Anda di halaman 1dari 14

AOXGPOI XNF@NAOKOPOI LNAOZ POICLOX (XBCL2380)

AOXGPOI OIOAMZMZ XLP BMKOBMLOI FGBNA XNF@NAOKOPOI

UIMUNPZMROZ RNP@ULO

Gand

IM SO]OI PNUMIO
GLROPMOIM 4>=810285

PROGRAM STUDI S1-PGSD POKJAR BEBANDEM

UPBJJ-UT DENPASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

0808

1
BAB I

PENDAHULUAN

O. Aotor @naoloic

Pendidikan adalah hak asasi yang harus dipenuhi kepada seluruh warga
negara tanpa kecuali. Selama ini kebanyakan masyarakat tidak sadar bahwa
pendidikan adalah hak yang harus mereka terima. Kewajiban-kewajiban
pemerintah berkaitan dengan hak asasi manusia, yang pertama yaitu aνailable
(disediakan), maksudnya ada penjaminan pendidikan tanpa biaya dan wajib
belajar bagi semua anak. Tentu saja dengan memperhatikan kebebasan orang tua
untuk memilih tempat anak bersekolah, yang kedua yaitu accessible (dijangkau),
memprioritaskan penghapusan diskriminasi sebagai mandat dari UU hak asasi
manusia internasional, kemudian acceptable (diterima), bagaimana mutu
pendidikan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, dan yang terakhir adalah
adaptable (disesuaikan) yang menekankan pada prinsip-prinsip utama hak-hak
anak, yaitu pendidikan perlu mengakomodasi dan menyesuaikan minat utama
setiap individu anak.
Berkaitan dengan kenyataan diatas maka pemerintah telah berupaya untuk
mewujudkan komitmennya dalam rangka pemenuhan hak pendidikan bagi warga
negara melalui wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, sebagai wujud dari
pembangunan pendidikan secara utuh bagi seluruh warga negaranya. Program ini
bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan
dasar yang bermutu dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Namun
masyarakat masih saja mengalami kesulitan dalam mendapatkan pemenuhan
haknya dalam bidang pendidikan, terutama kesempatan mengikuti pendidikan
dasar masih tidak merata, hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan,
wilayah yang terpencil, serta motivasi yang rendah menjadi faktor penghambat

dalam rangka pemenuhan hak pendidikan tersebut. Padahal Wajib belajar ini
merupakan program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara
atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pendidikan dasar sangat
berperan penting untuk meletakkan dasar bagi upaya memberikan pendidikan bagi
warga negara oleh karena itu keterlaksanaannya merupakan sesuatu hal yang
0
wajib sifatnya. Layanan pendidikan dasar tidak hanya memenuhi kebutuhan
pendidikan yang formal saja namun juga individu yang memerlukan layanan
khusus, seperti anak berkebutuhan khusus, anak-anak yang tinggal di daerah
terpencil dan anak-anak dari keluarga miskin.
Suatu kondisi yang bertolak belakang bahwa memang sekolah-sekolah
yang terletak di daerah perkotaan padat penduduk atau sekolah-sekolah favorit
mempunyai jumlah siswa yang relati stabil. Tetapi di daerah lain, beberapa
sekolah di daerah terpencil memiliki jumlah siswa di bawah ambang batas
kelayakan (kurang dari 15 orang per angkatan).
Kondisi tersebut diatas merupakan fenomena baru dalam pendidikan dasar,
akibatnya banyak sekolah dasar yang kekurangan siswa. Bahkan di beberapa
daerah banyak SD yang didirikan pada tahun 1980-an pada akhirnya terpaksa
harus ditutup karena tidak memenuhi ataupun tidak ada siswanya. Fenomena ini
membutuhkan kebijakan khusus dari pemerintah karena pendidikan merupakan
salah satu kewajiban yang harus dipenuhi negara kepada warga negaranya.

