Anda di halaman 1dari 13

BUDIDAYA TANAMAN HIAS OUTDOOR : PINUS ( Pinus sp )

PAPER

OLEH :

HUMBANG RAY GERMANY SILABAN


21O301024
AGRONOMI - 1

TANAMAN HORTIKULTURA II : TANAMAN HIAS


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
BUDIDAYA TANAMAN HIAS OUTDOOR : PINUS ( Pinus sp )
Botani dan Morfologi Tanaman Pinus
Pinus merupakan tumbuhan yang termasuk ke dalam ordo cycadales. Tanaman
pinus ini dapat dimanfaatkan sebagai pohon lindung dan sebagai tanaman hias. Pohon
pinus ini memiliki tinggi pohon mnecapai 30 meter di atas permukaan tanah. Pohon
pinus ini merupakan pohon berkayu. Pohon pinus biasanya banyak dijadikan sebagai
pelindung baik itu di taman maupun di area perusahaan. Dengan bentuk daun yang
seperti jarum banyak juga yang menjadikan pinus sebagai tanaman hias. Berikut ini
menurut Cronquist, (1981) yaitu
Kingdom : Plantae
Divisio : Pinophyta
Subdivisio : Pinophytina
Class : Cycadopsida
Ordo : Cycadales
Familia : Pinaceae
Genus : Pinus
Spesies : Pinus merkusii Jugh. & De Vr.
Tanaman pinus adalah tanaman yang mempunyai perawakan tumbuhan
(habitus) pohon yaitu tinggi tanamana ini lebih dari 6 meter dengan periode hidupnya
adalah menahun (pireneal) yang mana pohon pinus ini dapat hidup bertahun-tahun.
Sistem perakaran (Radix) pada tanaman ini adalah akar tunggang, di mana akar
lembaga pada tanaman pinus tumbuh terus-menerus menjadi akar pokok yang
bercabang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil.
Karakteristik yang dimiliki tanaman tahunan ini adalah perakarannya
merupakan akar tunggang dengan struktur kuat mencengkram tanah, bercabang coklat.
Batang pinus memiliki ukuran yang besar dan semakin ke atas semakin mengecil
seperti kerucut atau limas yang memanjang dengan bentuk batang membulat dan tajuk
pohon muda yang berbentuk pyramid. Permukaan batangnya retak-retak kecoklatan
dengan percabangan pokok yang tampak lebih jelas dan pertumbuhannya lebih cepat
dibandingkan cabang-cabangnya (monopodial). Tanaman pinus memiliki arah tumbuh
yang tegak lurus. Daunnya berbentuk majemuk dan panjangnya antara 20 dan 30
sentimeter, dengan sisik tipis berbentuk selaput. Pangkal daun tanaman pinus memiliki
tepi rata. Tanaman ini memiliki ujung daun yang meruncing dan ranting berukuran
pendek.
Batang merupakan bagian dari tubuh tanaman yang amat penting. Batang
adalah alat pembentuk dan pembawa daun. Batang pada pohon Pinus berbentuk bulat
dan tumbuh dengan tegak lurus, penampilan umum pada batang yaitu batang silindris.
Pangkal pada batang pinus mulus. Penampilan kulit luar beralur dan retak-retak.
Pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian antara 400 - 1 500 m dpl. Tinggi pohon
dapat mencapai 20-40 m dengan diameter 100 cm dan batang bebas cabang 2-23 m.
Pinus tidak berbanir, kulit luar kasar berwarna cokelat kelabu sampai cokelat tua, tidak
mengelupas dan beralur lebar serta dalam. Kulitnya bergetah putih dan aroma
pepagan/kulit berbau Resin.
