Anda di halaman 1dari 120

PERENCANAAN PEMASANGAN GROUNDING PENANGKAL

PETIR PADA BANGUNAN CF SILO DI PROYEK INDARUNG VI

PT. SEMEN PADANG

TUGAS AKHIR

ERICK KANTONA

BP . 1201033042

PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

POLITEKNIK NEGERI PADANG

Ta. 2016
PERENCANAAN PEMASANGAN GROUNDING PENANGKAL

PETIR PADA BANGUNAN CF SILO DI PROYEK INDARUNG VI

PT. SEMEN PADANG

Diajukan Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Ahli Madya dari Politeknik Negeri Padang

ERICK KANTONA

BP . 1201033042

PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

POLITEKNIK NEGERI PADANG

Ta. 2016
HALAMAN PERSETUJUAN

PERENCANAAN PEMASANGAN GROUNDING PENANGKAL


PETIR PADA BANGUNAN CF SILO DI PROYEK INDARUNG VI
PT. SEMEN PADANG

Oleh

ERICK KANTONA

BP. 1201033042

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Berlianti, ST.,MT Ir.Salwin Anwar.,MT

Nip. 19730929 200212 2 002 NIP. 19710207 200003 2 002


HALAMAN PENGESAHAN

Tugas akhir yang berjudul “Perencanaan Pemasangan Grounding Penangkal Petir


Pada Bangunan CF Silo Di Proyek Indarung VI PT Semen Padang” ini telah
disidangkan atau dipertanggung jawabkan di depan tim penguji sebagai berikut,
pada hari kamis, 21 Maret 2016 di Program Studi Teknik Listrik Jurusan Teknik
Elektro Politeknik Negeri Padang.

No. Nama Jabatan Tanda Tangan

1. Tri Artono ST.,M.Kom Ketua 1.


Nip. 19690109 199601 1 001

.........................

2. Nasrul Harun, ST.,M.Kom Sekretaris 2.


NIP. 19591122 198803 1 002

.........................
3. A. Fadli, ST., MT Anggota 3.
Nip. 19590419 198803 1 002
.........................
4. Berlianti ST.,MT Anggota 4.
Nip. 19730929 200212 2 002
.........................

Mengetahui :

Ketua Jurusan Teknik Elektro Kepala Prodi Teknik Listrik

Afrizal Yuhanef, ST.,M.Kom Tri Artono, ST., M.Kom


Nip. 19640429 199003 1 001 Nip. 19690109 199601 1 001
Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna) kepada siapa
yang dikehendaki-nya. Barang siapa yang mendapat hikmah
itu sesungguhnya ia telah mendapat kebijakan yang banyak,
dan tiadalah yang menerima peringatan melainkan orang-
orang yang berakal.

(Q.S. Al-Baqorah : 269)

Sembah sujud serta rasa syukur aku kepada Allah SWT. Tabur cinta dan kasih
sayangmu telah memberikan kekuatan, kesabaran, membekaliku dengan ilmu yang
tiada habisnya. Atas karunia yang telah engkau berikan kepadaku dengan selesainya
tugas akhir ini.
Ya allah ajarilah hamba mu untuk selalu berfikir sebelum
bertindak,
Sopan dalam bahasa
Santun dalam berbicara
Tenang ketika gundah
Tabah dalam menghadapi cobaan
Diam ketika emosi melanda,
Jadikanlah hamba mu selembut abu bakar,
Sepintar ali bin abu tholib,
Sibijaksana layaknya umar bin khatab,
Dermawan bagaikan usman bin afan,
Setegar bilal bin rabbah, dan jalinan persahabatan yang tak
tergoyahkan oleh apapun,
Serta memliki kesetian seperti mentari yang tak bosan
menyinari bumimu ya Robbi
Terima kasih buat semua keluargaku :
@ibu (asrida yanti) dan ayah (nurlis effendi), terima kasih atas
semua doa & semua yang telah ibu jo ayah berikan, Terima
kasih ibu selalu member dukungan dan semangat, mengajarkan
ku untuk sabar dalam menghadapi rintangan dan cobaan,
Terima kasih ayah yang telah bekerja keras tanpa kenal lelah
mencari rezki, mengajarkanku bagaimana menjadi pribadi
yang dewasa dan memberi nasehat-nasehat yang takkan
pernah kulupakan.

@panji (hazanul fajri), terima kasih jadi adiak yang selalu


memberi semangat dan percaya ka abangnyo ko bakalan jadi
urang yang sukses, yang selau mengawasi adiak wak (mufty) di
rumah.

@mufty (mufty nurlis), terima kasih jadi adiak yang sayang ka


abang nyo ko dan memberi semangat supayo abangnyo capek
sukses, yang selalu mananyoan bilo abangnyo karajo dan beli
mobil sendiri..aman ya dek, kita beli besok.

@mak tuo jo onga sekeluarga, terima kasih telah mendoakan


erick supaya selalu sehat, dapat kerja dan menjadi anak yang
sukses.
@kak wira jo da yones, terima kasih atas doa dan semangat
buek erick,yang lah acok maantaan piti lanjo ka padang.

@mak etek nanda sekeluarga, terima kasih atas doanya dan


bantuannya dalam mengurus urusan pendidikan erick.

@mak nga anceu,terima kasih atas doanya dan bantuannya


dalam mengurus urusan pendidikan erick.

@bang sendra sekeluarga, terima kasih atas doanya dan


nasehat untuk erick salamoko.

@oncu, maktuo, dan mak dang sekeluarga di dharmasraya,


terima kasih atas doanya untuk erick...untuk ni dewi
sekeluarga, terima kasih atas semangatnya untuk erick dan
membantu mencarikan solusi untuak cari karajo.

Terima kasih untuk semua keluarga besar :

AYAH: NURLIS EFFENDI IBU: ASRIDA YANTI

TERIMA KASIH UNTUK DOSEN

Terima kasih untuk buk Berliati sebagai pembimbing I erick,


yang telah membantu dalam pembuatan tugas akhir ini dan
atas nasehat dan ajarannya saat bimbingan.. terima kasih juga
buat doanya supaya erick cepat dapat kerja.

Terima kasih untuk pak Salwin Anwar selaku pembimbing II


yang telah membantu dalam pembuatan tugas akhir ini dan
atas nasehat dan ajarannya saat bimbingan.. terima kasih juga
buat suka dukanya selama bimbingan.
Terima kasih untuk pak efrizon dan pak tri yang telah
membatu menyelesaikan saat ada masalah dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.

Trima kasih untuk dosen penguji Tugas akhir yang telah mau
meluangkan untuk menguji dan memberikan arahan dan
masukan, dan trimakasih untuk semua dosen teknik listrik
yang telah memberikan ilmu, mengajarkan semuanya. Maaf
tidak bias membuatkan semua namanya.Trima kasih dosenku.

TERIMAKSIH BUAT SAHABAT DAN TEMAN

Trimakasihuntukanak local D regular angkatan 2012


ygselalumembantudalamtugas perkuliahanselama ini,
dalamsemuamasalah yang ada di kampus, yang selalu
memberikan kenang-kengangan yang menyenangkan selama
ini. Yang paling terpenting kalian semuaadalahteman-teman
yang baik, kocakdanjugalawak bana.

Untuk kawan-kawan lokal yang alun wisuda tetap semangat


dan jangan putus asa, untuk yang sudah kerja semoga jangan
sombong dan tolong-tolonglah kawan-kawan wak yang alun
karajo ko, untuk yang baru wisuda dan belum kerja semoga
beruntung dan capek dapek karajo.

Untuk my brother bang Ahmad Ilham karyawan proyek


indarung VI Pt. Semen Padang, terima kasih atas bantuanya
membuat tugas akhir ini, terima kasih buat nasehat nya, saran-
saran dan cerita daridunia kerja. Semoga sehat sukses selalu.
Untuk seluruh karyawan indarung VI dan pasoka Pt. Semen
Padang, terima kasih atas kebaikan dan keramahannya saat
ambil data di perusahaan, dan telah membantu dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.

Terima kasih buat kawan-kawan sma generasi VMG dan


D’ZEIF terutama yang dipadang terima kasih atas semangat
dan inspirasinyasaat maen-maen ke kos.

Terima kasih Rizki Okta Putra dan Adrian Setiawan kawan


dakek di simpang haru yang ada saat susah dan sanang
mambuek tugas akhir. Terima kasih lah minjaman pitinyo
patang walaupun alun diganti, pasti diganti bisuaknyo kawan.

Terima kasih buat kawan-kawan lokal se wisuda benny


marshal, david hidayatul rizki, nofri winarti, bayu iksa dianri,
budi febri hardiansyah buat bantuan dan kenang-
kenangannya selama menyelessaikan tugas akhir ini.

Terima Kasih buat Regi Destriati, yang telah menolong dan


berusaha selalu ada saat membuat Tugas akhir dan telah hadir
selama ini, yang menyemangati saat ku jatuh dan patah
semangat, mengingatkan ku kalau lupo ado tugas, seseorang
yang menjadi teman, sahabat dan pacar. terima kasih buat
doanya dan kenang-kenangannya yang menyenangkan selama
ini. Semoga kamu juga cepat kerja dan sukses ya dek.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’aalamiin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini.

Tugas akhir yang berjudul Perencanaan Pemasangan Grounding Penangkal

Petir Pada Bangunan CF silo Di Indarung VI PT. Semen Padang ini penulis buat

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana muda ahli madya dari

Politeknik Negeri Padang khususnya Teknik Elektro Program Studi Teknik

Listrik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah memberikan bantuan secara moril dan materi yang tidak dapat

disebutkan semuanya, yaitu:

1. Kepada kedua orang tua yang tidak lelah dan terus memberikan

dukungan semangat dan doanya melalui kasih sayang yang tidak

ternilai besarnya.

2. Direktur Politeknik Negeri Padang, Bapak Aidil Zamri, S.T., M.T.

3. Ketua Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Padang, Bapak

Efrizon, SST., MT.

4. Ketua Program Studi Teknik Listrik Politeknik Negeri Padang, Bapak

Tri Artono, ST., MKom.

5. Pembimbing I dan Pembimbing II, Ibu Berlianti,ST., MT. dan Bapak


Ir. Salwin Anwar,MT

6. Seluruh pegawai/staff administrasi Politeknik Negeri Padang.

iii
7. Teman-teman yang terus memberi semangat untuk menyelesaikan TA ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap laporan ini dapat dijadikan

sebagai referensi dalam perancangan instalasi penangkal petir, terutama bagi pembaca

yang mempunyai bidang keahlian yang sama dengan penulis. Amin ya rabbal’alamin.

Padang, 6 November 2015

Erick Kantona

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Batasan Masalah ............................................................................... 3
1.3. Perumusan Masalah ......................................................................... 3
1.4. Tujuan .............................................................................................. 3
1.5. Manfaat ............................................................................................ 4
1.6. Sistematika Penulisan ....................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Dasar Pentanahan............................................................................. 5
2.1.1. Aspek yang Memengaruhi Sistem Pentanahan ........................... 8
2.1.2. Berbagai Bentuk Sistem alat Pentanahan ................................. 9
2.1.3. Alat Dan Material Grounding.........................................................13
2.1.3. Variabel Yang Mempengaruhi Sistem Pentanahan ...................16
2.2. Pemilihan Material Tambahan ...........................................................19
2.3. Elektroda Pentanahan ........................................................................20
2.2.1. Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan .......................................... 20
2.2.2. Pemasangan dan Susunan Elektroda Pentanahan ...................27
2.4. Faktor Penyebab Tegangan Permukaan Tanah ................................ 29
2.5. Usaha Menurunkan Tegangan Permukaan Tanah ........................... 33
2.5.1. Perlakuan Kimiawi Tanah ..................................................... 33
2.5.2. Perawatan rutin ...................................................................... 37
2.6. Bahaya yang Timbul Akibat Gangguan Tanah .......................................38
2.7. Fenomena Petir ................................................................................... 40
2.7.1. Mekanisme Terbentuknya Petir ..............................................40
v
2.7.2 Bahaya Sambaran Petir ...........................................................42
2.8. Faktor-Faktor Untuk Frekuensi Sambaran Petir yang Dibolehkan
pada Bangunan Gedung .....................................................................44
2.9. Frekuensi Sambaran Petir Langsung .................................................45
2.10. Besarnya Kebutuhan Bangunan Akan Sistem Penangkal Petir ......47
2.10.1. Berdasarkan PUIP ..............................................................47
2.10.2. Berdasarkan Standar SNI 03-7015-2004 ............................45
2.11. Penangkal Petir ...............................................................................51
2.12. Jenis-Jenis Penangkal Petir .............................................................53
2.12.1. Penangkal Petir Konvensional ............................................53
2.12.2. Penangkal Petir Elektrostatis ..............................................53
2.13. Rancangan Sistem Terminasi Udara ...............................................56
2.13.1. Metode Sudut Proteksi .......................................................56
2.13.2. Metode Bola Bergulir .........................................................58
2.13.3. Metode Jala.........................................................................59
2.14. Konduktor Penyalur Arus Petir .......................................................60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Lokasi Penelitian ...............................................................................61
3.2. Pengumpulan Data .............................................................................61
3.2.1. Keadaan Lokasi ......................................................................61
3.2.2. Ukuran Bangunan ..........................................................................61
3.3.3. Posisi Bangunan CF Silo ........................................................62
3.2.4. Penangkal Petir .......................................................................62
3.2.5. Alat Pengukuran Tahanan Tanah ...........................................64
3.2.6. Data Pengukuran Tahanan Tanah ...........................................65
3.2.7. Ukuran Kedalaman Elektroda .................................................66
3.3. Maksimum Tahanan Tanah...............................................................66
3.4. Teknik Analisis Data........................................................................67
3.5. Flowchart ..........................................................................................68

vi
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi ...........................................................................................69
4.2. Tingkat Proteksi Bangunan ...............................................................69
4.2.1. Penentuan Kebutuhan Bangunan Akan Penangkal
Petir Berdasarkan PUIPP........................................................69
4.2.2. Penentuan Kebutuhan Bangunan Akan Penangkal
Petir Berdasarkan SNI 03-7015-2004 ....................................71
4.3. Pemilihan Penangkal Petir ................................................................72
4.3.1. Penempatan Penangkal Petir ..................................................72
4.4. Penghantar Penyalur .........................................................................72
4.5. Ruang Lingkup Lokasi ......................................................................73
4.5.1. Lokasi......................................................................................71
4.6. Lingkup Alat Dan Material Yang Digunakan ...................................74
4.7. Metode Grounding............................................................................78
4.8. Ukuran Elektroda ..............................................................................78
4.9. Lingkup Pekerjaan ............................................................................79
4.9.1. Sistem Grounding untuk Penyalur Petir CF Silo ....................79
4.9.2. Sistem Grounding untuk Sistem Elektrik CF Silo ..................79
4.9.3. Sistem Grounding untuk Sistem Instrumen CF Silo...............79
4.10. Teknis Pelaksanaan Pekerjaan Untuk Sistem Grounding
CF silo......................................................................................................80
4.10.1. Sistem Grounding untuk Penyalur Petir CF Silo ...............80
4.10.2. Sistem Grounding untuk Sistem Elektrik CF Silo .............80
4.10.3. Sistem Grounding untuk Sistem Instrumen CF Silo ......... 81
4.11. Cara Pemasangan Dan Penanaman Grounding ...............................82
4.12. Rencana Jadwal Pekerjaan Sistem Grounding CF silo ...................85
4.13. Perhitungan Sistem Pentanahan ......................................................86
4.13.1. Mencari Tahanan Jenis Tanah ............................................86
4.13.2. Analisis Perhitungan Pemasangan Metode 1 Batang
Elektroda yang ditanam Tegak Lurus ke Dalam Tanah
Pada System Penyalur Petir ...............................................88

vii
4.13.3. Analisis Perhitungan Pemasangan Dengan Metode
1 Plat ElektrodaYang Ditanam ke Dalam Tanah Pada
Sistem Elektrik................................................................... 90
4.13.4. Analisis Perhitungan Pemasangan Dengan Metode 1 Plat
ElektrodaYang Ditanam ke Dalam Tanah Pada Sistem
Instrumen .................................................................................89

4.13.5. Analisis Perhitungan Kombinasi Grid dan Grod ....................91


4.14. RAB ....................................................................................................................93

BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ........................................................................................97
5.2. Saran ..................................................................................................98
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... xi
LAMPIRAN

viii
ABSTRAK

Sistem pentanahan bertujuan untuk mengamankan peralatan-peralatan listrik


maupun manusia dari hubungan arus pendek dan ancaman petir yang berlokasi di sekitar
gangguan dengan cara mengalirkan arus gangguan ke tanah. Salah satu faktor untuk
mendapatkan nilai tahanan pentanahan yang kecil yaitu jenis tanah letak elektroda yang
akan ditanam, untuk mengetahui nilai pentahanan tersebut maka diperlukan pengukuran.
Salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam pengukuran suatu sistem pentanahan
adalah kondisi tanah di daerah dimana sistem pentanahan tersebut akan dipasang.
Pengukuran dilakukan menggunakan metode empat titik dengan menancapkan elektroda
batang di disekitar CF Silo dengan kedalaman bervariasi. Pengukuran ini bertujuan untuk
mengetahui jenis tanah dan besarnya tahanan pentanahan di sekitar bangunan CF Silo .
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa dalam merencanakan suatu instalasi
grounding pada bangunan harus memahami dasar teknik perancangan dan berpedoman pada
peraturan PUIP, SNI 03-7015-2004, PUIL 2000 dan PUIL 2011.

