Anda di halaman 1dari 9

https://amp.kompas.

com/edukasi/read/2019/05/16/23021341/kelas-rangkap-di-sekolah-dasar-
peluang-atau-tantangan

Kelas Rangkap di Sekolah Dasar: Peluang atau Tantangan?


Kamis, 16 Mei 2019 | 23:02 WIB
Penulis: Yohanes Enggar Harususilo
Editor: Yohanes Enggar Harususilo

KOMPAS.com - Program kemitraan Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) kembali
menggelar forum Temu INOVASI dengan mengangkat tema “Pembelajaran Kelas Rangkap di
Pendidikan Dasar: Peluang dan Tantangan” di Gedung Kemendikbud, Jakarta (15/5/2019).

Forum diskusi pendidikan ini menghadirkan narasumber guru dan tenaga kependidikan di
Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Probolingo), Bupati Probolinggo, Wakil Bupati Sumba
Timur, Direktur Pembinaan Guru Dikdas, Ditjen GTK Kemendikbud, serta perwakilan dari
program kemitraan pemeritnah Indonesia dan Australia yaitu program TASS dan juga
INOVASI.

Salah satu tantangan pendidikan yang diangkat INOVASI adalah model pengajaran dan
pembelajaran kelas rangkap atau multi-grade teaching.

Tantangan nyata di daerah

Di banyak sekolah dasar dan madrasah berukuran kecil di Indonesia, mengelompokkan


anak-anak dari beberapa jenjang kelas ke dalam satu kelas bisa menjadi salah satu cara agar
pendidikan dapat tetap berjalan.

Misalnya, menggabungkan kelas tiga dan empat dalam satu kelas. Ini yang disebut dengan
model pembelajaran kelas rangkap, yaitu situasi ketika seorang guru harus mengajar lebih
dari satu kelas di waktu dan tempat yang bersamaan. 

Di Kecamatan Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur, misalnya, ditemukan jumlah murid yang
sedikit umumnya menjadi hal melatarbelakangi pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap.

Jumlah murid tersebut dipengaruhi kondisi geografis dimana sekolah-sekolah berada pada
lokasi sulit dicapai sehingga hanya menampung murid dari wilayah setempat. Selain itu, ada
kecenderungan bagi masyarakat memiliki anak dalam jumlah sedikit.

Hal ini karena tuntutan biaya adat besar, serta kondisi ekonomi lemah. Inilah yang membuat
jumlah murid di sekolah semakin berkurang. Kecukupan jumlah guru, serta kehadiran dan
kemampuan guru untuk mencapai sekolah juga menjadi penentu dilaksanakannya
pembelajaran kelas rangkap di beberapa sekolah.

Di Sumba Tengah, ditemukan guru di SD Narita yang menerapkan pembelajaran kelas


rangkap karena keterbatasan ruang kelas.
Pada praktiknya, guru menggabungkan dua kelas yang berbeda (kelas 1 dan 2; kelas 4 dan 5)
pada saat yang bersamaan dan dalam satu kelas pembelajaran dengan materi yang
berbeda.Lihat Foto

Dalam hal ini, kemampuan guru dituntut mampu mengelola kelas dengan baik dan


menjadikan siswa aktif sehingga kondisi kelas tidak gaduh atau ada siswa tidak belajar
karena guru mengajar bergantian kelas.

Pendekatan berfokus siswa

Efisiensi tentu dibutuhkan di seluruh wilayah di Indonesia dalam hal penempatan guru serta
rasio guru terhadap siswa. Model pembelajaran kelas rangkap dapat menjadi salah satu
solusinya.

Namun, guru perlu terlebih dulu memiliki pengalaman melakukan pendekatan


pembelajaran aktif, sebelum diperkenalkan dengan model pembelajaran kelas rangkap.

Model pembelajaran tradisional berpusat pada guru diubah menjadi pembelajaran berpusat
pada anak. Namun, guru masih belum dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan
cukup untuk mengajar dengan pola kelas rangkap.

