Anda di halaman 1dari 7

Upaya Mengatasi Permasalahan Guru di Indonesia

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap mutu pendidikan yaitu guru, dana,

kurikulum, SDM non guru, fasilitas & sumber belajar, sarpras, ipoleksosbudhanstab. Diantara

beberapa faktor tersebut faktor guru lah yang sangat mempunyai pengaruh besar terhadap

mutu pendidikan. Jika guru yang ada dalam suatu bangsa mempunyai tingkat kualifikasi atau

kompetensinya rendah, maka mutu pendidikan dalam bangsa tersebut bisa dipastikan rendah

juga. Akan tetapi sebaliknya, jika tingkat kualifikasi atau kompetensi guru dalam suatu

bangsa tinggi maka mutu pendidikan dalam bangsa tersebut bisa dipastikan tinggi.

Jadi upaya untuk terus meningkatkan kompetensi guru di Indonesia ini memang harus selalu

ditingkatkan guna untuk pendidikan bangsa yang lebih maju misalnya melalui, workshop,

PLPG, PPG, studi lanjut, dan sebagainya.

Selanjutnya saya akan membahas berbagai masalah guru yang ada di Indonesia serta

upaya mengatasi masalah-masalah tersebut. Diharapkan dengan pengetahuan mengenai

upaya mengatasi permasalahan guru ini sedikit banyak dapat menambah informasi tentang

upaya mengatasi permasalahan guru dan membantu menangani persoalan guru yang kita

hadapi sekarang ini, serta bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan kedepan. Berikut ini

berbagai masalah guru di Indonesia serta upaya mengatasi masalah tersebut, diantaranya

sebagai berikut:

1. Jumlah guru yang sangat besar yaitu menurut data UNESCO 2011, Indonesia memiliki lebih

dari 3,4 juta orang guru. Namun, berdasarkan data Kemendikbud hanya 16,9 persen atau 575

ribu orang guru yang memiliki sertifikasi. (berita.liputan6.com tgl 27/10/2011)

Masalah pertama yang dihadapi Indonesia yaitu jumlah guru yang terlalu besar,

kelebihan jumlah guru ini bisa jadi karena sekarang ini lembaga pencetak tenaga pendidik

dan kependidikan semakin menjamur dan mereka berlomba-lomba membuka kelas sebanyak-

banyaknya tanpa memperhatikan kemampuan yang dimiliki misalnya tenaga dosen atau
sarana prasarana yang terbatas. Dengan kata lain mereka lebih mementingkan kuantitas

daripada kualitasnya. Kenyataan yang ada di lapanganpun seperti itu sekarang ini banyak

sekali jumlah guru baik dari jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar sampai pada

pendidikan menengah akan tetapi kemampuan atau kompetensinya juga terkadang patut

dipertanyakan. Kenyataan itu didukung oleh data dari Kemendikbud yang menunjukkan

bahwa hanya 16,9 persen dari keseluruhan jumlah guru yang bersertifikasi.

Solusi untuk mengatasi jumlah guru yang terlalu besar ini menurut saya yaitu

pemerintah dalam hal ini Kemendikbud melalui Dirjen Dikti perlu mengatur dan mengawasi

Lembaga Pendididk Tenaga Kependidikan (LPTK) baik itu negeri maupun swasta dalam

melakukan penerimaan mahasiswa baru serta memberi sanksi yang tegas kepada LPTK yang

melanggar aturan tersebut. Kenapa dalam hal ini saya cenderung menyoroti pada LPTK,

karena LPTK ini saya analogikan sebagai suatu perusahaan produksi dimana mereka

memproduksi tenaga pendidik dan kependidikan sebagai hasil dari proses produksi mereka.

Kalau produsen-produsen ini diatur dengan aturan yang tegas dan selalu diawasi maka

mereka tidak akan melakukan proses produksi dengan seenaknya sendiri, dengan begitu hasil

produksi dalam hal ini guru dan tenaga kependidikan lainya bisa dikendalikan jumlahnya.

2. Pendataan guru yang belum sepenuhnya selesai sehingga sulit untuk mengetahui supply and

demand.

Masalah yang kedua ini memang rumit dan berlarut-larut. Kenapa saya katakan

demikian, karena proses pendataan yang terjadi dilapangan ini banyak sekali problem yang

terjadi dan data guru ini memang selalu berubah setiap tahunnya. Sulit memang untuk

mengetahui jumlah kekurangan dan kelebihan guru ini secara akurat, hal ini dikarenakan

masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan ijazahnya dan data yang dilaporkan

oleh pihak sekolah masih banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya saja dalam

satu sekolah seorang guru mapel X mengajar dua mapel sekaligus dengan mapel Y, akan
tetapi data yang dilaporkan ke dinas biasanya hanya satu mapel saja yang benar-benar sesuai

dengan ijazahnya misal mapel X tadi yang sesuai akan tetapi jam mapel Y tadi biasanya

diakumulasikan ke mapel X untuk dilaporkan kedinas. Selain itu ada juga guru yang

sebenarnya tidak birijazah PGSD yang karena kedekatannya dengan kepala sekolah akhirnya

diijinkan untuk mengajar di SD yang dipimpinnya karena mungkin terlalu sulitnya mencari

peluang di sekolah lain.