Kata kunci : cf silo, elektroda, pedoman, tahanan pentanahan.


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Single Grounding Rod ....................................................................... 10

Gambar 2. Paralel Grounding Rod ..................................................................... 11

Gambar 3. Multi Grounding System .................................................................... 12

Gambar 4. Desain Sistem Pembumian ................................................................ 19

Gambar 5. Elektroda Pita..................................................................................... 17

Gambar 6. Satu Elektroda Batang ditanam Tegak Lurus .....................................21

Gambar 7. Dua Elektroda ditanam Sejajar Dalam Tanah ................................... 22

Gambar 8. Beberapa Elektroda Batang Ditanam Tegak Lurus Dalam

Tanah .................................................................................................. 23

Gambar 9. Perawatan Kimiawi Elektroda Pentanahan dengan arang

Kayu ................................................................................................... 37

Gambar 10. Proses Pembentukan Sambaran Petir............................................... 42

Gambar 11. Area Cakupan Ekivalen Bangunan Gedung di Daerah Datar ...........46

Gambar 12. Area Cakupan Ekivalen Bangunan Gedung di Daerah

Berbukit ........................................................................................... 46

Gambar 13. Konstruksi Penangkal Petir Konvensional ...................................... 54

Gambar 14. Konstruksi Penangkal Petir Elektrostatis ........................................ 55

Gambar 15. Perancangan Terminasi Udara Menurut Metoda Sudut

Proteksi ............................................................................................ 58

Gambar 16. Cara Menentukan Bola Bergulir ...................................................... 57

Gambar 17. Penempatan Terminasi Udara Berdasarkan Tingkat

Proteksi ............................................................................................ 59

Gambar 18. Ukuran Bangunan CF Silo ............................................................... 62


Gambar 19. Penangkal Petir ............................................................................... 63

Gambar 20. Skema Gambar Earth Tester .............................................................64

Gambar 21. Skema Pengukuran Tahanan Pentanahan ........................................ 65

Gambar 22. Flowchart Diagram Alur Pekerjaan ..................................................68

Gambar 23. Lokasi Pekerjaan .............................................................................. 74

Gambar 24. Earth Tester Ground ........................................................................ 74

Gambar 25. Ground Rod Drilling Head .............................................................. 75

Gambar 26. Ground Rod Drive Head .................................................................. 75

Gambar 27. Bentonite .......................................................................................... 75

Gambar 28. Ground Rod Coupler ....................................................................... 76

Gambar 29. Kabel BC 70mm .............................................................................. 76

Gambar 30. elektroda batang (ROD) ................................................................... 76

Gambar 31. elektroda plat (GRID) ...................................................................... 77

Gambar 32. Crimping Tool untuk Cable Lugs ( Kabel Skun) ............................. 77

Gambar 33. Cadweld ........................................................................................... 77

Gambar 34. Grounding Bangunan Tampak Atas Dengan Metode Cincin .......... 78

Gambar 35. Ukuran Elektroda Batang ................................................................ 79

Gambar 36. Rencana Pemasangan Grounding ROD ........................................... 83

Gambar 37. Penanaman Elektroda Plat ................................................................84

Gambar 38. Rencana Penyusunan Grounding Plate (GRID) ...............................85


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tahanan Jenis Tanah ............................................................................ 10

Tabel 2. Tahanan Sistem Pembumian ................................................................16

Tabel 3. Resistansi Pentanahan ..........................................................................24

Tabel 4. Ukuran Minimum Elektroda Pentanahan .............................................26

Tabel 5. Efek temperature terhadap resistivitas tanah ........................................29

Tabel 6. Tahanan jenis tanah dan daya korosinya ..............................................36

Tabel 7. Batasan-batasan Arus dan Pengaruhnya Pada Manusia .......................38

Tabel 8. Indek A: Bahaya Berdasarkan Penggunaan dan Isi .............................45

Tabel 9. Indeks B: Bahaya Berdasarkan Konstruksi Bangunan .........................46

Tabel 10. Indeks C: Bahaya Berdasarkan Tinggi Bangunan ..............................46

Tabel 11. Indeks D: Bahaya Berdasarkan Situasi Bangunan .............................47

Tabel 12. Indeks E: Bahaya Berdasarkan Pengaruh Kilat/Hari Guruh ..............47

Tabel 13. Perkiraan Bahaya Sambaran Petir Berdasarkan PUIPP .....................48

Tabel 14. Efisiensi Sistem Proteksi Petir (SPP) .................................................50

Tabel 15. Penempatan Terminasi Udara Berdasarkan Tingkat Proteksi ............58

Tabel 16. Dimensi Minimum Untuk Bahan SPP ...............................................60

Tabel 17. Radius Proteksi Kurn Lightning Protection ....................................... 64

Tabel 18. Komponen Pengukuran Tahanan Pentanahan .................................... 65

Tabel 19. hasil pengukuran tahanan pentanahan ................................................ 66

Tabel 20. Jadwal pekerjaan sistem grounding CF Silo ...................................... 85


DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Spesifikasi Teknis Dan Pelaksanaan Pekerjaan

LAMPIRAN 2. Peninjauan Bangunan

LAMPIRAN 3. Pengukuran Tahanan Tanah

LAMPIRAN 4. Posisi Bangunan

LAMPIRAN 5. Contoh Soal

LAMPIRAN 6. Brosur Penangkal Petir Kurn


DAFTAR PUSTAKA

[1] Syafii,MT,PhD, Zaini, PhD. dan Yunus. S, MSc. 2014. “Studi Kelistrikan

Indarung VI”. Jurnal Progress Report. 5 (2): 6-30.

[2] Yusbar,Ir. 2014. “Sistem Grounding Untuk Elektrik - Instrumen Dan Sistem

Penyalur Petir Bangunan Raw Mill Dan Cf Silo”. Term of Reference.

3(1): 37-57.

[5] SNI 04-0225-2000. 2000. Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL

2000). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional

[6] SNI 03-7015-2004. 2004. Sistem Proteksi Petir Pada Bangunan Gedung.

Jakarta: Badan Standarisasi Nasional

[7] Tabrani, Aan, 2009. “Sistem Proteksi Penangkal Petir di Gedung PT Bhakti

Wasantara Net Jakarta”. Skripsi. Jakarta: FTI Universitas Mercu

Buana.(http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/file _skripsi/Isi_cover_

535954669793.pdf, diakses 3 Sepetember 2014)

[8] Harten, P. Van. 1974. Instalasi Listrik Arus Kuat 2. Terjemahan oleh E.

Setiawan. Bandung: Binacipta.


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan pembangunan gedung pada saat ini semakin kompleks,

sehingga pada dasarnya suatu bangunan harus memenuhi kriteria Keputusan

Menteri Pekerjaan Umum nomor: 441/KPPS/1998 Pasal 2 alenia (2) yang

berbunyi “Pengaturan persyaratan teknis bangunan bertujuan terselenggaranya

fungsi bangunan yang aman, sehat, nyaman, efisien, seimbang, serasi dan selaras

dengan lingkungannya”.

Pembangunan gedung cenderung bertingkat sebagai solusi karena semakin

sempitnya lahan tanah. Namun di sisi lain, dengan semakin banyak berdirinya

bangunan bertingkat, beberapa permasalahan mengenai keamanan bangunan

menjadi penting untuk diperhatikan, karena bangunan yang tinggi lebih rawan

mengalami gangguan, baik gangguan secara mekanik maupun gangguan alam.

Salah satu gangguan alam yang sering terjadi adalah sambaran petir.

Proyek Indarung VI merupakan merupakan rencana pembangunan oleh

PT.Semen padang untuk menambah pasokan dalam memproduksi semen lagi

yang Posisinya akan Berdekatan dengan Indarung V.

CF Silo adalah tempat penyimpanan produk sebelum di kirim ke proses

pembakaran di Kiln, atau di sebut dengan bahan Raw Mix. Raw Mill adalah

equipment yang digunakan untuk proses awal pembuatan semen, yang berfungsi

untuk menghancurkan raw material menjadi butiran kecil, sedangkan Raw Mill

dan CF Silo disuplai oleh tegangan 380 V AC 3 fase melalui equipment distribusi

daya dan dikontrol menggunakan sistem PLC. Bangunan CF Silo ini mempunyai

1
2

elevasi yang tinggi dengan struktur beton dan baja konkrit. bangunan tersebut

berisi alat atau material lain yang ada didalamnya sehingga bangunan ini

membutuhkan perlidungan dari sambaran petir.

Salah satu tindakan pengaman untuk mencegah tegangan sentuh tidak

langsung yang besar pada suatu instalasi listrik adalah dengan sistem pentanahan

(grounding). Tujuan pengetanahan itu sendiri adalah untuk membatasi tegangan

antara bagian-bagian peralatan dengan tanah sampai pada suatu harga yang aman

(tidak membahayakan) untuk semua kondisi operasi normal atau tidak normal

sehingga tidak membahayakan bagi manusia.

Penyaluran arus petir kedalam tanah ini harus ditunjang dengan sistem isolasi

dan perencanaan pentanahan yang baik sehingga pada saat pemakaian tidak

pentanahan tidak bekerja dengan baik. Maka pada tugas akhir ini penulis

membuat suatu perencanaan sistem penangkal petir pada bangunan.

1.2 Perumusan Masalah

1. Metode apa yang akan digunakan untuk grounding penangkal petir pada

bangunan.

2. Bagaimana merencanakan pemasangan suatu sistem grounding penangkal

petir pada bangunan.

3. Menganalisis tahanan pentanahan yang diperoleh dari hasil pengukuran.

1.3 Batasan Masalah

Untuk memperkecil suatu masalah yang akan di bahas maka penulis

membatasi masalah dengan pembahasan hanya pada masalah perencanaan

1
3

pemasangan grounding pada bangunan CF Silo di proyek Indarung VI PT. Semen

Padang, antara lain:

1. Menganalisis kebutuhan bangunan akan penangkal petir yang sesuai

dengan PUIPP (Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir) dan IEC

sehingga didapat frekuensi sambaran langsung setempat.

2. Menentukan Jenis elektroda dan metode Grounding yang akan

direncanakan pada bangunan CF Silo Indarung VI

3. langkah-langkah Proses dan pemasangan Grounding pada Cf-Silo

Indarung VI

4. Menentukan jumlah dan tata letak penangkal petir dengan metode sudut

proteksi.

5. Tata letak dan ruang lingkup lokasi pemasangan Grounding pada Cf Silo

Indarung VI

1.4 Tujuan

1. Menentukan kebutuhan bangunan akan sistem grounding penangkal petir.

2. Menentukan rencana pemasangan untuk sistem grounding bangunan

3. Menganalisis tahanan pentanahan yang terdapat di lokasi bangunan

CF silo pada proyek Indarung VI PT. Semen Padang.

1.5 Manfaat

1. Dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam merencanakan suatu

sistem penangkal petir pada bangunan.

2. Dapat digunakan sebagai refensi dalam pekerjaan instalasi sistem

penangkal petir pada bangunan.

1
4

3. Menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai perencanaan

sistem penangkal petir pada suatu bangunan

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang akan dilakukan ini ditata sedemikian rupa untuk

mempermudah memahami isi laporan yaitu sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

berisi latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan,

manfaat dan sistematika penulisan

BAB II LANDASAN TEORI

berisi tentang teori-teori pendukung dalam penyusunan laporan tugas

akhir, baik dari makalah, internet, buku-buku referensi lainnya yang

meliputi proses terjadinya petir, karakteristik petir dan tipe maupun bahan

dari konduktor proteksi dan sistem pembumian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

berisi tentang waktu dan lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, dan

alat dan bahan

BAB IV PEMBAHASAN

Berisi pembahasan tentang perencanaan pemasangan Grounding untuk

bangunan CF Silo pada proyek Indarung VI PT.semen padang

BAB V PENUTUP

berisikan kesimpulan yang didapat dari hasil analisis dan evaluasi serta

saran-saran.

1
5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Dasar Pentanahan

Sistem pembumian (grounding system) adalah suatu perangkat instalasi yang

berfungsi untuk melepaskan arus petir ke dalam bumi, salah satu kegunaannya

untuk melepas muatan arus petir. Tingkat kehandalan sebuah grounding ada di

nilai konduktivitas logam terhadap tanah yang ditancapinya. Semakin konduktif

tanah terhadap benda logam, maka semakin baik. Kelayakan grounding harus bisa

mendapatkan nilai tahanan sebaran maksimal 5 ohm (PUIL 2000 : 68) dengan

menggunakan earth ground tester. Namun begitu, untuk daerah yang resistans

jenis tanahnya sangat tinggi, resistans pembumian total seluruh sistem boleh

mencapai 10 ohm (PUIL 2000 : 68).

Sistem pentanahan berfungsi sebagai sarana mengalirkan arus petir yang

dapat menyebar ke segala arah ke dalam tanah. Hal yang perlu diperhatikan dalam

perancangan sistem pentanahan adalah tidak menimbulkan bahaya tegangan

langkah dan tegangan sentuh. Kriteria yang dituju dalam pembuatan sistem

pentanahan adalah bukan rendahnya harga tahanan tanah, akan tetapi dapat

dihindarinya bahaya.

Karakteristik tanah merupakan salah satu faktor yang mutlak diketahui karena

mempunyai kaitan erat dengan perencanaan dan sistem pembumian yang akan

digunakan. Pada suatu lokasi tertentu sering dijumpai beberapa jenis tanah yang

mempunyai tahanan jenis yang berbeda-beda


6

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tahanan jenis tanah antara lain;

pengaruh temperatur, gradien tegangan, besarnya arus, kandungan air, dan

pengaruh kandungan kimia. Pada sistem pembumian yang tidak mungkin atau

tidak perlu ditanam lebih dalam sehingga mencapai tanah yang konstan, variasi

tahanan jenis tanah sangat besar. Kadangkala pada penanaman elektroda

memungkinkan kelembaban dan temperatur bervariasi, untuk hal ini harga

tahanan jenis tanah harus diambil dari keadaan yang paling buruk, yaitu tanah

kering dan dingin.

