BUDIDAYA TANAMAN HIAS OUTDOOR : PINUS ( Pinus sp )
PAPER
OLEH :
HUMBANG RAY GERMANY SILABAN
21O301024 AGRONOMI - 1
TANAMAN HORTIKULTURA II : TANAMAN HIAS
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2023 BUDIDAYA TANAMAN HIAS OUTDOOR : PINUS ( Pinus sp ) Botani dan Morfologi Tanaman Pinus Pinus merupakan tumbuhan yang termasuk ke dalam ordo cycadales. Tanaman pinus ini dapat dimanfaatkan sebagai pohon lindung dan sebagai tanaman hias. Pohon pinus ini memiliki tinggi pohon mnecapai 30 meter di atas permukaan tanah. Pohon pinus ini merupakan pohon berkayu. Pohon pinus biasanya banyak dijadikan sebagai pelindung baik itu di taman maupun di area perusahaan. Dengan bentuk daun yang seperti jarum banyak juga yang menjadikan pinus sebagai tanaman hias. Berikut ini menurut Cronquist, (1981) yaitu Kingdom : Plantae Divisio : Pinophyta Subdivisio : Pinophytina Class : Cycadopsida Ordo : Cycadales Familia : Pinaceae Genus : Pinus Spesies : Pinus merkusii Jugh. & De Vr. Tanaman pinus adalah tanaman yang mempunyai perawakan tumbuhan (habitus) pohon yaitu tinggi tanamana ini lebih dari 6 meter dengan periode hidupnya adalah menahun (pireneal) yang mana pohon pinus ini dapat hidup bertahun-tahun. Sistem perakaran (Radix) pada tanaman ini adalah akar tunggang, di mana akar lembaga pada tanaman pinus tumbuh terus-menerus menjadi akar pokok yang bercabang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil. Karakteristik yang dimiliki tanaman tahunan ini adalah perakarannya merupakan akar tunggang dengan struktur kuat mencengkram tanah, bercabang coklat. Batang pinus memiliki ukuran yang besar dan semakin ke atas semakin mengecil seperti kerucut atau limas yang memanjang dengan bentuk batang membulat dan tajuk pohon muda yang berbentuk pyramid. Permukaan batangnya retak-retak kecoklatan dengan percabangan pokok yang tampak lebih jelas dan pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan cabang-cabangnya (monopodial). Tanaman pinus memiliki arah tumbuh yang tegak lurus. Daunnya berbentuk majemuk dan panjangnya antara 20 dan 30 sentimeter, dengan sisik tipis berbentuk selaput. Pangkal daun tanaman pinus memiliki tepi rata. Tanaman ini memiliki ujung daun yang meruncing dan ranting berukuran pendek. Batang merupakan bagian dari tubuh tanaman yang amat penting. Batang adalah alat pembentuk dan pembawa daun. Batang pada pohon Pinus berbentuk bulat dan tumbuh dengan tegak lurus, penampilan umum pada batang yaitu batang silindris. Pangkal pada batang pinus mulus. Penampilan kulit luar beralur dan retak-retak. Pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian antara 400 - 1 500 m dpl. Tinggi pohon dapat mencapai 20-40 m dengan diameter 100 cm dan batang bebas cabang 2-23 m. Pinus tidak berbanir, kulit luar kasar berwarna cokelat kelabu sampai cokelat tua, tidak mengelupas dan beralur lebar serta dalam. Kulitnya bergetah putih dan aroma pepagan/kulit berbau Resin. Bunga pinus berbentuk silindris dengan panjang 2-4 cm dan bunga betina berbentuk kerucut, berujung runcing, bersisik, berwarna coklat, dengan sayap di setiap bakal biji. Bunga tanaman pinus berwarna kuning dan akan berubah menjadi coklat saat menjadi tua. Buah-buahnya berbentuk kerucut silindris dan panjangnya kira-kira 5-10 cm dan lebarnya kira-kira 2-4 cm. Tanaman pinus memiliki biji berwarna putih kekuningan dengan bentuk pipih atau bulat oval. Setiap sisik atau bunga memiliki sayap di dasarnya Syarat Tumbuh Pinus ( Pinus sp ) P. merkusii hidup secara bergerombol