Anda di halaman 1dari 6

Dokumentasi Penutupan Acara Diskusi

Oleh : Nur Sa’adah Nubatonis

Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu Propinsi dengan jumlah pulau terbanyak di Indonesia
setelah Kepulauan Riau, Papua Barat, Maluku Utara, dan Maluku. Letak geogra s dengan bentang ratusan
pulau yang dipisahkan oleh lautan dan daratan ini kemudian membuat  NTT menjadi salah satu propinsi
yang kaya akan keindahan alam dan budaya. Kekayaan sumberdaya ini seharusnya dapat menjadi salah
satu potensi untuk meningkatkan pendapatan ekonomi di daerah tersebut. Namun melimpahnya kekayaan
tersebut tentunya tidak dapat memberikan  kontribusi yang besar tanpa adanya peran sumberdaya
manusia yang cerdas untuk mengelola sumberdaya tersebut.

Sebelum masuk ke pengelolaan sumberdaya alam, tentunya yang perlu di perhatikan terlebih dahulu
adalah keberadaan sumberdaya manusia yang cerdas dan berkompeten dalam mengelola kekayaan yang
dimilki oleh NTT.  Hal ini kemudian merujuk kepada masalah pendidikan di Nusa Tenggara Timur yang tak
kunjung usai. Bahkan beberapa pekan terakhir ini NTT tengah dihebohkan oleh sebuah berita nasional
yang memberitakan adanya statement salah satu petinggi negeri ini terkait rendahnya kualitas pendidikan
di Nusa Tenggara Timur. Mendengar statement tersebut banyak pihak turut bereaksi mengemukakan
pendapatnya baik masyarakat biasa, para pelajar dan mahasiswa hingga beberapa tokoh intelektual yang
berasal dari propinsi kepulauan tersebut. Menanggapi isu tersebut, Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara
Timur Universitas Gadjah Mada yang terhimpun dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Gama Cendana UGM
mengadakan sebuah diskusi kecil dengan menghadirkan beberapa tokoh intelektual seperti Bapak Ben
Senang Galus seorang penulis dan staf seksi perguruan tinggi (Dikti) di Dinas Pendidikan,Pemuda dan
Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta beserta dua orang Mahasiswa Pascasarjan Universitas Gadjah Mada
Jendry Nenobais dan Yefri Kuafeu. Diskusi ini bertujuan untuk membuka wawasan Mahasiswa NTT
sehingga dapat mengambil peran sebagai salah satu agen perubahan di masyarakat.

Adapula diskusi tersebut membahas berbagai hal yang berkaitan dengan masalah pendidikan di Nusa
Tenggara Timur baik akar permasalahan hingga pada beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai salah
satu strategi pemerintah  dalam tahap peningkatan kualitas pendidikan di Nusa Tenggara Timur. Beberapa
masalah yang diketahui dapat dijabarkan dalam beberapa poin yang tentunya masih merupakan
permasalahan umum yang belum dijabarkan secara detail.

Faktor-faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan di Nusa Tenggara Timur


1. Rendahnya Angka Partisipasi Murni (APM) para pelajar di Nusa Tenggara Timur yakni :

Tingkat Sekolah Dasar sebanyak 726.000 orang memiliki Memiliki Angka Partisipasi Murni
sebesar 97,06%.
Tingkat Sekolah Menengah Pertama sebanyak 332.500 orang,memiliki Angka Partisi Murni
sebesar 67,61%.
Tingkat Sekolah Menengah Atas sebanyak 311.600 orang hanya memiliki Angka Partisipasi
Murni sebesar 56,30%.

Angka-angka ini cukup menunjukan adanya penurunan Angka Partisipasi Murni pada jenjang sekolah yang
lebih tinggi.

2. Nusa Tenggara Timur merupakan propinsi kepulauan yang dipisahkan oleh batas laut yang
berdampak pada sulitnya pemerataan infrastruktur pendidkan. Menurut data yang diperoleh
dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) NTT tahun 2016 :

Dari 4.024 Sekolah Dasar (SD), hanya 344 SD yang memiliki perpustakaan, sebanyak 3.434 SD
memiliki laboratorium, dan sebanyak 3.330 SD memiliki fasilitas Information and
Communication Technologies(ICT).
Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), dari 795 SMP hanya 539 yang memiliki
perpustakaan, 549 laboratorium serta 15 fasilitas ICT.
Ditingkat SMA dari 235 SMA, hanya 160 SMA yang memiliki perpustakaan, 145 laboratorium
serta 124 unit fasilitas ICT.
Sedangkan pada tingkat SMK, dari 154 SMK hanya 54 SMK yang memilki perpustakaan, 40
laboratorium dan 85 unit fasilitas ICT.