A. Standar Dan Referensi

Penyalur Petir& Grounding :

Standard Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir.

(SPUIPP)

Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004)

Standar IEC 62305.

PER02/MEN/1989 : Tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir

PUIL 2011

542.1.4 (3.18.1.4) Persyaratan untuk susunan pembumian dimaksudkan

untuk memberikan hubungan ke bumi:

- Yang handal dan sesuai untuk persyaratan proteksi instalasi

- Yang dapat menghantarkan arus gangguan ini dan aruskonduktor

proteksi

ke bumitanpa bahaya dari stress thermal. thermomekanis dan elektro

mekanis serta dari kejut listrik yang timbul dari arus ini

- Jika relevan, yang juga sesuai untuk persyaratan fungsional


7

PUIL 2011

Jika beberapa elektrode diperlukan untuk memperoleh resistans

pembumian yang rendah, jarak antara electrode tersebut minimum harus dua kali

panjangnya. Jika electrode tersebut tidak bekerja efektif pada seluruh pabjangnya ,

maka jarak minimum antara elektrode harus dua kali panjang efektifnya.

IEC 62305

Untuk kawat penghantar penyalur petir tidak boleh lebih kecil dari

30mm, dan untuk penghantar yang berada di tempat yang bisa diakses

oleh manusia, harus dilindungi dengan konduit PVC yang ditempelkan

dengan kuat ke dinding/struktur menggunakan baut tahan karat.

Maksimum Tahanan Tanah

A. Maksimum Tahanan Tanah total untuk Sistem Penyalur Petir : 1 Ohm.

B. Maksimum Tahanan Tanah untuk Sistem Elektrik : 2 Ohm.

C. Maksimum Tahanan Tanah untuk Sistem Instrumen : 2 Ohm.

B. Tujuan Pentanahan Suatu Sistem Tenaga Listrik Secara Umum Adalah:

1. Mencegah timbulnya busur tanah akibat dari arus gangguan yang

besar (>5 A)

2. Memberikan perlindungan terhadap bahaya listrik bagi pemanfaatan

listrik dan lingkungan

3. Memproteksi peralatan
8

4. Mendapatkan keandalan penyaluran pada system baik dari segi

kualitas, keandalan ataupun kontinuitas penyaluran tenaga listrik

dengan kontrol noise termasuk transien dari segala sumber.

5. Membatasi kenaikan tegangan fasa yang tidak terganggu (sehat)

2.1.1 Aspek yang Memengaruhi Sistem Pentanahan (Grounding System)

Untuk mencapai nilai tahanan sebaran tersebut, tidak semua area bisa

terpenuhi karena ada beberapa aspek yang memengaruhinya, yaitu:

1. Kadar air; bila air tanah dangkal/penghujan, maka nilai tahanan

sebaran mudah didapatkan sebab sela-sela tanah mengandung cukup

air bahkan berlebih, sehingga konduktivitas tanah akan semakin baik.

2. Mineral/garam; kandungan mineral tanah sangat memengaruhi

tahanan sebaran/resistans karena: semakin berlogam dan bermineral

tinggi, maka tanah semakin mudah menghantarkan listrik. Daerah

pantai kebanyakan memenuhi ciri khas kandungan mineral dan garam

tinggi, sehingga tanah sekitar pantai akan jauh lebih mudah untuk

mendapatkan tahanan tanah yang rendah.

3. Derajat keasaman; semakin asam (PH rendah atau PH<7) tanah, maka

arus listrik semakin mudah dihantarkan. Begitu pula sebaliknya,

semakin basa (PH tinggi atau PH >7) tanah, maka arus listrik sulit

dihantarkan. Ciri tanah dengan PH tinggi: biasanya berwarna terang,

misalnya Bukit Kapur.

4. Tekstur tanah; untuk daerah yang bertekstur pasir dan berpori

(porous) akan sulit untuk mendapatkan tahanan sebaran yang baik


9

karena jenis tanah seperti ini: air dan mineral akan mudah hanyut dan

tanah mudah kering.

Tabel 1. Tahanan Jenis Tanah

Jenis Tanah Tanah liat & Pasir Kerikil Pasir dan kerikil Tanah

Tanah rawa tanah ladang basah basah kering berbatu

Tahanan

jenis 30 100 200 500 1000 3000

(Ωm)

2.1.2 Berbagai Bentuk Sistem Alat Pentanahan (Grounding System)

Sistem pembumian dapat dibuat dalam 4 bentuk, di antaranya:

1. Single Grounding Rod

Grounding system yang hanya terdiri atas satu buah titik penancapan batang

(rod) pelepas arus atau ground rod di dalam tanah dengan kedalaman tertentu

(misalnya 6 meter). Untuk daerah yang memiliki karakteristik tanah yang

konduktif, biasanya mudah untuk didapatkan tahanan sebaran tanah di bawah 5

ohm dengan satu buah ground rod.


10

Gambar 1. Single Grounding Rod

2. Paralel Grounding Rod

Jika sistem single grounding rod masih mendapatkan hasil kurang baik (nilai

tahanan sebaran >5 ohm), maka perlu ditambahkan ground rod ke dalam tanah

yang jarak antar batang minimal 2 meter dan dihubungkan dengan kabel BC/BCC.

Penambahan ground rod dapat juga ditanam mendatar dengan kedalaman tertentu,

bisa mengelilingi bangunan membentuk cincin atau cakar ayam. Kedua teknik ini
11

bisa diterapkan secara bersamaan dengan acuan tahanan sebaran/resistans kurang

dari 5 ohm setelah pengukuran dengan earth ground tester.

Gambar 2. Paralel Grounding Rod


12

3. Multi Grounding System

Gambar 3. Multi Grounding System

Bila didapati kondisi tanah yang sebagai berikut:

1. kering atau air tanah dalam

2. kandungan logam sedikit

3. basa (berkapur)

4. pasir dan berpori (porous).


13

maka penggunaan 2 cara sebelumnya akan sulit dan besar kemungkinan gagal

untuk mendapatkan resistans kecil. Maka dari itu, teknis yang digunakan adalah

dengan cara penggantian tanah dengan tanah yang mempunyai sifat menyimpan

air atau tanah yang kandungan mineral garam dapat menghantar listrik dengan

baik. Ground rod ditancapkan pada daerah titik logam dan di kisaran kabel

penghubung antar ground rod-nya. Tanah humus, tanah dari kotoran ternak, dan

tanah liat sawah cukup memenuhi standar hantar tanah yang baik.

4. Grounding Plate (Grid)

Grounding system yang terdiri dari sebuah plat sebagai pelepas arus pada

kedalaman tertentu dengan cara pemasangan nya pada posisi vertical dan

horizontal.

2.1.3 Alat Dan Material Grounding

1. Alat Ukur Resistansi / Earth Tester Ground

Alat ukur ini digunakan untuk mengetahui hasil dari resistansi atau

tahanan grounding system pada daerah sekitar lokasi bangunan.

2. Ground Rod Drilling Head

Alat ini berfungsi membantu mempercepat pembuatan grounding penangkal petir,

dengan cara memasang di bagian bawah Copper Rod atau Ground Rod yang akan

di masukkan ke dalam tanah, sehingga Copper Rod atau Ground Rod tersebut

ketika didorong kedalam tanah akan cepat masuk karena bagian ujung alat ini
14

runcing. Selain itu, alat ini juga dapat menghindari kerusakan Copper Rod ketika

di pukul kedalam tanah.

3. Ground Rod Drive Head

Alat ini dipasang dibagian atas Copper Rod atau Ground Rod dan berfungsi

untuk menghindari kerusakan Copper Rod atau Ground Rod bagian atas yang

akan di masukkan ke dalam tanah, karena disaat Copper Rod didorong ke dalam

tanah dengan cara di pukul, alat pemukul tersebut tidak mengenai Copper Rod

akan tetapi mengenai alat ini.

4. Bentonit

Dalam aplikasi grounding sistem atau pembumian, bentonit dipergunakan

untuk membantu menurunkan nilai resistansi atau tahanan tanah. Bentonit

digunakan saat pembuatan grounding jika sudah tidak ada cara lain untuk

menurunkan nilai resistansi. Pada umumnya para kontraktor cenderung memiling

menggunakan cara pararel grounding atau maksimum grounding untuk

menurunkan resistansi.

5. Ground Rod Coupler

Alat ini digunakan ketika kita akan menyambung beberapa segmen copper

rod atau ground rod yang dimasukkan kedalam tanah sehingga copper rod atau

ground rod yang masuk kedalam tanah akan lebih panjang, misalnya ketika kita

akan membuat grounding penangkal petir sedalam 12 meter dengan menggunakan


15

copper rod, maka alat ini sangat diperlukan karena copper rod yang umumnya ada

dipasaran paling panjang hanya 4 meter.

6. Kabel BC 70mm

Kabel BC (kabel tembaga telanjang) terbuat dari beberapa kawat tembaga

yang dianyam. Kabel BC paling banyak dipakai untuk membangun sistem

penangkal petir dan sistem grounding. Kabel BC ini biasanya untuk ditanam di

dalam tanah untuk membangun sistem grounding, atau dipakai sebagai down

conductor untuk menghubungkan air terminal dengan sistem grounding. Di

pasaran tersedia kabel BC dari ukuran penampang 6mm2 s/d 500mm2.

7. Elektroda Batang (Rod)

Elektroda batang yaitu elektroda dari pipa atau besi baja profil yang

dipancangkan ke dalam tanah. Elektroda ini merupakan elektroda yang pertama

kali digunakan dan teori-teori berawal dari elektroda jenis ini. Secara teknis,

elektroda jenis ini mudah pemasangannya dan tidak memerlukan lahan yang luas.

Elektroda batang biasanya ditanam dengan kedalaman yang cukup dalam.

8. Elektroda Plat (GRID)

Elektroda plat merupakan elektroda dari bahan pelat logam (utuh atau

berlubang) atau dari kawat kasa. Pada umumnya elektroda ini ditanam cukup

dalam. Elektroda ini digunakan apabila diinginkan tahanan pentanahan yang kecil

dan yang sulit diperoleh dengan menggunakan jenis-jenis elektroda yang lain
16

9. Skun Kabel

Hydraulic crimping tool digunakan untuk mengcrimping cable lugs ( skun

kabel) CU maupun AL.

10. Cadweld

Cadweld adalah alat untuk menghubungkan antara grounding rod dengan

kabel grounding atau kabel BC. Penyambungan dengan menggunakan cadweld

adalah dengan sistim pengelasan . Setiap penyambungan harus menggunakan

bubuk mesiu standar, karena pemakaian bubuk mesiu akan memepengaruhi

kekuatan sambungannya.

2.1.4 Variabel yang Memengaruhi Sistem Pentanahan (Grounding System)

Ada beberapa variabel yang dapat memengaruhi performa grounding

system pada jaringan listrik. Salah satu yang menjadi acuan, yaitu NEC code

(1987, 250-83-3), mensyaratkan panjang elektroda grounding system minimum

2,5 meter (8 kaki) dihubungkan dengan tanah. Ada empat variabel yang

memengaruhi tahanan grounding system. Adapun empat variabel tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Panjang/Kedalaman Elektroda

Satu cara yang sangat efektif untuk menurunkan tahanan tanah adalah

memperdalam elektroda. Tanah tidak tetap tahanannya dan tidak dapat diprediksi.

Maka dari itu, ketika memasang elektroda, elektroda berada di bawah garis beku

(frosting line). Ini dilakukan sehingga tahanan tanah tidak akan dipengaruhi oleh
17

pembekuan tanah di sekitarnya. Secara umum, menggandakan panjang elektroda

bisa mengurangi tingkat tahanan 40%. Ada kejadian-kejadian di mana secara fisik

tidak mungkin dilakukan pendalaman batang elektroda di daerah-daerah yang

terdiri atas batu, granit, dan sebagainya. Dalam keadaan demikian, metode

alternatif yang dapat digunakan adalah grounding cement.

2. Diameter Elektroda

Menambah diameter elektroda berpengaruh sangat kecil dalam

menurunkan tahanan. Misalnya, bila diameter elektroda digandakan, maka

tahanan grounding system hanya menurun sebesar 10%.

3. Jumlah Elektroda

Dalam suatu system yang mempengaruhi pembumian, cara lain yang

biasanya menurunkan tahanan tanah adalah dengan menggunakan banyak

elektroda. Dalam desain ini, lebih dari satu batang elektroda yang akan

dimasukkan ke dalam tanah dan dihubungkan secara paralel untuk mendapatkan

tahanan tanah yang lebih rendah. Agar penambahan elektroda bisa berjala efektif,

jarak antara batang tambahan dengan yang lainya setidaknya harus sama

dalamnya dengan batang yang akan atau telah ditanam. Tanpa dengan adanya

pengaturan jarak elektroda yang tepat pada pengaturan ini, bidang pengaruhnya

akan berpotongan dan tahanan tidak akan menurun. Untuk membantu perencana

dalam memasang batang grounding system yang akan memenuhi kebutuhan

tahanan tertentu, maka dari itu dapat menggunakan tabel tahanan grounding

system di bawah ini.


18

Tabel 2. Tahanan Sistem Pembumian (GroundingSystem)

Tabel di atas hanya dapat digunakan sebagai pedoman karena tanah memiliki

lapisan dan jarang yang sama (homogen). Maka dari itu, nilai tahanan akan sangat

berbeda-beda.

4. Desain

Grounding system sederhana terdiri atas satu elektroda yang dimasukkan ke

dalam tanah. Penggunaan satu elektroda adalah hal yang umum dilakukan dalam

pembuatan grounding system dan bisa ditemukan di luar rumah atau tempat usaha

perorangan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.


19

Gambar 4. Desain Sistem Pembumian

Ada pula grounding system kompleks terdiri atas banyak batang pentanahan

yang terhubung, jaringan bertautan atau kisi-kisi, plat tanah, dan loop tanah.

Sistem-sistem ini dipasang secara khusus di substasiun pembangkit listrik, kantor

pusat, dan tempat-tempat menara seluler. Jaringan kompleks meningkatkan secara

dramatis jumlah kontak dengan tanah sekitarnya dan menurunkan tahanan tanah.

2.2 Pemilihan Material Tambahan

Pada perencanaan kali ini penulis menggunakan pemakaian material

tambahan untuk menurunkan nilai resistansi tahanan tanah dan mengatasi

masalah akan korosi pada elektroda,materianya yaitu:


20

1. Arang Batok

digunakan untuk menurunkan nilai resistansi tanah dan melindungi elektroda

dari masalah korosi. Material ini hanya digunakan pada perencanaan grounding

plate yaitu dengan menaburi arang batok setebal 150 mm disekitar plat.

2. Bentonite

digunakan juga untuk menurunkan resistansi tanah dan melembabkan tanah .

1. Untuk perencanaan grounding rod (batang), bentonit ditaburi di sekitar

elektroda setebal 100 mm.

2. Utuk perencanaan grounding grid (plat), bentonit ditaburi diatas arang

batok setebal 100 mm.

2.3 Elektroda Pentanahan

Elektroda pentanahan ialah penghantar yang ditanam dalam bumi dan

membuat kontak langsung dengan bumi.

2.3.1 Jenis-jenis Elektroda Pentanahan

A. Elektroda pita

Elektroda pita ialah elektroda yang dibuat dari penghantar berbentuk pita

atau berpenampang bulat, atau penghantar pilin yang pada umumnya ditanam

secara dangkal. Elektroda ini dapat ditanam sebagai pita lurus, radial, melingkar,

jala-jala atau kombinasi dari bentuk tersebut, yang ditanam sejajar permukaan

tanah dengan dalam antara 0,5-1,0 m.