dengan daun yang tumbuh pada dahan atau ranting bagian tengah, dan dapat tumbuh di daerah dataran tinggi dengan iklim sejuk. Untuk pertumbuhan pohon P. merkusii, tanah harus asam dan memiliki serapan air yang baik. Pohon P. merkusii cocok untuk tumbuh di tanah dengan tekstur ringan hingga sedang karena memiliki akar tunggang yang dalam dan sistem perakaran yang kuat. Selain itu, tingkat keasamanan tanah, juga dikenal sebagai ph tanah, memengaruhi habitat P. merkusii dapat tumbuh di berbagai ketinggian, tetapi pertumbuhan terbaiknya terjadi di antara 400 mdpl dan 2000 mdpl. Di ketinggian di bawah 400 mdpl, suhu rendah akan menyebabkan kondisi pertumbuhan yang buruk karena suhu (Rusdiana & Amalia, 2012). Media harus memiliki porositas, drainase, dan aerasi yang tinggi untuk berfungsi secara fisik. Media dengan porositas tinggi juga dapat menghasilkan bibit dalam kontainer yang ringan sehingga mudah diangkut, mendukung metabolisme dan pertumbuhan akar yang baik. Secara kimia, media tumbuh semai juga harus mampu menyediakan unsur hara makro yang diperlukan tanaman, seperti N, P, K, Ca, Mg, dan S (Melinda et al., 2022). Kegunaan Tanaman Pinus Getah pinus, yang diperoleh dengan menyadap batang pohon pinus, adalah salah satu hasil hutan non-kayu. Pohon pinus adalah jenis tumbuhan berdaun jarum yang memiliki batang silinder dan biasanya tumbuh di dataran tinggi yang berikim sejuk. Pohon pinus dewasa dapat mencapai 45 meter tinggi dan diameter 140 cm. Mahkota daun pohon muda berbentuk piramid atau kerucut, sedangkan mahkota daun pohon tua menyebar dengan helai daun menyebar menyerupai jamur. Mereka memiliki banyak bunga, dengan bunga jantan bertumpuk di ujung tunas muda yang panjangnya lebih dari dua sentimeter, dan bunga betina di ujung tunas muda yang silindris, runcing, bersisik, dan berwarna coklat (Kencanawati et al., 2017). Kayu yang mempunyai banyak manfaat mulai dari bahan untuk membuat furniture rumah, alat kerajinan dan produk interior untuk mempercantik ruangan dan kebutuhan industri lainnya, dengan banyaknya manfaat dari kayu untuk kebutuhan manusia maka kayu menjadi komoditi yang baik untuk perkembangan industri di Indonesia. Salah satu kayu yang banyak dihasilkan dari hutan adalah jenis kayu pinus, jenis kayu ini juga memiliki beberapa manfaat mulai dari getah pinus yang dimanfaatkan untuk dijadikan bahan pengencer cat, kayu pinus yang memiliki beberapa manfaat kegunaan untuk kebutuhan manusia, manfaat kayu pinus banyak digunakan untuk pembuatan furniture, bahan kontruksi, pembuatan mebel dan sebagai peti kemas(Hantono, 2016). Tanaman pinus merupakan pilihan populer sebagai tanaman hias outdoor karena keindahan dan daya tahan yang mereka miliki. Pinus adalah tanaman konifer yang tahan terhadap berbagai kondisi cuaca, membuatnya ideal untuk taman luar ruangan. Daun jarumnya yang rapat dan biasanya berwarna hijau memberikan daya tarik visual yang khas. Beberapa varietas pinus memiliki karakteristik unik, seperti pinus mugo yang rendah dan padat, cocok sebagai tanaman pagar hidup, atau pinus sylvestris yang tumbuh besar dan menambah karakter pada taman dengan batang yang kokoh dan dahan beragam ( Michael, 2009). Budidaya Tanaman Pinus Persiapan Bahan Tanam Perbanyakan pohon pinus bisa dilakukan dengan mengambil benih dari bunga pinus yang sudah kering di pohon. Penting untuk memilih bunga yang berkualitas, dengan kulit buah yang sudah menguning hampir kecoklatan dan memiliki bintik hitam. Bentuk bunga yang bulat, padat, dan