Ada dua jenis kebijakan pemerintah menghadapi fenomena ini. Kebijakan


pertama adalah melakukan regrouping sekolah, sehingga sekolah memiliki jumlah
siswa sesuai persyaratan. Akibat regrouping adalah adanya sekolah yang ditutup.
Kebijakan ini dapat berakibat negatif lebih lanjut, seperti siswa terpaksa berhenti
sekolah karena lokasi sekolah regrouping jauh, guru terpaksa pindah ke sekolah
yang mungkin lebih jauh. Meskipun secara ekonomis kebijakan regrouping
berdampak positif bagi pemerintah, di beberapa daerah ternyata mempunyai
dampak negative, baik bagi guru maupun para siswa. Beberapa guru merasa tidak
’merasa di rumah', di tempat yang baru. Di daerah yang berpenduduk tidak padat,
regrouping menimbulkan masalah transportasi bagi siswa yang harus pindah
sekolah.
Alternatif kebijakan lain yaitu tetap mempertahankan sekolah-sekolah
kecil dengan pembelajaran kelas rangkap (PKR)/Multigrade Teaching. Dengan
model ini, jumlah siswa yang tidak memenuhi ambang batas dibiarkan seperti apa
adanya, kemudiaan dilakukan penggabungan dua atau tiga tingkat dalam sekolah
yang sama dengan satu guru. Yang digabung justru dua atau tiga tingkat dalam
sekolah yang sama dengan satu guru. Guru harus dibekali dengan pengelolaan
siswa heterogen dalam kelas yang sama. Pembelajaran Kelas Rangkap
(PKR)/Multigrade Teaching juga dapat mengatasi masalah ketenagaaan di
3
sekolah, karena saat ini sebagian besar daerah kekurangan guru. Jarang ditemukan
sekolah dengan jumlah guru mencukupi, karena besarnya jumlah guru pensiun,
sedangkan kuota pengangkatan guru baru dari pemerintah pusat jauh dari
kebutuhan setiap tahun.
@. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi masalah yang diuraikan di atas, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah Pembelajaran Kelas Rangkap bisa dijadikan suatu model pembelajaran
untuk saat ini?

J. Tujuan Penulisan
Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan penulisan laporan yang
ingin dicapai adalahsebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Pembelajaran Kelas Rangkap bisa dijadiakan model

pembelajaran untuk saat ini.

2
BAB II

ISI LAPORAN

O.
Pendapat Pribadi PKR Sebagai Model Pembelajaran
Menurut Penulis di Indonesia yang mempunyai wilayah yang luas dan
terdiri dari ribuan pulau, tak dapat dihindari adanya permasalahan penyebaran dan
permasalahan perbedaan beberapa hal. Begitu juga dalam sistem pendidikan
kita. Misalnya dalam penyebaran guru SD.
Sistem pendidikan kita belum mampu menyebarkan guru SD secara merata
ke segala penjuru wilayah di tanah air. Akibatnya masih terjadi kekurangan guru
SD secara lokal dimana-mana, termasuk di Papua masih mengalami masalah
kekurangan guru SD sekitar 4000 orang. Dalam masalah perbedaan kualitas hasil

belajar, pada umumnya murid SD di kota-kota besar jauh lebih baik dibandingkan
dengan mereka yang berada di daerah, terutama di daerah yang terpencil. Akibat
kekurangan guru mungkin saja akan menambah adanya perbedaan ini. Salah satu
upaya untuk mengatasi kekurangan guru di beberapa SD di Indonesia adalah
dengan penerapan Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR). Namun demikian,
mengajar dengan merangkap kelas bukan berarti merupakan penyebab terjadinya
kurang baiknya kualitas hasil belajar. Mungkin hal ini dikarenakan kita belum
menemukan teknik yang tepat untuk melakukan PKR. Pemahaman yang baik
tentang PKR oleh guru maupun calon guru diharapkan akan mampu melaksanakan
pembelajaran PKR dengan efektif dan efisien, sehingga ada anggapan bahwa PKR
merupakan suatu masalah yang sulit untuk diatasi. Namun, justru disadari bahwa
PKR adalah suatu tantangan dan kenyataan yang harus dihadapi sebagai tugas guru.
Dalam PKR lebih banyak menuntut siswa belajar mandiri dan konstektual,
sehingga secara tidak langsung interaksi antara siswa yang baik dan intensif akan
membentuk karakter siswa yang positif. Kalau dikaitkan dengan implementasi
Kurikulum 2013 yang menekannkan pada pendekatan tematik, PKR ini tampaknya
cocok diterapkan. Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran.
Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam 2 (dua) hal, yaitu integrasi sikap,
kemampuan/keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran serta

>
pengintegrasian berbagai konsep dasar yang berkaitan oleh karena itu PKR masih menjadi solusi dan pilihan gu
tujuan pembelajaran.

