Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TANAMAN PERKEBUNAN

TUSAM (Pinus merkusii )

2.1. Klasifikasi

Tusam atau pinus merupakan sekelomok tumbuhan atau pohon yang

termasuk ke marga pinus dan merupakan tanaman runjung (pynophyta). Tanaman

tusam merupakan tanaman industri penghasil kayu yang dimanfaatkan untuk

pembuatan kertas. Klasifikasi tanaman sengon (Pinus pinaster.) menurut Sagita

dkk(2017 ) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Coniferophyta

Kelas : Pinopsida

Ordo : Pinales

Famili : pinoceaacae

Genus : Pinus

Spesies : Pinus merkusii jung & vr.

Tusam/pinus merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari

pegunungan bagian barat Indonesia, seperti Sumatera, kepulauan Riau dan

sebagainya. Tusam di Indonesia pertama kali ditemukan di daerah Tapanuli

Selatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar dan Diputra (2013) yang

menyatakan bahwa Tapanuli Selatan menjadi tempat pertama kali ditemukan

tusam dan menjadi tempat kembang biak tusam. Selain di Sumatera pinus juga

mampu tumbuh dikawasan Jawa Barat dan Banten. Hal ini sesuai dengan
pendapat Heriyanto dkk. (2010) Pinus (Pinus merkusii.) Merupakan tumbuhan

yang biasa tumbuh dengan baik di pegunungan – pegunungan . Hal ini sesuai

dengan pendapat Yusrandkk. (2018) yang menyatakan bahwa tumbuhan tusam

dapat hidup di gunung lebih dari 35 tahun di kawasan pegunungan Sulawesi

selatan . Tempat tumbuh terbaik untuk pinus yaitu 400 – 2000 mdpl dan apabila

ditanam di ketinggian kurang dari 400 mdpl pertumbuhan kurang optimal karena

suhu udara yang tinggi dan di suhu lebih dari 2000 mdpl proses fotosintesis akan

terhambat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukardayati dkk (2014) yang

menyatakan bahwa pinus harus ditanam di kisaran tinggi 400 – 2000 mdpl apabila

kurang atau lebih dari itu pertumbuhan tidak optimal.

2.2. Organ Akar, Batang dan Daun


2.2.1. Akar

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai

berikut:

Sumber: Data Primer Praktikum Botani,


2020.
Ilustrasi 1. Akar Pinus (Pinus merkusii.)

Pinus memiliki akar tunggang, berwarna coklat, mencengkram tanah. Hai

ini sesuai dengan pendapat Simanungkalit (2017) yang menyatakan bahwa akar

tunggang sangat mudah mencari air dan unsur hara yang ada didalam tanah.

Karena pinus dikaruniai akar tungang yang sangat kuat sehingga akar pinus bisa

mencari jangkauan air yang lebih luas dan bisa mendapatkan energi lebih yang

bisa di transfer energi nya ke batang sehingga memiliki cadangan makanan yang

banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukerta dan Sumantra (2011) yang

menyatakan bahwa akar dari pinus bisa membantu batang membuat cadangan

makanan. Warma akar dari pohon pinus memiliki warna yang beda – beda . Hal
ini sesuai dengan pendapat Budianto dan Suharto (2014) yang menyatakan bahwa

pinus ini pada umumnya berwarna kuning ketika muda dan berwarna kecoklatan

ketika sudah tua dan dapat tumbuh 7 kali lipat besar nya apabila tumbuh di tanah

berpasir. Pinus memiliki akar yang besar yang permukaanya kasar. Hal ini sesuai

dengan pendapat Zubaidahdkk. (2012) yang menyatakan bahwa leher akar dari

tumbuhan pinus timbul keluar ke permukaan tanah permukaan nya yang agak

kasar
2.2.2. Batang

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai

berikut:

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2020.


Ilustrasi 2. Batang Pinus (Pinus merkusii)

Batang pinus membentuk kerucut dan seperti limas yang memanjang.