tidak mengkerut juga menjadi pertimbangan. Biji kemudian dikeluarkan dari dalam bunga, di mana setiap bunga kering mengandung sekitar 45.000-60.000 butir biji per kilogram. Biji tersebut perlu direndam dalam air selama 3-4 jam sebelum disemai. Pemilihan lokasi pembenihan adalah dibawa pohon induk untuk memanfaakan interaksi atau simbiosis mutualisme akar pinus dengan jamur mycoriza yang membantu penyediaan nutrisi bagi pohon pinus dan memanfaatkan naungan dari pohon pinus .Langkah berikutnya adalah memilih benih yang tenggelam, sementara yang mengapung dibuang. Benih disemai pada media persemaian yang terbuat dari campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 1:2, yang sebelumnya telah dijemur selama 4-6 jam di bawah sinar matahari. Media ditempatkan dalam bak semai setinggi 5 cm, lalu benih ditaburkan di atasnya. Bak kemudian dipindahkan ke tempat yang teduh untuk melindungi dari hujan dan sinar matahari langsung. Setelah 10-15 hari, benih akan berkecambah. Ketika sudah mencapai usia sekitar 5-8 minggu atau sudah memiliki daun jarum pertama, langkah perawatan dan pemeliharaan perlu dilakukan. Selain menggunakan biji benih, metode pembibitan juga bisa dilakukan melalui stek dan cangkok (Yusran et al., 2018). Pemeliharaan bibit melibatkan penyiraman secara teratur setiap pagi dan sore hari. Persemaian ditempatkan di bawah naungan untuk melindungi dari hujan dan sinar matahari langsung. Pemupukan menggunakan pupuk NPK dilakukan setiap 2 minggu sekali. Jika ada bibit yang mati, perlu dilakukan penyulaman. Pengendalian gulma atau tanaman pengganggu lainnya juga perlu diperhatikan. Penanaman Sebelum memulai budidaya pinus, lahan yang akan digunakan perlu diolah terlebih dahulu. Langkah pertama adalah menyebarkan kompos atau pupuk kandang dengan takaran sekitar 2 ton per hektar pada lahan tanam. Pemberian pupuk dasar ini sebaiknya dilakukan 3-4 minggu sebelum tanah digemburkan, entah dengan menggunakan jajak atau cangkul. Jika pH tanah tergolong rendah, penambahan kapur dolomit diperlukan untuk menghasilkan pH tanah yang netral. Setelah proses ini selesai, tanah perlu dibiarkan selama 2-3 minggu sebelum dilakukan penanaman. Proses penanaman pohon pinus dimulai dengan melepaskan bibit dari kantong plastik persemaian. Bibit kemudian diletakkan di lubang yang telah disiapkan, dengan memastikan posisi tanamnya tegak dan penempatannya dilakukan secara hati-hati agar akar tidak mengalami kerusakan. Setelah itu, lubang tanam ditutup kembali dan media tanam di sekitarnya dipadatkan. Tahap selanjutnya adalah melakukan penyiraman untuk menjaga kelembaban tanah. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman pinus merupakan aspek penting dalam mencapai pertumbuhan dan kesehatan optimal. Setelah tahap penanaman, tanaman perlu mendapatkan perawatan yang cermat. Penyiraman secara teratur harus dilakukan, memastikan tanah tetap lembab tanpa kelebihan air yang dapat menyebabkan akar busuk. Pemantauan terhadap kondisi tanah, termasuk tingkat keasaman, perlu diperhatikan, dan apabila diperlukan, pemberian pupuk tambahan dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman. Pengendalian gulma juga menjadi langkah penting untuk menghindari persaingan nutrisi dan air. Selain itu, pemeliharaan mencakup pemangkasan yang tepat guna untuk merangsang pertumbuhan dan membentuk struktur tanaman yang baik. Perlindungan dari serangan hama dan penyakit juga harus diintegrasikan dalam program pemeliharaan, termasuk tindakan pencegahan