Bunga pinus berbentuk silindris dengan panjang 2-4 cm dan bunga betina
berbentuk kerucut, berujung runcing, bersisik, berwarna coklat, dengan sayap di setiap
bakal biji. Bunga tanaman pinus berwarna kuning dan akan berubah menjadi coklat
saat menjadi tua. Buah-buahnya berbentuk kerucut silindris dan panjangnya kira-kira
5-10 cm dan lebarnya kira-kira 2-4 cm. Tanaman pinus memiliki biji berwarna putih
kekuningan dengan bentuk pipih atau bulat oval. Setiap sisik atau bunga memiliki
sayap di dasarnya
Syarat Tumbuh Pinus ( Pinus sp )
P. merkusii hidup secara bergerombol dengan daun yang tumbuh pada
dahan atau ranting bagian tengah, dan dapat tumbuh di daerah dataran tinggi dengan
iklim sejuk. Untuk pertumbuhan pohon P. merkusii, tanah harus asam dan memiliki
serapan air yang baik. Pohon P. merkusii cocok untuk tumbuh di tanah dengan tekstur
ringan hingga sedang karena memiliki akar tunggang yang dalam dan sistem perakaran
yang kuat. Selain itu, tingkat keasamanan tanah, juga dikenal sebagai ph tanah,
memengaruhi habitat P. merkusii dapat tumbuh di berbagai ketinggian, tetapi
pertumbuhan terbaiknya terjadi di antara 400 mdpl dan 2000 mdpl. Di ketinggian di
bawah 400 mdpl, suhu rendah akan menyebabkan kondisi pertumbuhan yang buruk
karena suhu (Rusdiana & Amalia, 2012).
Media harus memiliki porositas, drainase, dan aerasi yang tinggi untuk
berfungsi secara fisik. Media dengan porositas tinggi juga dapat menghasilkan bibit
dalam kontainer yang ringan sehingga mudah diangkut, mendukung metabolisme dan
pertumbuhan akar yang baik. Secara kimia, media tumbuh semai juga harus mampu
menyediakan unsur hara makro yang diperlukan tanaman, seperti N, P, K, Ca, Mg, dan
S (Melinda et al., 2022).
Kegunaan Tanaman Pinus
Getah pinus, yang diperoleh dengan menyadap batang pohon pinus, adalah
salah satu hasil hutan non-kayu. Pohon pinus adalah jenis tumbuhan berdaun jarum
yang memiliki batang silinder dan biasanya tumbuh di dataran tinggi yang berikim
sejuk. Pohon pinus dewasa dapat mencapai 45 meter tinggi dan diameter 140 cm.
Mahkota daun pohon muda berbentuk piramid atau kerucut, sedangkan mahkota daun
pohon tua menyebar dengan helai daun menyebar menyerupai jamur. Mereka memiliki
banyak bunga, dengan bunga jantan bertumpuk di ujung tunas muda yang panjangnya
lebih dari dua sentimeter, dan bunga betina di ujung tunas muda yang silindris, runcing,
bersisik, dan berwarna coklat (Kencanawati et al., 2017).
Kayu yang mempunyai banyak manfaat mulai dari bahan untuk membuat
furniture rumah, alat kerajinan dan produk interior untuk mempercantik ruangan dan
kebutuhan industri lainnya, dengan banyaknya manfaat dari kayu untuk kebutuhan
manusia maka kayu menjadi komoditi yang baik untuk perkembangan industri di
Indonesia. Salah satu kayu yang banyak dihasilkan dari hutan adalah jenis kayu pinus,
jenis kayu ini juga memiliki beberapa manfaat mulai dari getah pinus yang
dimanfaatkan untuk dijadikan bahan pengencer cat, kayu pinus yang memiliki
beberapa manfaat kegunaan untuk kebutuhan manusia, manfaat kayu pinus banyak
digunakan untuk pembuatan furniture, bahan kontruksi, pembuatan mebel dan sebagai
peti kemas(Hantono, 2016).
Tanaman pinus merupakan pilihan populer sebagai tanaman hias outdoor
karena keindahan dan daya tahan yang mereka miliki. Pinus adalah tanaman konifer
yang tahan terhadap berbagai kondisi cuaca, membuatnya ideal untuk taman luar
ruangan. Daun jarumnya yang rapat dan biasanya berwarna hijau memberikan daya
tarik visual yang khas. Beberapa varietas pinus memiliki karakteristik unik, seperti
pinus mugo yang rendah dan padat, cocok sebagai tanaman pagar hidup, atau pinus
sylvestris yang tumbuh besar dan menambah karakter pada taman dengan batang yang
kokoh dan dahan beragam ( Michael, 2009).
