan serta kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3 harus memiliki
pelatihan teknis pengelolaan B3, jika belum harus segera diusulkan sesuai
prosedur yang berlaku.
Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor yang
akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah B3 padat harus
dibuang ke Tempat Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS B3), untuk
selanjutnya diserahkan ke pihak pengolah limbah B3.

d.       Resiko Bahaya Fisiologi / Ergonomi

Resiko ini terdapat pada hampir seluruh kegiatan di rumah sakit berupa kegiatan:
angkat dan angkut, posisi duduk, ketidak sesuaian antara peralatan kerja dan
ukuran fisik pekerja. Pengendalian dilakukan melalui sosialisasi secara berkala
oleh Unit K3.

e.       Resiko Bahaya Psikologi

Resiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidak harmonisan
hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik sesama pekerja, pekerja
dengan pelanggan, maupun pekerja dengan pimpinan.

2.2 Bahaya Fisik di Kontruksi Bangunan

Kuli bangunan adalah orang yang bekerja di bidang pembangunan suatu


proyek dengan mengandalkan kekuatan fisik serta keahlian dan kuli bangunan
merupakan suatu pekerjaan yang memiliki resiko tinggi. Situasi dalam lokasi
proyek pembangunan, mencerminkan karakter yang keras dan kegiatannya terlihat
sangat kompleks sulit dilaksanakan sehingga dibutuhkan stamina dari pekerja
yang melaksanakannya. Menjadi seorang kuli bangunan bukan lah hal yang
mudah, disamping fisik dan stamina yang kuat, pola fikir juga harus diperhatikan
dalam keselamatan kerja. Seorang kuli bangunan dan seorang mandor memiliki
tanggung jawab yang sama dalam kegiatan pembangunan suatu proyek, tetapi
faktanya seorang mandor hanya bisa menyuruh-nyusuh bawahannya (kuli
bangunan) dan seorang mandor hanya bisa duduk-duduk santai tanpa
menghiraukan laporan dari pekerja (kuli bangunan) sehingga berdampak
kecelakaan.
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak dikehendaki, terjadi pada
waktu melakukaan pekerjaan dan menimbulkan akibat kerugian personil, harta
benda atau kedua-duanya. Kebutuhan K3 yang semakin meningkat tidak hanya
pada masyarakat industri (sektor formal) tetapi juga penting bagi masyarakat
khususnya pelaku sektor usaha skala kecil dan menengah (small medium
enterprise). Fakta menunjukkan bahwa seorang mandor tidak memenuhi tanggung
jawabnya sebagai seorang pimpinan yang seharusnya menjaga keselamatan jiwa
anak buahnya (kuli bangunan). Bukan hal yang asing jika kita mendengar berita di
televisi atau media masa tentang kecelakaan kerja pada kegiatan pembangunan
proyek.
Penyebab kecelakaan kerja itu sendiri bukan hanya akibat kelalaian
mandornya, tetapi juga terjadi karena kurangnya pendidikan kuli bangunan akan
K3 sehingga mereka bekerja tanpa mempedulikan bahaya yang mungkin terjadi
selama proses pembangunan. Meski mereka mengerti akan peralatan kerja, tetapi
mereka selalu beranggapan bahwa sebelumnya selalu aman meski tanpa peralatan
kerja sehingga mereka tidak mau mengenakannya. Hal inilah yang banyak
menyebabkan kecelakaan kerja.
a.    Beberapa Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Pembangunan
Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer. Maka dari itu kita harus
sangat memperhatikan kebutuhan kita yang satu ini. Dalam pembuatan rumah ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan agar dalam pembangunan tersebut sesuai
dengan yang diharapkan.
1.      Keadaan tempat tinggal didalam lokasi proyek
a.       Kebersihan tempat kerja
1)      Bahan-bahan yang tidak terpakai dan tidak diperlukan lagi harus dipindahkan ke
tempat yang aman
2)      Semua paku yang menonjol harus disingkirkan atau dibengkokkan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan
3)      Peralatan dan benda-benda kecil tidak boleh dibiarkan karena benda-benda
tersebut dapat menyebabkan kecelakaan, misalnya membuat orang jatuh atau
tersandung (terantuk)
4)      Sisa-sisa barang alat-alat dan sampah tidak boleh dibiarkan bertumpuk ditempat
kerja.
5)      Tempat-tempat kerja dan gang-gang yang licin karena oli atau sebab lain harus
dibersihkan atau disiram pasir, abu atau sejenisnya
6)       Alat-alat yang mudah dipindah-pindahkan setelah dipakai harus dikembalikan
pada tempat penyimpanaan semula.
b.      Pembuangan kotoran limbah diatur perletakannya agar tidak menggangu
kesehatan
2.      Peralatan kerja
a.       Peralatan kerja harus lengkap, yaitu:
1)      Safety hat, yang berguna untuk melindungi kepala dari benturan benda keras
selama bekerja
2)      Safety shoes,  yang akan berguna untuk menghindarkan terpeleset karena licin
atau melindungi kaki dari kejatuhan benda keras dan sebagainya
3)      Kacamata keselematan, terutama dibutuhkan untuk melindungi mata pada lokasi
pekerjaan yang banyak serbuk metal atau serbuk material keras lainnya
4)      Masker, diperlukan pada medan yang berdebu meskipun ruang operator telah
tertutup rapat, masker ini dianjurkan tetap dipakai.
5)      Sarung tangan, dibutuhkan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang
berhubungan dengan bahan yang keras, misalnya membuka atau mengencangkan
baut dan sebagainya
b.      Peralatan kerja dijaga mutunya (jangan sampai usang dan kondisinya rusak)
c.       Adanya penyuluhan jika menggunakan mesin berat dan peralatan elektronika
dengan benar
d.      Adanya pengaman pada mesin berat dan peralatan elektronika
3.      Fisik Pekerja
a.       Stamina pekerja
b.       Kondisi emosi pekerja yang labil
c.       Pola fikir pekerja yang biasanya kurang memperhatikan keselamatan kerja
d.      Motivasi dalam bekerja
e.       Pengetahuan pekerja tentang standar K3, penggunakan fasilitas kerja, dan
berbagai hal dalam pekerjaan konstruksi
4.      Pengaturan Lain
a.       Jumlah pekerja
b.      Pengaturan jam kerja dan jam lembur
c.       Penerapan shift kerja
d.       Umur pekerja
e.       Jenis kelamin pekerja
f.        Pengelolaan tempat tinggal di dalam proyek
b.   Manajemen Resiko
Manajemen resiko adalah  pengelolaan resiko dengan menerapkan secara
sistematis suatu kebijakan manajemen, prosedur dan aktifitas dalam kegiatan
identifikasi, analisa, penilaian, pengendalian bahaya dan pemantaun serta review
resiko.
Adapun tujuan dari manajemen resiko adalah sebagai berikut:
1.      Meminimalkan kerugian dan meningkatkan produktifitas
2.      Memotong mata rantai kejadian kerugian, sehingga efeknya tidak terjadi.
3.      Mencegah terjadinya kerugian berupa cidera dan penyakit akibat hubungan
kerja.
Manfaat manajemen resiko adalah sebagai berikut :
1.      Pemenuhan perundangan
2.      Mencegah kerugian finansial
3.      Meningkatkan nilai saham
4.      Menekan gangguan bisnis
5.      Memelihara kelangsungan usaha.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Resiko bahaya di rumah sakit yang disebabkan oleh faktor biologi, fisik, kimia,
fisiologi/ergonomi dan psikologi dapat menyebabkan penyakit dan kecelakaan akibat
kerja bagi pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat disekitar lingkungan rumah
sakit. Pekerja rumah sakit memiliki resiko kerja yang lebih tinggi dibanding pekerja
industri lain sehingga resiko bahaya tersebut harus dikendalikan. Salah satu upaya
pengendalian adalah dengan melakukan sosialisasi kepada seluruh pekerja rumah
sakit tentang resiko bahaya tersebut sehingga seluruh pekerja mampu mengenal resiko
bahaya tersebut. Dengan mengenal resiko bahaya diharapkan pekerja mampu
mengidentifikasi resiko bahaya yang ada disatuan kerjanya dan mengetahui upaya
pengendalian resiko bahaya yang sudah dilakukan oleh rumah sakit sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap sistem pengendalian resiko bahaya yang
sudah dilakukan.