dan penanganan cepat apabila ada gejala yang muncul. Dengan pendekatan yang komprehensif, pemeliharaan tanaman pinus dapat memastikan keberhasilan dalam pengembangan hutan atau kebun pinus yang produktif Pemupukan Menurut (Fox et al ( 2013) Pada tanah lempung basah pada beberapa tanah yang baik drainasinya di Coastal Plain bagian atas, kekurangan P yang parah terjadi. Pemupukan P dengan 25–50 pon P per acre pada saat penanaman menghasilkan respons pertumbuhan yang besar dan berkelanjutan, sekitar 50 ft3 ac⫺1 tahun⫺1 (1.5 ton ac⫺1 tahun⫺1) sepanjang rotasi. Pada sebagian besar tanah lain di bagian Selatan, kekurangan kronis baik N maupun P terjadi. Pada lokasi-lokasi ini, ketersediaan unsur hara tanah seringkali memadai pada awal rotasi ketika permintaan pohon masih kecil. Namun, sekitar saat penutupan mahkota, N dan P seringkali menjadi pembatas. Pemupukan dengan N dan P pada tanaman berusia sedang seperti ini biasanya meningkatkan pertumbuhan selama 8–10 tahun. Respons pertumbuhan terhadap kombinasi 25 pon P per acre ditambah 200 pon N per acre rata-rata sekitar 55 ft3 ac⫺1 tahun⫺1 (1.6 ton ac⫺1 tahun⫺1) selama periode 8 tahun. Pengembalian keuangan setelah pemupukan tergantung pada respons pertumbuhan yang terjadi, biaya perlakuan, dan nilai batang kayu yang dihasilkan. Dengan menggunakan respons pertumbuhan rata-rata dan biaya serta nilai batang kayu dari kuartal pertama tahun 2006, tingkat pengembalian internal dari pemupukan pertengahan rotasi pada perkebunan pinus loblolly dengan N dan P akan menjadi sekitar 16 %. Hasil dari penelitian (Shi et al (2019) memiliki implikasi yang dapat diterapkan untuk budidaya bibit pinus dalam wadah dan restorasi hutan. Kombinasi tingkat CRF yang moderat (yaitu 100 mg·N·bibit−1) dan 75 persen θg sudah cukup untuk pengembangan bibit P. tabuliformis di persemaian, dan memiliki potensi untuk menghasilkan bibit dengan atribut tanaman yang diinginkan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan setelah ditanam di lapangan. Penelitian ini menemukan bahwa pertimbangan komprehensif terhadap pemberian pupuk dan air dalam praktik subirigasi diperlukan untuk produksi bibit P. tabuliformis dalam wadah. menyarankan bahwa untuk bibit P. tabuliformis yang ditanam dengan subirigasi, praktik budidaya intensif yang mengendalikan air dan pemberian pupuk sebaiknya menekankan pengembangan sistem akar bibit pada kondisi di mana tinggi dan RCD bibit berada dalam kisaran yang dapat diterima. Pandangan ini didasarkan pada bukti bahwa kelangsungan hidup dan pertumbuhan bibit di lapangan lebih terkait dengan massa akar bibit daripada tinggi dan RCD yang diukur pada saat penanaman. Kombinasi tingkat CRF yang moderat (yaitu 100 mg·N·bibit−1) dan 75 persen θg" mengacu pada gabungan tingkat pupuk yang dikendalikan pelepasannya (CRF) dalam bentuk nitrogen (N) sebesar 100 mg per bibit dan tingkat kelembaban tanah (θg) sebesar 75 persen. CRF sering kali merujuk pada pupuk yang dirancang untuk melepaskan unsur hara secara bertahap sesuai dengan kebutuhan tanaman, sementara θg mencerminkan persentase kelembaban tanah yang optimal. Dalam konteks budidaya bibit pinus, kombinasi ini dapat dianggap sebagai cara yang moderat dan efektif untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan optimal bibit dengan memberikan nutrisi dan kelembaban yang sesuai. Panen Panen pinus untuk getah dan resin merupakan proses yang melibatkan pengumpulan zat resin yang dihasilkan oleh pohon pinus. Getah dan resin memiliki banyak