Anda di halaman 1dari 19

TUGAS EKONOMI REGIONAL

ANALISIS EKONOMI REGIONAL


KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2014-2016

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Regional


Dosen : Fafurida, S.e,. M.sc.

Disusun Oleh :
Muklisha Dewi K 7111417070
Muhammad Alfareza 7111417087
Ristu Kurniawati 7111417106
Hestin Astuninggar 7111417118

Program Studi Ekonomi Pembangunan


Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang
2019
ANALISIS EKONOMI REGIONAL
KABUPATEN BOYOLALI
Tahun 2014-2016

1. Analisis LQ ( Location Quotient )

Tahun
Lapangan Usaha
2014 2015 2016
1.Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,59 1,58 1,61
2.Pertambangan dan penggalian 2,00 1,94 1,62
3.Industri pengolahan 0,80 0,81 0,82
4.Pengadaan Listrik dan Gas 0,21 0,21 0,22
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 0,88 0,87 0,87
6.Konstruksi 0,64 0,64 0,64
7.Perdagangan Besar dan Eceran 1,00 0,99 0,97
8.Transportasi dan Pergudangan 1,40 1,39 1,42
9.Penyediaan Akomodasi dan Makan 0,91 0,91 0,91
10.Informasi dan Komunikasi 0,76 0,76 0,77
11. Jasa Keuangan dan Auransi 0,82 0,82 0,82
12. Real Estate 0,68 0,68 0,70
13. Jasa Perusahaan 1,01 1,01 1,00
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jamsos Wjib 0,98 0,97 0,97
15. Jasa Pendidikan 1,36 1,36 1,38
16. Jas kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,13 1,14 1,14
17. Jasa Lainnya 1,16 1,16 1,13

Alat analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengidentifikasi keunggulan


komparatif sektor – sektor ekonomi di Kabupaten Boyolali. Teori ini digunakan untuk menganalisis
keragaman basis ekonomi. Dari analisi tersebut dapat diidentifikasi sektor – sektor apa saja yang
dapat dikembangkan utuk tujuan sektor dan tujuan prioritas utama dalam perencanaan pembangunan
ekonomi.
Kriteria pengukuran LQ, apabila nilai Location Quotient (LQ) > 1 maka dapat disimpulkan
bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan sektor potensial untuk dikembangkan sebagai
penggerak perekonomian di Kabupaten Boyolali. Sektor basis ini menujukkan nilai comparative
advantages suatu wilayah. Sebaliknya apabila nilai Location Quotient (LQ) < 1 maka dapat
disimpulkan sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan
sebagai penggerak perekonomian di Kabupaten tersebut. Dan apabila Location Quotient (LQ) = 1
maka suatu sektor tersebut hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan daerah saja.
Analisis LQ dilakukan dengan membandingkan nilai sektor lapangan usaha PDRB Kabupaten
Boyolali tahun tertentu dengan nilai lapangan usaha PDB nasional yang sama untuk tiga tahun
pengamatan dapat diketahui sektor – sektor lapangan usaha yang menjadi sektor basis. Pengamatan
dilakukan selam tiga tahun dari 2014 sampai 2016
Hasil analisis pada tabel diatas secara berturut-turut Kabupaten Boyolali pad atahun 2014
sampai 2016 memiliki nilai Location Quotient tertinggi pada sektor Pertambangan dan Penggalian
dimana nilai LQ sebesar (2,00), (1,94), dan (1,62). Sedangkan LQ terendah adalah pada sektor
Pengadaan Listrik dan Gas dimana nilai LQ sebesar (0,21), (0,21), dan (0,22).
Berdasarkan pengataman, sektor yang mempunyai nilai LQ > 1 pada tahun 2013 sampai 2015
terdapat sektor yang mengalami penurunan. Sektor yang memiliki nilai LQ > 1 sebanyak tujuh sektor
diantaranya yaitu sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, sektor Transportasi dan Pergudangan,
sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa kesehatan dan Kegiatan Sosial, sektor Pertambangan dan
penggalian, sektor Jasa Perusahaan, dan Jasa Lainnya.
Sektor – sektor tersebut menjadi sektor basis yang menandakan di Kabupaten Boyolali
mampu memenuhi kebutuhannya sendiri di sektor ini dan dimungkinkan untuk mengekspor keluar
daerah. Sektor tersebut juga mampu melayani kebutuhan pasar baik di dalam maupun di luar
Kabupaten Boyolali. Kegiatan ekonomi pada sektor basis ini menghasilkan barang dan jasa yang
dapat dijual keluar daerah yang akan meningkatkan pendapatan di Kabupaten Boyolali, maka secara
berantai akan meningkatkan investasi yang berarti menciptakan lapangan kerja baru.
Pada tahun 2016 mengalami perubahan pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran menjadi
sektor non basis. Walaupun penurunannya tidak terlalu pesat tetapi patut dicermati untuk
meningkatkan kembali nilai ekspor di sektor Perdagangan Besar dan Eceran. Penurunan nilai
produksi di sektor Perdagangan Besar dan Eceran ini kemungkinan disebabkan adanya penurunan
pendapatan yang dikarenakan oleh menurunnya pendapatan dari jasa angkutan serta adanya
peningkatan biaya operasional.
2. Analisi Shift-Share