INOVASI dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo, sebagai contoh, saat ini melaksanakan
program rintisan pembelajaran kelas rangkap di 8 sekolah-sekolah kecil yang berada di
Kecamatan Sukapura. Lihat Foto

Dalam hal ini, kemampuan guru dituntut mampu mengelola kelas dengan baik dan


menjadikan siswa aktif sehingga kondisi kelas tidak gaduh atau ada siswa tidak belajar
karena guru mengajar bergantian kelas.

Pendekatan berfokus siswa

Efisiensi tentu dibutuhkan di seluruh wilayah di Indonesia dalam hal penempatan guru serta
rasio guru terhadap siswa. Model pembelajaran kelas rangkap dapat menjadi salah satu
solusinya.

Namun, guru perlu terlebih dulu memiliki pengalaman melakukan pendekatan


pembelajaran aktif, sebelum diperkenalkan dengan model pembelajaran kelas rangkap.
Model pembelajaran tradisional berpusat pada guru diubah menjadi pembelajaran berpusat
pada anak. Namun, guru masih belum dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan
cukup untuk mengajar dengan pola kelas rangkap.

INOVASI dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo, sebagai contoh, saat ini melaksanakan
program rintisan pembelajaran kelas rangkap di 8 sekolah-sekolah kecil yang berada di
Kecamatan Sukapura.

Tujuan program rintisan ini untuk memperbaharui materi pelatihan kelas rangkap, dengan
berbekal pengalaman dari program sebelumnya dan untuk meningkatkan peran pengawas,
guru dan kepala sekolah dalam mendukung kegiatan kelas rangkap.

Tidak mustahil bahwa praktik pembelajaran kelas rangkap ini dapat pula diterapkan di
daerah lain, tentu dengan pembekalan yang baik agar tujuan peningkatan mutu
pembelajaran bisa tercapai. 

“Salah satu upaya untuk atasi tantangan pendidikan adalah model pengajaran dan


pembelajaran kelas rangkap. Kami pun telah melihat komitmen dan dukungan positif dari
pemerintah provinsi dan kabupaten dalam mendukung pembelajaran kelas rangkap,” jelas
Michelle Lowe, Counsellor for Human Development dari Kedutaan Besar Australia Jakarta.
https://probolinggokab.go.id/mulai-replikasikan-metode-pembelajaran-kelas-rangkap/