Dan diadapat rumus tahanan pentanahan elektroda pita sebagai berikut:


21

.............................................................................. (1)

Dimana :

R = Tahanan pentanahan untuk batang tunggal ( ohm )

⍴ = Tahanan jenis tanah ( Ohm-meter )

L = Panjang elektroda ( meter )

d = Diameter elektroda ( meter )

Gambar 5. Elektroda Pita

B. Elektroda batang

Elektroda batang ialah elektroda dari pipa besi, baja profil, atau batang

logam lainnya yang dipancangkan ke dalam tanah. Panjang elektroda yang harus

digunakan disesuaikan dengan tahanan pentanahan yang diperlukan.

1. Satu Batang Elektroda Yang ditanam Tegak Lurus Ke Dalam Tanah

Elektroda batang merupakan bahan penghantar yang membawa muatan

listrik yang terdistribusi atau menyebar di sekitar elektroda batang. Menurut Proff.

H.B. Dwight dari Massachutes Technologie Institude, satu buah elektroda tegak

dipasang tegak lurus seperti terlihat dalam gambar 10.


22

Gambar 6. Satu Elektroda Batang Ditanam Tegak Lurus

Tahanan pentanahannya dapat dihitung sebagai berikut:

................................................................... (2)

Dengan :

R = Tahanan pentanahan untuk batang tunggal ( ohm )

= Panjang elektroda batang (meter)

= Diameter elektroda batang (meter)

= Tahanan jenis tanah (Ohm meter)

2. Dua Batang Elektroda yang ditanam Tegak Lurus ke Dalam Tanah

Jika dua batang elektroda batang ditanam sejajar didalam tanah dengan

jarak antar elektroda = s, maka tahanan pentanahan dapat dihitung melalui

persamaan 3 dan 4 dibawah ini:

a. Untuk s > L

.......................... (3)

b. Untuk s < L

..................... (4)
23

Dengan :

R = Tahanan pentanahan untuk batang tunggal ( ohm )

= Panjang elektroda batang (meter)

= Diameter elektroda batang (meter)

= Tahanan jenis tanah (Ohm meter)

s = Jarak Antar Elektroda (meter)

Gambar 7. Dua Elektroda ditanam Sejajar Dalam Tanah

3. Beberapa Batang Elektroda Yang Ditanam Tegak Lurus ke Dalam Tanah

Jika susunan batang-batang elektroda yang ditanam tegak lurus ke dalam

tanah dalam jumlah yang lebih banyak, maka tahanan pentanahan akan semakin

kecil dan distribusi tegangan pada permukaan tanah akan lebih merata.

Nilai tahanan pentanahan untuk beberapa batang elektroda yang ditanam

tegak lurus ke dalam tanah dimana elektroda menembus lapisan tanah paling

bawah/kedua, dihitung dengan mengikuti persamaan berikut:

............................................................................................... (5)

Dengan:
24

.................................................................................. (6)

.......................................................................... (7)

.......................................................... (8)

.............................................................................................. (9)

.............................................................................................. (10)

...................................................................................... (11)

Gambar 8. Beberapa Elektroda Batang Ditanam Tegak Lurus Dalam Tanah

C. Elektroda pelat

Elektroda pelat ialah elektroda dari bahan logam utuh atau berlubang. Pada

umumnya elektroda pelat ditanam secara dalam tegak lurus terhadap tanah,

dengan tepi atasnya sekurang-kurangnya satu meter dibawah pemukaan tanah.


25

Luas pelat yang harus digunakan tergantung pada tahanan pentanahan yang

diperlukan. Pada umumnya selembar pelat ukuran 1 m 0,5 m. Kalau digunakan

beberapa pelat yang dihubungkan paralel untuk memperoleh tahanan pentanahan

yang lebih rendah maka jarak antara pelat ini sekurang-kurangnya 3 m.Untuk

mencapai tahanan pentanahan yang sama, elektroda pelat memerlukan lebih

banyak bahan dibandingkan dengan elektroda pita atau elektroda batang.

Bentuk elektroda pelat biasanya empat persegí atau empat persegi panjang

yang tebuat dari tembaga, timah atau pelat baja yang ditanam didalam tanah. Cara

penanaman biasanya secara vertical, sebab dengan menanam secara horizontal

hasilnya tidak berbeda jauh dengan vertical. Penanaman secara vertical adalah

lebih praktis dan ekonomis.

.............................................................. (12)

Dimana :

R = Tahanan pentanahan pelat ( ohm )

⍴ = Tahanan jenis tanah ( ohm-meter )

L = Panjang elektroda pelat ( meter )

b = Lebar pelat ( meter )

t = Kedalaman pelat tertanam dari permukaan tanah ( meter )


26

Tabel 3. Resistansi Pentanahan

Pelat vertikal

dengan sisi atas 1 m


Pita Batang
Jenis dibawah permukaan

Elektroda Tanah

Panjang (m) Ukuran (m2)

10 25 50 100 1 2 3 5 0,5 1 1 1

Resistansi

Pentanahan
20 10 5 3 70 40 30 20 35 25

D. Kombinasi GRID Dan ROD

Sistem pengetanahan kombinasi grid dan rod merupakan gabungan dari

grounding rod dengan grounding grid, persamaannya sebagai berikut :

R1xR 2  R12 2
Rg  ................................................................................... (13)
R1  R 2  2R12

g  2 L L 
R1   ln  K1  K 2 ................................................................... (14)
L  h' A 

p  8l 2
R2   ln
2nl  d 2
 l 
 1  2 K1
 A
  
n  1  ............................................... (15)

p  2 L  L  
R12   ln  K1   K 2  1 ......................................................... (16)
L  l  A 
27

Dimana :

Rg = Tahanan pengetanahan (ohm) d1 = Diameter konduktor grid

(meter)

R1 = Tahanan grid (ohm) d2 = Diameter konduktor rod

(meter)

R2 = Tahanan rod (ohm) A = Luas daerah/ areal grid (m2)

K1 = 1,37 K2 = 5,7

R12 = Hasil dari pengetanahan grid dan rod (ohm)

g = Tahanan jenis tanah pada grid (ohm-meter)

p = Tahanan jenis tanah pada rod (ohm-meter)

L = Panjang konduktor grid yang digunakan (meter)

l = Panjang konduktor rod (meter)

h = Kedalaman pemasangan grid (meter)

h.' hd1

2.3.2 Pemasangan dan Susunan Elektroda Pentanahan

Untuk memilih macam elektroda bumi yang akan dipakai harus diperhatikan

terlebih dahulu kondisi setempat, sifat tanahdan resistansi pembumian lapiyang

diperkenankan. Permukaan elektroda bumi harus berhubungan baik dengan tanah

sekitarnya. Batu dan kerikil yang langsung mengenai elektroda bumi

memperbesar resistansi pembumian.


28

Jika keadaan tanah mengizinkan, elektroda pita harus ditanam sedalam 0,5

sampai 1 meter. Pengaruh kelembaban tanah terhadap tahanan pembumian agar

diperhatikan. Panjang elektroda bumi agar disesuaikan dengan tahanan

pembumian yang dibutuhkan. Tahanan pembumian elektroda pita sebagian besar

tergantung pada panjang elektroda tersebut dan sedikit tergantung pada luas

penampangnya.

Elektroda batang dimasukkan tegak lurus ke dalam tanah dan panjangnya

disesuaikan dengan tahanan pembumian yang diperlukan. Jika beberapa elektroda

diperlukan untuk memperoleh tahanan pembumian yang rendah, jarak antara

elektroda tersebut minimum harus dua kali panjangnya.

Jika elektroda tersebut tidak bekerja efektif pada seluruh panjangnya, maka

jarak minimum antara elektroda harus dua kali panjang efektifnya.

Elektroda pelat ditanam tegak lurus dalam tanah, ukurannya disesuaikan

dengan tahanan pembumian yang diperlukan. Sisi atas pelat harus terletak

minimum 1 m di bawah permukaan tanah. Jika diperlukan beberapa pelat logam

untuk memperoleh tahanan pembumian yang lebih rendah, maka jarak antara pelat

logam jika dipasang paralel minimum 3 m.

Bentuk elektroda pelat biasanya empat perseguí atau empat persegi panjang

yang tebuat dari tembaga, timah atau pelat baja yang ditanam didalam tanah. Cara

penanaman biasanya secara vertical, sebab dengan menanam secara horizontal

hasilnya tidak berbeda jauh dengan vertical. Penanaman secara vertical adalah

lebih praktis dan ekonomis.


29

Tabel 4. Ukuran Minimum Elektroda Pentanahan

Bahan Baja Digalvanisasi


Baja Berlapis
No Jenis Dengan Proses Tembaga
Tembaga
Elektroda Pemanasan

Pita baja 100 mm2 Pita tembaga 50

setebal minimum 3 mm2 tebal

Elektroda mm2 minimum 2 mm2


2
1. 50 mm
pita Penghantar pilin 95 Penghantar pilin 35

mm2 (bukan kawat mm2 (bukan kawat

halus) halus)

Pipa baja 25 mm

Baja profil (mm)


Baja berdiameter
L 65 65 7
Elektroda 15 mm dilapisi
2. U 6,5
batang tembaga setebal
T6 50 3
2,5 mm
Batang profil lain

yang setaraf

Pelat besi tebal 3 Pelat tembaga


Elektroda
3. mm luas 0,5 m2 tebal 2 mm luas 0,5
pelat
sampai 1 m2 m2 sampai 1 m2
30

2.4 Faktor Penyebab Tegangan Permukaan Tanah

1. Pengaruh Uap Lembab Dalam Tanah

Kandungan uap lembab dalam tanah merupakan faktor penentu nilai tegangan

tanah. Variasi dari perubahan uap lembab akan membuat perbedaan yang

menonjol dalam efektifitas hubungan elektroda pentanahan dengan tanah. Hal ini

jelas telihat pada kandungan uap lembab di bawah 20%. Nilai di atas 20%

resistivitas tanah tidak banyak terpengaruh, tetapi di bawah 20% resistivitas tanah

meningkat drastis dengan penurunan kandungan uap lembab. Berkaitan dengan

kandungan uap lembab, tes bidang menunjukkan bahwa dengan lapisan

permukaan tanah 10 kali akan lebih baik ditahan oleh batas dasar

Elektroda yang dipasang dengan dasar batu biasanya memberikan kualitas

pentanahan yang baik, hal ini disebabkan dasar-dasar batu sering tidak dapat

tembus air dan menyimpan uap lembab sehingga memberikan kandungan uap

lembab yang tinggi.

2. Pengaruh Tahanan Jenis Tanah

Tahanan tanah merupakan kunci utama yang menentukan tahanan elektroda

dan pada kedalaman berapa elektroda harus ditanam agar diperoleh tahanan yang

rendah. Tahanan tanah bervariasi di berbagai tempat dan cenderung berubah

menurut cuaca. Tahanan tanah ditentukan juga oleh kandungan elektrolit di

dalamnya, kandungan air, mineralmineral dan garam-garam. Tanah yang kering

biasanya mempunyai tahanan yang tinggi, namun demikian tanah yang basah juga
31

dapat mempunyai tahanan yang tinggi apabila tidak mengandunggaram-garam

yang dapat larut. Tahanan tanah berkaitan langsung dengan kandungan air dan

suhu, dengan demikian dapat diasumsikan bahwa tahanan suatu sistem.

Pentanahan akan berubah sesuai dengan perubahan iklim setiap tahunnya.

Untuk memperoleh kestabilan resistansi pentanahan, elektroda pentanahan

dipasang pada kedalaman optimal mencapai tingkat kandungan air yang tetap.

4. Pengaruh Temperatur

Temperatur akan berpengaruh langsung terhadap resistivitas tanah dengan

demikian akan berpengaruh juga terhadap performa tegangan permukaan tanah.

Pada musim dingin struktur fisik tanah menjadi sangat keras, dan tanah membeku

pada kedalaman tertentu.

Air di dalam tanah membeku pada suhu di bawah 00C dan hal ini

menyebabkan peningkatan yang besar dalam koefisien temperatur resistivitas

tanah. Koefisien ini negatif, dan pada saat temperature menurun, resistivitas naik

dan resistansi hubung tanah tinggi.

Pengaruh temperatur terhadap resistivitas tanah dijelaskan dalam tabel 5

sebagai berikut:
32

Tabel 5. Efek temperature Terhadap Resistivitas Tanah

No Temperature (oC) Relativitas (ohm)

1 -5 70.000

2 0 30.000

3 0 10.000

4 10 8000

5 20 7000

6 30 6000

7 40 5000

8 50 4000

4. Perubahan Resistivitas Tanah

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa resistivitas tanah sangat

tergantung dengan material pendukung tanah, temperatur dan kelembaban. Daerah

dengan struktur tanah berpasir, berbatu dan cenderung berstruktur tanah padas

mempunyai resistivitas yang tinggi.

Disinyalir kondisi tanah yang demikian diakibatkan kerusakan yang terjadi di

permukaan tanah, berkurangnya tumbuhan-tumbuhan yang dapat mengikat air

mengakibatkan kondisi tanah tandus dan berkurang kelembabannya.


33

5. Korosi

Komponen sistem pentanahan dipasang di atas dan di bawah permukaan

tanah, keduanya menghadapi karakteristik lingkungan yang berlainan. Bagian

yang berada di atas permukaan tanah, asap dan partikel debu dari proses industri

serta partikel terlarut yang terkadung dalam air hujan akan mengakibatkan korosi

pada konduktor. Bagian di bawah tanah, kondisi tanah basah yang mengandung

materi alamiah, bahanbahan kimia yang terkontaminasi didalamnya juga dapat

mengakibatkan korosi.Secara umum terdapat dua penyebab terjadinya korosi

yaitu:

A. Korosi Bimetal (Bimetallic Corrosion)

Penyambungan logam yang tidak sejenis dan terdapat cairan konduktiv

listrik ringan adalah situasi yang sangat banyak terjadi di bawah tanah.

Logam yang mempunyai sifat lebih rentan akan lebih cepat mengalami

korosi. Pada Tabel 3 memperlihatkan klasifikasi logam berdasarkan daya

tahan terhadap korosi. Jika logam terletak pada tanah dengan kandungan

elektrolit tinggi, logam dengan daya tahan lebih tinggi bersifat katodik

sedangkan logam yang lebih rentan bersifat anodik. Logam yang bersifat

anodik akan terkorosi.Metode untuk mencegah terjadinya korosi galvanis

dengan menerapkan aturan daerah (areasrule). Area logam anodik

(khususnya untuk baja) dibagi dengan area logam katodik (khusus untuk

tembaga). Perbandingan antara anodik dan katodik menurun, resiko

kecepatan korosi naik dengan tajam.


34

B. Korosi Kimia (Chemical Corrosion)

Berdasarkan skala pH, kondisi tanah dapat dibedakan menjadi kondisi

asam, basadannetral. Korosi kimia akan terjadi pada tanah asam ataupun

basa. Kecepatankorosiakan dipengaruhi oleh daya tahan logam, jika logam

bersifat rentan maka akan lebih cepat terkorosi. Sebagai pedoman, material

yang beradadi sekeliling elektroda sebaiknya relatif netral.

2.5 Usaha Menurunkan Tegangan Permukaan Tanah

2.5.1 Perlakuan Kimiawi Tanah

Metode konvensional untuk menurunkan tegangan permukaan tanah yang

bernilai tinggi adalah dengan menurunkan tahanan jenis tanah. Beberapa zat aditif

yang ditambahkan di dalam tanah terbukti mampu menurunkan tahanan jenis

tanah dan secara langsung akan menurunkan tegangan permukaan tanah.