Hasil Analisis Shift-Share Klasik


untuk Kabupaten Boyolali Periode 2014 - 2015
Komponen Komponen Komponen
PDRB
Pertumbuhan Bauran Keunggulan
Sektor/Industri Nasional Industri Kompetitif
(Nij) (Mij) (Cij) (Dij)
(000 orang)
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 42240581,83 -11823665,56 8022921,726 38439838
2 Pertambangan dan Penggalian 7663456,597 9348576,938 -16024391,54 987642
3 Industri pengolahan 53437538,56 -9719147,928 14357855,36 58076246
4 Pengadaan Listrik dan Gas 44024,17541 -15561,91417 26358,73875 54821
5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 123427,5111 -80308,3017 -10934,20938 32185
6 Konstruksi 12083770,67 2109814,254 1395454,075 15589039
7 Perdagangan Besar dan Eceran 27256337,96 -2517191,264 -4775751,699 19963395
8 Transportasi dan Pergudangan 8554417,825 1543209,271 1662706,904 11760334
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan 5252115,53 1180156,344 202065,1263 6634337
10 Informasi dan Komunikasi 5631230,067 3905174,52 1065620,413 10602025
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 4087265,514 2245327,097 -90068,6105 6242524
12 Real Estate 2306836,544 820909,3277 696514,1287 3824260
13 Jasa Perusahaan 631217,658 517412,2563 -82997,91431 1065632
Administrasi Pemerintahan,
14 Pertahanan dan Jamsos Wjib 5067945,777 -1472124,71 -292850,0668 3302971
15 Jasa Pendidikan 9169800,991 3712318,041 1860495,968 14742615
16 Jas kesehatan dan Kegiatan Sosial 1653175,13 919533,5605 139187,3095 2711896
17 Jasa Lainnya 3416828,507 348376,0285 -754412,5358 3010792
Total 188619970,9 1022807,961 8420581,143 198063360