Mulai Replikasikan Metode Pembelajaran


Kelas Rangkap
Reporter : Syamsul Akbar
PROBOLINGGO – Mulai tahun ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo akan
mereplikasikan metode pembelajaran kelas rangkap (multigrade) yang saat ini diterapkan
pada 8 (delapan) lembaga di Kecamatan Sukapura melalui pendampingan program Inovasi
Untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) dari Pemerintah Australia. Penerapan multigrade
ini akan diterapkan secara bertahap di lembaga pendidikan di Kabupaten Probolinggo.
Demikian disampaikan oleh Bupati Probolinggo Hj. P. Tantriana Sari, SE usai menerima Wakil
Duta Besar (Dubes) Australia untuk Indonesia Allaster Cox bersama rombongan INOVASI
Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Probolinggo di Pringgitan Rumah Dinas Bupati
Probolinggo, Sabtu (20/7/2019) siang.
“Banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh dari penerapan pembelajaran kelas rangkap.
Yakni, mampu mengatasi kekurangan guru, dari sisi siswa bisa saling berinteraksi dan
memacu motivasi, efektivitas ruangan serta keterlibatan orang tua, guru dan siswa itu
sendiri dalam proses pembelajaran,” ungkapnya.
Menurut Bupati Tantri, dengan kelas rangkap mampu menjawab ketersediaan guru. Karena
dengan kelas rangkap, jika normalnya membutuhkan dua guru, maka cukup satu orang guru
saja. Misalnya dalam sebuah pembelajaran butuh empat guru maka bisa dimampatkan
hanya dua guru.
“Dari sistem pembelajaran, dengan kelas rangkap siswa tidak hanya bertemu dengan teman
sebayanya, tetapi juga kakak kelasnya atau kakak kelasnya bertemu dengan adik kelasnya,”
jelasnya.
Berdasarkan pengalaman lapangan di wilayah Kecamatan Sukapura terang Bupati Tantri,
penerapan pembelajaran kelas rangkap membawa dampak yang positif karena siswanya
lebih semangat. Dimana adik kelasnya akan terpacu dengan kakak kelasnya yang
wawasannya lebih luas dari adik kelasnya. Demikian pula si kakak kelasnya akan terpacu
agar jangan sampai kalah dengan adik kelasnya. Atau kakak kelasnya bisa membagi
wawasannya bagi adik-adik kelasnya.
“Di luar itu, keterlibatan orang tua, guru dan siswa itu sendiri dapat memastikan proses
belajar dengan baik. Melihat begitu besarnya manfaat dari penerapan pembelajaran kelas
rangkap ini, maka kami tidak perlu berlama-lama menimbang akan mereplikasikan kelas
rangkap di beberapa lembaga pendidikan di Kabupaten Probolinggo,” tegasnya.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Probolinggo Dewi Korina
menyampaikan bahwa untuk tahun ini lembaga sekolah yang menerapkan pembelajaran
kelas rangkap (multigrade) melalui pendampingan program Inovasi Untuk Anak Sekolah
Indonesia (INOVASI) sebanyak 8 (delapan) lembaga di wilayah Kecamatan Sukapura.
“Total sekolah kecil yang ada di Kabupaten Probolinggo mencapai 93 lembaga. Untuk PAK
perubahan ada sekitar 150 lembaga yang rencananya akan diterapkan multigrade. Yang
jelas akan kita lakukan secara bertahap karena nanti ada proses magang di Kecamatan
Sukapura dan dipilih kecamatan terdekat. Hal ini dilakukan supaya proses pelaksanaan
multigrade ini dapat berjalan mulus,” katanya.
Menurut Dewi, ternyata mengajar kelas multigrade itu tidak sederhana. Karena seorang
guru mengajar anak kelas 1 dan 2 di satu ruangan dengan kompetensi dasar melalui tema
yang mirip tetapi sasarannya berbeda.
“Oleh karena itu, gurunya harus dilatih dan kita tidak ingin gagal. Kendala-kendala teknis
sudah kita petakan. Sebagai pilot project kita pilih kecamatan terdekat dengan Kecamatan
Sukapura seperti Lumbang, Kuripan dan Sumber. Walaupun semua pengawas dan kepala
sekolah kita ikutkan pelatihan. Untuk pelatihan mereka tetap kita ikutkan, tetapi
pendampingan fullnya ada di 3 kecamatan,” terangnya.
Dewi menerangkan banyak manfaat dari penerapan pembelajaran multigrade ini, salah
satunya untuk mengatasi kekurangan guru di Kabupaten Probolinggo. Sampai saat ini
jumlah guru yang pensiun mencapai 335 orang. Sehingga dihitung dengan sebelumnya,
maka di Kabupaten Probolinggo terjadi kekurangan guru sebanyak 500 orang.
“Sebetulnya kami sudah mengajukan kekurangan guru tersebut melalui CPNS dan PPPK
tahun 2019. Tetapi sampai saat ini kita masih belum tahu. Sementara untuk CPNS dan PPPK
2019 ada kebijakan merekrut dari honorer K2. Hanya sisa K2 bukan guru tetapi administrasi.
Jadi yang kurang guru tetapi K2 yang tersisa adminisyrasi. Sedangkan K2 yang guru sudah
direkrut kemarin dan tinggal tersisa 50 orang,” tegasnya.
Lebih lanjut Dewi menambahkan, dengan multigrade ini pihaknya mengaku bisa menghemat
guru dan anggaran. Dengan kelas rangkap semangat anak-anak akan lebih bagus dan
mampu menghemat ruangan karena anak-anak belajar dalam satu ruangan. Sehingga
ruangannya bisa dimanfaatkan untuk ruang perpustakaan.
“Idealnya, satu guru itu untuk satu rombongan belajar (rombel). Tetapi kenyataannya
sekarang tidak seperti itu. Karena kekurangan guru di sekolah-sekolah, satu orang guru
mengajar dua kelas. Sehingga satu guru harus lari ke kelas 1, kemudian ditinggal dan lari ke
kelas 2. Dan begitu secara terus menerus. Tetapi dengan kelas rangkap, mereka
dikumpulkan di satu ruang untuk saling berinteraksi. Uji coba ini hasilnya lebih bagus,”
pungkasnya. (wan)
https://m.liputan6.com/news/read/4148888/sekolah-rusak-berat-akibat-hujan-siswa-sdn-
cirimekar-02-cibinong-belajar-di-tenda-darurat