Budidaya Tanaman Pinus
Persiapan Bahan Tanam
Perbanyakan pohon pinus bisa dilakukan dengan mengambil benih dari
bunga pinus yang sudah kering di pohon. Penting untuk memilih bunga yang
berkualitas, dengan kulit buah yang sudah menguning hampir kecoklatan dan memiliki
bintik hitam. Bentuk bunga yang bulat, padat, dan tidak mengkerut juga menjadi
pertimbangan. Biji kemudian dikeluarkan dari dalam bunga, di mana setiap bunga
kering mengandung sekitar 45.000-60.000 butir biji per kilogram. Biji tersebut perlu
direndam dalam air selama 3-4 jam sebelum disemai. Pemilihan lokasi pembenihan
adalah dibawa pohon induk untuk memanfaakan interaksi atau simbiosis mutualisme
akar pinus dengan jamur mycoriza yang membantu penyediaan nutrisi bagi pohon
pinus dan memanfaatkan naungan dari pohon pinus .Langkah berikutnya adalah
memilih benih yang tenggelam, sementara yang mengapung dibuang. Benih disemai
pada media persemaian yang terbuat dari campuran tanah dan pasir dengan
perbandingan 1:2, yang sebelumnya telah dijemur selama 4-6 jam di bawah sinar
matahari. Media ditempatkan dalam bak semai setinggi 5 cm, lalu benih ditaburkan di
atasnya. Bak kemudian dipindahkan ke tempat yang teduh untuk melindungi dari hujan
dan sinar matahari langsung. Setelah 10-15 hari, benih akan berkecambah. Ketika
sudah mencapai usia sekitar 5-8 minggu atau sudah memiliki daun jarum pertama,
langkah perawatan dan pemeliharaan perlu dilakukan. Selain menggunakan biji benih,
metode pembibitan juga bisa dilakukan melalui stek dan cangkok (Yusran et al., 2018).
Pemeliharaan bibit melibatkan penyiraman secara teratur setiap pagi dan
sore hari. Persemaian ditempatkan di bawah naungan untuk melindungi dari hujan dan
sinar matahari langsung. Pemupukan menggunakan pupuk NPK dilakukan setiap 2
minggu sekali. Jika ada bibit yang mati, perlu dilakukan penyulaman. Pengendalian
gulma atau tanaman pengganggu lainnya juga perlu diperhatikan.
Penanaman
Sebelum memulai budidaya pinus, lahan yang akan digunakan perlu diolah
terlebih dahulu. Langkah pertama adalah menyebarkan kompos atau pupuk kandang
dengan takaran sekitar 2 ton per hektar pada lahan tanam. Pemberian pupuk dasar ini
sebaiknya dilakukan 3-4 minggu sebelum tanah digemburkan, entah dengan
menggunakan jajak atau cangkul. Jika pH tanah tergolong rendah, penambahan kapur
dolomit diperlukan untuk menghasilkan pH tanah yang netral. Setelah proses ini
selesai, tanah perlu dibiarkan selama 2-3 minggu sebelum dilakukan penanaman.
Proses penanaman pohon pinus dimulai dengan melepaskan bibit dari kantong plastik
persemaian. Bibit kemudian diletakkan di lubang yang telah disiapkan, dengan
memastikan posisi tanamnya tegak dan penempatannya dilakukan secara hati-hati agar
akar tidak mengalami kerusakan. Setelah itu, lubang tanam ditutup kembali dan media
tanam di sekitarnya dipadatkan. Tahap selanjutnya adalah melakukan penyiraman
untuk menjaga kelembaban tanah.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman pinus merupakan aspek penting dalam mencapai
pertumbuhan dan kesehatan optimal. Setelah tahap penanaman, tanaman perlu
mendapatkan perawatan yang cermat. Penyiraman secara teratur harus dilakukan,
memastikan tanah tetap lembab tanpa kelebihan air yang dapat menyebabkan akar
busuk. Pemantauan terhadap kondisi tanah, termasuk tingkat keasaman, perlu
diperhatikan, dan apabila diperlukan, pemberian pupuk tambahan dapat dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman. Pengendalian gulma juga menjadi
langkah penting untuk menghindari persaingan nutrisi dan air. Selain itu, pemeliharaan
mencakup pemangkasan yang tepat guna untuk merangsang pertumbuhan dan
membentuk struktur tanaman yang baik. Perlindungan dari serangan hama dan
penyakit juga harus diintegrasikan dalam program pemeliharaan, termasuk tindakan
pencegahan dan penanganan cepat apabila ada gejala yang muncul. Dengan pendekatan
yang komprehensif, pemeliharaan tanaman pinus dapat memastikan keberhasilan
dalam pengembangan hutan atau kebun pinus yang produktif
Pemupukan
Menurut (Fox et al ( 2013) Pada tanah lempung basah pada beberapa tanah
yang baik drainasinya di Coastal Plain bagian atas, kekurangan P yang parah terjadi.