Analisis Shift-Share adalah analisis yang bertujuan untuk menentukan kinerja atau
produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebh besar
(regional atau nasional). Analisis ini digunakan untuk melengkapi analisis LQ yang telah dilakukan
sebelumnya.
Analisis Shift-Share diterapkan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah
dengan memperhatikan perekonomian daerah dengan memperhatikan perekonomian daerah yang
lebih tinggi (nasional). Perhitungan analisis Shift-Share dilakukan dengan menggunakan variabel
regional PDRB sektoral Kabupaten Boyolali dan PDB sektoral Provinsi Jawa Tengah. Pengamatan
dilakukan selama tiga tahun yaitu dari tahun 2014 sampai dengan 2016.
Kriteria pengukuran Shift-Share, apabila angka Cij menunjukkan hasil yang positif maka
dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor ekonomi yang kompetitif atau
menujukkan nilai competitive advantages suatu wilayah. Sebaliknya apabila nilai angka Cij
menunjukkan hasil yang negatif maka dapat simpulkan sektor tersebut bukan sektor ekonomi yang
kompetitif.
Modifikasi terhadap analisis Shift-Share Klasik oleh Esteban-Marquillas membagi komponen
keunggulan menjadi keunggulan kompetitif karena adanya homothetic employment (Cij) dan
keunggulan kompetitif karena efek alokasi (Aij). Sedangkan modifikasi terhadap analisis Klasik oleh
Archelus adalah mengganti keunggulan kompetitif dengan sebuah komponen yang disebabkan oleh
pertumbuhan wilayah (Rij) dan sebuah komponen bauran industri regional (Rlij).
Hasil perhitungan Shift-Share Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa selama tahun 2014
sampai 2016, perkembangan PDRB Kabupaten Boyolali sebesar Rp 198.063.360. Dan nilai PDRB
sektoral Kabupaten Boyolali telah mengalami perubahan atau perkembangan. Nilai PDRB tersebut
tumbuh sebesar 10,00 %. Sedangkan perekonomian nasional Provinsi Jawa Tengah tumbuh sebesar
7,92 %. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan nasional (Nij), bauran
industri (Mij) dan keunggulan kompetitif (Cij).
Masih terdapat dua komponen lain yang memberikan pengaruh yaitu bauran industri dan
keunggulan kompetitif. Komponen bauran industri menyatakan besar perubahan perekonomian
wailayah akibat adanya bauran industri. Dalam perhitungan keunggulan kompetitif dapat dilakukan
melalui tiga cara. Salah satu caranya, yaitu menggunakan analisis Shift-Share Klasik yang
menghasilkan nilai keunggulan kompetitif (Cij). Dari tabel diatas terlihat bahwa perekonomian
Kabupaten Boyolali selama periode 2014 – 2016 mengalami peningkatan sebesar 8.420.581,143.
Peningkatan kinerja perekonomian di Kabupaten Boyolali tersebut dapat dilihat dari sektor – sektor
yang bernilai positif dimana sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah sektor Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan sebesar 8.022.921,726. Selain sektor Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan, terdapat sektor – sektor yang memiliki keunggulan kompetitif yaitu diantaranya sektor
Industri Pengolahan, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor Kontruksi, sektor Transportasi dan
Pergudangan, sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan, sektor Informasi dan Komunikasi, sektor
Real Estate, sektor Jasa Pendidikan, dan sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial.
Nilai tersebut juga mengindikasikan bahwa keunggulan kompetitif yang dihasilkan akan
menambah atau meningkatkan perkembangan perekonomian Kabupaten Boyolali. Kenaikan
pertumbuhan sektor – sektor di Kabupaten Boyolali disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
pengaruh pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah, pengaruh bauran industri dan pengaruh
keunggulan kompetitif, untuk lebih jelasnya dapat dirinci sebagai berikut :
A. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah (Nij)
Pengaruh pertumbuhan ekonomi sektor atau industri di Provinsi Jawa Tengah (Nij)
terhadap pertumbuhan ekonomi sektor atau industri di Kabupaten Boyolali memberikan
kontribusi positif sebesar Rp 18.8619.970,9. Apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi sektor
Kabupaten Boyolali dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan relatif sektor di tingkat
provinsi menunjukkan bahwa secara rata – rata sektor atau industri yang berada ditingkat
kabupaten lebih tinggi dari sektor atau industri ditingkat provinsi.
B. Pengaruh Bauran Industri (Mij)
Pengaruh bauran industri (Mij) dalam perekonomian di Provinsi Jawa Tengah
memberikan kontribusi positif sebesar Rp 1.022.807,961. Dilihat dari output yang dihailkan
bauran industri sebagian sektor memiliki dampak positif dan negatif. Nilai positif mempunyai
arti bahwa tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dari petumbuhan sektor secara keseluruhan
atau mengindikasikan bahwa komposisi sektor pada PDRB Kabupaten Boyolali akan
mengarah pada perekonomian yang akan tumbuh relatif cepat.
Dapat dilihat dalam tabel diatas, sektor – sektor yang mendapat pengaruh bauran
industri yaitu sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Transportasi dan Pergudangan,
sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan, sektor Informasi dan Komunikasi, sektor Jasa
Keuangan dan Asuransi, sektor Real Estate, sektor Jasa Perusahaan, sektor Jasa Pendidikan,
sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, serta sektor Jasa Lainnya.
C. Pengaruh Keunggulan Kompetitif (Cij)
Keunggulan kompetitif (Cij) disetiap sektor memberikan kontribusi positif sebesar Rp
8.420.581,143.
3. Analisis Klassen Tipology

Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen


LQ
LQ > 1 LQ < 1
SS
ShiftShare Cij (+) Kuadran I Kuadran II
Sektor prima Sektor berkembang
ShiftShare Cij (-) Kuadaran III Kuadran IV
Sektor potensial Sektor terbelakang

Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Boyolali Tahun 2014 – 2016


berdasarkan Tipologi Klassen
LQ
LQ > 1 LQ < 1
SS
ShiftShare Cij (+) 1. Pertanian, Kehutanan, dan 1. Industri pengolahan
Perikanan 2. Pengadaan Listrik dan Gas
2. Transportasi dan 3. Konstruksi
Pergudangan 4. Penyediaan Akomodasi
3. Jasa Pendidikan dan Makan
4. Jasa kesehatan dan Kegiatan 5. Informasi dan Komunikasi
Sosial 6. Real Estate
ShiftShare Cij (-) 1. Pertambangan dan 1. Pengadaan Air,
penggalian Pengelolaan Sampah
2. Jasa Perusahaan 2. Perdagangan Besar dan
3. Jasa Lainnya Eceran
3. Jasa Keuangan dan
Asuransi
4. Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan
dan Jamsos Wjib
Penentuan klasifikasi lapangan usaha di Kabupaten Boyolali dapat diketahui dengan
menggunakan Analisis Topilogi Klassen. Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk memperoleh
klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian Kabupaten Boyolali. Tipologi Klassen pada dasarnya
membagi daerah berdasarkan 2 (dua) indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan
pendapatan perkapita daerah. Dengan menentukan rata – rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu
vertikal dan rata – rata pendapatan perkapita sebagai sumbu horisontal, kemudian dibagi menjadi
empat klasifikasi atau empat kuadran adalah kuadran I yaitu sektor prima; kuadran II yaitu sektor
berkembang; kuadran III yaitu sektor potensial; dan kuadran IV yaitu sektor terbelakang.
Kontribusi sektor ditunjukkan dengan perbandingan besarnya nilai PDRB masing – masing
sektor terhadap total PDRB sekto di Kabupaten Boyolali. Kriteria kontribudi dikatakan memiliki
kontribusi besar, jika kontribusi suatu sektor lebih besar atau sama dengan kontribusi PDRB
Kabupaten Boyolali. Sedangkan kontribusi dikatakan kecil, jika kontribusi suatu sektor memiliki
nilai yang lebih kecil daripada kontribusi PDRB Kabupaten Boyolali.
Sektor Prima
Sektor prima adalah sektor yang memiliki kriteria laju pertumbuhan cepat dan kontribusi
yang besar terhadap PDRB Kabupaten Boyolali. Berdasarkan hasil analisis Tipologi Klassen,
terdapat empat sektor yang termasuk kategori sektor prima, yaitu sektor Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan, sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Jasa Pendidikan, dan sektor Jasa kesehatan
dan Kegiatan Sosial. Hal ini menunjukkan bahwa sektor – sektor tersebut merupakan sektor yang
memiliki laju pertumbuhan cepat dan kontribusinya yang besar terhadap PDRB Kabupaten Boyolali.
Dengan kata lain, sektor tersebut memiliki kinerja laju pertumbuhan ekonomi dan pangsa
yang lebih besar dibandingkan keadaan provinsi secara keseluruhan. Sebagai sektor prima ini
memiliki keunggulan lebih dan peranan yang peranan penting dalam pembangunan ekonomi daerah
Kabupaten Boyolali dan merupakan sektor perekonomian terbaik dibandingkan sektor yang lainnya.
Sektor Potensial
Sektor potensial adalah sektor yang mempnyai laju pertumbuhan lambat namun kontribusi
yang besar dibandingkan dengan PDRB Kabupaten Boyolali. Berdasarkan hasil analisis Tipologi
Klassen diperoleh hasil bahwa sektor yang termasuk dalam sektor potensial (Kuadran II) yaitu sektor
Industri pengolahan, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor Konstruksi, sektor Penyediaan
Akomodasi dan Makan, sektor Informasi dan Komunikasi, dan sektor Real Estate.
Sektor tersebut termasuk sektor potensial yang berarti sektor yang mampu bersaing dengan
sektor perekonomian lainnya dan pertumbuhan sektor tersebut lambat, akan tetapi memiliki
kontribusi PDRB Kabupaten Boyolali. Sebagai sektor potensial, sektor – sektor tersebut diupayakan
terus dikembangkan dengan meningkatkan laju pertumbuhan sektor tersebut sehingga laju
pertumbuhannya bisa lebih besar dari PDRB Kabupaten Boyolali. Sektor dalam Kuadran II dapat
dikategorikan sebagai sektor maju tetapi tertekan atau sektor yang telah jenuh.
Sektor Berkembang
Sektor berkembang adalah sektor perekonomian yang memiliki kriteria pertumbuhan cepat
tetapi kontribusi sektor yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Boyolali. Berdasarkan hasil analisis
Tipologi Klassen, sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali yang termasuk kategori sektor
berkembang yaitu sektor Pertambangan dan penggalian, sektor Jasa Perusahaan, dan sektor Jasa
Lainnya menurut Tipologi Klassen termasuk ke dalam kategori sektor potensial. Dengan kata lain,
sektor – sektor yang terdapat dalam kategori Kuadran III adalah sektor – sektor yang sedang
booming. Sektor – sektor ini memiliki nilai kontribusi lebih kecil namun laju pertumbuhannya lebih
besar daripada Provinsi.
Sektor Terbelakang
Analisis Tipologi Klassen juga menemukan bahwa di Kabupaten Boyolali terdapat sektor
yang masuk dalam kategori sebagai sektor terbelakang (Kuadran IV). Sektor – sektor itu diantaranya
sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, sektor Jasa
Keuangan dan Asuransi, dan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jamsos Wajib. Hal
ini terlihat dari nilai pertumbuhan PDRB-nya yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB
Provinsi dan sekaligus memiliki kontribusi terhadap PDRB yang lebih kecil dibandingkan nilai
kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB Provinsi.
4. Analisis Ketimpangan
Tabel ketimpangan PDRB Per Kapita antar Kabupaten / Kota memberikan gambaran
tentang perkembangan pembangunan di Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah. Untuk
memberikan gambaran tentang kondisi, perkembangan pembangunan daerah di wilayah Jawa
Tengah dan disparitas pendapatan yang dilihat dari PDRB Per Kapita antar Kabupaten / Kota,
kemudian dianalisis menggunakan Indeks Ketimpangan Williamson dan Indeks Entropi Theil.