Data diatas secara langsung dapat memberikan gambaran adanya ketimpangan akan minimnya fasilitas
pendidikan di sekian banyak sekolah di NTT.Hal ini kemudian berdampak pada ketimpangan perolehan
ilmu pada setiap siswa yang bergantung kepada tempat dimana ia mengenyam pendidikan. Apabila
sekolah tempat ia belajar adalah sekolah yang telah memiliki fasilitas pendidikan yang cukup memadai
 maka tentunya pengetahuan yang ia perolehpun akan berbeda dengan siswa yang berasal dari sekolah
dengan fasilitas yang sederhana. Kondisi ini kemudian akan berkaitan dengan masalah ekonomi atau latar
belakang keluarga siswa.

3. Guru masih menjadi penentu utama mutu pendidikan di NTT. Sedangkan berbagai
permasalahan guru di NTT juga belum dapat diatasi, seperti:

Jumlah guru yang terbatas sehingga satu orang guru harus mengampuh beberapa mata
pelajaran yang belum tentu sesuai dengan latar belakang keilmuannya. Hal ini berdampak
pada sistem pengajaran. Contohnya ada guru agama yang mengajar matematika. Kondisi ini
tentunya cukup riskan sehingga perlu dipahami bahwa pembenahan mutu pendidikan harus
dimulai dari distribusi guru yang merata dengan kualitas atau latar belakang kelimuan yang
bagus sehingga dapat mengajar dengan benar bahkan dengan kreati tas tertentu untuk
mempercepat pemahaman siswa. Selain itu, tingginya kualitas pengetahuan guru akan
berpengaruh postif terhadap berbagai perubahan kurikulum.
Dari sekitar 50.000 orang guru, baru sekitar 9.000 orang guru yang berkuali kasi sarjana.
Penyebaran guru inipun belum cukup merata. Sebagian besar guru masih cenderung
menumpuk di perkotaan. Sedangkan pada saat yang bersamaan terdapat beberapa sekolah
yang hanya memilki 1 guru. Hal ini kemudian berdampak pada efekti tas kegiatan belajar-
mengajar yang sangat tergantung pada kehadiran satu orang guru tersebut.
Pun juga terdapat beberapa sekolah yang hanya memilki satu orang guru, namun juga
memilki aksesibilitas yang sulit sehingga menjadi salah satu faktor penghambat kegiatan
belajar mengajar.
Selain itu tidak lupa pula hal yang patut menjadi perhatian pemerintah yakni kecilnya nominal
gaji guru yang berstatus honorer yang berkisar antara Rp. 200.000 – Rp. 300.000/bulan.
Nominal yang kecil inipun terkadang tidak diberikan tepat waktu. Masalah ini tentunya dapat
memberikan dampak negatif pada mental guru honor.

4. Tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah guru di NTT masih cukup minim, namun perlu dikaji
lebih lanjut terkait pengangkatan guru yang belum berpengalaman. Guru yang belum
berpengalaman dan belum paham akan kondisi lapangan seperti sistem perubahan
kurikulum, kondisi kelas dan murid dengan karakteristik yang berbeda-beda kemudian dapat
menjadi hambatan dalam peningkatan kualitas pendidikan. Tentunya sudah menjadi rahasia
umum bahwa pada kondisi tertentu, teori yang dipelajari dapat berbeda jauh dengan kondisi
dilapangan.

5. Masalah lainnya adalah buruknya manajemen pendidikan di NTT yang belum memenuhi
syarat yang diharapkan. Apabila masalah manajemen tidak dapat dikelola dengan baik,maka
cita-cita pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan akan sulit dijangkau.
6. Adapula masalah yang berkaitan dengan manajemen pendidikan adalah penempatan kepala
sekolah dengan berbagai kriteria yang belum memenuhi standar.
7. Rendahnya alokasi APBD pada bidang pendidikan. Meskipun pada tingkat nasional alokasi
APBN minimal 20 persen untuk pendidikan, namun terlepas dari itu alokasi untuk setiap
propinsipun berbeda-beda. Dimana terdapat beberapa daerah yang memilki kuali kasi cukup
rendah dalam hal administrative accountability, profesional accountability, legal
accountability, political accountability, dan ethical accountability. Dari sekitar Rp. 416,1 triliun
dalam APBN 2017, sebagain besar dialokasikan ke daerah melalui transfer daerah. Namun
telah menjadi pengetahuan umum bahwa alokasi anggaran masih didominasi dan
terkonsentrasi di Pulau Jawa. Namun hal ini tentunya disebabkan oleh berbagai faktor dan
persyaratan tertentu.