Beberapa jenis garam yang secara alamiah terkandung di dalam tanah cenderung

bersifat konduktif dan menurunkan tahanan jenis tanahnya.

Penambahan aditif harus diperhitungkan cermat karena beberapa aditif pada

dosis tertentu cenderung bersifat korosif yang sangat dihindari dalam sistem

pentanahan. Buku-buku pentanahan kuno (1930-an), menyatakan bahwa tahanan

elektroda dapat turun sampai dengan 90 % dengan perlakuan kimia. Bahan bahan

yang digunakan adalah sodium klorid (garam), magnesium sulfat (garam Inggris),

tembaga sulfat, sodium karbonat (soda api), dan kalsium klorid. Bahan-bahan ini
35

Disebar disekitar elektroda melalui sebuah lubang di sekeliling elektroda.

Resitivitas yang dihasilkan dapat turun 0,2 Ohm-m dengan menambahkan soda

api dan 0,1 Ohm-m dengan penambahan garam dapur. Bahan-bahan terbaru yang

digunakan untuk menurunkan tahanan jenistanah antara lain sebagai berikut:

1. Bentonite

Bentonite adalah bahan alami berupa tanah liat berwarna coklat muda

sewarna minyak zaitun dengan tingkat keasaman rendah, mempunyai pH 10,5.

Bentonite mampu menyerap air disekitarnya lima kali berat bentonite sendiri dan

menahannya. Dimensinya dapat mengembang ke volume keringnya.

Nama kimia bentonite adalah sodium montmorillonite. Dalam kondisi tak

jenuh zat ini mampu menyerap kelembaban tanah sekitar dan hal ini yang

menjadikan bentonite digunakan. Zat ini mempunyai resistivitas rendah sekitar 5

Ohm dan bersifat non korosif. Bentonite berkarakter tiksotropik, berbentuk gel

dan tidak mudah bereaksi sehingga sebaiknya disimpan dalam tempat tertutup.

Bentonite biasa digunakan sebagai bahan pengisi untuk driven rod dalam, zat

ini cenderung menempel kuat pada rod tersebut. Kondisi tanah yang sangat kering

dengan periode yang cukup panjang akan mengakibatkan bentonite pecah dengan

sedikit kontak elektroda terhadapnya. Aplikasi bentonite di Inggris tidak terjadi

hal yang demikian karena kondisi tanah yang sangat kering jarang terjadi.
36

2. Marcionite

Marcionite adalah bahan yang bersifat konduktif dengan kandungan kristal

karbon yang cukup tinggi pada fase normalnya, dan juga mengandung belerang

dan klorida dengan konsentrasi rendah. Seperti halnya bentonite, marcionite akan

bereaksi korosif terhadap logam tertentu, dan memiliki tahanan jenis rendah.

Logam yang digunakan sebaiknya dilapisi bitumen atau cat bitumastik

sebelum dihubungkan dengan marcionite. Aluminium, lapisan timah dan baja

galvanis sebaiknya jangan dipasang pada marcionite. Marconite dapat

mempertahankan kelembabannya dalam kondisi lingkungan sangat kering

sehingga kelemahan bentonite dapat ditutup oleh marcionite. Marcionite juga

digunakan sebagai bahan anti statik pada lantai dan tabir elektromagnetik.

Marcionite terdaftar dalam merek dagang Marconi Communication System

United.

3. Gypsum

Adakalanya kalsium sulfat (gypsum) digunakan sebagai bahan uruk, baik

dalam fase sendiri maupun dicampur dengan bentonite atau dengan tanah alami

berasal dari daerah tersebut. Gypsum mempunyai kelarutan yang rendah sehingga

tidak mudah dihilangkan, tahanan jenisnya rendah berkisar 5-10 Ohm-m pada

kondisi jenuh. Dengan pH berkisar 6,2-6,9, gypsum cenderung bersifat netral.

Gypsum tidak mengkorosi tembaga, meski kadang kandungan ringan SO3

jadi masalah pada struktur dasar dan fondasi. Zat ini tidak mahal dan biasanya
37

dicampur dengan tanah urukan sekitar elektroda. Diklaim zat ini membantu

mempertahankan tahanan yang rendah dengan periode waktu yang relatif lama,

pada daerah dengan kandungan garam disekitarnya dilarutkan oleh aliran air

(hujan) Resistivitas tanah yang tinggi disinyalir sebagai sebab utama tingginya

tahanan tanah.

4. Arang kayu

Perlakuan kimiawi terhadap tanah dirasa cocok dan murah diterapkan sebagai

solusi pemecahan terhadap tingginya tahanan tanah. Metode tersebut dilakukan

dengan memberikan bahan urukan (backfill material),yang digunakan adalah

arang kayu untuk menurunkan resitivitas tanah. Arang kayu dimasukkan dalam

lubang yang dibuat di sekitar driven ground dengan dimensi diameter 1 m dan

kedalaman 3 m.

Abu stasiun pembangkit dan arang digunakan karena kandungan karbon yang

tinggi cenderung bersifat kondusif. Namun demikian bahan ini mengandung

oksida karbon, titanium, potassium, sodium, magnesium atau kalsium bercampur

dengan silika dan karbon. Pada kondisi basah, beberapa zat tersebut tidak dapat

dielakkan bereaksi dengan tembaga dan baja menyebabkan korosi. Dengan

demikian penggunaan arang kayu sebagai back fill material perlu dievaluasi

kembali atau mungkin perlunya lapisan pelindung pada elektroda seperti bitumen

ditambahkan.
38

Gambar 9. Perawatan Kimiawi Elektroda Pentanahan dengan arang kayu

2.5.2 Perawatan rutin

Perawatan dilakukan untuk mempertahankan kondisi optimal kinerja sistem

pentanahan dilakukan rutin setiap 1 tahun/6 bulan untuk memantau kondisi fisik

saluran transmisi berikut sistem pentanahannya. Tahanan pentanahan diukur

dengan metode yang telah dijelaskan sebelumnya. Kerusakan yang terjadi pada

sistem pentanahan biasanya diakibatkan sambungan kendur atau korosi antar

bagian elektroda. Perbaikan dilakukan dengan mengencangkan kembali baut-baut

sambungan dan membersihkan bagian elektroda dari korosi.

Telah diketahui bahwa logam, khususnya besi dan baja bila ditanam dalam

tanah maka akan terjadi pengaratan (korosif). Tahanan jenis tanah yang rendah

menunjukan kandungan larutan garam dan air yang tinggi. Tanah dengan daya
39

hantar tinggi maka akan tinggi pula daya korosinya. Keadaan tanah dapat

diklasifikasikan dalam 4 kategori mengacu pada tahanan tanah dan daya

korosinya.

Tabel 6. Tahanan Jenis Tanah Dan Daya Korosinya

Nomor Tahanan Jenis Tanah (ohm meter) Korosi

1 0-25 Tinggi

2 25-50 Menengah

3 50-100 Rendah

4 >100 Sangat Rendah

Suatu kajian yang pernah dilakukan menunjukan bahwa korosi menyebabkan

logam berkurang sekitar 0,06 mm per tahun. Pemeliharaan terhadap daya korosi

yang tinggi dapat dilakukan dengan cara menabur batu kecil-kecil didaerah

pentanahan agar terjadi kenaikan tahanan jenis tanah sehingga daya korosi akan

berkurang.

2.6 Bahaya Yang Timbul Akibat Gangguan Tanah

Arus gangguan tanah menyebabkan adanya beda tegangan beda tegangan di

permukaan tanah. Hal ini sangat membahayakan manusia yang sedang

beradadisekitarnya. Arus gangguan dapat mengalir ke tubuh. Batas-batas arus

tersebut di bagi menjadi:


40

1. Arus Mulai Terasa Atau Persepsi (Perception Current)

Berdasarkan Electrical Testing Laboratory NewYork 1933, besar arus

persepsi untuk laki-laki 1,1 mA dan perempuan 0,7 mA.

2. Arus Mempengaruhi Otot (Let-Go Current)

Arus pada kasus ini nilainya lebih besar dari arus persepsi. arus ini besarnya

berkisar 2 sampai 15 mA.

Berdasarkan penelitian di University of California Medical School, ditetapkan

batas arus maksimal dimana orang masih dapat dengan segera melepaskan

konduktor bila terkena arus listrik, untuk laki-laki sebesar 9 mA dan perempuan

sebesar 6 mA.

3. Arus Mengakibatkan Pingsan Atau Mati Atau Fibrilasi (Fibrillating

Current)

Arus pada kasus ini nilainya lebih besar dari arus yang mempengaruhi otot.

arus ini biasanya yang besarnya berkisar 20 sampai 100 mA.

Arus reaksi (reaction current) adalah arus terkecil yang dapat menyebabkan

orang menjadi terkejut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan DR. Hans Prinz

batasan-batasan arus tersebut disajikan dalam table berikut :


41

Tabel 7. Batasan-Batasan Arus Dan Pengaruhnya Pada Manusia

Besar arus Pengaruh

0 – 0,9 mA Tidak menimbulkan reaksi apa-apa

0,9 – 1,2 mA Terasa ada arus listrik tapi tidak menimbulkan kejang atau kehilangan kontrol

1,2 – 1,6 mA Mulai merasa seakan akan ada yang merayap di tangan

1,6 – 6,0 mA Tangan sampai ke siku merasa kesemutan

6,0 – 8,0 mA Tangan mulai kaku, rasa kesemutan mulai bertambah

13 – 15 mA penghantar masih dapat dilepaskan dengan gaya yang sangat besar

15 – 20 mA Otot tidak sanggup lagi melepaskan penghantar

20 – 50 mA Mengakibatkan kerusakan pada tubuh

50 – 100 mA Batas arus yang dapat menyebabkan kematian

2.7 Fenomena Petir

Petir adalah kilatan listrik di udara disertai bunyi gemuruh karena bertemunya

awan yg bermuatan listrik positif (+) dan negatif (–).

2.7.1 Mekanisme Terbentuknya Petir

Kilat atau halilintar ialah suatu gejala listrik di atmosfir. Gejala ini timbul

kalau banyak terjadi kondensasi dari uap air dan ada arus udara naik yang kuat.

Kondensasi akan menimbulkan titik-titik air dan titik-titik air ini akan terbawa

oleh arus udara naik sehingga itik-titik yang kecil akan naik lebih cepat dari pada
42

yang besar. Jadi akan menimbulkan awan yang bermuatan listrik. Kalau

muatannya terus bertambah lama-kelamaan kuat medan antara awan dan bumi

akan menjadi sedemikian besar hingga terjadi pelepasan muatan terhadap bumi.

Mekanisme terjadinya petir dapat dijelaskan sebagai berikut (gambar 10).

Pertama adalah karena gradien tegangan antara awan dan bumi cukup besar,

sehingga terjadi pelepasan muatan awan dengan arah ke bumi, disebut sambaran

mula (initial leader) yang terdiri dari pita pandu (pilot streamer) dan lompatan

mula (stopped leader) seperti dapat terlihat pada (gambar 10 a dan b). Sambaran

mula berlangsung terus hingga hampir mencapai bumi.

Selanjutnya proses ini akan diikuti oleh sambaran balik (return stroke) yang

melepaskan muatan-muatan negatif ke bumi (gambar 10.c). Setelah pusat muatan

selesai melakukan sambaran, maka terjadilah pembentukan streamer (pita atau

kanal muatan listrik) antar pusat-pusat muatan diawan (gambar 10.d). Selanjutnya

terjadilah pelepasan muatan antara dua pusat muatan yang mengakibatkan

sambaran langsung ke bumi melalui jalur sambaran pertama (gambar 10.e), proses

ini juga diikuti oleh sambaran balik ke awan (gambar 10.f). Sambaran langsung ke

bumi ini terjadi berulang-ulang sampai terjadi keseimbangan muatan antara

muatan awan dan bumi.


43

Gambar 10. Proses Pembentukan Sambaran Petir

2.7.2 Bahaya Sambaran Petir

Halilintar akan selalu mencari jalan yang paling mudah ke tanah, misalnya

lewat lapisan-lapisan udara yang lembab dan terionisasi. Bangunan-bangunan

tinggi, cerobong asap, menara dan pohon-pohon tinggi paling besar kemungkinan

terkena sambaran petir.

Sambaran petir memiliki kemampuan merusak yang sangat hebat dan

merugikan bagi objek-objek di bumi antara lain:

1. Beban termal (terjadi panas pada bagian-bagian yang dialiri oleh arus

petir).

2. Beban mekanis karena timbulnya gaya elektrodinamis sebagai akibat

tingginya puncak arus.

3. Beban gerak mekanis karena Guntur.

4. Beban tegangan lebih karena adanya induksi dan pergeseran-pergeseran

potensial di dalam bangunan.


44

A. Kerusakan Akibat Sambaran Langsung

Kerusakan ini langsung mudah diketahui sebabnya, karena jelas petir

menyambar sebuah gedung dan sekaligus peralatan listrik atau elektronik yang

ada di dalamnya ikut rusak dan kemungkinan besar akan mengakibatkan

kebakaran gedung.

B. Kerusakan Akibat Sambaran Tidak Langsung

Kerusakan ini sulit diidentifikasi dengan jelas karena petir yang menyambar

pada satu titik lokasi sehingga hantaran induksi melalui aliran listrik atau kebel

listrik, telekomunikasi, pipa air minum dan peralatan besi lainnya bisa mencapai 1

km dari tempat sambaran petir terjadi. Sehingga tanpa disadari dengan tiba-tiba

peralatan komputer, pemancar televisi, radio, ataupun peralatan elektonik yang

sensitif lainnya rusak/terbakar.

C. Bahaya Loncatan Bunga Api Dari Konduktor Pentanahan

Apabila bangunan tersambar petir maka arus petir mengalir menuju tanah

melalui konduktor pentanahan. Bila arus petir ini cukup besar maka potensial

terhadap tanah pada konduktor pentanahan tidak bisa mencapai harga yang tinggi

karena tahanan pentanahan diusahan sekecil mungkin (<5 Ohm). Potensial yang

tinggi bisa menimbulkan loncatan bunga api yang tinggi pada bagian metal yang

berhubungan dengan tanah disekitar konduktor tersebut. Loncatan bunga api yang

timbul bisa membahayakan manusia dan bisa menimbulkan ledakan ataupun

kebakaran. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjauhkan bagian-bagian yang

metal dari konduktor pentanahan.


45

Perkiraan jarak minimal yang diperlukan untuk mengisolasi bagian-bagian

metal tersebut terhadap konduktor pentanahan supaya tidak terjadi loncatan bunga

api dapat dihitung dalam persamaan (17).

........................................................................ (17)

dimana:

= jarak aman minimum (m)

= tahanan dari seluruh sistem pentanahan (Ohm)

= tinggi bangunan

= jumlah konduktor pentanahan

2.8 Faktor-Faktor Untuk Frekuensi Sambaran Petir Yang Dibolehkan Pada

Bangunan Gedung

Frekuensi sambaran petir yang dibolehkan ( ) harus diperkirakan melalui

analisis risiko kerusakan dengan memperhitungkan faktor yang cocok sebagai

berikut:

1. Jenis bangunan.

2. Keberadaan bahan mudah terbakar dan mudah meledak.

3. Langkah tindakan yang mendukung untuk mengurangi konsekuensi

akibat petir.

4. Jumlah manusia yang diperhatikan dengan adanya kerusakan.

5. Jenis dan kepentingan pelayanan terhadap masyarakat yang menjadi

perhatian.
46

6. Nilai dari harta benda yang diderita karena kerusakan.

7. Faktor lainnya tergantung pada klasifikasi bangunan gedung.

2.9 Frekuensi Sambaran Petir Langsung

Frekuensi sambaran petir langsung ( ) dapat dihitung dengan perkalian

kepadatan kilat ke bumi pertahun ( ) dan luas daerah perlindungan efektif pada

gedung ( ) dengan persamaan berikut:.