@. Sumber Berita Sebagai Pendukung Diperlukannya PKR


https://surabaya.tribunnews.com/2019/09/16/dorong-efisiensi-pembelajaran-di-sekolah-
terpencil-pemprov-jatim-jajaki-model-kelas-rangkap

Mantan Bupati Trenggalek ini menjelaskan, model Penerapan kelas


rangkap tersebut adalah dengan menggabungkan dua kelas berbeda menjadi satu.

"Misalnya kelas 1 dan kelas 2 ditempatkan dalam satu kelas tapi gurunya ini
mempunyai kemampuan untuk mengelola perbedaan level jenjang pendidikan. Itu
akan membuat kelas lebih seru dan gurunya akan lebih efisien dalam mengajar,"
lanjut Suami Arumi Bachsin ini.
Penerapan model kelas rangkap tersebut, lanjut Emil sudah ada tekniknya dan
sudah dikembangkan di Jawa Timur sebagai pilot project.

5
https://edukasi.kompas.com/read/2019/05/16/23021341/kelas-rangkap-di-sekolah-dasar-
peluang-atau-tantangan?page=all

Tujuan program rintisan ini untuk memperbaharui materi pelatihan kelas rangkap,

dengan berbekal pengalaman dari program sebelumnya dan untuk meningkatkan


peran pengawas, guru dan kepala sekolah dalam mendukung kegiatan kelas
rangkap. Tidak mustahil bahwa praktik pembelajaran kelas rangkap ini dapat pula

diterapkan di daerah lain, tentu dengan pembekalan yang baik agar tujuan
peningkatan mutu pembelajaran bisa tercapai. ‑Zaaah satu upaya untuk atasi

tantangan pendidikan adalah model pengajaran dan pembelajaran kelas rangkap.


Kami pun telah melihat komitmen dan dukungan positif dari pemerintah provinsi

dan kabupaten daaam mendukung pembeaajaran keaas rangkap,‖ jeaas Fijheaae


Lowe, Counsellor for Human Development dari Kedutaan Besar Australia Jakarta

J. Teori Pendukung Pelaksanaan PKR


Menurut Djalil (2012) menyatakan bahwa pembelajaran kelas rangkap (PKR) adalah bentuk pembelajaran yan
Setiap siswa memiliki kemampuan dalam menyerap materi yang didapatkannya

dengan cara yang berbeda-beda. Maka sudah menjadi tugas seorang guru mampu memahami berbagai karakter

3
Pradipto (2007) seorang guru harus mengenal anak-anak di kelasnya secara
personal. Kemampuan untuk menangkap materi pembelajaran masing-masing anak
berbeda satu dengan lainnya (bersifat individual). Pemberian materi ajar harus
disesuaikan degan kemampuan peserta didik. Seorang siswa bisa menyelesaikan
sebuah soal atau memahami materi dalam waktu yang berbeda-beda. Dari
perbedaan ini, guru bertugas membantu anak-anak yang mengalami kesulitan
mengerjakan soal ataupun memahami materi. Sehingga guru tidak bisa
menyamaratakan kemampuan anak. Guru harus bertanya kepada anak satu per satu
tentang kesulitan yang mereka hadapi. Apa yang belum dipahami anak, guru harus
bisa membantu supaya mereka paham ataupun juga dengan meminta teman-teman
sebayanya untuk membantu mereka yang mengalami kesulitan dalam memahami
pelajaran.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Sumar (2017) bahwa disamping
profesionalisme seorang guru, pembelajaran juga terkait erat dengan subjek belajar,

yaitu peserta didik. Beberapa faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik, yaitu
faktor yang ada pada diri peserta didik dan faktor yang berasal dari luar peserta
didik. Faktor minat, motif, dan perhatian dari dalam peserta didik perlu
dimunculkan karena faktor inilah yang sangat menentukna keberhasilan belajar
peserta didik. Peran guru akan sangat membantu memunculkan faktor ini dengan
bilbingan, arahan dari guru, sehingga peserta didik diharapkan akan menjadi pribadi
yang matang, kreatif, inovatif, dan mandiri.
Proses pembelajaran di dalam kelas sepenuhnya menjadi tanggung jawab seorang
guru. Untuk itu pengenalan peserta didik secara mendalam juga menjadi tugas