kegunaan, termasuk dalam industri pernis, cat, perekat, dan produk-produk kimia lainnya. Proses panen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah dengan membuat cedera pada kulit pohon pinus sehingga getah dapat keluar dan dikumpulkan. Salah satu teknik umum adalah membuat goresan atau sayatan pada batang pohon, sehingga mengakibatkan keluarnya getah. Proses ini memerlukan kehati-hatian agar tidak merusak pohon secara berlebihan sehingga tetap memungkinkan pertumbuhan dan produksi getah yang berkelanjutan. Setelah getah dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah memprosesnya menjadi produk yang siap digunakan (Adalina et al., 2014). Selain getah, panen pinus juga dapat dilakukan untuk mendapatkan resin. Resin, yang dikenal dengan sebutan terpentin, dihasilkan melalui proses yang melibatkan sayatan atau goresan pada kulit pohon pinus. Resin memiliki berbagai aplikasi, termasuk sebagai bahan utama dalam produksi cat, tinta, dan produk kimia lainnya. Setelah proses ekstraksi resin, langkah selanjutnya melibatkan penyulingan untuk mendapatkan terpentin yang digunakan dalam industri kimia. Penting untuk mencatat bahwa praktik panen ini perlu diatur dengan bijaksana untuk menjaga keberlanjutan ekosistem hutan dan kesejahteraan pohon pinus yang diambil getah dan resinnya. Seiring dengan itu, penting juga untuk memastikan bahwa proses panen dilakukan sesuai dengan norma-norma lingkungan dan peraturan hutan yang berlaku(López-Álvarez et al., 2023). Tanaman Pinus Dalam Konservasi lahan Tanaman pinus seringkali diadopsi sebagai pilihan yang efektif dalam praktik konservasi lahan dan pembentukan naungan di berbagai wilayah. Dalam konteks konservasi lahan, sistem akar pinus yang kuat dan meresap dapat membantu mencegah erosi tanah, terutama di daerah yang rentan terhadap abrasi tanah. Akar yang menjalar dan rimbun dari pohon pinus membentuk suatu jaringan tanah yang stabil, mengurangi risiko hilangnya lapisan tanah subur akibat air hujan atau angin kencang. Di samping itu, jarum-jarum pinus yang jatuh ke tanah dapat membentuk lapisan penutup yang melindungi tanah dari sinar matahari langsung, membantu menjaga kelembaban tanah, dan mengurangi penguapan air. Dengan demikian, penanaman pinus dapat dianggap sebagai langkah konservasi yang berperan penting dalam melindungi struktur dan kesuburan tanah (Mortelliti et al., 2015) Selain manfaat konservasi lahan, tanaman pinus juga menjadi pilihan populer untuk pembentukan naungan di berbagai lingkungan. Pohon pinus yang tinggi dan rimbun memberikan cakupan naungan yang luas, menciptakan suasana yang sejuk dan nyaman. Hal ini sangat bermanfaat dalam berbagai konteks, seperti taman kota, taman rekreasi, dan area pelestarian alam. Naungan yang dihasilkan oleh pinus dapat memberikan perlindungan dari sinar matahari yang berlebihan, membantu menurunkan suhu lingkungan, dan menciptakan mikrohabitat yang mendukung beragam kehidupan tanaman dan hewan. Sehingga, penggunaan tanaman pinus sebagai elemen pembentuk naungan bukan hanya memberikan manfaat estetika visual, tetapi juga kontribusi positif terhadap kesejukan dan biodiversitas suatu area (Crawford et al., 2020). KESIMPULAN Dalam proses persiapan bahan tanam untuk perbanyakan pohon pinus, pemilihan dan persiapan benih merupakan langkah kritis. Mengambil benih dari bunga pinus yang berkualitas, merendamnya sebelum disemai, dan menyesuaikan kondisi media persemaian dapat membantu memastikan keberhasilan perkecambahan dan