8. Menurut data Kemendikbud, tahun 2016 NTT memperoleh Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) sebesar 1,3 triliun. Tahun 2017, juga terdapat bantuan pembangunan sarana dan
prasarana pendidikan lebih dari 156 miliar, serta Dana Alokasi Umum (DAU) untuk pengalihan
sekolah Rp. 122 miliar ke NTT. Sementara itu, dari APBD NTT hanya 2,7 persen yang
dialokasikan untuk pendidikan.

9. Masalah pemerataan kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah dinilai belum cukup baik
apabila ditinjau dari berbagai kondisi pendidikan disetiap daerah. Contohnya di NTT sendiri
seharusnya perlu dilakukan terlebih dahulu pendekatan bagaimana cara mengajar yang
benar dan bagaimana cara belajar yang benar. Adanya kurikulum 2013 yang baru “tanpa
analisis” yang mendalam kemudian semakin menyulitkan usaha perbaikan kualitas
pendidikan di NTT. Apabila menganalisis beberapa isu yang beredar terkait masalah
pendidikan di NTT, maka muncul sebuah pertanyaan menarik yang patut dikaji yakni “Apa
yang salah dengan kelas-kelas sekolah di NTT ?” Padahal jika ditinjau kembali, pada tahun
1960 hingga sekitar tahun 1980-an,pendidikan di NTT cukup diperhitungkan dikanca nasional
dengan bukti berbagai lulusan terbaiknya yang pernah duduk dibangku-bangku penting di
negara ini. Sedangkan saat ini,terdapat program serti kasi guru yang seharusnya dapat
meningkatkan kualitas pendidikan, namun pada kenyataannya masalah pendidikan di NTT
lagi dan lagi masih berada pada kulaitas yang cukup rendah. Melihat kondisi ini kita
seharusnya tidak perlu saling menyalahkan, kita perlu berbenah bersama untuk kualitas
pendidikan di NTT yang lebih baik. Berbagai lembaga perguruan tinggi yang berada di Nusa
Tenggara Timur harus ikut mengambil bagian, berpartisipasi aktif untuk meningkatkan
kualitas pendidikan khususnya pada Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) di NTT
maupun di tingkat nasional.
10. Selain berbagai permasalahan diatas dan beberapa masalah lain yang belum dapat
dijabarkan, masalah yang tentunya tidak kalah penting adalah kemiskinan dan ketertinggalan.
Sebagain warga yang telah mengalami kesulitan ekonomi dan pendidikan ini juga harus
menghadapi masalah krisis pangan yang berdampak pada masalah kesehatan seperti gizi
buruk hingga didera dengan kasus perdagangan manusia (human tra cking) dan berbagai
permasalahan lainnya.

Arah Program Pendidikan di Nusa Tenggara Timur

Pembuatan program disetiap daerah tentunya membutuhkan analisis yang mendalam dan disesuaikan
dengan kebutuhan daerah tersebut. Menurut Bapak Ben Senang Galus, arah program dan kebijakan
pendidikan di NTT sebaiknya dikaitkan dengan potensi sumberdaya dan perkembangan ekonomi
sehingga program yang dicanangkan dapat berjalan lebih efektif dan relevan. Sedangkan menurut Jendry
Nenobais dan Yefri Kuafeu, pembangunan sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan tipologi wilayah.

Terdapat banyak lembaga pendidikan di NTT yang telah memiliki fondasi yang cukup kuat, seperti loso
dan pemikiran, pengembangan kurikulum, serta kreati tas metode belajar mengajar yang terus meningkat.
Berbagai lembaga pendidikan seperti universitas ternama di NTT telah banyak menghasilkan sumberdaya
manusia yang cukup berkompeten dan berprestasi dalam bidangnya masing-masing. Orang-orang
tersebut hanya perlu diberikan tambahan pengetahuan dan soft skill untuk mendukung keilmuan mereka
guna turut berpartisipasi dalam peningkatan  kualitas sumberdaya manusia dan perkembangan ekonomi
di Nusa Tenggara Timur. Para pelajar dan Mahasiswa harus dibekali dengan wawasan yang luas terkait
lapangan pekerjaan serta soft skill yang disesuaikan dengan perkembangan jaman. Tidak dapat dipungkiri
bahwa masih ditemukan sejumlah sarjana yang menjadi penggangguran dan hanya mengharapkan
terbukanya lowongan pekerjaan sebagai PNS atau sektor formal lainnya dan enggan untuk mencoba
pekerjaan pada sektor informal. Buruknya mindset atau pandangan masyarakat NTT terkait pekerjaan
sektor informal juga menjadi masalah dibidang pendidikan.