A. Indeks Williamson
Indeks Williamson
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 - 2016

Tahun Indeks Williamson


2014 0,0296278
2015 0,03474503
2016 0,03452817
Rata - rata 0,032967

Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa rata – rata ketimpangan PDRB Per Kapita antar
Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah selama periode tahun 2014 – 2016 mencapai nilai
0,032967. Ketimpangan antar Kabupaten yang terjadi ini cenderung meningkat. Pada tahun
2014 nilai Indeks Williamson sebesar 0,0296278 naik menjadi 0,03474503 pada tahun 2015.
Lalu meningkat kembali pada tahun 2016 yaitu sebesar 0,03452817.
Secara umum, nilai Indeks Williamson Kabupaten di provinsi Jawa Tengah selama
periode tahun 2014 – 2016 mengalami kecenderungan meningkat meskipun tidak besar. Dapat
digambarkan melalui grafik dibawah ini.

Indeks Williamson
0,036
0,034
0,032
0,03 Indeks
Williamson
0,028
0,026
1 2 3
Nilai Indeks Williamson antar tahun di Provinsi Jawa Tengah jika dilihat secara rata –
rata tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita antar tahun mengalami
ketimpangan yang relatif kecil. Hal ini dapat dilihat dari nilai kesenjangan yang terjadi antar
Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah selama periode tahun 2014 – 2016.

B. Indeks Entropi Theil


Selain menggunakan Indeks Williamson, dalam mengukur tingkat ketimpangan
pendapatan yang ada di Provinsi Jawa tengah juga digunakan Indeks Entropi Theil. Dalam
perhitungannya, Indeks Entropi Theil menggunakan variabel jumlah penduduk Provinsi Jawa
Tengah dan PDRB Per Kapita masing – masing Kabupaten di Jawa Tengah untuk mengetahui
sebesara besar tingkat ketimpangan yang ada. Adapun hasil perhitungan Indeks Entropi Theil
selama periode tahun 2014 – 2016 pada tabel berikut ini.

Indeks Entropi Theil


Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 - 2016
Tahun Indeks Entropi Theil
2014 1,212888
2015 1,148396
2016 1,151004
Rata - rata 1,170763

Pada tahun 2014, nilai Indeks Entropi Theil sebesar 1,212888 yang mana hal ini
menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan yang ada di Jawa Tengah pada tahun
2014 adalah relatif tinggi. Pada tahun 2015 nilai dari Indeks Entropi Theil mengalami
penurunan yaitu sebesar 1,148396. Namun pada tahun 2016 nilai Entropi Theil mengalami
sedikit kenaikan yaitu sebesar 1,151004. Angka tersebut menunjukan bahwa tingkat
ketimpangan yang ada di Jawa Tengah relatif tinggi.
Untuk memudahkan melihat pergerakan nilai Indeks Theil dari tahun ke tahun dapat
dilihat gambar dibawah ini. Grafik tersebut memperlihatkan pergerakan nilai Theil yang
menurun namun mengalami sedikit kenaikan kembali. Adapaun rata – rata nilai Indeks Theil
yaitu sebesar 1,170763.
Indeks Entropi Theil
1,25