Solusi untuk masalah pendataan guru ini yaitu saya mengaharapkan untuk sekolah

agar melaporkan data guru apa adanya yang sesuai dengan kompetensi dan ijazahnya agar

dapat dilakukan pemetaaan kelebihan atau kekurangan guru mapel atau guru SD dalam suatu

daerah. Berikutnya untuk petugas pendataan dalam hal ini dinas pendidikan daerah agar

selalu melakukan verifikasi data, dengan langsung terjun ke sekolah-sekolah untuk

menghindari ketidakvalidan data yang disetorkan oleh sekolah ke dinas pendidikan daerah.

Setelah data tersebut benar-benar valid baru dikirim ke pusat untuk dipetakan kebutuhan atau

kelebihan guru dalam suatu daerah.

3. Distribusi guru belum merata.

Masalah yang ketiga ini erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah tentang

desentralisasi pengelolaan guru serta kondisi pembangunan di Indonesia yang belum merata.

Dengan adanya desentralisasi pengelolaan guru terkait dengan kebijakan otonomi daerah

yang sedang berlangsung saat ini, menjadikan pemerintah daerah mempunyai wewenang

penuh atas PNS guru maupun non guru yang berada di wilayah kerja kota/kab. tertentu. Hal

inilah yang menyebabkan persebaran guru tidak merata. Jadi misalnya suatu daerah

kekurangan tenaga guru, mereka tidak bisa meminta bantuan guru dari daerah lain.

Berikutnya kondisi pembangunan di Indonesia yang belum merata, kalau kita melihat

kondisi geografis wilayah negara Indonesia yang berupa negara kepulauan memang

menyulitkan bagi pemerataan pembangunaan. Saat ini pembangunan yang cukup pesat hanya
terjadi di wilayah pulau Jawa, Sumatra, Bali sedangkan wilayah-wilayah yang lain sangat

lambat proses pembangunannya. Entah kenapa guru-guru yang di tempatkan di daerah-daerah

yang berada di luar pulau Jawa atau daerah-daerah terpencil seringkali tidak mau. Mungkin

memang naluri manusia itu sendiri yang menginginkan hidup sejahtera serta dekat dengan

sanak saudara, jadi kalau mereka ditempatkan di suatu tempat yang minim sekali sarana

prasarana, fasilitas penunjang hidup serta jauh dengan family memang jarang sekali yang

berminat.

Solusi untuk permasalahan distribusi guru yang tidak merata ini menurut saya yaitu,

pertama sistem desentralisasi pengelolaan guru ini harus dikembalikan pada sistem

sentralisasi. Jadi pengelolaan guru memang menjadi wewenang penuh pemerintah pusat,

kalau semisal suatu daerah banyak membutuhkan tenaga guru sedangkan daerah lain

kelebihan guru bisa dengan mudah untuk melakukan pemerataan tenaga guru tanpa

terkendala birokrasi pemerintah daerah. Berikutnya pemerintah juga harus memperhatikan

wilayah-wilayah di luar pulau Jawa yang masih tertinggal, proses pembangunan jangan hanya

terpusat di Jawa saja akan tetapi wilayah-wilayah lain juga sangat memerlukan pembangunan

untuk mengejar ketertinggalan. Selain itu perlu adanya pemberian motivasi dan mindset

kepada para guru agar mempunyai kesadaran untuk memajukan dunia pendidikan bersama di

wilayah-wilayah terpencil yang masih sangat memerlukan pendidikan bisa melalui forum

seminar, workshop atau sejenisnya.

4. Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 /D-IV cukup besar yaitu sebanyak

63,1%.

Masalah yang keempat ini kebanyakan berada dilingkup sekolah dasar. Sampai saat

ini memang masih banyak sekali guru SD yang belum berijazah S1, dahulu memang untuk

guru SD cukup dengan berijazah DII tapi mulai tahun 2007 kemarin pemerintah mewajibkan

semua guru disemua jenjang pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik S1. Beberapa
LPTK pun pada tahun ajaran 2007/2008 mulai membuka jurusan Pendidikan Guru Sekolah

Dasar (PGSD) S1 serta Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) S1.

Terkadang masalah yang ada di lapangan ini menunjukkan guru-guru yang bisa dikatakan

sudah lanjut usia atau yang sudah mendekati masa-masa pensiun mereka sudah malas atau

tidak mau untuk melanjutkan kuliyah lagi untuk mengambil S1, dan merekapun masih

menerima tunjangan profesi walaupun sudah tidak sesuai dengan ketentuan kualifikasi

akademik yang berlaku saat ini.