Tekstur batang pinus yaitu kasar dan sedikit tajam, tetapi batang nya sedikit

seperti yang rapuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Destarantidkk. (2017) yang

menyatakan bahwa pinus memiliki tekstur batang yang kasar dan sedikit tajam.

Warna dari batang pinus yaitu coklat keabuan kalau sudah tua bewarna gelap.

Pinus merupakan tumbuhan yang tidak berpori namun mempunyai damar aksial

yang menyerupai poris dan juga pinus merupakan pohon yang dimanfaatkan getah

batang nya . Hal ini sesuai dengan pendapat Arel dan Setiawati (2016) yang
menyatakan bahwa batang pinus memiliki warna coklat keabuan dan juga pinus

adalah tumbuhan yang dimanfaatkan getahnya. Tipe percabangan batang pinus

yaitu monopodial. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosanti (2018) yang

menyatakan bahwa jenis percabangan batang berkayu yaitu monopodial yang

merupakan batang pokok lebih cepat pertumbuhannya daripada batang cabangnya.

2.2.3 Daun

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai

berikut:

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2020.


Ilustrasi 3. Daunr Pinus (Pinus merkusii)

Bentuk daun pinus membentuk tajam, , dan jenis daun dari pinus yaitu

majemuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Cahyantidkk. (2015) yang menyatakan
bahwa bentuk dari daun pinus berbentuk tajam seperti jarum , berjenis majemuk.

Warna daun dari tumbuhan pinus yaitu hijau seperti daun – daun pada umumnya,

permukaanya memanjang, pangkal daun sedikit runcing dan juga tepi daun dari

tumbuhan pinus merata . Hal ini didukung oleh Supriyo dan prehaten (2015) yang

menyatakan bahwa warna daun pinus yaitu hijau muda dan permukaanya tipis

memanjang pangkal daunnya runcing tetapi tidak tajam yang juga memiliki tepi

daun yang agak merata. Daun pinus memiliki pertulangan yang sejajar. Hal ini

sesuai dengan pendapat Lestaridkk.(2014) Pinus merupakan tumbuhan

gymnospermae atau biji terbuka yang memiliki daun tajam dan tulang daun

sejajar
2.2.4 Bunga

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai

berikut:

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2020.


Ilustrasi 4. Bunga Pinus (Pinus merkusii)

Tumbuhan pinus merupakan tumbuhan berumah satu yang terbagi menjadi

dua yaitu a bunga pinus terbagi jadi dua yaitu strobillus jantan dan betina dengan

bentuk yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Putri dkk (2020) yang

menyatakan bahwa Strobilus jantan berbentuk silindris dengan panjang 2- 4 cm

dan strobillus betina berbentuk kerucut, ujungnya runcing. Bunga pinus memiliki

warna kecoklatan . Hal ini sesuai dengan pendapat Guo dkk (2010) yang

menyatakan bahwa bunga muda akan terlihat berwarna sedikit kuning , sedangkan

bunga tua akan berwarna coklat tua. Bunga tumbuhan pinus terdapat strobilus

jantan dan betina. Hal ini sesuai dengan pendapat Rohiyan dkk. (2014) yang

menyatakan bahwa bunga dari pinus merupakan bunga tidak sempurna yang
memiliki dua kelamin yaitu jantan dan betina yang penyerbukannya di bantu oleh

burung.

2.2.5 Buah

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai

berikut:

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2020.


Ilustrasi 5. Buah Pinus (Pinus merkusii)

Pinus memiliki buah berbentuk kerucut silindris hampir seperti bunga.

Hal ini sesuai dengan pendapat Kalensun dkk (2012) yang menyatakan bahwa

buah mirip seperti bunga memiliki tapi tidak bisa diklasisfikasikan jadi bunga.

Buah dari pinus memiliki warna coklat kekuningan dan setiap bunga

menghasilkan 1 buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Iskandar (2018) yang

menyatakan bahwa buah pinus berwarna coklat muda.Buah dari pinus sedikit
keras. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar dan Yunanto (2010) yang

menyatakan bahwa pinus sangat keras dan memiliki permukaan yang amat kasar

hampir seperti batu.

