Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap mutu pendidikan yaitu guru, dana,
kurikulum, SDM non guru, fasilitas & sumber belajar, sarpras, ipoleksosbudhanstab. Diantara
beberapa faktor tersebut faktor guru lah yang sangat mempunyai pengaruh besar terhadap
mutu pendidikan. Jika guru yang ada dalam suatu bangsa mempunyai tingkat kualifikasi atau
kompetensinya rendah, maka mutu pendidikan dalam bangsa tersebut bisa dipastikan rendah
juga. Akan tetapi sebaliknya, jika tingkat kualifikasi atau kompetensi guru dalam suatu
bangsa tinggi maka mutu pendidikan dalam bangsa tersebut bisa dipastikan tinggi.
Jadi upaya untuk terus meningkatkan kompetensi guru di Indonesia ini memang harus selalu
ditingkatkan guna untuk pendidikan bangsa yang lebih maju misalnya melalui, workshop,
Selanjutnya saya akan membahas berbagai masalah guru yang ada di Indonesia serta
upaya mengatasi permasalahan guru ini sedikit banyak dapat menambah informasi tentang
upaya mengatasi permasalahan guru dan membantu menangani persoalan guru yang kita
hadapi sekarang ini, serta bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan kedepan. Berikut ini
berbagai masalah guru di Indonesia serta upaya mengatasi masalah tersebut, diantaranya
sebagai berikut:
1. Jumlah guru yang sangat besar yaitu menurut data UNESCO 2011, Indonesia memiliki lebih
dari 3,4 juta orang guru. Namun, berdasarkan data Kemendikbud hanya 16,9 persen atau 575
Masalah pertama yang dihadapi Indonesia yaitu jumlah guru yang terlalu besar,
kelebihan jumlah guru ini bisa jadi karena sekarang ini lembaga pencetak tenaga pendidik
dan kependidikan semakin menjamur dan mereka berlomba-lomba membuka kelas sebanyak-
banyaknya tanpa memperhatikan kemampuan yang dimiliki misalnya tenaga dosen atau
sarana prasarana yang terbatas. Dengan kata lain mereka lebih mementingkan kuantitas
daripada kualitasnya. Kenyataan yang ada di lapanganpun seperti itu sekarang ini banyak
sekali jumlah guru baik dari jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar sampai pada
pendidikan menengah akan tetapi kemampuan atau kompetensinya juga terkadang patut
dipertanyakan. Kenyataan itu didukung oleh data dari Kemendikbud yang menunjukkan
bahwa hanya 16,9 persen dari keseluruhan jumlah guru yang bersertifikasi.
Solusi untuk mengatasi jumlah guru yang terlalu besar ini menurut saya yaitu
pemerintah dalam hal ini Kemendikbud melalui Dirjen Dikti perlu mengatur dan mengawasi
Lembaga Pendididk Tenaga Kependidikan (LPTK) baik itu negeri maupun swasta dalam
melakukan penerimaan mahasiswa baru serta memberi sanksi yang tegas kepada LPTK yang
melanggar aturan tersebut. Kenapa dalam hal ini saya cenderung menyoroti pada LPTK,
karena LPTK ini saya analogikan sebagai suatu perusahaan produksi dimana mereka
memproduksi tenaga pendidik dan kependidikan sebagai hasil dari proses produksi mereka.
Kalau produsen-produsen ini diatur dengan aturan yang tegas dan selalu diawasi maka
mereka tidak akan melakukan proses produksi dengan seenaknya sendiri, dengan begitu hasil
produksi dalam hal ini guru dan tenaga kependidikan lainya bisa dikendalikan jumlahnya.
2. Pendataan guru yang belum sepenuhnya selesai sehingga sulit untuk mengetahui supply and
demand.
Masalah yang kedua ini memang rumit dan berlarut-larut. Kenapa saya katakan
demikian, karena proses pendataan yang terjadi dilapangan ini banyak sekali problem yang
terjadi dan data guru ini memang selalu berubah setiap tahunnya. Sulit memang untuk
mengetahui jumlah kekurangan dan kelebihan guru ini secara akurat, hal ini dikarenakan
masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan ijazahnya dan data yang dilaporkan
oleh pihak sekolah masih banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya saja dalam
satu sekolah seorang guru mapel X mengajar dua mapel sekaligus dengan mapel Y, akan
tetapi data yang dilaporkan ke dinas biasanya hanya satu mapel saja yang benar-benar sesuai
dengan ijazahnya misal mapel X tadi yang sesuai akan tetapi jam mapel Y tadi biasanya
diakumulasikan ke mapel X untuk dilaporkan kedinas. Selain itu ada juga guru yang
sebenarnya tidak birijazah PGSD yang karena kedekatannya dengan kepala sekolah akhirnya
diijinkan untuk mengajar di SD yang dipimpinnya karena mungkin terlalu sulitnya mencari
Solusi untuk masalah pendataan guru ini yaitu saya mengaharapkan untuk sekolah
agar melaporkan data guru apa adanya yang sesuai dengan kompetensi dan ijazahnya agar
dapat dilakukan pemetaaan kelebihan atau kekurangan guru mapel atau guru SD dalam suatu
daerah. Berikutnya untuk petugas pendataan dalam hal ini dinas pendidikan daerah agar
menghindari ketidakvalidan data yang disetorkan oleh sekolah ke dinas pendidikan daerah.