utama seorang guru. Guru yang akan memahami karakteristik peserta didiknya
harus mengetahui berbagai faktor yang berpengaruh terhadap peserta didiknya
tersebut. Ada dua faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik.
yaitu faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik itu sendiri
dan faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar diri peserta didik. Dalam
Alisuf (2007) menejelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar siswa secara besar terbagi menjadi dua bagian sebagai berikut.
a. Faktor internal siswa
1) Faktor fisiologis siswa, seperti kondisi kesehatan dan kebugaran fisik, serta

kondisi panca inderanya terutama pengkihatan dan pendengaran.

4
2)Faktor psikologis siswa, seperti minat, bakat, intelegensi, motivasi dan
kemampuan-kemampuankognitifsepertikemampuanpersepsi,ingatan, berpikir dan kemampuan dasar penget

Faktor eksternal siswa


Faktor lingkungan siswa, faktor ini terbagi menjadi dua yaitu faktor alam dan non sosial (seperti keadaan suhu, kelem
Faktor instrumental, yang termasuk faktor instrumental antara lain gedung
dan sarana fisik kelas, sarana dan alat pembelajaran, media pembelajaran, guru, dan kurikulum atau materi pelajaran s

Kelebihan dan Kelemahan Model PKR

Menurut Wardhani, IGK dalam bukunya Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap


menjelaskan bahwa:

Kelebihan Model PKR 221


• Kegiatan pendahuluan dan penutupan masing-masing kelas dapat dilakukan
secara bersama-sama dalam ruangan yang akan digunakan untuk pembelajaran.
• Tidak membuang waktu terlalu banyak dalam pembelajaran, sebab dua kelas
melakukan pembelajaran dalam satu ruangan bersama-sama.
• Guru mudah dalam melakukan pemantauan terhadap siswa selama pembelajaran

berlangsung.
• Menghemat tenaga guru karena tidak perlu berpindah-pindah ruangan.
• Membina persahabatan antar kelas.
• Guru lebih kreatif dalam merancang pembelajaran agar tetap tercipta iklim kelas
yang menyenangkan.
Kelemahan Model PKR 221
• Siswa tidak dapat fokus dengan apa yang sedang dipelajari atau dikerjakan karena
terganggu oleh aktivitas kelas lain.
• Tidak semua guru memiliki kemampuan mengelola siswa heterogen dalam

ruangan yang sama.


• Bertambahnya pekerjaan administratif, pekerjaan akademik, pelayanan dan

9
tanggung jawab guru terhadap siswa karena guru mengajar kelas rangkap.
Menurut Gene L Wilkinson dalam bukunya Media dalam Pembelajaran
memaparkan bahwa:
Kelebihan Model PKR 221
• Guru atau tim mengelola para siswa dari 2 tingkatan kelas yang berbeda, dengan
fokus 2 mata pelajaran baik yang sama atau berbeda dalam 1 ruangan.
• Model ini bisa efektif apabila jumlah siswa yang terdiri dari 2 tingkatan kelas
tersebut tidak terlalu banyak (maksimum 25 siswa untuk masing-masing tingkatan
kelas) dengan suatu ruangan yang cukup luas.
• Dengan pembelajaran terpadu model terjalan atau tema, guru bisa
mengembangkan 2 mata pelajaran dengan topik yang sama atau berkaitan melalui
sebuah tema yang menarik.
Kelemahan Model PKR 221
• Jika Siswa dalam 1 kelas jumlahnya lebih dari 25 siswa maka kelas PKR harus

dibagi menjadi 2 kelas.