Solusi untuk masalah ini yaitu pemerintah harus benar-benar mendorong serta

memotivasi guru-guru yang belum S1 untuk melanjutkan kuliyah lagi seperti pemberian

beasiswa bagi guru yang melakukan study lanjut dan harus memberikan sanksi yang tegas

bagi guru-guru yang sulit diatur seperti pemberhentian pemberian tunjangan sampai

pemberhentian tugas kalau sudah benar-benar keterlaluan. Untuk guru pun juga begitu perlu

adanya kesadaran yang lebih untuk mematuhi peraturan yang berlaku dan bersedia menerima

sanksi kalau merasa dirinya tidak patuh terhadap peraturan yang berlaku.

5. Banyak guru berkompetensi rendah.

Masalah ini lah yang menurut saya benar-benar substansial, sekarang pertanyaan yang

pelu kita renungkan bersama yaitu bagaimana kualitas pendidikan bisa baik kalau gurunya

saja berkompetensi rendah. Padahal guru memegang peranan yang pokok dalam

meningkatkan kualitas pendidikan. Solusi untuk permasalahan ini, saat ini pemerintah

membuat progam Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) serta Uji Kompetensi Guru

(UKG) untuk mengatasi permasalahan kualitas guru. Akan tetapi menurut saya pelaksanaan

UKG dinilai bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah kualitas dan

profesionalisme guru yang rendah. Pemerintah justru harus memperbaiki LPTK sebagai

penghasil guru. Untuk itu reformasi dalam penyelenggaraan pendidikan di LPTK harus

dilaksanakan dengan baik. Dari proses seleksi sampai proses pembelajaran di kampus harus
benar-benar dilaksanakan dengan sebaik mungkin serta penuh rasa tanggungjawab karena

output yang dihasilkan harus memiliki kualitas serta kompetensi yang unggul.

6. Belum semua guru mendapatkan program peningkatan kompetensi.

Permasalahan ini terkait dengan kebijakan pemerintah juga, guru yang mengikuti

progam-progam peningkatan kompetensi yang diselenggarakan pemerintah seperti PLPG

yang saat ini sedang berjalan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu memang.

Misalnya berdasarkan masa tugas atau usia, lulus test seleksi, memenuhi target 24 JP

mengajar secara linier dan sebagainya. Solusi untuk permasalahan ini yaitu untuk tahun-tahun

berikutnya pemerintah harus melakukan penambahan kuota peserta PLPG untuk

meminimalisir jumlah guru yang belum mendapatkan progam peningkatan kompetensi, tanpa

mengesampingkan kualitas pendidikan yang diberikan.

7. Cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga membutuhkan

kompetensi (ICT) bagi para guru.

Kemampuan guru dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

memang masih rendah terutama guru-guru yang sudah lanjut usia. Kebanyakan dari mereka

belum mengenal atau mengoperasikan teknologi-teknologi informasi komunikasi modern

yang saat ini seolah-olah sudah menjadi kebutuhan setiap guru dalam mengakses informasi

atau sebagai media dalam proses pembelajaran. Solusi untuk masalah ini yaitu pihak sekolah

maupun pemerintah harus memberi pelatihan kepada para guru tentang pemanfaatan TIK

dalam pendidikan bisa melalui workshop atau lokakarya yang dilaksanakan secara berkala.

Penguasaan TIK ini menurut saya memang sangat penting sekali karena guru harus bisa

mengikuti perkembangan jaman, dimana arus informasi dan komunikasi bejalan sangat cepat

sekali tanpa mengenal batas ruang dan waktu di era globalisasi seperti sekarang ini.

8. Guru akan pensiun pada tahun 2010 s/d 2015 sebanyak ± 300.000 dan memerlukan

penggantinya.
Pensiun yang terjadi besar-besaran juga akan menjadi suatu masalah ketika generasi

penerus belum siap untuk menggantikan guru-guru senior yang dipensiunkan. Solusi untuk

persolan ini yaitu untuk lulusan baru atau fresh graduate terutama lulusan LPTK harus

menyiapkan diri untuk menggantikan guru-guru yang dipensiunkan karena masa jabatannya

sudah selesai. Usaha-usaha untuk mempersiapakan diri bisa dengan magang di satu sekolah,

dengan begitu seorang calon guru bisa mengetahui keadaan dilapangan secara riil serta

mempraktikkan ilmu yang didapat selama di perkuliyahan. LPTK dalam hal ini sebagai

pencetak atau penghasil guru harus benar-benar dapat menciptakan output yang berkualitas,

agar tongkat estafet mengajar dari guru-guru yang dipensiunkan memang diserahkan kepada

orang yang benar-benar berkualitas serta berkompeten dalam mengajar dan mendidik.

9. Desentralisasi pengelolaan guru namun kasus-kasus guru selalu dikirim ke pusat untuk

menyelesaikannya

Permasalahan yang terahir ini masih terkait dengan masalah guru yang ketiga tadi

yaitu distribusi guru yang belum merata. Semestinya pengelolaan guru ini memang harus

dikembalikan pada sistem sentralisasi dimana pemerintah pusat mempunyai wewenang penuh

dalam pengelolaan guru. Jadi semisal terdapat permasalahan guru yang terjadi di daerah tidak

perlu melewati proses yang berbelit-belit dalam upaya penyelesainnya karena langsung

dihandel oleh pemerintah pusat.

Anda mungkin juga menyukai