Pemupukan P dengan 25–50 pon P per acre pada saat penanaman menghasilkan respons
pertumbuhan yang besar dan berkelanjutan, sekitar 50 ft3 ac⫺1 tahun⫺1 (1.5 ton ac⫺1
tahun⫺1) sepanjang rotasi. Pada sebagian besar tanah lain di bagian Selatan,
kekurangan kronis baik N maupun P terjadi. Pada lokasi-lokasi ini, ketersediaan unsur
hara tanah seringkali memadai pada awal rotasi ketika permintaan pohon masih kecil.
Namun, sekitar saat penutupan mahkota, N dan P seringkali menjadi pembatas.
Pemupukan dengan N dan P pada tanaman berusia sedang seperti ini biasanya
meningkatkan pertumbuhan selama 8–10 tahun. Respons pertumbuhan terhadap
kombinasi 25 pon P per acre ditambah 200 pon N per acre rata-rata sekitar 55 ft3 ac⫺1
tahun⫺1 (1.6 ton ac⫺1 tahun⫺1) selama periode 8 tahun. Pengembalian keuangan
setelah pemupukan tergantung pada respons pertumbuhan yang terjadi, biaya
perlakuan, dan nilai batang kayu yang dihasilkan. Dengan menggunakan respons
pertumbuhan rata-rata dan biaya serta nilai batang kayu dari kuartal pertama tahun
2006, tingkat pengembalian internal dari pemupukan pertengahan rotasi pada
perkebunan pinus loblolly dengan N dan P akan menjadi sekitar 16 %.
Hasil dari penelitian (Shi et al (2019) memiliki implikasi yang dapat
diterapkan untuk budidaya bibit pinus dalam wadah dan restorasi hutan. Kombinasi
tingkat CRF yang moderat (yaitu 100 mg·N·bibit−1) dan 75 persen θg sudah cukup
untuk pengembangan bibit P. tabuliformis di persemaian, dan memiliki potensi untuk
menghasilkan bibit dengan atribut tanaman yang diinginkan untuk kelangsungan hidup
dan pertumbuhan setelah ditanam di lapangan. Penelitian ini menemukan bahwa
pertimbangan komprehensif terhadap pemberian pupuk dan air dalam praktik
subirigasi diperlukan untuk produksi bibit P. tabuliformis dalam wadah. menyarankan
bahwa untuk bibit P. tabuliformis yang ditanam dengan subirigasi, praktik budidaya
intensif yang mengendalikan air dan pemberian pupuk sebaiknya menekankan
pengembangan sistem akar bibit pada kondisi di mana tinggi dan RCD bibit berada
dalam kisaran yang dapat diterima. Pandangan ini didasarkan pada bukti bahwa
kelangsungan hidup dan pertumbuhan bibit di lapangan lebih terkait dengan massa akar
bibit daripada tinggi dan RCD yang diukur pada saat penanaman. Kombinasi tingkat
CRF yang moderat (yaitu 100 mg·N·bibit−1) dan 75 persen θg" mengacu pada
gabungan tingkat pupuk yang dikendalikan pelepasannya (CRF) dalam bentuk nitrogen
(N) sebesar 100 mg per bibit dan tingkat kelembaban tanah (θg) sebesar 75 persen.
CRF sering kali merujuk pada pupuk yang dirancang untuk melepaskan unsur hara
secara bertahap sesuai dengan kebutuhan tanaman, sementara θg mencerminkan
persentase kelembaban tanah yang optimal. Dalam konteks budidaya bibit pinus,
kombinasi ini dapat dianggap sebagai cara yang moderat dan efektif untuk memastikan
pertumbuhan dan perkembangan optimal bibit dengan memberikan nutrisi dan
kelembaban yang sesuai.