Masih terabaikannya keselamatan dan kesehatan kerja oleh pekerja pada proses
pembangunan rumah di Kecamatan Lubuk Batu Jaya Desa Tasik Juang SP3 jalur 5.
Dikarenakan para pekerja mendapat keahlian membangun rumah berdasarkan
keahlian secara otodidak dan tidak pernah mengikuti pelatihan dan seminar tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Ditambah lagi para pekerja buruh atau kuli
bangunan berada di daerah yang jauh dari perkotaan.

3.2 Saran

Sebaiknya para pekerja lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya,, serta


membuat fasilitas pendukung yang lebih aman baik saat naik, bekerja diatas dan
turun. Selain itu para pekerja harus benar-benar memanfaatkan fasilitas yang tersedia
dalam melakukan pengangkatan beban berat dan selalu menggunakan Alat Pelindung
Diri saat bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Ernawati, Atie. (2010).  Peningkatan Keahlian Tukang Bangunan Guna


Menunjang Program K3 Dan Iso 9002 Dalam Bidang Pekerjaan Jasa
Konstruksi.  Program Studi Teknik Arsitektur, FTMIPA, Universitas Indraprasta
PGRI. Jurnal Ilmiah Faktor Exacta Vol. 3 No. 3 September 2010.
Miftahudin, Hanif. (2016). Hubungan Antara Sikap Kerja Membungkuk Dengan
Perubahan Kurva Vertebra Pada Kuli Bangunan. Program Studi S1 Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Jdih.Kemenkeu.Go.Id/Fulltext/1992/3TAHUN1992UU.Htm

Loditia.Wordpress.Com/Tag/Undang-Undang-No-1-Tahun-1970-Tentang-
Keselamatan-Kerja/

Htcoretantimothy.Blogspot.Co.Id/2010/03/Peraturan-Menteri-Tenaga-Kerja-
No.Html

Departemen Kesehatan RI, Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di


rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. – Jakarta : Departemen,
Kesehatan RI. Cetakan kedua, 2008.

Keputuan Menteri Kesehatan RI no 1204 tahun 2004, tentang Persyaratan


Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.

Keputusan Menteri Kesehatan Ri no 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan


dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit.

Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Love-Is-Earth.Blogspot.Co.Id/2013/06/Hazard-Kuli-Bangunan.Html

Anda mungkin juga menyukai