....................................................................... (18)

Kerapatan sambaran petir ke tanah dipengaruhi oleh hari guruh rata-rata

pertahun di daerah tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh hubungan sebagai berikut:

........................................................................ (19)

Sedangkan besar area cakupan ekuivalen dari bangunan gedung ( ) dapat

dihitung sebagai berikut:

..................................................... (20)
Maka dengan ketiga persamaan diatas, nilai dapat dicari dengan persamaan

berikut:

........................... (21)

dimana:

= Panjang atap gedung (m)

= Lebar atap gedung (m)

= Tinggi gedung (m)

= Hari guruh pertahun


47

= Kerapatan sambaran petir ke tanah (sambaran/Km2/tahun)

= Area cakupan ekivalen dari bangunan gedung (m2)

= frekuensi sambaran petir (per-tahun)

Area cakupan ekivalen dari bangunan gedung adalah area permukaan

tanah yang dianggap sebagai bangunan gedung yang mempunyai frekuensi

sambaran petir langsung tahunan.

Gambar 11. Area Cakupan Ekivalen Bangunan Gedung Di Daerah Datar

Gambar 12. Area Cakupan Ekivalen Bangunan Gedung di Daerah Berbukit


48

2.10 Besarnya Kebutuhan Bangunan Akan Sistem Penangkal Petir

Suatu instalasi penangkal petir harus dapat melindungi semua bagian dari

suatu bangunan, termasuk manusia dan peralatan yang ada didalamnya terhadap

bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir.

Berikut ini adalah cara penentuan besarnya kebutuhan bangunan akan

proteksi petir menggunakan standar Peraturan Umum Instalasi Penyalur Petir

(PUIPP), dan Standar SNI 03-7015-2004.

2.10.1 Berdasarkan PUIPP

Besarnya kebutuhan tersebut ditentukan berdasarkan penjumlahan indeks-

indeks tertentu yang mewakili keadaan bangunan di suatu lokasi dan dituliskan

sebagai persamaan berikut:

............................................................. (22)
Dimana:

: = Perkiraan bahaya petir

= Penggunaan dan isi bangunan

= Konstruksi bangunan

= Tinggi bangunan

= Situasi bangunan

= Pengaruh kilat
49

Tabel 8. Indeks A: Bahaya Berdasarkan Penggunaan Dan Isi

Penggunaan dan Isi Indeks A

Bangunan biasa yang tidak perlu diamankan baik bangunan dan isinya -10

Bangunan dan isinya jarang dipergunakan, misalnya di tengah sawah atau


0
ladang, menara atau tiang dari metal

Bangunan yang berisi peralatan sehari-hari atau tempat tinggal, misalnya


1
rumah tinggal, industri kecil atau stasiun kereta

Bangunan dan isinya cukup penting, misalnya menara air, toko barang-
2
barang berharga, gedung pemerintahan

Bangunan yang berisi banyak sekali orang, misalnya bioskop, tempat


3
ibadah, monumen sejarah yang sangat penting

Museum, art gallery, pusat telepon, hanggar, terminal dan menara kontrol 4
lapangan udara, pusat pembangkit tenaga listrik, industri-industri penting

Instalasi gas, minyak atau bensin dan rumah sakit 5

Bangunan yang mudah meledak dan dapat menimbulkan bahaya yang tidak
15
terkendali bagi sekitarnya, misalnya instalasi nuklir.
50

Tabel 9. Indeks B: Bahaya Berdasarkan Konstruksi Bangunan

Konstruksi Bangunan Indeks B

Seluruh bangunan terbuat dari logam dan mudah menyalurkan


0
listrik

Bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau rangka besi


1
dengan atap logam

Bangunan dengan konstruksi beton bertulang, kerangka besi


2
dan atap bukan logam

Bangunan kayu dengan atap bukan logam 3

Tabel 10. Indeks C: Bahaya Berdasarkan Tinggi Bangunan

Tinggi Bangunan (m) Indeks C

6 0

12 2

17 3

25 4

35 5

50 6

70 7

100 8

140 9

200 10
51

Tabel 11. Indeks D: Bahaya Berdasarkan Situasi Bangunan

Situasi Bangunan Indeks D

Di tanah datar pada semua ketinggian 0

Di kaki bukit sampai ¾ tinggi bukit atau di pegunungan


1
sampai 1000 meter

Di puncak gunung atau pegunungan yang lebih dari 1000


2
meter

Tabel 12. Indeks E: Bahaya Berdasarkan Pengaruh Kilat/Hari Guruh

Hari Guruh per Tahun Indeks E

2 0

4 1

6 2

8 3

16 4

32 5

64 6

128 7

256 8
52

Dengan memperhatikan di tempat yang hendak dicari tingkat risikonya

dan kemudian menjumlahkan angka dari data- data yang didapat sesuai

pengukuran yang dilakukan secara teliti kemudian mencocokan hasilnya

berdasrkan dari ketentuan indeks-indeks tersebut maka nantinya bisa diperoleh

suatu perkiraan bahaya yang ditanggung bangunan yang direncanakan dan juga

mengetahui tingkat pengamanan yang harus diterapkan.

Tabel 13. Perkiraan Bahaya Sambaran Petir Berdasarkan PUIPP

R Perkiraan Bahaya Pengamanan

Dibawah 11 Diabaikan Tidak perlu

11 Kecil Tidak perlu

12 Sedang Dianjurkan
Sama

dengan 13 Agak besar Dianjurkan

14 Besar Sangat dianjurkan

Lebih dari
Sangat besar Sangat perlu
14

2.10.2 Berdasarkan Standar SNI 03-7015-2004

Pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk suatu sistem penangkal petir

didasarkan pada frekuensi sambaran petir langsung setempat ( ) yang

diperkirakan ke struktur yang diproteksi dan frekuensi sambaran petir tahunan

setempat ( ) yang diperbolehkan. Kerapatan kilat petir ke tanah atau kerapatan

sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan di daerah tempat suatu struktur berada

dinyatakan dalam persamaan (19), dimana adalah jumlah hari guruh rata-rata
53

per tahun di daerah tempat struktur yang akan diproteksi. Untuk mengetahui

tentang frekuensi dari sambaran petir langsung ( ) per tahun dinyatakan dalam

persamaan (21).

Seperti terdapat pada persamaan (20) dimana adalah area cakupan dari

struktur (m2) yaitu daerah permukaan tanah yang dianggap sebagai struktur yang

mempunyai frekuensi sambaran langsung tahunan. Daerah sekitarnya yang

diproteksi adalah daerah si sekitar struktur sejauh 3 dimana adalah tinggi

struktur yang diproteksi. Pengambilan keputusan perlu atau tidaknya untuk

memasang suatu sistem penangkal petir pada bangunan berdasarkan perhitungan

dan dilakukan seperti sebagai berikut:

- Jika tidak perlu sistem penangkal petir

- Jika diperlukan sistem penangkal petir dengan efesiensi:

.............................................................................. (23)

Tabel 14. Efisiensi Sistem Proteksi Petir (SPP)

Tingkat Proteksi Efisiensi SPP (E)

I 0,98

II 0,95

III 0,9

IV 0,8
54

2.11 Penangkal Petir

Penangkal petir ditemukan oleh ilmuwan Benjamin Franklin sekitar tahun

1752. Benjamin Franklin memepelajari persamaan antara listrik dan petir.

Akhirnya dia menemukan bahwa petir adalah pelepasan muatan listrik. Kemudian

dia mulai memikirkan bagaimana cara memberikan perlindungan terhadap bahaya

petir bagi orang dan bangunan. Penangkal petir yang dikenal pada saat itu disebut

franklin rod. Saat ini dikenal dengan penangkal petir konvensional.

2.12 Jenis-jenis Penangkal Petir

2.12.1 Penangkal Petir Konvensional

Teknik penangkal petir yang sederhana dan pertama kali dikenal

menggunakan prinsip yang pertama, yaitu dengan membentuk semacam tameng

atau perisai konduktor yang akan mengambil alih sambaran petir. Penangkal petir

semacam ini biasanya disebut groundwires (kawat tanah) pada jaringan hantaran

udara, sedangkan pada bangunan-bangunan dan perlindungan terhadap struktur,

Benjamin Franklin memperkenalkannya dengan sebutan lightning rod. Istilah ini

tetap digunakan sampai sekarang di Amerika. Di Inggris dan beberapa Negara di

Eropa menggunakan istilah lightning conductor sedangkan di Rusia disebut

lightning mast. Contoh konstruksi penangkal petir konvensional ditunjukkan pada

gambar 13.
55

Gambar 13. Konstruksi Penangkal Petir Konvensional

A. Franklin Rod

Pengamanan bangunan terhadap sambaran kilat dengan menggunakan sistem

penangkal petir Franklin merupakan cara yang banyak digunakan karena hasilnya

dianggap memuaskan, terutama untuk bangunan-bangunan dengan bentuk

tertentu, seperti menara, gereja, dan bangunan-bangunan lain yang beratap

runcing.

daerah perlindungan berupa kerucut tembaga dengan daerah perlindungan

berupa kerucut imajiner dengan sudut puncak 112o. Agar perlindungan besar,

maka penangkal petir ini dipasang pada pipa besi dengan tinggi 1-3 meter.

Franklin Rod dapat dilihat berupa tiang-tiang di bubungan atap bangunan. Sistem

yang digunakan untuk mengetahui area proteksi dari penyalur petir ini adalah

dengan menggunakan sistem sudut proteksi.

B. Sangkar Faraday

Untuk mengatasi kelemahan Franklin Rod karena adanya daerah yang

tidak terlindungi dan daerah perlindungan melemah bila jarak makin jauh dari

Franklin Rod maka dibuat sistem Sangkar Faraday. Sangkar Faraday mempunyai
56

sistem dan sifat seperti Franklin Rod, tapi pemasangannya diseluruh permukaan

atap bangunan dengan tinggi tiang yang lebih rendah.

2.12.2 Penangkal Petir Elektrostatis

Penangkal petir elektrostatis merupakan pengembangan terhadap penagkal

petir konvensional (lighting conductor). Prinsipnya sama, yaitu sebagai tameng

atau perisai yang mengambil alih sambaran petir. Perbedaannya terletak pada

bagaimana cara mengalihkan sambaran petir tersebut. Contoh konstruksi

penangkal petir elektrostatis diperlihatkan dalam gambar 14.

Untuk menentukan luas daerah proteksi dari penangkal petir digunakan rumus

dibawah ini.

.......................................................................... (24)

Gambar 14. Konstruksi Penangkal Petir Elektrostatis


57

2.13 Rancangan Sistem Terminasi Udara

Untuk menentukan penempatan terminasi udara dan untuk mengetahui daerah

proteksi. Metode yang digunakan untuk menganalisis daerah proteksi adalah

dengan menggunakan metode sudut proteksi, bola bergulir, dan metode jala.

Dalam sistem proteksi petir pada bangunan gedung tidak memberikan kriteria

untuk pemilihan sistem terminasi udara karena dianggap batang, kawat rentang,

dan konduktor jala adalah sama. Dipertimbangkan bahwa:

1. Tinggi batang terminasi udara sebaiknya antara 2-3 meter untuk

mencegah peningkatan frekuensi sambaran langsung.

2. Rentangan kawat dapat digunakan dalam semua kasus sebelumnya

dan untuk bentuk bangunan yang rendah (a/b > 4, dimana a; panjang

bangunan, b; lebar bangunan).

3. Sistem terminasi udara terdiri dari jala konduktor untuk keperluan

umum.

2.13.1 Metode Sudut Proteksi

Daerah yang diproteksi adalah daerah yang berada di dalam kerucut dengan

sudut proteksi sesuai dengan tabel 8. Pada metode ini, terminasi udara dipasang

pada setiap bagian struktur bangunan yang dilindungi yang tidak tercakup pada

daerah proteksi yang dibentuk. Nilai sudut yang terbentuk sebagai daerah proteksi

adalah bergantung dari ketinggian terminasi udara (rod/mast) dari daerah yang

diproteksi.

.................................................................. (25)
58

Konduktor terminasi udara sebaiknya ditempatkan sedemikian sehingga

semua bagian bangunan gedung yang diproteksi berada disebelah dalam

permukaan selubung yang dihasilkan oleh proyeksi titik-titik dari konduktor

terminasi udara ke bidang referensi, dengan sudut ke garis vertikal dalam

semua arah. Rancangan terminasi udara menggunakan metode sudut proteksi ini

dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

15

Gambar 15. Perancangan Terminasi Udara Menurut Metoda Sudut Proteksi


59

2.13.2 Metode Bola Bergulir

Metode bola bergulir baik digunakan pada bangunan yang bentuknya rumit.

Dengan metode ini seolah-olah ada suatu bola dengan radius R yang bergulir di

atas tanah, sekeliling struktur dan di atas struktur ke segala arah hingga bertemu

dengan tanah atau struktur yang berhubungan dengan permukaan bumi yang

mampu bekerja sebagai penghantar. Titik sentuh bola bergulir pada struktur

adalah titik yang dapat disambar petir dan pada titik tersebut harus diproteksi oleh

konduktor terminasi udara. Semua petir yang berjarak R dari ujung penangkap

petir akan mempunyai kesempatan yang sama untuk menyambar bangunan.

Besarnya R berhubungan dengan besar arus petir dan dinyatakan sebagai:

.................................................................................. (26)
Bila ada arus petir yang lebih kecil dari tersebut mengenai bangunan, bangunan

masih bisa tahan. Bila arus petir lebih besar dari tersebut, akan ditangkap oleh

penangkal petir.

Gambar 16. Cara Menentukan Bola Bergulir


60

2.13.3 Metode Jala

Metode ini digunakan untuk keperluan perlindungan permukaan yang datar

karena bisa melindungi seluruh permukaan bangunan. Daerah yang diproteksi

adalah keseluruhan daerah yang ada di dalam, jala-jala. Ukuran jala sesuai tingkat

proteksi yang dipilih tersebut dapat dilihat dalam tabel 15.

Tabel 15. Penempatan Terminasi Udara Berdasarkan Tingkat Proteksi

Tinggi h (m) 20 30 45 60 Lebar Mata Jala

Proteksi
R (m) ao ao ao ao (m)

I 20 25 * * * 5

II 30 35 25 * * 10

III 45 45 35 25 * 15

IV 60 55 45 35 25 20

* Hanya menggunakan bola bergulir dan jala dalam kasus ini

Gambar 17. Penempatan Terminasi Udara Berdasarkan Tingkat Proteksi


61

2.14 Konduktor Penyalur Arus Petir (Down Conductor)

Down Conductor berfungsi sebagai penyalur arus petir yang mengenai

penangkal petir dan diteruskan ke pentanahan. Pemilihan jumlah dan posisi

konduktor penyalur sebaiknya memperhitungkan kenyataan bahwa jika arus petir

dibagi dalam beberapa konduktor penyalur, resiko loncatan dan gangguan

elektromagnetik di dalam gedung berkurang. Luas penampang konduktor

penyalur petir dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 16. Dimensi Minimum Untuk Bahan SPP

Terminasi Konduktor
Tingkat Terminasi Bumi
Bahan Udara Penyalur
Proteksi
(mm2) (mm2) (mm2)

Cu 35 16 50

I sampai IV Al 70 25 -

Fe 50 50 80
62

BAB III

METODOLOGI

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan ke area bangunan CF silo yang akan di bangun yaitu di

proyek Indarung VI PT.Semen Padang, Jalan Indarung Raya Padang

3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung ke lokasi dan

wawancara tanya jawab ke pihak perencana pembangunan.