Panen
Panen pinus untuk getah dan resin merupakan proses yang melibatkan
pengumpulan zat resin yang dihasilkan oleh pohon pinus. Getah dan resin memiliki
banyak kegunaan, termasuk dalam industri pernis, cat, perekat, dan produk-produk
kimia lainnya. Proses panen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah
satunya adalah dengan membuat cedera pada kulit pohon pinus sehingga getah dapat
keluar dan dikumpulkan. Salah satu teknik umum adalah membuat goresan atau
sayatan pada batang pohon, sehingga mengakibatkan keluarnya getah. Proses ini
memerlukan kehati-hatian agar tidak merusak pohon secara berlebihan sehingga tetap
memungkinkan pertumbuhan dan produksi getah yang berkelanjutan. Setelah getah
dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah memprosesnya menjadi produk yang siap
digunakan (Adalina et al., 2014).
Selain getah, panen pinus juga dapat dilakukan untuk mendapatkan resin.
Resin, yang dikenal dengan sebutan terpentin, dihasilkan melalui proses yang
melibatkan sayatan atau goresan pada kulit pohon pinus. Resin memiliki berbagai
aplikasi, termasuk sebagai bahan utama dalam produksi cat, tinta, dan produk kimia
lainnya. Setelah proses ekstraksi resin, langkah selanjutnya melibatkan penyulingan
untuk mendapatkan terpentin yang digunakan dalam industri kimia. Penting untuk
mencatat bahwa praktik panen ini perlu diatur dengan bijaksana untuk menjaga
keberlanjutan ekosistem hutan dan kesejahteraan pohon pinus yang diambil getah dan
resinnya. Seiring dengan itu, penting juga untuk memastikan bahwa proses panen
dilakukan sesuai dengan norma-norma lingkungan dan peraturan hutan yang
berlaku(López-Álvarez et al., 2023).
Tanaman Pinus Dalam Konservasi lahan
Tanaman pinus seringkali diadopsi sebagai pilihan yang efektif dalam praktik
konservasi lahan dan pembentukan naungan di berbagai wilayah. Dalam konteks
konservasi lahan, sistem akar pinus yang kuat dan meresap dapat membantu mencegah
erosi tanah, terutama di daerah yang rentan terhadap abrasi tanah. Akar yang menjalar
dan rimbun dari pohon pinus membentuk suatu jaringan tanah yang stabil, mengurangi
risiko hilangnya lapisan tanah subur akibat air hujan atau angin kencang. Di samping
itu, jarum-jarum pinus yang jatuh ke tanah dapat membentuk lapisan penutup yang
melindungi tanah dari sinar matahari langsung, membantu menjaga kelembaban tanah,
dan mengurangi penguapan air. Dengan demikian, penanaman pinus dapat dianggap
sebagai langkah konservasi yang berperan penting dalam melindungi struktur dan
kesuburan tanah (Mortelliti et al., 2015)
Selain manfaat konservasi lahan, tanaman pinus juga menjadi pilihan populer
untuk pembentukan naungan di berbagai lingkungan. Pohon pinus yang tinggi dan
rimbun memberikan cakupan naungan yang luas, menciptakan suasana yang sejuk dan
nyaman. Hal ini sangat bermanfaat dalam berbagai konteks, seperti taman kota, taman
rekreasi, dan area pelestarian alam. Naungan yang dihasilkan oleh pinus dapat
memberikan perlindungan dari sinar matahari yang berlebihan, membantu menurunkan
suhu lingkungan, dan menciptakan mikrohabitat yang mendukung beragam kehidupan
tanaman dan hewan. Sehingga, penggunaan tanaman pinus sebagai elemen pembentuk
naungan bukan hanya memberikan manfaat estetika visual, tetapi juga kontribusi
positif terhadap kesejukan dan biodiversitas suatu area (Crawford et al., 2020).