2.2.6 Biji

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai

berikut:

Maaf mbak blom dapet

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2020.

Sumber

Biji dari pohon pinus berbentuk pipih dan bulat seperti telur yang memiliki

sayap dihasilkan pada setiap dasar bunga atau sisik buah setiap sisik mempunyai

dua biji biji biasanya berwarna putih kekuningan permukaan nya kasar. Hal ini

sesuai dengan pendapat Achmad dkk (2012) yang menyatakan bahwa biji

berbentuk bulat , pipih berwarna putih kekuningan dan memiliki permukaan yang
sedikit kasar . Pinus memiliki biji yang bisa dikembangkan lagi. Hal ini sesuai

dengan pendapat Priyamto dkk. (2013) yang menyatakan bahwa biji dan benih

pohon pinus harus selalu dirawat dan diperhatikan untuk penanamn karena

biasanya mudah tumbuhn jamur

2.3.1 Perkembangbiakan

Tumbuhan pinus memiliki dua jenis perkembangbiakan yaitu generatif dan

vegetatif. Pinus melakukan perkembangbiakan generatif dengan biji karena pinus

termasuk tumbuhan gymnospermae yaitu tanaman biji yang terbuka. Hal ini

sesuai dengan pendapat Purnomo dkk (2018) yang menyatakan bahwa pinus

merupakan tumbuhan gymnospermae yang melakukan reproduksi dengan biji.

Perkembangan generatif memiliki kekurangan dan kelebihan masing – masing.

Hal ini sesuai dengan pendapat Hendri dan Margiati (2012) yang menyatakan

bahwa keuntungan nya dapat menumbuhkan perakaran yang kuat, akan tetapi

hasil nya belum tentu lebih baik.

Secara teori tumbuhan gymnospermae bisa melakukan perkembangbiakan

dengan dua cara yaitu generatif dengan menggunakan biji dan vegetatif

menggunakan tunas . Hal ini sesuai dengan pendapat Hardiatmi (2012) yang

menyatakan bahwa tumbuhan gymnospermae adalah tumbuhan yang mempunyai

hifa bercabang sebagai organ penyimpan dari reproduksi vegetatif dan pinus bisa

melakukan reproduksi vegetatif menggunakan tunas akar. Pinus memiliki

perkembangan vegetatif yang mempunyai kelebihan dan kekurangan yang

dimiliki. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukarnodkk. (2012) yang menyatakan
bahwa tanaman yang berkembang biak memakai tunas akan cepat bereproduksi,

tetapi akar nya cendrung tidak akan kuat

2.4.1 Manfaat

Beberapa bagian tumbuhan pinus bisa dimanfaatkan untuk macam –

macam kebutuhan hidup manusia dan makhluk lainnya, seperti limbah dari kayu

pinus yang mengandung zat yang bisa dijadikan produksi bioetanol . Hal ini

sesuai dengan pendapat Hermiati dkk (2017) yang menyatakan bahwa limbah

kayu pinus dijadikan produksi bioetanol karena mengandung karbonhidrat. Pinus

juga biasa dimanfaatkan getahnya sebagai pembuatan kertas yang di destilasi

menjadi Gondorukem yang berbentuk padatan warna kuning kecoklatan dan

juga mengandung komponen kimia yaitu asam abietat. Hal ini sesuai dengan

pendapat Khadafi dkk (2014) yang menyatakan bahwa getah pinus dimanfaatkan

sebagai pembuatan kertas dengan di destilasi terlebih dahulu menjadi

gondorukem.

Biji pinus dapat dimakan karena termasuk kuliner di suatu daerah dan juga

sebagai makanan pokok seperti china dan italia sebagai penghasil pinus utama di

dunia. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu dan Saputri (2012) yang

menyatakan bahwa kacang pinus dijadikan makanan pokok di tiap daerah.