1,2
Indeks Entropi
1,15
Theil
1,1
1 2 3
5. Analisis Skalogram

Perhubungan &
Pendidikan Sarana Perdagangan Kesehatan Komunikasi
Jml Tmpt Puskes Rmh Jml
Kecamatan Pddk SD TK Pesantren SLTP SMU SMK Pertokoan Pasar Kios Restoran Ibadah mas Skt Jembatan Wartel Fasilitas Jml Unit Rangking
Boyolali 68373 38 52 3 9 6 6 13 6 1156 455 347 3 4 77 0 14 2175 1
Simo 45649 32 28 3 4 2 6 3 4 1141 296 418 1 1 17 0 14 1956 2
Ngemplak 84717 33 48 4 5 1 1 18 5 1086 311 318 1 1 30 0 14 1862 3
Mojosongo 52429 35 29 3 5 1 2 7 7 898 359 290 1 1 11 0 14 1649 4
Nogosari 65580 33 38 3 5 1 1 2 3 1074 140 313 1 0 13 0 13 1627 5
Karanggede 38963 25 23 6 5 3 2 10 6 978 126 342 1 1 39 0 14 1567 6
Andong 55337 37 26 15 7 2 4 10 15 691 121 401 1 1 8 0 14 1339 7
Ampel 78279 43 38 3 9 2 4 4 4 546 193 451 2 0 13 0 13 1312 8
Wonosegoro 50720 31 27 5 6 1 2 2 9 600 50 461 2 0 8 0 13 1204 9
Cepogo 56250 35 33 7 3 1 1 3 4 599 118 358 1 0 36 0 13 1199 10
Musuk 56705 45 38 5 4 1 1 6 7 543 74 322 2 0 33 0 13 1081 11
Teras 44631 26 30 3 3 2 2 8 4 560 154 240 1 0 46 0 13 1079 12
Sambi 42688 33 30 3 5 2 2 5 5 547 17 329 2 1 10 0 14 991 13
Banyudono 49355 33 36 2 3 1 1 10 6 562 118 178 2 1 21 0 14 974 14
Kemusu 40604 26 17 1 4 1 1 2 7 519 99 279 2 0 5 0 13 963 15
Klego 40588 26 21 2 4 2 2 4 4 382 109 333 2 0 1 0 13 892 16
Sawit 30753 22 19 3 3 0 1 8 2 403 186 185 2 1 7 0 13 842 17
Selo 29408 22 17 6 2 0 1 6 3 310 19 132 1 0 15 0 12 534 18
Juwangi 32661 24 19 6 4 1 1 5 4 119 50 158 1 0 26 0 13 418 19
Jumlah Tipe 19 19 19 19 17 19 19 19 19 19 19 19 9 15 0 250
Jumlah Unit 599 569 83 90 30 41 145 124 12733 3014 5855 29 12 416 0

Keterangan :
Jumlah unit tertinggi = 2175
Jumlah unit terendah = 418
Perhitungan Hierarki :
2175 – 418 = 1757
2757 : 3 = 585,66 dibulatkan menjadi 586

Hierarki I = 1592 – 2175 (Warna merah )


Hierarki II = 1005 – 1591 (Warna hijau )
Hierarki III = 418 – 1004 (Warna orange)
Analisis skalogram merupakan suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah (dalam hal ini Kecamatan)
dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan menggunakan analisis skalogram dapat ditentukan hierarki Kecamatan
berdasarkan kelengkapan fasilitasnya. Hasil analisis diatas yakni analisis yang hanya melihat dari keberadaan fasiltasnya Kecamatan yang ada di
Kabupaten Boyolali dan dikategorikan ke dalam kelompok – kelompok. Dari 15 fasilitas yang didata, jumlah fasilitas tertinggi yang ada didalam
suatu Kabupaten sebanyak 14 jenis fasilitas, smentara yang terendah adalah 12 jenis fasilitas.
Berdasarkan perhitungan hierariki diatas maka Kabupaten di Jawa Tengah terbagi atas 3 Hierarki. Hierarki setiap Kabupaten adalah sebagai
berikut :
A. Hierarki I adalah Kabupaten dengan ketersediaan fasilitas paling tinggi yaitu Kecamatan Boyolali, Kecamatan Simo, Kecamatan Ngemplak,
Kecamatan Mojosongo, dan Kecamatan Nogosari.
B. Hierarki II adalah Kabupaten dengan ketersediaan fasilitas sedang yaitu Kecamatan Karanggede, Kecamatan Andong, Kecamatan Ampel,
Kecamatan Wonosegoro, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, dan Kecamatan Teras.
C. Hierarki III adalah Kabupaten dengan ketersediaan fasilitas paling rendah yaitu Kecamatan Sambi, Kecamatan Banyudono, Kecamatan
Kemusu, Kecamatan Klego, Kecamatan Sawit, Kecamatan Selo, dan Kecamatan Juwangi.

Wilayah Kabupaten dengan Hierarki terbesar adalah di Kecamatan Boyolali (Hierarki I) sebagai Ibu Kota Kabupaten, pusat pemerintahan,
dan pusat pendidikan. Selain itu, Kecamatan Boyolali memiliki peringkat ke 3 dengan jumlah penduduk terbesar yaitu mencapai 68.373 jiwa.
Wilayah ini memiliki sarana dan prasarana yaang memadai mulai dari fasilitas pendidikan, peribadatan dan perdagangan dan jasa. Kecamatan
Boyolali merupakan wilayah sebagai pusat kota dan wilayah yang sedang dalam pengembangan jaringan jalah dan pembangunan infrastruktur. Hal
itu menyebabkan Kecamatan Boyolali sebagai pusat kegiatan di Kabupaten Boyolali yang ditunjang oleh sarana dan prasarana yang tersedia.
Disusul Kecamatan Andong (Hierarki II) sebagai pusat perdagangan dengan jumlah pasat terbanyak yaitu 15. Sedangkan wilayah dengan
hierarki paling rendah (Hierarki III) yaitu Kecamatan Juwangi. Hal ini dikarenakan wilayah tersebut jauh dari pusat kota dan belum memiliki
fasilitas selengkap wilayah lainnya di Kabupaten Boyolali.
Hasil Pembobotan Berdasarkan Analisi Location Quotient (LQ), Shift-Share Di
Kabupaten Boyolali Periode 2014 - 2016

Lapangan Usaha LQ Nilai Shift-Share Nilai Total Nilai Peringkat


(Dij)
1.Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,59 16 38.439.838 16 32 1
2.Pertambangan dan penggalian 1,85 17 987.642 3 20 5
3.Industri pengolahan 0,81 5 58.076.246 17 22 4
4.Pengadaan Listrik dan Gas 0,21 1 54.821 2 3 13
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 0,87 7 32.185 1 8 12
6.Konstruksi 0,64 2 15.589.039 14 16 9
7.Perdagangan Besar dan Eceran 0,99 10 19.963.395 15 25 3
8.Transportasi dan Pergudangan 1,40 15 11.760.334 12 27 2
9.Penyediaan Akomodasi dan Makan 0,91 8 6.634.337 10 18 7
10.Informasi dan Komunikasi 0,76 4 10.602.025 11 15 10
11. Jasa Keuangan dan Auransi 0,82 6 6.242.524 9 15 10
12. Real Estate 0,69 3 3.824.260 8 11 11
13. Jasa Perusahaan 1,01 11 1.065.632 4 15 10
14. Administrasi Pemerintahan,
0,97 9 3.302.971 7 16 9
Pertahanan dan Jamsos Wjib
15. Jasa Pendidikan 1,37 14 14.742.615 13 27 2
16. Jas kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,14 12 2.711.896 5 17 8
17. Jasa Lainnya 1,15 13 3.010.792 6 19 6

Pada tabel diatas dapat dilihat peringkat masing – masing lapangan usaha hasil pembobotan
berdasarkan analisis Location Quetient (LQ) dan Shift-Share dimana berdasarkan peringkat tertinggi
hasil pembobotan yang paling unggul atau prima adalah sektor Pertanian, Perhutanan dan Perikanan.
Sektor Pertanian menjadi paling unggul di Kabupaten Boyolali dikarenakan potensi sektor
yang dimiliki oleh Kabupaten Boyolali cukup besar. Keadaan topografi yang bervariasi yang
mendukung untuk melakukan pengembangan sektor pertanian, baik untuk sub sektor tanaman bahan
makanan maupun sub sektor lainnya. Dalam Kabupaten Boyolali terdapat dua daerah yaitu daerah
dalam dataran tinggi dan dataran rendah. Daerah yang termasuk dalam dataran tinggi lebih cocok
digunakan untuk budidaya tanaman jenis sayur – sayuran (wortel, kobis, sawi, dan bayam) dan
budidaya di bidang peternakan (sapi). Sedangkan daerah dalam dataran rendah relatif cocok untuk
ditanami tanaman padi dan palawija serta pengembangan sub sektor kehutanan (tanaman sengon dan
mahoni).
Hal ini juga didukung dengan pengembangan pertanian organik yang terus diupayakan dan
dikembangkan guna menambah nilai PDRB daerah. Ketersediaan lahan pertanian dan sumber air di
Kabupaten Boyolali juga mendukung unggulnya sektor pertanian yang berkelanjutan. Sektor
pertanian merupakan andalan pemerintah daerah Kabupaten Boyolali yang termasuk kedalam sektor
prima ( sektor yang memiliki kontribusi besar sekaligus laju pertumbuhan yang positif). Walaupun
sudah termasuk kedalam sektor prima, pemerintah tidak boleh semata – mata menggampangkan
sektor ini. Hasil ini hendaknya menjadi acuan bagi pemerintah setempat agar dapat terus menyajikan
strategi atau kebijakan untuk kinerja sektor pertanian masa mendatang. Salah satunya melalui adopsi
teknologi pertanian dan teknologi pasca panen serta akses yang mudah bagi para petani untuk
memperoleh saprodi diharapkan dapat mendukung peningkatan produktivas usaha tani.
Selain itu, dari sisi sumber daya manusia perlu terus ditingkatkan mengingat sebagian besar
petani Kabupaten Boyolali masih menerapkan teknis budidaya konvensinal. Upaya peningkatan
kualitas SDM dapat dilakukan dengan pemerataan dan aktivasasi melalui penyuluhan intensif,
pendampingan dan pembinaan mulai dari on farm sampai off farm. Kolaborasi dengan sektor
perekonomian lainnya juga diperlukan antara lain sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan
Besar dan Eceran untuk memperkuat pangsa pasar komoditas pertanian dan produk olahannya.
Melalui peningkatan internal sektor pertanian dan sinergitas dengan sektor perekonomian lainnya
diharapkan kinerja sektor pertanian dapat meningkat dan mampu mempertahankan posisi saat ini di
sektor prima.
Kabupaten Boyolali menyimpan potensi sumber daya alam yang melimpah. Salah satunya
potensi perikanan yang luar biasa di Kabupaten Boyolali. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali
ikut andil dalam menjaga dan melestarikan potensi ikan yang ada melalui Dinas Peternakan dan
Perikanan (Disnakkan) dengan membangunan Boyolali Aquatik di kawasan obyek wisata Tlatar.
Pembangunan Boyolali Aquatik ini untuk menggairahkan kembali minat warga, memberikan daya
tarik warga Boyolali untuk dapat menikmati wahana yang disediakan. Balai Benih Ikan (BBI)
terpadu tidak hanya memproduksi benih ikan tetapi juga produksi berbagai jenis ikan termasuk ikan
hias dan juga edukasi.
Perikanan di Kabupaten Boyolali meningkat, setelah adanya Wadung Kedung Ombo (WKO)
yang dimanfaatkan untuk budidaya ikan dengan sistem karamba jaring apung, serta waduk lainnya
yang dimanfaatkan sebagai usaha budidaya ikan oleh masyarakat sendiri. Kabupaten Boyolali sendiri
memiliki potensi perikanan dengan komoditas unggulan berupa ikan lele, ikan mas, dan ikan nilai,
serta ikan air tawar jenis lainnya. Produksi perikanan di Kabupaten Boyolali selalu bagus, hal ini
tercermin dari pola capaian air tawar yang selalu bagus dalam mensuplai kebutuhan masyarakat
Boyolali.
Selain itu, Kabupaten Boyolali telah mendapat berbagai penghargaan lomba, diantaranyaa
Juara II Nasional Lomba Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Juara II Nasional Lomba
Cipta Menu Ikan Garut Lele, dan Juara I Masak Ikan Kudapan Tingkat Jawa Tengah. Diharapkan
pemerintah melakukan langkah – langkah sinergi dan harmonitas di sektor perikanan. Pemerintah
dapat memberikan bantuan – bantuan seperti benih ikan, pakan ikan, dan pinjaman modal agar
pembudidaya ikan dapat lebih sejahtera lagi sehingga Kabupaten Boyolali diharapkan dapat menjadi
teladan dalam kualitas mutu produk perikanan air tawar yang berdaya saling tinggi di tingkat
nasional.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dalam makalah makalah analisis ini, maka
dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa nilai Location
Quotient tertinggi pada sektor Pertambangan dan Penggalian dimana nilai LQ sebesar (2,00),
(1,94), dan (1,62). Sedangkan LQ terendah adalah pada sektor Pengadaan Listrik dan Gas
dimana nilai LQ sebesar (0,21), (0,21), dan (0,22). Berdasarkan pengataman, sektor yang
mempunyai nilai LQ > 1 pada tahun 2013 sampai 2015 terdapat sektor yang mengalami
penurunan. Sektor yang memiliki nilai LQ > 1 sebanyak tujuh sektor diantaranya yaitu sektor
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Jasa
Pendidikan, sektor Jasa kesehatan dan Kegiatan Sosial, sektor Pertambangan dan penggalian,
sektor Jasa Perusahaan, dan Jasa Lainnya.
2. Hasil analisis Shif-Share menunjukkan bahwa peningkatan kinerja perekonomian di Kabupaten
Boyolali dapat dilihat dari sektor – sektor yang bernilai positif dimana sektor yang memberikan
kontribusi terbesar adalah sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 8.022.921,726.
Selain sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, terdapat sektor – sektor yang memiliki
keunggulan kompetitif yaitu diantaranya sektor Industri Pengolahan, sektor Pengadaan Listrik
dan Gas, sektor Kontruksi, sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Penyediaan
Akomodasi dan Makan, sektor Informasi dan Komunikasi, sektor Real Estate, sektor Jasa
Pendidikan, dan sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial.
3. Berdasarkan hasil analisis Tipologi Klassen, terdapat empat sektor yang termasuk kategori
sektor prima, yaitu sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, sektor Transportasi dan
Pergudangan, sektor Jasa Pendidikan, dan sektor Jasa kesehatan dan Kegiatan Sosial. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor – sektor tersebut merupakan sektor yang memiliki laju
pertumbuhan cepat dan kontribusinya yang besar terhadap PDRB Kabupaten Boyolali.
4. Berdasarkan hasil analisis Entrophi Theiil dan Williamson menunjukkan pendapatan antar
tahun di Provinsi Jawa Tengah pada periode tahun 2014 – 2016 mengalami ketimpangan /
disparitas antar tahun di Jawa Tengah tergolong rendah namun menunjukkan kecenderungan
meningkat. Meskipun menunjukkan peningkatan, nilai Indeks Williamson berada dibawah nilai
batas ambang 0,5 yang menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan antar tahun di Kabupaten
Boyolali rendah.

Anda mungkin juga menyukai