KESIMPULAN
Dalam proses persiapan bahan tanam untuk perbanyakan pohon pinus, pemilihan dan
persiapan benih merupakan langkah kritis. Mengambil benih dari bunga pinus yang
berkualitas, merendamnya sebelum disemai, dan menyesuaikan kondisi media
persemaian dapat membantu memastikan keberhasilan perkecambahan dan
pertumbuhan awal. Selain itu, pemilihan metode perbanyakan, seperti stek dan
cangkok, memberikan alternatif yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi lingkungan.Langkah-langkah selanjutnya setelah perbanyakan melibatkan
pemeliharaan bibit secara seksama, termasuk penyiraman teratur, pemupukan dengan
pupuk NPK, dan pengendalian gulma. Ini merupakan aspek-aspek penting dalam
mencapai pertumbuhan optimal dan kesehatan tanaman pinus sebelum dilakukan
penanaman di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Adalina, Y., Nurrochmat, D. R., Darusman, D., & Sundawati, L. (2014). Harvesting of
non-timber forest products by the local communities in mount halimun-salak
National Park, West Java, Indonesia. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 20(2),
103–111. https://doi.org/10.7226/jtfm.20.2.103
Crawford, B. A., Maerz, J. C., & Moore, C. T. (2020). Expert-informed habitat
suitability analysis for at-risk species assessment and conservation planning.
Journal of Fish and Wildlife Management, 11(1), 130–150.
https://doi.org/10.3996/092019-JFWM-075
Fox, T. R., Allen, H. L., Albaugh, T. J., Rubilar, R., & Carlson, C. A. (2013). Tree
nutrition and forest fertilization of pine plantations in the southern United States.
Southern Journal of Applied Forestry, 31(1), 5–11.
https://doi.org/10.1093/sjaf/31.1.5
Hantono, E. J. (2016). Pemanfaata Bunga Pinus Dalam Pembuatan Papan Partikel
Sebagai Bahan Dalam Pembuatan Produk Kerajinan ( Studi Kasus : Hutan pinus
di karangpucung , Cilacap , Jawa Tengah ) Utilization Of Fine Flowers In The
Manufacture Of Particle Board . Art & Design, 3(3), 1–7.
Kencanawati, C., Sugita, I. K. G., Suardana, N. P. G., & Suyasa, I. W. B. (2017).
Karakteristik dan Analisis Awal Getah Pinus merkusii ( Pine Resin ) dengan
Variasi Suhu Pemanasan sebagai Alternatif Resin pada Komposit. Proceeding
Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XVI, 16(1), 1–5.
López-Álvarez, Ó., Zas, R., & Marey-Perez, M. (2023). Resin tapping: A review of the
main factors modulating pine resin yield. Industrial Crops and Products,
202(January). https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2023.117105
Melinda, V., Andini, R., & Yanti, L. A. (2022). ANALISIS MORFOLOGI PINUS
(Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) STUDI KASUS: LUT TAWAR DAN
LINGE, ACEH TENGAH. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 7(2), 796–804.
https://doi.org/10.17969/jimfp.v7i2.20427
Mortelliti, A., Michael, D. R., & Lindenmayer, D. B. (2015). Contrasting effects of
pine plantations on two skinks: Results from a large-scale “natural experiment” in
Australia. Animal Conservation, 18(5), 433–441.
https://doi.org/10.1111/acv.12190
Rusdiana, O., & Amalia, R. F. (2012). Kesesuaian lahan Pinus merkusii Jungh et de
Vriese pada areal bekas tegakan Tectona grandis Linn. F. Jurnal Silvikultur
Tropika, 3(3), 174–181.
Shi, W., Grossnickle, S. C., Li, G., Su, S., & Liu, Y. (2019). Fertilization and irrigation
regimes influence on seedling attributes and field performance of Pinus
tabuliformis Carr. Forestry, 92(1), 97–107.
https://doi.org/10.1093/forestry/cpy035
Yusran, Y., Erniwati, E., Sustri, S., & Risnawati, R. (2018). Pembibitan Tusam (Pinus
merkusii Jungh & de Vriese) Oleh Kelompok Tani Hutan di Lereng Pegunungan
Gawalise Desa Uwemanje Kecamatan Kinovaro Kabupaten Sigi, Sulawesi
Tengah. Jurnal Bakti Saintek: Jurnal Pengabdian Masyarakat Bidang Sains Dan
Teknologi, 2(1), 17. https://doi.org/10.14421/jbs.1209

Anda mungkin juga menyukai