Sekolah Rusak Berat Akibat Hujan, Siswa SDN Cirimekar 02


Cibinong Belajar di Tenda Darurat
Oleh Fachrur Rozie pada 06 Jan 2020, 09:02 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cirimekar 02 Cibinong,


Kabupaten Bogor, Jawa Barat rusak berat akibat hujan yang mengguyur wilayah
Jabodetabek pada 31 Desember 2019 hingga 1 Januari 2020.
Bangunan SDN yang berada di Jalan Kaporlap No. 03 RT 02 RW 05 ini tidak bisa
dipakai untuk kegiatan belajar mengajar. Kegiatan menuntut ilmu para siswa dan
siswi ini pun dipindahkan ke tenda darurat. Tenda darurat didirikan di halaman
SDN.

Setidaknya ada lima ruang yang atapnya ambruk dihantam derasnya air hujan. Tiga
ruang kelas, satu ruang guru, dan satu ruang komputer.

Menurut Maulana Hafizd, salah satu pengajar di SDN Cirimekar mengatakan jika
atap sekolah ambruk pada 1 Januari 2020 sekitar pukul 04.30 WIB dini hari.

"Enggak ada tanda-tanda (atap) akan roboh," ujar Maulana di lokasi, Senin
(6/1/2020).

Maulana mengatakan, bangunan yang roboh ini mulai berdiri sejak 2011. Di tahun
berikutnya, bangunan sudah mulai digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.

Berdasarkan penglihatan Maulana, bangunan tersebut bisa dibilang sangat kokoh.


Namun lantaran hujan mengguyur sangat lama, atap sekolah pun roboh.

"Kalau dibilang masih kokoh. Malah bangunan yang sudah rapuh tidak kenapa-
kenapa," kata dia.

Di SDN Cirimekar sendiri terlihat setidaknya ada tujuh bangunan. Satu bangunan
tempat ibadah, satu bangunan untuk kepala sekolah, satu bangunan rumah dinas
kepala sekolah, dan satu bangunan untuk perpustakaan, satu ruangan digunakan
untuk gudang, dan dua bangunan digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.

Bangunan roboh lantaran hujan hanya satu yang biasa digunakan untuk belajar
mengajar. Satu bangunan untuk belajar mengajar lainnya tidak roboh. Hanya saja
bangunan tersebut tak boleh digunakan demi keselamatan para siswa.
Alhasil, dari enam kelas dengan jumlah siswa sekitar 230 harus mengikuti kegiatan
belajar mengajar di tenda darurat. Lantaran kondisi lapangan yang kecil, hanya
satu tenda darurat yang bisa didirikan pada Sabtu, 4 Januari 2020 kemarin.

"Kelasnya bergantian. Yang ditenda hanya tiga kelas dahulu. Sekitar 150an siswa.
Belajarnya pakai teknik Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR), di mana kita
mengajar di satu ruang untuk beberapa kelas. Seharusnya disekat, karena kondisi,
ya mau bagaimana lagi," kata Maulana.

Di tengah kondisi memprihatinkan, para siswa terlihat bersemangat mengikuti


kegiatan belajar mengajar. Menurut Maulana, para guru sejak pagi sudah
memberikan motivasi kepada para siswa agar terus semangat belajar dalam kondisi
apapun.

Apalagi, hari ini merupakan hari pertama pasca-libur panjang.

"Kita juga memotivasi, jangan sampai mereka 'duh kelas saya, tempat saya cari
ilmu kok jadi seperti ini'," kata Maulana.