Setelah data tersebut benar-benar valid baru dikirim ke pusat untuk dipetakan kebutuhan atau
Masalah yang ketiga ini erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah tentang
desentralisasi pengelolaan guru serta kondisi pembangunan di Indonesia yang belum merata.
Dengan adanya desentralisasi pengelolaan guru terkait dengan kebijakan otonomi daerah
yang sedang berlangsung saat ini, menjadikan pemerintah daerah mempunyai wewenang
penuh atas PNS guru maupun non guru yang berada di wilayah kerja kota/kab. tertentu. Hal
inilah yang menyebabkan persebaran guru tidak merata. Jadi misalnya suatu daerah
kekurangan tenaga guru, mereka tidak bisa meminta bantuan guru dari daerah lain.
Berikutnya kondisi pembangunan di Indonesia yang belum merata, kalau kita melihat
kondisi geografis wilayah negara Indonesia yang berupa negara kepulauan memang
menyulitkan bagi pemerataan pembangunaan. Saat ini pembangunan yang cukup pesat hanya
terjadi di wilayah pulau Jawa, Sumatra, Bali sedangkan wilayah-wilayah yang lain sangat
yang berada di luar pulau Jawa atau daerah-daerah terpencil seringkali tidak mau. Mungkin
memang naluri manusia itu sendiri yang menginginkan hidup sejahtera serta dekat dengan
sanak saudara, jadi kalau mereka ditempatkan di suatu tempat yang minim sekali sarana
prasarana, fasilitas penunjang hidup serta jauh dengan family memang jarang sekali yang
berminat.
Solusi untuk permasalahan distribusi guru yang tidak merata ini menurut saya yaitu,
pertama sistem desentralisasi pengelolaan guru ini harus dikembalikan pada sistem
sentralisasi. Jadi pengelolaan guru memang menjadi wewenang penuh pemerintah pusat,
kalau semisal suatu daerah banyak membutuhkan tenaga guru sedangkan daerah lain
kelebihan guru bisa dengan mudah untuk melakukan pemerataan tenaga guru tanpa
wilayah-wilayah di luar pulau Jawa yang masih tertinggal, proses pembangunan jangan hanya
terpusat di Jawa saja akan tetapi wilayah-wilayah lain juga sangat memerlukan pembangunan
untuk mengejar ketertinggalan. Selain itu perlu adanya pemberian motivasi dan mindset
kepada para guru agar mempunyai kesadaran untuk memajukan dunia pendidikan bersama di
wilayah-wilayah terpencil yang masih sangat memerlukan pendidikan bisa melalui forum
4. Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 /D-IV cukup besar yaitu sebanyak
63,1%.
Masalah yang keempat ini kebanyakan berada dilingkup sekolah dasar. Sampai saat
ini memang masih banyak sekali guru SD yang belum berijazah S1, dahulu memang untuk
guru SD cukup dengan berijazah DII tapi mulai tahun 2007 kemarin pemerintah mewajibkan
semua guru disemua jenjang pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik S1. Beberapa
LPTK pun pada tahun ajaran 2007/2008 mulai membuka jurusan Pendidikan Guru Sekolah
Dasar (PGSD) S1 serta Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) S1.
Terkadang masalah yang ada di lapangan ini menunjukkan guru-guru yang bisa dikatakan
sudah lanjut usia atau yang sudah mendekati masa-masa pensiun mereka sudah malas atau
tidak mau untuk melanjutkan kuliyah lagi untuk mengambil S1, dan merekapun masih
menerima tunjangan profesi walaupun sudah tidak sesuai dengan ketentuan kualifikasi
Solusi untuk masalah ini yaitu pemerintah harus benar-benar mendorong serta
memotivasi guru-guru yang belum S1 untuk melanjutkan kuliyah lagi seperti pemberian
beasiswa bagi guru yang melakukan study lanjut dan harus memberikan sanksi yang tegas
bagi guru-guru yang sulit diatur seperti pemberhentian pemberian tunjangan sampai
pemberhentian tugas kalau sudah benar-benar keterlaluan. Untuk guru pun juga begitu perlu
adanya kesadaran yang lebih untuk mematuhi peraturan yang berlaku dan bersedia menerima
sanksi kalau merasa dirinya tidak patuh terhadap peraturan yang berlaku.