Karena akar pinus sangat kuat, oleh karena itu pinus memiliki manfaat. Hal ini

sesuai dengan pendapat Chanan (2012) yang menyatakan bahwa perakaran pinus

cukup kuat dan dalam sehingga dapat mencegah mengurangi erosi pada tanah –

tanah kritis.
DAFTAR PUSTAKA

Jumin, B. A., S. P. Adi, dan Ahmad. 2012. Kandungan polifenol jumlah dan
aktiviti perencatan radikal bebas dalam jagung muda. J. Sains Malaysia,
1(2) : 3 – 9.

Achmad, A., Hadi, S., Harran, S.,Harran S., Sa'id, E. G., Satiawiharja, B, dan
Kardin, M. K. 2010.)Aktivitas antagonisme in vitro trichodarma
pseudokoniglii terhadap patogen lodoh pinus merkusii. J. Tropical
Silviculture Science and Technology, 3(1) : 233 – 240

Arel, A.,dan Setiawati, D. A. (2016). Isolasi senyawa utama kulit batang


tumbuhan pinus dari ekstrak etil asetat. J. Ilmiah Farmasi, 12(2) : 60 – 65

Budianto, P. T. H., Wirosoedarmo, R, dan Suharto, B. (2014). Perbedaan laju


infiltrasi pada lahan hutan tanaman industri pinus, jati dan mahoni. J.
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 1(2) : 15-24.

Chanan, M. (2012). Respon perkecambahan benih dan pertumbuhan semai pinus


(pinus merkusii kung et de vriese) dengan aplikasi konsentrasi dan lama
perendaman larutan abitonik. J. Gamma, 5(1) : 43 – 53

Cahyanti, L. D., Sumarni, T, dan Widaryanto, E. (2015). Potensi alelopat daun


pinus (Pinus spp.) sebagai bioherbisida pra tumbuh pada gulma krokot
(Portulaca oleracea). J. Gontor agrotech Science ,1(2) : 21 – 31 .

Destaranti, N., Sulistyani, S, dan Yani, E. (2017). Struktur dan vegetasi tumbuhan
bawah pada tegakan pinus di rph kalirajut dan rph baturraden banyumas. J.
Biologica, 4(3), 155 – 160

GUO, C. X., Lu, J., Yuan, J. Z, dan Sun, Q. S. (2010). Chemical constituents from
pine needle of Pinus Tabulaeformis Carr.[J]. J. of Shenyang Pharmaceutical
University, 3.(2) : 810 – 819

Hardiatmi, J. S. (2012). Pemanfaatan jasad renik mikoriza untuk memacu


pertumbuhan tanaman hutan. J. Inovasi Pertanian, 7(1) :1-10.

Hendri, H., dan Margiati, K. Y. Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada
materi bagian-bagian tumbuhan menggunakan metode kerja kelompok Bagi
siswa kelas iv sekolah dasar negeri 03 simpang dua ketapang. J. Pendidikan
dan Pembelajaran Khatulistiwa, 2(3) : 1 – 15 .
Hermiati, E., Mangunwidjaja, D., Sunarti, T. C., Suparno, O, dan Prasetya, B.
(2017). Pemanfaatan biomassa lignoselulosa ampas tebu untuk produksi
bioetanol. J. Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 29(4) : 121 – 130.

Iskandar, T. (2018). Penilaian kesehatan kebun benih semai pinus merkusii


dengan metode FHM (forest health monitoring) di kph Sumedang. J. of
Tropical Silviculture Science and Technology, 9(02) : 99 – 108.

Kalensun, A. G., Wuntu, A. D, dan Kamu, V. S. (2012). Isoterm adsorpsi toluena


pada arang aktif strobilus pinus (Pinus merkusii). J. Ilmiah Sains, 12(2) :
100 – 104 .

Khadafi, M., Rostika, I, dan Hidayat, T. (2016). Pengolahan gondorukem menjadi


bahan pendarihan sebagai aditif pada pembuatan kertas. J. Selulosa, 4(01) :
17 – 23 .