Motivasi juga rencananya akan diberikan oleh Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim. Nadiem direncanakan tiba sekitar pukul
09.00 WIB.

https://www.harianbhirawa.co.id/kelas-rangkap-mengatasi-kekurangan-guru/

Kelas Rangkap, Mengatasi Kekurangan Guru


Author by Danu BhirawaPosted on 13/11/2019
Dispendik Sosialisasi Sekolah Multigrade Bagi Kasek SD
Probolingggo, Bhirawa
Upaya pengembangan kelas layanan khusus, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Probolinggo
memberikan sosialisasi sekolah multigrade bagi Kepala Sekolah Dasar (SD) di Auditorium
Madakaripura Kantor Bupati Probolinggo, sekaligus kelas rangkap atau multigrade mengatasi
kekurangan guru, khususnya di daerah terpencil.
Kegiatan ini diikuti 91 orang Kepala Sekolah Dasar dan 91 orang guru SD yang tersebar di seluruh
Kabupaten Probolinggo. Selama kegiatan mereka mendapatkan materi dari Tim Inovasi Provinsi
Jawa Timur dan Fasda Kabupaten Probolinggo. Puluhan Kepala dan guru SD ini memperoleh
materi kebijakan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo, growth mindset, pemahaman
multigrade, menyusun RTL, kunjungan mandiri ke sekolah multigrade serta menulis refleksi.
Kepala Dispendik Kabupaten Probolinggo, Dewi Korina melalui Kepala Bidang Pembinaan SD, Sri
Agus Indariyati, Rabu (13/11) mengatakan, sosialisasi sekolah multigrade bagi kepala SD ini
bertujuan untuk peningkatan mutu pendidikan dengan melaksanakan pembelajaran kelas rangkap
(multigrade reaching).
“Selain itu, untuk menindaklanjuti arahan Ibu Bupati dan Ibu Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten
Probolinggo, untuk terus mengembangkan dan mengimplementasikan pembelajaran kelas rangkap
(multigrade teaching), serta meningkatkan kompetensi para guru,” katanya.
Menurut Sri Agus Indariyati, dasar hukum kegiatan ini Peraturan Bupati (Perbup) Probolinggo
Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Sekolah Multigrade. Dengan adanya sekolah multigrade ini
diharapkan dapat mengantisipasi kekurangan guru yang ada di Kabupaten Probolinggo. ”Sekolah
multigrade ini merupakan solusi lain selain melakukan merger sekolah di Kabupaten Probolinggo,”
paparnya.
Lebih lanjut, di contohkannya, Kecamatan Sukapura adalah salah satu wilayah di Kabupaten
Probolinggo yang terkenal sebagai destinasi wisata dunia. Di kecamatan inilah maskot wisata
Provinsi Jawa Timur, yaitu Gunung Bromo, menjulang indah. Tidak mudah untuk mencapai lokasi
kecamatan ini. Letak geografis yang berada di Pegunungan Tengger membuat beberapa tempat di
wilayah ini memiliki tingkat kesulitan akses yang cukup menantang. Kondisi inilah yang
menyebabkan beberapa sekolah hanya memiliki jumlah siswa kurang dari 55 anak, mulai dari
kelas 1 sampai kelas 6.
Data jumlah peserta didik sekolah dasar di Kecamatan Sukapura (2018) tercatat, dari 21 sekolah
dasar yang tersebar di empat gugus, terdapat delapan sekolah yang memiliki jumlah peserta didik
antara 42 sampai dengan 52 anak. Hanya satu gugus yang jumlah siswanya mencapai di atas 55
orang anak per sekolahnya, yaitu Gugus 04 yang terdiri atas SDN Pakel I, SDN Pakel II, SDN
Kedasih I, dan SDN Kedasih II yang memiliki jumlah peserta didik antara 80 hingga 111 anak per
sekolahnya.
“Berdasarkan kondisi ini, Inovasi berkerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo
membentuk Gugus Multigrade, atau Gugus Kelas Rangkap bagi sekolah dasar di Kecamatan
Sukapura yang jumlah peserta didiknya kurang dari 55 anak per sekolah. Sekolah dengan kelas
rangkap ini mempunyai kelas yang muridnya terdiri atas siswa dengan tingkat kelas, usia, dan
kemampuan yang berbeda dalam satu kelas,” jelas Sri Agus.
Kelas yang digabungkan disesuaikan dengan tema yang memang bisa digabungkan. Menurut
Suyitno, Pengawas Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo, sebelum melaksanakan
multigrade/kelas rangkap, guru harus melakukan bedah kurikulum untuk menentukan tema yang
bisa digabungkan dalam satu kelas, tetapi dengan beban materi yang berbeda.
Contoh konkretnya, gugus dengan jumlah peserta didik kurang dari 55 anak per sekolah akan
menerapkan kelas rangkap. Caranya, dengan menggabungkan dua kelas atau lebih yang
berurutan menjadi satu kelas, misalnya kelas 1 dan kelas 2. Setelah bergabung dalam kelas yang
sama, mereka akan mendapat pembelajaran tematik.
Meskipun tema yang diberikan sama, misalnya Masyarakat Lokal, namun masing-masing
kelompok siswa akan mendapatkan kegiatan yang berbeda. Dengan cara ini, hasil atau sasaran
pembelajaran yang didapatkan oleh siswa tetap sesuai dengan tingkatan kompetensinya masing-
masing.
Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo menyambut baik program Gugus Multigrade ini. Mereka
berharap, program ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan memaksimalkan potensi
setempat, baik potensi guru, siswa, maupun sarana prasarana.
“Jika Gugus Multigrade di Kecamatan Sukapura ini berhasil, maka akan dijadikan model
pelaksanaan multigrade di seluruh sekolah di Kabupaten Probolinggo yang memiliki jumlah peserta
didik kurang dari 50 anak,” tadasnya.
Sejak tahun 2018, Kabupaten Probolinggo diberikan kepercayaan menjalankan Program Inovasi
Multigrade atau Pembelajaran kelas rangkap, dan Kecamatan Sukapura di jadikan Pilot Projects,
ada delapan lembaga sekolah yang mendapat kesempatan melaksanakan Program Inovasi
Multigrade.
Program Inovasi Multigrade ini menjawab tantangan yang selama ini dihadapi dunia pendidikan di
Indonesia, tantangan itu diantaranya kekurangan tenaga pengajar, sedikitnya jumlah murid, dan
tingginya anggaran yang diserap, sehingga inovasi multigrade diharapkan bisa mengatasi
tantangan itu. Inovasi Multigrade dinilai mampu menjawab tantangan yang saat ini di hadapi dan
sudah dikaji Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan nantinya akan dijadikan Program
Nasional.
Koordinator Program Inovasi Multigrade, Suyitno, yang sudah melanglang buana ke daerah-daerah
di Indonesia, hanya untuk pengembangan Program Inovasi Multigrade di Kabupaten Probolinggo
Khususnya di kecamatan Sukapura, dengan rasa bangga menyampaikan kalau sekolah disekitar
kawasan Wisata Bromo yang menjalankan Program Inovasi Multigrade perkembangannya sangat
pesat, hal ini karena dukungan dari semua pihak, baik itu dukungan dari Bupati Probolinggo,
Kepala Diknas beserta jajarannya, pengawas, guru-gurunya dan wali murid.
Suyitno juga menjelaskan, dengan Inovasi Multigrade ini lebih efektif, karena dengan jumlah
murid sedikit dan dua kelas di gabung jadi satu akan menumbuhkan mindset, atau pola pikir yang
sangat luar biasa, kepercayaan diri murid dan guru serta wali murid akan terbangun. Walaupun
masih berjalan hampir satu tahun proses dan hasilnya sudah bisa dilihat dan dirasakan, terbukti
siswa dalam satu kelas yang jumlahnya sedikit sebelumnya mungkin merasa tertekan akan
menjadi lebih bergairah.
Sedangkan tantangan yang dihadapi pada program inovasi Multigrade ini adalah SDM, ketika
menghadapi masalah yang harus dilakukan mencari sulosi yang tepat, dan solusinya adalah
Multigrade yang tentunya tidak mengurangi Kualitas pembelajaran di sekolah.
“Di negara lain Multigrade ini sangat dicari oleh orang tua murid, tetapi di Indonesia sosialisasinya
belum begitu gencar, namun diharapkan tahun depan akan segera terealisasi di seluruh kabupaten
Probolinggo,” tambah Suyitno. [wap]

Anda mungkin juga menyukai