• Jika guru menggunkan model ini, guru harus menyiapkan dua kelas pembelajaran
kelas rangkap model 221, dan memecah masing-masing dua tingkatan kelas yang
akan dicampur menjadi 2 sehingga ruangan tidak terlalu penuh, dan akan
mengakibatkan pembelajaran tidak efektif.
• karena ada 2 kelas pembelajaran kelas rangkap model 221 ini, maka guru yang
harus mengelolanya pun harus dua orang guru atau dua tim guru.
Menurut Susilowati dalam bukunya Pembelajaran Kelas Rangkap menjelaskan
bahwa:

Kelebihan Model PKR 221


1. Peserta didik mempunyai kecenderungan untuk mengembangkan kebiasaan
bekerja secara independen dan keterampilan belajar sendiri.
kelompok diantara para siswa yang berbeda usia dan tingkatan mempunyai
kecenderungan berkembangnya etika, kepedulian tanggung jawab kelompok.
2. Peserta didik mengembangkan sikap positif tentang saling membantu sama yang
lain.
3. Para siswa yang belajar dalam kelas rangkap akan lebih berkembang dengan
perpaduan antara strategi pembelajaran kelas rangkap, pembelajaran kooperatif,

kelompok yang beragam, tugas-tugas yang menunjang perkembangan, pendekatan


tutor multiusia, waktu yang luwes dan evaluasi yang positif.

1
Kelemahan Model PKR 221
• Keterbatasan berbagai sumber belajar untuk menunjang pelaksanaan
pembelajaran terutama yang berupa buku-buku teks, bahan belajar yang lainnya
dan alat bantu mengajar.
• Jika Siswa dalam kelas jumlahnya lebih dari 25 siswa maka kelas PKR harus
dibagi menjadi 2 kelas.
• Tidak semua guru memiliki kemampuan mengelola siswa heterogen dalam
ruangan yang sama.
Dari uraian di atas model ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan model
ini adalah dapat meningkatkan keaktipan siswa, untuk bekerjasama denganantara
tingkat kelas yang berbeda dalam satu ruangan yang sama, dan juga melatih siswa
agar berani untuk bertanggung jawab terhadap kelompok yang diembannya,
dan kelemahan dari model ini yaitu tidak semua siswa mempunyai keberanian
untuk mengembangkan potensi yang ada didalam diri siswa tersebut, disamping itu

tidak semua guru bisa mengembangkan kemampuan untuk mengelola siswa yang
heterogen dalam ruangan yang sama.
Prinsip-Prinsip yang Mendasari PKR
Prinsip-prinsip dalam PKR adalah ketentuan — ketentuan umum yang khusus
memandu dan mengarahkan pikiran dan perilaku guru dalam menyikapi dan
mengelola pembelajaran. PKR seperti pembelajaran pada umum memiliki prinsip
umum baik yang bersifat psikologis- pedagogis maupun didaktik-metodik.
Sedangkan yang bersifat psikologis-pedagogis adalah yang berkenaan dengan
perubahan perilaku siswa, sedangkan yang bersifat didaktik-metodik adalah yang

berkenaan dengan strategi atau prosedur pembelajaran. Beberapa prinsip umum


psikologis-pedagogis antara lain :
• Perbedaan individual anak dalam perkembangan kognitif, sikap, dan perilaku
menuntut perlakuan pembelajaran yang cocok dengan tingkatannya. Misal,
perlakuan terhadap siswa kelas III tentu harus berbeda dengan perlakuan terhadap
siswa kelas IV. Pada tingkat usia kelas III proses berfikir kongkrit
lebih dominan, sedangkan siswa kelas IV sudah mulai dapat berfikir abstrak.
• Motivasi sangat diperlukan dalam belajar baik yang datang dari diri siswa atau
”motivasi instrinsik” maupun yang datang dari luar diri siswa atau motivasi

instrumental. Oleh karena itu pembelajaran harus diawali dengan menumbuhkan


motivasi siswa agar terasa butuh dan mau belajar. Bila sudah tumbuh , motivasi

1
tersebut perlu dipelihara dan malah ditingkatkan melalui berbagai bentuk
penguatan atau” reinforcement ”.
• Belajar sebagai proses akademis dalam diri individu untuk membangun
pengetahuan, sikap dan ketrampilan melalui transformasi pengalaman. Proses
tersebut dapat dipandang sebagai suatu siklus proses pengalaman kongkrit
(concrete experience ), pengamatan mendalam ( reflective observation ),
pemikiran abstrak ( abstract conceptualization ), dan percobaan atau penerapan
secara aktif ( active experimentation ).
• Belajar dari teman seusia atau “peer group “ terutama mengenai sikap dan
ketrampilan sosial dapat berhasil dengan baik melalui interaksi sosial yang
sengaja dirancang.
• Pencapaian dampak instructional atau ”instructional effects” dan dampak
pengiring atau ”nurturant effect” menuntut lingkungan dan suasana belajar yang
dirancang dengan baik oleh guru dan terciptanya suasana belajar secara
kontekstual.
Implementasi dari prinsip umum psikologis-pedagogis terhadap pembelajaran
adalah munculnya prinsip didaktik-metodik sebagai berikut :
• Penganekaragaman pembelajaran agar dapat melayani perbedaan individual
siswa.
• Pemanfaatan berbagai media dan sumber belajar agar dapat membangkitkan,
memelihara, dan meningkatkan motivasi siswa.Penerapan aneka pen
• dekatan, metode, dan teknik pemeblajaran yang berpotensi mengaktifkan siswa
dalam keseluruhan siklus proses belajar.