Lestari, F., Jayati, R. D, dan Sari, L. F. (2014). Pengaruh teknik mnemonik


terhadap hasil belajar materi spermatophyta siswa kelas x sman 3
lubuklinggau. J. Perspektif Pendidikan, 8(2) : 135 - 142

Purnomo, D. W., Usmadi, D, dan Hadiah, J. T. (2018). Dampak keterbukaan tajuk


terhadap kelimpahan tumbuhan bawah pada tegakan pinus oocarpa schiede
dan agathis alba (lam foxw). J. Ilmu Kehutanan, 12(1) : 61-73.

Putri, A. D., Yuliani, E, dan Haribowo, R. (2020). Aanalisis perbandingan


efektivitas karbon aktif cangkang bunga pinus dengan karbon aktif batok
kelapa dalam mereduksi timbal. J. Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan,
3(1): 45 – 49 .

Priyamto, S., Oramahi, H. A, dan Diba, F. (2012). Aplikasi asap cair dari kayu
leban (vitex pubescens vahl) untuk pengendalian jamur pada benih tusam
(pinus merkusii jungh et de vriese) secara in vitro. J. Hutan Lestari, 1(1) :
23 – 28 .

Rahayu, M., PAKKI, T, dan Saputri, R. (2012). Uji konsentrasi cairan perasan
daun kenikir (tagetes patula juss) terhadapo mortalitas ulat penggulung daun
(lamprosema indica) pada tanaman ubi jalar. J. Agroteknos, 2(1) : 36 – 40 .

Rohiyan, M., Bakri, S, dan Herwanti, S. (2014). Keanekaragaman jenis burung di


hutan pinus dan hutan campuran Muarasipongi kabupaten mandailing natal
sumatera utara. J. Sylva Lestari, 2(2) : 89-98
Rosanti, D. (2018). Struktur morfologi batang di taman wisata alam punti kayu
kota palembang. J Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 15(1) :
30 – 34 .

Sagitta, J. N., Sugita, I. K. G, dan Kencanawati, C. I. P. K. (2017). variasi


ketebalan panel green komposit terhadap koefisien serap bunyi komposit
serabut kelapa (cocos nuciferal) dengan perekat getah pinus (pinus
merkusii). J. Ilmiah Teknik Desain Mekanika, 6(4) : 318 – 322 .

Siregar, I. Z, dan Yunanto, T. (2010). The genetics of glutamate oxaloacetate


transaminase (got) in pinus merkusii jungh. et de Vriese. J. of Biological
Diversity, 11(1) : 17 – 25 .

Sukarno, A., Hardiyanto, E. B., Marsoem, S. N, dan Na’iem, M. (2012). Pengaruh


perbedaan kelas umur terhadap produktivitas getah pinus merkusii jungh et
de vriese ras lahan jawa melalui penyadapan getah metode bor. J.
Indonesian l of Environment and Sustainable Development, 3(1) : 28 – 31.

Supriyo, H, dan Prehaten, D. (2015). Kandungan unsur hara daun dinus merkusi
jungh. et de vriese dan sifat-sifat tanah di tegakan dengan produksi getah
yang bervariasi. J. Ilmu Kehutanan, 7(2) : 71 – 80 .

Yusran, Y., Erniwati, E., Sustri, S, dan Risnawati, R. (2018). Pembibitan tusam
(pinus merkusii jungh & de vriese) oleh kelompok tani hutan di lereng
pegunungan gawalise desa uwemanje kecamatan kinovaro kabupaten sigi,
sulawesi tengah. J. Bakti Saintek: Jurnal Pengabdian Masyarakat Bidang
Sains dan Teknologi, 2(1) : 17 – 25 .

Zubaidah, S., Khaldun, I, dan Hanum, L. (2017). Uji daya serap serbuk gergaji
kayu pinus (pinus mercusii) terhadap logam timbal (II) menggunakan
metode spektrofotometri serapan atom . J. Ilmiah Mahasiswa Pendidikan
Kimia, 2(2) : 107 – 116 .

Anda mungkin juga menyukai