pertumbuhan awal. Selain itu, pemilihan metode perbanyakan, seperti stek dan cangkok, memberikan alternatif yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan.Langkah-langkah selanjutnya setelah perbanyakan melibatkan pemeliharaan bibit secara seksama, termasuk penyiraman teratur, pemupukan dengan pupuk NPK, dan pengendalian gulma. Ini merupakan aspek-aspek penting dalam mencapai pertumbuhan optimal dan kesehatan tanaman pinus sebelum dilakukan penanaman di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Adalina, Y., Nurrochmat, D. R., Darusman, D., & Sundawati, L. (2014). Harvesting of non-timber forest products by the local communities in mount halimun-salak National Park, West Java, Indonesia. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 20(2), 103–111. https://doi.org/10.7226/jtfm.20.2.103 Crawford, B. A., Maerz, J. C., & Moore, C. T. (2020). Expert-informed habitat suitability analysis for at-risk species assessment and conservation planning. Journal of Fish and Wildlife Management, 11(1), 130–150. https://doi.org/10.3996/092019-JFWM-075 Fox, T. R., Allen, H. L., Albaugh, T. J., Rubilar, R., & Carlson, C. A. (2013). Tree nutrition and forest fertilization of pine plantations in the southern United States. Southern Journal of Applied Forestry, 31(1), 5–11. https://doi.org/10.1093/sjaf/31.1.5 Hantono, E. J. (2016). Pemanfaata Bunga Pinus Dalam Pembuatan Papan Partikel Sebagai Bahan Dalam Pembuatan Produk Kerajinan ( Studi Kasus : Hutan pinus di karangpucung , Cilacap , Jawa Tengah ) Utilization Of Fine Flowers In The Manufacture Of Particle Board . Art & Design, 3(3), 1–7. Kencanawati, C., Sugita, I. K. G., Suardana, N. P. G., & Suyasa, I. W. B. (2017). Karakteristik dan Analisis Awal Getah Pinus merkusii ( Pine Resin ) dengan Variasi Suhu Pemanasan sebagai Alternatif Resin pada Komposit. Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XVI, 16(1), 1–5. López-Álvarez, Ó., Zas, R., & Marey-Perez, M. (2023). Resin tapping: A review of the main factors modulating pine resin yield. Industrial Crops and Products, 202(January). https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2023.117105 Melinda, V., Andini, R., & Yanti, L. A. (2022). ANALISIS MORFOLOGI PINUS (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) STUDI KASUS: LUT TAWAR DAN LINGE, ACEH TENGAH. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 7(2), 796–804. https://doi.org/10.17969/jimfp.v7i2.20427 Mortelliti, A., Michael, D. R., & Lindenmayer, D. B. (2015). Contrasting effects of pine plantations on two skinks: Results from a large-scale “natural experiment” in Australia. Animal Conservation, 18(5), 433–441. https://doi.org/10.1111/acv.12190 Rusdiana, O., & Amalia, R. F. (2012). Kesesuaian lahan Pinus merkusii Jungh et de Vriese pada areal bekas tegakan Tectona grandis Linn. F. Jurnal Silvikultur Tropika, 3(3), 174–181. Shi, W., Grossnickle, S. C., Li, G., Su, S., & Liu, Y. (2019). Fertilization and irrigation regimes influence on seedling attributes and field performance of Pinus tabuliformis Carr. Forestry, 92(1), 97–107. https://doi.org/10.1093/forestry/cpy035 Yusran, Y., Erniwati, E., Sustri, S., & Risnawati, R. (2018). Pembibitan Tusam (Pinus merkusii Jungh & de Vriese) Oleh Kelompok Tani Hutan di Lereng Pegunungan Gawalise Desa Uwemanje Kecamatan Kinovaro Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Jurnal Bakti Saintek: Jurnal Pengabdian Masyarakat Bidang Sains Dan Teknologi, 2(1), 17. https://doi.org/10.14421/jbs.1209