• Penekanan pada pencapaian dampak instruksional dan dampak pengiring.


Di samping memiliki prinsip umum di atas, PKR memiliki prinsip khusus seperti
berikut:
• Keserempakan kegiatan belajar-mengajar
• .Kadar tinggi waktu keaktifan akademik.
• Kontak psikologis guru-murid yang berkel
• Lanjutan.Pemanfaatan sumber belajar yang efisien.
• Belajar dari teman sebaya.
• Penekanan pada pencapaian dampak instruksional dan pengiring.

1
KESIMPULAN DAN SARAN

O. Kesimpulan
Mengajar kelompok kecil dan perseorangan adalah bentuk mengajar yang
memungkinkan guru dalam waktu yang sama menghadapi beberapa kelompok kecil
dan/atau siswa-siswa yang belajar perseorangan. Bentuk mengajar ini ditandai oleh
hubungan antar pribadi yang akrab antara guru-siswa-siswa, kesempatan siswa
untuk belajar sesuai minat dan kemmapuan, adanya bantuan dari guru, serta
mungkinnya keterlibatan siswa dalam perencanaan pembelajarannya.Bagi seorang
guru PKR , penguasaan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan
akan sangat membantu dalam mengorganisasikan kegiatan belajar mengajar karena
hakikat kedua bentuk pengajaran ini hampir sama.Berbagai bentuk
pengorganisasian dapat dipergunakan oleh guru dalam menerapkan pengajaran
kelompok kecil dan perseorangan. Namun, harus diingat bahwa variasi kelas besar,
kelompok kecil, dan perseorangan harus digunakan sesuai dengan hakikat topic
yang disajikan, dan kegiatan selalu di akhiri dengan kulminasi oleh sebab itu
Pembelajaran Model PKR sangat memungkinkan untuk diterapkan sebagai solusi dan alat
untuk mencapai tujuan pembelajarAn dimana dalam penerapannya mampu menjadi solusi
untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi tiap-tiap sekolah di daerah.

@. Saran
Sekolah yang memungkinkan terlaksananya PKR dalam sekolah tersebut
hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip PKR agar nantinya jika pelaksanaan
terwujud dalam sekolah tersebut dapat menjadi Pembelajaran Kelas Rangkap yang
ideal. PKR yang ideal yang secara terencana menerapkan prinsip-prinsip PKR akan
menyebabkan belajar menjadi menyenangkan dan menantang, guru menjadi kreatif
memanfaatkan sumber belajar, murid aktif, iklim kelas ceria, menyenangkan
sehingga muncul kerja sama dan persaingan yang sehat antar murid.

1
DAFTAR PUSTAKA

Trianto, Op, Cit., Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi


Konstruktivistik, (Surabaya: Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 5

https://surabaya.tribunnews.com/2019/09/16/dorong-efisiensi-pembelajaran-di-

sekolah-terpencil-pemprov-jatim-jajaki-model-kelas-rangkap

https://edukasi.kompas.com/read/2019/05/16/23021341/kelas-rangkap-di-sekolah-
dasar-peluang-atau-tantangan?page=all

IGK. AK. Wardhani, Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap, Materi Pokok


(Jakarta:Universitas Terbuka, 1998)

IGK. AK. Wardhani, Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap, Materi Pokok


(Jakarta:Universitas Terbuka, 2012)

Nanang Hanfiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung:


RefikaAditama, 2012), hlm. 41

Susilowati, Pembelajaran Kelas Rangkap, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001)

Anda mungkin juga menyukai