Masalah ini lah yang menurut saya benar-benar substansial, sekarang pertanyaan yang
pelu kita renungkan bersama yaitu bagaimana kualitas pendidikan bisa baik kalau gurunya
saja berkompetensi rendah. Padahal guru memegang peranan yang pokok dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Solusi untuk permasalahan ini, saat ini pemerintah
membuat progam Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) serta Uji Kompetensi Guru
(UKG) untuk mengatasi permasalahan kualitas guru. Akan tetapi menurut saya pelaksanaan
UKG dinilai bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah kualitas dan
profesionalisme guru yang rendah. Pemerintah justru harus memperbaiki LPTK sebagai
penghasil guru. Untuk itu reformasi dalam penyelenggaraan pendidikan di LPTK harus
dilaksanakan dengan baik. Dari proses seleksi sampai proses pembelajaran di kampus harus
benar-benar dilaksanakan dengan sebaik mungkin serta penuh rasa tanggungjawab karena
output yang dihasilkan harus memiliki kualitas serta kompetensi yang unggul.
Permasalahan ini terkait dengan kebijakan pemerintah juga, guru yang mengikuti
yang saat ini sedang berjalan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu memang.
Misalnya berdasarkan masa tugas atau usia, lulus test seleksi, memenuhi target 24 JP
mengajar secara linier dan sebagainya. Solusi untuk permasalahan ini yaitu untuk tahun-tahun
meminimalisir jumlah guru yang belum mendapatkan progam peningkatan kompetensi, tanpa
memang masih rendah terutama guru-guru yang sudah lanjut usia. Kebanyakan dari mereka
yang saat ini seolah-olah sudah menjadi kebutuhan setiap guru dalam mengakses informasi
atau sebagai media dalam proses pembelajaran. Solusi untuk masalah ini yaitu pihak sekolah
maupun pemerintah harus memberi pelatihan kepada para guru tentang pemanfaatan TIK
dalam pendidikan bisa melalui workshop atau lokakarya yang dilaksanakan secara berkala.
Penguasaan TIK ini menurut saya memang sangat penting sekali karena guru harus bisa
mengikuti perkembangan jaman, dimana arus informasi dan komunikasi bejalan sangat cepat
sekali tanpa mengenal batas ruang dan waktu di era globalisasi seperti sekarang ini.
8. Guru akan pensiun pada tahun 2010 s/d 2015 sebanyak ± 300.000 dan memerlukan
penggantinya.
Pensiun yang terjadi besar-besaran juga akan menjadi suatu masalah ketika generasi
penerus belum siap untuk menggantikan guru-guru senior yang dipensiunkan. Solusi untuk
persolan ini yaitu untuk lulusan baru atau fresh graduate terutama lulusan LPTK harus
menyiapkan diri untuk menggantikan guru-guru yang dipensiunkan karena masa jabatannya
sudah selesai. Usaha-usaha untuk mempersiapakan diri bisa dengan magang di satu sekolah,
dengan begitu seorang calon guru bisa mengetahui keadaan dilapangan secara riil serta
mempraktikkan ilmu yang didapat selama di perkuliyahan. LPTK dalam hal ini sebagai
pencetak atau penghasil guru harus benar-benar dapat menciptakan output yang berkualitas,
agar tongkat estafet mengajar dari guru-guru yang dipensiunkan memang diserahkan kepada
orang yang benar-benar berkualitas serta berkompeten dalam mengajar dan mendidik.
9. Desentralisasi pengelolaan guru namun kasus-kasus guru selalu dikirim ke pusat untuk
menyelesaikannya
Permasalahan yang terahir ini masih terkait dengan masalah guru yang ketiga tadi
yaitu distribusi guru yang belum merata. Semestinya pengelolaan guru ini memang harus
dikembalikan pada sistem sentralisasi dimana pemerintah pusat mempunyai wewenang penuh
dalam pengelolaan guru. Jadi semisal terdapat permasalahan guru yang terjadi di daerah tidak
perlu melewati proses yang berbelit-belit dalam upaya penyelesainnya karena langsung