Selain itu adapula masalah himpitan ekonomi dan politik yang kurang mendukung bidang pendidikan, 
tingginya angka putus sekolah atau rendahnya minat pelajar untuk melanjutnkan study ke jenjang yang
lebih tinggi hingga tingginya angka pengangguran kemudian menjadi masalah tersendiri.  Apabila dikaji
dari sudut pandang sosial politik, terdapat sebuah pertanyaan menarik yang patut dilontarkan kepada para
pemangku kebijakan yakni bagaimana support ekonomi dan politik terhadap bidang pendidkan ?

Potensi besar yang dimilki NTT dibidang pariwisata, dibidang pangan baik kelautan dan perikanan,
pertanian dan peternakan,serta bahan tambang dan hasil hutan serta potensi daerah lainnya seharusnya
dapat menjadi pondasi yang kuat dalam mendukung pembangunan ekonomi. Apabila NTT bangkit dan
bergerak melalui revolusi pangan lokal – bertransformasi ke industrialisasi pengolahan pangan, didukung
oleh kualitas semberdaya manusia yang tinggi niscaya dapat membantu perkembangan NTT menjadi
proipinsi yang maju dan mandiri.

Program Peningkatan Mutu Pendidikan

Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan program untuk meningkatkan mutu pendidikan di Nusa Tenggara Timur, yaitu :

1. pembinaan berkelanjutan pada seluruh elemen terkait,


2. peningkatan kualitas guru,
3. kepemimpinan yang tangguh dan terarah,
4. nilai-nilai moral dan luhur,
5. kepedulian dan perhatian guru terhadap anak didik,
6. hasil ujian yang gemilang,
7. kurikulum yang efektif, e sien dan relevan,
8. dukungan orang tua dan seluruh elemen terkait,
9. jaringan dan kerjasama.
10. sarana dan prasarana yang memadai

Rekomendasi langkah-langkah peningkatan mutu pendidikan di Nusa Tenggara Timur.

Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam menjalankan usaha peningkatan mutu
pendidikan, yaitu :

1. memperjelas serta mempertegas penggunaan kurikulum,


2. meningkatkan kapasitas manajemen sekolah,
3. meningkatkan kualitas tenaga pendidik di semua jenjang sekolah dan perguruan tinggi,
4. perbaikan mutu yang berkesinambungan,
5. serta manajemen yang dilakukan berdasarkan fakta dan penerapan program yang
efektif,e sien dan relevan.

Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan                                                                                                 


        Adapula beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam upaya peningktan mutu
pendidikan yang dimaksud diatas yaitu :

1. peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orang
tua siswa dalam mendukung akti tas pelajar melalui berbagai bidang,
2. membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel.
Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada
masyarakat seperti pemajangan RAPBS di papan pengumuman sekolah merupakan salah
satu tahap awal yang dinilai cukup positif. Selain itu, sekolah juga dapat membuat laporan
secara insidental berupa booklet,lea et atau poster tentang rencana kegiatan sekolah dalam
rentan waktu tertentu,
3. mengembangkan atau mengadopsi model program pemberdayaan sekolah yang tidak cukup
sekedar melalui pelatiham manajemen berbasis sekolah (MBS) yang pada umumnya dipenuhi
dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa
pendampingan atau peningkatan fasilitas dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata
dibandingkan dengan pola-pola lamaberupa penataran MBS.
4. Revitalisasi mutu Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK).
5. Peningkatan kualitas pengetahuan dan daya tangkap guru terhadap makna kurikulum. Sekian

 Masalah dan Solusi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Komentar

Nama *

Email *

Situs Web

Kirim Komentar

My Collections

Pilih Kategori

Arsip

Oktober 2019

September 2019

Mei 2019

Maret 2019

Desember 2018

November 2018

September 2018

Mei 2018

April 2018

Anda mungkin juga menyukai