3.2.1 Keadaan Lokasi

Diperoleh data rencana bangunan CF silo ini yaitu dengan konstruksi

bangunan beton bertulang dengan kerangka besi dan atap logam. Bangunan

tersebut nantinya akan digunakan sebagai tempat penyimpanan produk sebelum di

kirim ke proses pembakaran di Kiln, atau di sebut dengan bahan Raw Mix. Raw

Mill dan CF Silo disupply oleh tegangan 380 V AC 3 fase melalui equipment

distribusi daya dan dikontrol menggunakan sistem PLC. bangunan ini mempunyai

elevasi yang tinggi dengan struktur beton dan baja konkrit.

3.2.2 Ukuran Bangunan

Dari data yang diperoleh setelan penilitian dan pengumpulan data ke lokasi

bangunan CF silo di proyek Indarung VI PT. Semen Padang, diperoleh data dari

bangunan CF silo tersebut dengan tinggi 79 meter dan ukuran diameter bangunan

35 meter.
63

35 meter

79 meter

Gambar 18. Ukuran Bangunan CF silo

3.2.3 Posisi Bangunan CF Silo

Bangunan CF silo yang akan dibangun di lokasi proyek indarung vi

posisinya akan bersampingan dengan bangunan Raw Mill indarung VI, dan

berseberangan jalan dengan CF Silo dan Raw Mill Indarung V (seperti terlihat

pada lampiran)

3.2.4 Penangkal Petir

Jenis penangkal petir yang sesuai dengan standar pada perencanaan ini

penulis menggunakan penangkal petir dengan merek kurn. Penangkal petir yang

dengan merek Kurn adalah penangkal petir buatan Indonesia yang telah lulus

laboratorium LMK/PLN. Penangkal petir ini ialah jenis penangkal petir

elektrostatis.
64

Gambar 19. Penangkal Petir

Radius daerah proteksi penangkal petir Kurn yang terdapat pada brosur

alat dinyatakan dalam tabel 17 (seperti terdapat pada lampiran ).


65

Tabel 17. Radius Proteksi Kurn Lightning Protection

No. Tinggi (m) Radius Proteksi (m)

1. 3 68

2. 5 70

3. 10 75

4. 15 80

5. 20 85

6. 40 85

3.2.5 Alat Pengukuran Tahanan Pentanahan

Merek : Kyoritsu

Jenis : Digital Earth Resistance Tester 4105A

Batas Ukur : kemampuan mengukur sampai dengan 1999 Ohm

Gambar 20. Skema Gambar Earth Tester

Keterangan gambar:

1. LCD penampil alat ukur

2. Simbol baterai dalam keadaan lemah

3. LED indikator

4. Tombol uji untuk mengunci

5. Batas ukur

6. Terminal pengukuran
66

Tabel 18. Komponen Pengukuran Tahanan Pentanahan

No. Alat Ukuran Jumlah Satuan


1. Eart Tester - 1 Unit

2. Meteran 0-100 m 1 Unit

3. Palu 1 kg 1 Unit
4. Elektroda Batang Diameter 1,5 cm 1 Unit

Pengukuran tahanan tanah yang dilakukan adalah dengan metode satu batang

elektroda yang ditanam tegak lurus kedalam tanah. Gambar rangkaian pengukuran

tahanan pentanahan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 21. Skema Pengukuran Tahanan Pentanahan

3.2.6 Data Pengukuran Tahanan Tanah

Adapun hasil data pengukuran yang dilakukan di lokasi tempat dibangunnya

bangunan CF silo dengan kedalamam penanaman elektroda batang yaitu 0,5 m

1. untuk pengukuran tahanan tanah pada lokasi yang akan dipasang grounding

dengan menggunakan elektroda plat (GRID) didapat 2 hasil pengukuran

pada 2 perencanaan tempat pemasangan = 0,18 Ohm

2. Untuk pengukuran tahanan tanah pada lokasi yang akan dipasang

grounding dengan menggunakan elektroda batang didapat 4 hasil

pengukuran pada 4 perencanaan tempat pemasangan sebesar = 0,02 Ω ,

0,85 Ω,0,80 Ω, 0,02 Ω


67

Tabel 19. Hasil Pengukuran Tahanan Pentanahan

Jarak Elektroda
Tahanan Pentanahan (Ω)
Bantu (m)
0,5 m
Tanah Grounding Plate Tanah Grounding Rod
5
0,18 Ω , 0,18 Ω 0,02 Ω, 0,85 Ω, 0,80 Ω, 0,03 Ω

3.2.7 Ukuran Kedalaman Elektroda

Ukuran kedalaman elektroda pada perencanaan pemasangan ini yaitu :

1. Untuk elektroda batang dengan kedalaman 5 meter, dengan 3,5 meter dari

permukaan tanah ke pangkal elektroda dan 1,5 meter panjang dari

pangkal ke ujung elektroda (*terlampir).

2. Untuk elektroda plat dengan kedalaman 5 meter dari permukaan tanah,

dengan pemasangan plat pada posisi horizontal (*terlampir).

3.3 Maksimum Tahanan Tanah

Untuk maksimum pentanahan yang akan dicapai seperti dibawah ini :

A. Maksimum Tahanan Tanah total untuk Sistem Penyalur Petir : 1 Ohm.

B. Maksimum Tahanan Tanah untuk Sistem Elektrik : 2 Ohm.

C. Maksimum Tahanan Tanah untuk Sistem Instrumen : 2 Ohm.

3.4 Teknik Analisis Data

1. Menentukan kebutuhan bangunan akan sistem penangkal petir.

2. Menentukan jumlah dan tata letak penangkal petir.

3. Pemilihan penangkal petir.

4. Menentukan luas penghantar penangkal petir.

5. Menghitung tahanan jenis tanah yang didapat dari hasil pengukuran

tahanan pentanahan.

6. Membuat rencana anggaran biaya


68

3.5 Flowchart
Mulai

Indeks
bangunan,hari
guruh

Menentukan Tingkat
Bahaya Petir (Berdasarkan
Tabel)

Bahaya
tidak ya

Hitungtahanan
pentanahan bangunan

Data Pengukuran
Tahanan Pentanahan
yang akan dipasang

Mengitung Tahanan Jenis


Tanah Dan analisis

Menentukan jenis elektroda


yang akan digunakan dan
tata letaknya

Membuat teknis dan


pelaksanaan perencanaan
grounding

Membuat RAB

selesai Selesai

Gambar 22. Flowchart Diagram Alur Pekerjaan


69

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi

CF Silo adalah tempat penyimpanan produk sebelum di kirim ke proses

pembakaran di Kiln, atau di sebut dengan bahan Raw Mix. Raw Mill dan CF Silo

disupply oleh tegangan 380 V AC 3 fase melalui equipment distribusi daya dan

dikontrol menggunakan sistem PLC. Bangunan CF silo ini mempunyai elevasi

yang tinggi dengan struktur beton dan baja konkrit. Raw Mill adalah equipment

yang digunakan untuk proses awal pembuatan semen, yang berfungsi untuk

menghancurkan raw material menjadi butiran kecil.

Untuk menjamin kehandalan supply daya, kehandalan sistem kontrol serta

perlindungan terhadap bahaya sambaran petir pada manusia, sistem kelistrikan

dan bangunan, maka perlu dipasang sistem grounding elektrik, instrumen dan

penyalur petir pada bangunan Raw Mill dan CF Silo.

4.2 Tingkat Proteksi Bangunan

Untuk merencanakan instalasi penangkal petir, maka terlebih dahulu

ditentukan tingkat proteksi pada bangunan. Adapun caranya yaitu dengan

menentukan kebutuhan bangunan akan penangkal petir.

4.2.1 Penentuan Kebutuhan Bangunan Akan Penangkal Petir Berdasarkan

PUIPP

Berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir di Indonesia

besarnya keperluan pemasangan sistem penangkal petir terhadap sambaran petir


70

pada suatu bangunan ditentukan dengan menjumlahkan indeks-indeks yang

mewakili keadaan dilokasi struktur tersebut berada.

Maka untuk bangunan tersebut diperoleh indeks-indeks sebagai berikut:

1. Indeks A, penggunaan dan isi (seperti terdapat pada tabel 8)

Perencanaan bangunan CF silo merupakan bangunan industri-industri

penting dengan nilai indeks = 4.

2. Indeks B, konstruksi bangunan (seperti terdapat pada tabel 9)

Bangunan ini termasuk Bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau

rangka besi dengan atap logam. Nilai indeks = 1.

3. Indeks C, tinggi Bangunan (seperti terdapat pada table 10)

Bangunan ini memiliki tinggi mencapai 79 meter. Nilai Indeks = 8

4. Indeks D, situasi bangunan (seperti terdapat pada tabel 11)

Gedung ini berada ditanah datar pada semua ketinggian dengan

nilai indeks = 0.

5. Indeks E, pengaruh kilat (seperti terdapat pada tabel 12)

Berdasarkan banyaknya hari guruh pertahun hingga mencapai 182,5 hari

pertahun, maka nilai untuk indeks E = 8.

Jumlah seluruh nilai indeks di atas sesuai dengan persamaan (22) diperoleh nilai

=A+B+C+D+E

R = 21

Maka perkiraan bahaya sambaran petir (seperti terdapat pada tabel 13) adalah

sangat besar dan pengamanan sambaran petir terhadap gedung sangat perlu.
71

4.2.2 Penentuan Kebutuhan Bangunan Akan Penangkal Petir Berdasarkan

SNI 03-7015-2004

Daerah proteksi ( ) untuk bangunan CF silo di indarung VI PT.Semen

Padang merupakan bangunan yang berbentuk tabung lingkaran yang mempunyai

ukuran diameter 35 m dan tinggi 79 m dapat diselesaikan dengan persamaan (20),

yaitu: π r2 + 6. h (π + r2) + 9πh2

3,14 . 17,52 + 6 . 79 (3,14 + 17,52) + 9. 792

203.781,48 m2

Kerapatan kilat petir ke tanah atau kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata

tahunan ( ) di daerah tempat bangunan berada berdasarkan persamaan (19)

adalah:

/km2/tahun

Frekuensi sambaran petir langsung setempat ( ) yang diperkirakan ke

struktur yang diproteksi berdasarkan persamaan (18) adalah:

26,83 x 203.781,48 x 10-6

5,467 / tahun

Frekuensi sambaran petir tahunan yang diperbolehkan ( ) diketahui

bermilai 10-1/tahun. Karena nilai frekuensi sambaran petir langsung lebih besar

maka diperlukan suatu proteksi petir dengan efisiensi dengan persamaan (23)

sebesar: 1–

1 – 0,1/5,467

= 0,982

Dengan demikian nilai efesiensi yang didapat sebesar 0,982


72

4.3 Pemilihan Penangkal Petir

Tingginya penangkal petir yang dipasang di suatu bangunan sangat

berpengaruh kepada radius proteksinya, semakin tinggi pemasangan penangkal

petir maka semakin luas daerah yang terproteksi.

Untuk menjamin kehandalan supply daya, kehandalan sistem kontrol serta

perlindungan terhadap bahaya sambaran petir pada manusia, sistem kelistrikan

dan bangunan, maka perlu dipasang sistem grounding elektrik, instrumen dan

penyalur petir pada bangunan CF Silo.

Dari tabel 17 didapat penangkal petir dengan tinggi pemasangannya 3 meter

di atas bangunan mempunyai R= 21. Luas daerah yang terproteksi oleh penangkal

petir ini dapat diselesaikan dari persamaan (24) adalah:

Dari hasil perhitungan diatas bahwasannya dengan memakai penangkal petir

ini keseluruhan bangunan sudah terproteksi dari bahaya sambaran petir. Dimana

luas daerah yang terproteksi oleh penangkal petir ini lebih besar

dibandingkan dengan luas daerah yang harus dilindungi ).

4.3.1 Penempatan Penangkal Petir

Untuk bangunan CF silo ini yang mempunyai atap bulat dan datar , sehingga

cocok digunakan pada metode sudut proteksi. Penempatan penangkal petir berada

di puncak gedung.

4.4 Penghantar Penyalur

Luas penghantar penyalur (down conductor) yang digunakan adalah sesuai

dengan standar. Tingkat proteksi tidak mempengaruhi luas penampan


73

penghantar, yang membedakannya adalah jenis bahan yang digunakan. Jenis

bahan yang tahan terhadap korosi adalah tembaga.

Setelah ditentukan jenis bahan yang digunakan selanjutnya adalah

menentukan luas penampang penghantar. Luas penampang penghantar dari jenis

bahan tembaga adalah 50 mm2. (lihat tabel 16)

4.5 Ruang Lingkup Lokasi

4.5.1 Lokasi

Lokasi dari penelitian untuk Grounding Elektrik, Instrumen dan Sistem

Penyalur Petir ini terletak di Raw Mill dan CF Silo yang ada di Lokasi Proyek

Indarung VI area pabrik PT. Semen Padang di jalan indarung raya padang .

Indarung VI
Jalan indarung baru
PT.Semen padang

Jalan semen padang

Jalan indarung raya Sitinjau laut

Jalan raya bandar buat


74

Lokasi Proyek
Indarung VI
Raw Mill
& CF Silo

Lokasi
Pekerjaan
nstalasi Lighting
( lampu ) &
Lightning (
penyalur petir )
Bangunan
WarehouseProy
ek Indarung VI

Jalan Indarung
Pembumian -
PER02/MEN/19
89 :
Pasal
Gambar 23. Lokasi 54
Pekerjaan
(1).
Tahana
4.6 Lingkup Alat Dan Material Yang Digunakan
n
pembu
Pada perencanaan ini perencana memilih menggunakan alat seperti dijelaskan
mian

dibawah ini : dan


seluruh
sistem
1. Alat Ukur Resistansi / Earth Tester Ground
pembu
mian
tidak
boleh
lebih
dari 5
Ohm.
alan Raya
Indarung

Gambar 24. Earth Tester Ground


75

2. Ground Rod Drilling Head

Gambar 25. Ground Rod Drilling Head

3. Ground Rod Drive Head

Gambar 26. Ground Rod Drive Head

4. Bentonite

Gambar 27. Bentonite


76

5. Ground Rod Coupler

Gambar 28. Ground Rod Coupler

6. Kabel BC 70mm

Gambar 29. Kabel BC 70 mm

7. Elektroda Batang (Rod)

Gambar 30. elektroda batang (ROD)


77

8. Elektroda Plat (GRID)

Gambar 31. elektroda plat (GRID)

9. Skun Kabel

Gambar 32. Crimping Tool untuk Cable Lugs ( Kabel Skun)

10. Penghubung Elektroda Dengan Kabel BC (Cadweld)

Gambar 33. Cadweld


78

4.7 Metode Grounding

Pada bangunan CF Silo ini perencana memilih merencanakan grounding

dimana jarak elektroda antara bangunan dan elektroda lainya sejauh 10 meter

dengan metode gambar cincin, seperti terlihat pada gambar dibawah ini :

ROD 0,02 Ω

PLATE 0,18 Ω

ROD 0,85 Ω
ROD 0,02 Ω

PLATE 0,18 Ω

ROD 0,80 Ω

10 m

10 m 10 m

10 m

10 m
10 m

10 m

Gambar 34. Grounding Bangunan Tampak Atas Dengan Metode Cincin


79

4.8 Ukuran Elektroda

1. Untuk grounding rod digunakan elektroda batang dengan ukuran diameter

= 5/8 inchi dan panjang elektroda = 1,5 meter

3,5 m

1,5 m

Gambar 35. Ukuran Elektroda Batang

2. Untuk grounding grid digunakan elektroda plat dengan ukuran panjang dan

lebar = 1000 x 1000 mm, dan diameter = 3 mm

4.9 Lingkup Pekerjaan

4.9.1. Sistem Grounding untuk Penyalur Petir CF Silo

1) Pemasangan Grounding rod sebanyak 4 titik (Titik A, B, C & D)

2) Pengukuran Tahanan Tanah.

3) Penyambungan seluruh 4 Grounding Rod tersebut secara paralel.

4) Pembuatan Bak Kontrol untuk menempatkan bus bar grounding

sebanyak 4 buah.

4.9.2. Sistem Grounding untuk Sistem Elektrik CF Silo

1) Pemasangan Grounding Plate sebanyak 1 titik .


80

2) Pengukuran Tahanan Tanah.

3) Pembuatan Bak Kontrol untuk menempatkan bus bar grounding

sebanyak 1 buah.

4) Penyambungan Grounding Plate ke bus bar grounding menggunakan

bare copper.

4.9.3. Sistem Grounding untuk Sistem Instrumen CF Silo

1. Pemasangan Grounding Plate sebanyak 1 titik

2. Pengukuran Tahanan Tanah.

3. Pembuatan Bak Kontrol untuk menempatkan bus bar grounding

sebanyak 1 buah.

4. Penyambungan Grounding Plate ke bus bar grounding menggunakan

bare copper.

4.10 Teknis Pelaksanaan Pekerjaan Untuk Sistem Grounding CF silo

4.10.1 Sistem Grounding untuk Penyalur Petir

1. Melakukan instalasi grounding rod sebanyak 4 titik pada posisi dan

dengan kedalaman sesuai gambar arangement drawing.

2. Melakukan pengukuran tahanan tanah.

3. Melakukan penyambungan paralel menggunakan kabel grounding

dengan metode Exothermic Welding.

4. Membuat bak kontrol dengan batu bata dan menyambung kabel

grounding ke bus bar grounding di bak kontrol.

5. Memasang tutup bak kontrol dengan plat tebal 5 mm, diberi engsel dan

bisa dikunci menggunakan gembok.


81

4.10.2 Sistem Grounding untuk Sistem Elektrik

1. Melakukan penggalian tanah dengan ukuran 1.250 x 1.250 untuk

instalasi grounding plate sebanyak 1 titik pada posisi dan dengan

kedalaman sesuai gambar arangement drawing.

2. Melakukan penimbunan dengan arang batok, bentonite dan tanah,

kemudian dilakukan pengukuran tahanan tanah.

3. Membuat bak kontrol dengan batu bata dan menyambung kabel

grounding ke bus bar grounding di bak kontrol.

4. Memasang tutup bak kontrol dengan plat tebal 5 mm, diberi engsel dan

bisa dikunci menggunakan gembok.

4.10.3 Sistem Grounding untuk Sistem Instrument

1. Melakukan penggalian tanah dengan ukuran 1.250 x 1.250 untuk

instalasi grounding plate sebanyak 1 titik pada posisi dan dengan

kedalaman sesuai gambar arangement drawing.

2. Melakukan penimbunan dengan arang batok, bentonite dan tanah,

kemudian dilakukan pengukuran tahanan tanah.

3. Membuat bak kontrol dengan batu bata dan menyambung kabel

grounding ke bus bar grounding di bak kontrol.

4. Memasang tutup bak kontrol dengan plat tebal 5 mm, diberi engsel

dan bisa dikunci menggunakan gembok.


82

4.11 Cara Pemasangan Dan Penanaman Grounding

A. Grounding Rod (Batang)

1. Pemilihan Lokasi

1) Melakukan pemilihan lokasi penanaman grounding ROD, setelah itu

merencanakan berapa titik yang akan ditanamkan. Pemasangan

grounding ROD yang makin banyak akan menghasilakan sistim

pentanahan yang paling baik.

2) Memposisikan jarak antar elektroda 10 meter , ditujukan supaya

pembumian menyebar disekitar lokasi. Dan juga untuk menjaga bilamana

salah satu grounding rod sitim pembumiannya tidak bagus maka bisa

dibumikan oleh grounding rod lainnya.

3) memperhatikan bahwa masing masing grounding ROD semua harus

terhubung, Sehingga perlu di atur supaya sistim kabel penghubungnya

mudah dipasangkan.

4) Melakukan pencarian tanah yang mudah ditancapkan. Menghindari

penanaman grounding ROD di daerah tanah berbatu atau berpasir,

disamping penancapannya yang susah , juga kurang bagus untuk

pembumian.

5) Mengusahakan lokasi penempatan grounding ROD tidak terlalu jauh dari

bangunan.

6) Mengusahakan penempatan antara grounding ROD dalam garis lurus,

tidak terlalu banyak berbelok belok.


83

3. Penanaman Grounding ROD

1) melakukan penggalian tanah

2) menancapkan grounding ROD tersebut apakah mudah atau susah

ditancapkan. Jika agak susah , buatkan bentuk lubang dimana grounding

rod akan ditanamkan.

3) Menuangkan air kedalam lubang tersebut hingga penuh

4) Menancapkan grounding rod kedalam lubang tersebut dan tekan secara

pelan pelan hingga beberap centimeter

5) Angkat sedikit grounding rod, dan biarkan air turun kebawah

6) Tekan kembali grounding rod hingga lebih tertancap. Lalu Tuangkan

kembali air ke dalam lubang , lalu ulangi menekan grounding rod.

Sepanjang instalatir tidak menemukan tanah yang keras atau tanah

berbatu , air akan membantu instalatir untuk menggeser lumpur atau pasir

di dalam tancapan hingga grounding rod tertancap sampai habis.

7) Melakukan hal tersebut secara berulang hingga grounding rod tertanam

sampai pada kedalaman 5 meter sesuai perencanaan.

3,5 m

1,5 m

Gambar 36. Rencana Pemasangan Grounding ROD


84

B. Grounding Grid (Plat)

1. Melakukan penggalian tanah dengan ukuran 1250 x 1250 mm dari luas

plat elektroda dengan kedalaman 5m pada tempat yang telah ditentukan,

kemudian tempatkan plat tembaga pada tempat yang telah dibuat.

Gambar 37. Penanaman Elektroda Plat

2. Menyambungkan instalasi grounding pada plat tembaga dengan cara di las

kabel.

3. Mengurung dan menimbun galian plat tembaga dengan menambahkan

arang kayu diatas disekitar elektroda setebal 150 mm, lalu menambahkan

bentonite diatasnya setebal 100 mm.

4. Membuat bak kontrol pada bagian atas urungan dari pasangan bata merah.

Melengkapi Bak kontrol dengan Penutup yang terbuat dari plat beton.

Fungsi bak kontrol untuk memudahkan dalam pengukuran dan perawatan

grounding.

5. Memasang kabel BC 70 mm dari Bak Kontrol ke terminal grounding pada

panel atau bagian dari benda yang akan ditanahkankan.

6. Memasang 2 buah skun tembaga 50 mm pada kabeL BC yang terdapat

dalam Bak Kontrol. Pasang pula 1 buah Skun tembaga 50 mm pada


85

ujung kabel BC yang akan disambungkan ke terminal yang akan

ditanahkan.

Dasar tanah

Kabel Bc 70 m2

5m

Material tambahan

Plat 1m x1m x3mm

Gambar 38. Rencana Pemasangan Grounding Plate (GRID)

4.12 Rencana Jadwal Pekerjaan Sistem Grounding CF silo

Tabel 20. Rencana Jadwal pekerjaan sistem grounding CF Silo

Minggu ke
No Description
1 2 3 4 5

Grounding System untuk Penyalur Petir,

Sistem Elektrik dan Sistem Instrumen

1 Procurement Material

Instalasi grounding rod, plate, penimbunan


2
dengan arang batok, bentonite.

3 Pengukuran tahanan tanah


86

4 Pekerjaan memparalel kabel grounding.

Pembuatan bak kontrol & pemasangan bus


5
bar grounding di bak kontrol

Penyambungan kabel dari rod ke bus bar


6
grounding

7 Finishing dan pembersihan

4.13 Perhitungan Sistem Pentanahan

Tahanan pentanahan yang didapat dari hasil pengukuran dengan metode satu

batang elektroda yang ditanam dalam tanah, dari hasil pengukuran tersebut maka

bisa didapat tahanan jenis tanah pada lokasi dengan menggunakan persamaan (2).

Adapun nilai tahanan jenis tanah yang didapat yaitu sebagai berikut:

4.13.1 Mencari Tahanan Jenis Tanah

1. Untuk Daerah Grounding Sistem Penyalur Petir

Diketahui :

Tahanan pentanahan = 0,42 Ohm

Diameter elektroda = 5/8 inch

= 15,8 10-3 mm

Penanaman elektroda = 0,5 m

Ditanya :

Tahanan tanah ….?


87

Jawab :

8,09 Ωm

Dari hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa jenis tanah di Bangunan

pada daerah perencanaan dipasangnya grounding system penangkal petir dengan

akan menggunakan elektroda ROD di CF silo indarung VI PT.Semen Padang

adalah Tanah Rawa. Hal ini seperti dapat terlihat dalam Tabel 2.

2. Untuk Daerah Grounding Sistem Elektrik

Diketahui :

Tahanan pentanahan = 0,18 Ohm

Diameter elektroda = 5/8 inch

= 15,8 10-3 mm

Penanaman elektroda = 0,5 m

Ditanya :

Tahanan tanah ….?

Jawab :

3,47 Ωm

Dari hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa jenis tanah di Bangunan

pada daerah perencanaan dipasangnya grounding system elektrik dengan akan

menggunakan elektroda GRID (plat) di CF silo indarung VI PT.Semen Padang

adalah Tanah Rawa. Hal ini seperti dapat terlihat dalam Tabel 2.
88

3. Untuk Daerah Grounding Sistem Instrumen

Diketahui :

Tahanan pentanahan = 0,18 Ohm

Diameter elektroda = 5/8 inch

= 15,8 10-3 mm

Penanaman elektroda = 0,5 m

Ditanya :

Tahanan tanah ….?

Jawab :

3,47 Ωm

Dari hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa jenis tanah di Bangunan

pada daerah perencanaan dipasangnya grounding system instrumen dengan akan

menggunakan elektroda GRID (plat) di CF silo indarung VI PT.Semen Padang

adalah Tanah Rawa. Hal ini seperti dapat terlihat dalam Tabel 2.

4.13. 2 Analisis Perhitungan Pemasangan Metode 1 Batang Elektroda yang

ditanam Tegak Lurus ke Dalam Tanah Pada System Penyalur Petir

Untuk mengetahui besar tahanan pentanahan yang menggunakan metode

satu batang elektroda yang ditanam tegak lurus kedalam tanah . Sedangkan

tahanan jenis tanah yang dipakai yaitu jenis tanah jenis lembab seperti rawa yang

seperti terdapat pada perhitungan grounding system penyalur petir sebesar 8,09

Ωm. Dapat dicari dengan menggunakan persamaan (2). Adapun hasil

perhitungannya yaitu,
89

Diketahui : p = 8,09 Ωm

L=5m

= 15,8 x 10-3 m

Ditanya : R =....?

Untuk kedalaman ( ) 5 m

1,58 Ω

Dari hasil perhitungan deengan menggunakan metode diatas didapat tahanan

pentanahan yang kecil dengan menambahkan beberapa batang elektroda lagi.

Sehingga tahanan pentanahan yang didapat dengan metode ini dapat memenuhi

syarat PUIL 2000 yaitu dibawah 5 Ohm.

Perbandingan yang didapat dengan metode dua batang elektroda dengan

metode beberapa batang elektroda adalah kedalaman penanaman, dimana

kedalaman penanaman elektroda untuk mendapatkan nilai tahanan pentanahan

untuk metode beberapa batang elektroda sangat kecil sehingga dapat menghemat

biaya pengeboran.

Dengan demikian untuk mendapatkan nilai tahanan yang lebih rendah pada

perancangan ini sistem pentanahan yang digunakan yaitu dengan metode beberapa

batang elektroda dengan banyak elektroda 4 yang ditanam tegak lurus kedalam

tanah.
90

4.13.3 Analisis Perhitungan Pemasangan Dengan Metode 1 Plat Elektroda

Yang Ditanam ke Dalam Tanah Pada Sistem Elektrik

Untuk mengetahui besar tahanan pentanahan yang menggunakan metode 1

pelat elektroda yang ditanam horizontal kedalam tanah yang mana kedalaman plat

direncanakan sedalam 5 meter.

Ukuran dari plat tersebut dengan panjang 1 m dan lebar 1 m dan diameter

3mm Sedangkan tahanan jenis tanah yang dipakai yaitu jenis lembab seperti

tanah rawa yang seperti terdapat dapat dari (tabel 2) sebesar 3,47 Ωm. Dapat

dicari dengan menggunakan persamaan (12). Adapun hasil perhitungannya yaitu:

Untuk kedalaman ( ) 5m

4.13.4 Analisis Perhitungan Pemasangan Dengan Metode 1 Plat Elektroda

Yang Ditanam ke Dalam Tanah Pada Sistem Instrumen

Untuk mengetahui besar tahanan pentanahan yang menggunakan metode 1

pelat elektroda yang ditanam horizontal kedalam tanah yang mana kedalaman plat

direncanakan sedalam 5 meter.

Ukuran dari plat tersebut dengan panjang 1 m dan lebar 1 m dan diameter

3mm Sedangkan tahanan jenis tanah yang dipakai yaitu jenis lembab seperti

tanah rawa yang seperti terdapat dapat dari (tabel 2) sebesar 3,47 Ωm. Dapat

dicari dengan menggunakan persamaan (12). Adapun hasil perhitungannya yaitu:


91

Untuk kedalaman ( ) 5m

4.13.5 Analisis Perhitungan Kombinasi Grid Dan Rod

Diketahui:

g = 2,17 Ωm
d1 = 0,003 m
p = 5,064 Ωm
d2 = 0,015 m
L = 1m
A = 1 m2
l = 1,5 m
K1 = 1,37
h = 5m
K2 = 5,7

h.' hd1

Ditanya :

1. R1 = Tahanan grid (ohm)

2. R2 = Tahanan rod (ohm)

3. R12 = Hasil dari pengetanahan grid dan rod (ohm)

4. Rg = Tahanan pengetanahan (ohm)

Jawab :

g  2 L L 
R1   ln  K1  K 2
L  h' A 
96

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan perencanaan suatu instalasi grounding penangkal petir maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam merencanakan suatu instalasi grounding penangkal petir terlebih

dahulu perancang harus memahami dasar teknik perancangan dan

ketentuan yang terkait.

2. Dari hasil perhitungan yang dilakukan pada kedalaman tanah 0,5 m

didapat bahwa tanah sekitar bangunan CF Silo mempunyai tahanan jenis

tanah sebesar 0,24 Ωm dan masuk dalam kategori jenis tanah rawa.

3. Dari hasil analisis didapat bahwasannya bangunan CF Silo di Indarung VI

PT. Semen Padang dalam penulisan ini direncanakan menggunakan 4

elektroda batang (ROD) dan 2 elektroda plat (GRID).

4. Untuk penempatan elektroda di CF Silo di indarung VI PT.Semen Padang

direncanakan dengan jarak antar elektroda sejauh 10 meter dan diletekan

disekitar bangunan dengan metode tampak dari atas seperti metode cincin.
97

5.2 Saran

Adapun saran dalam proses pembuatan tugas akhit ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam merancang suatu instalasi penangkal petir harus berpedoman pada

peraturan PPUIP dan SNI 03-7015-2004 serta PUIL 2011 sehingga

didapat perancangan yang memenuhi standar.


BAB I
BAB II
]

BAB III
BAB IV
BAB V
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai