com/edukasi/read/2019/05/16/23021341/kelas-rangkap-di-sekolah-dasar-
peluang-atau-tantangan
KOMPAS.com - Program kemitraan Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) kembali
menggelar forum Temu INOVASI dengan mengangkat tema “Pembelajaran Kelas Rangkap di
Pendidikan Dasar: Peluang dan Tantangan” di Gedung Kemendikbud, Jakarta (15/5/2019).
Forum diskusi pendidikan ini menghadirkan narasumber guru dan tenaga kependidikan di
Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Probolingo), Bupati Probolinggo, Wakil Bupati Sumba
Timur, Direktur Pembinaan Guru Dikdas, Ditjen GTK Kemendikbud, serta perwakilan dari
program kemitraan pemeritnah Indonesia dan Australia yaitu program TASS dan juga
INOVASI.
Salah satu tantangan pendidikan yang diangkat INOVASI adalah model pengajaran dan
pembelajaran kelas rangkap atau multi-grade teaching.
Misalnya, menggabungkan kelas tiga dan empat dalam satu kelas. Ini yang disebut dengan
model pembelajaran kelas rangkap, yaitu situasi ketika seorang guru harus mengajar lebih
dari satu kelas di waktu dan tempat yang bersamaan.
Di Kecamatan Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur, misalnya, ditemukan jumlah murid yang
sedikit umumnya menjadi hal melatarbelakangi pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap.
Jumlah murid tersebut dipengaruhi kondisi geografis dimana sekolah-sekolah berada pada
lokasi sulit dicapai sehingga hanya menampung murid dari wilayah setempat. Selain itu, ada
kecenderungan bagi masyarakat memiliki anak dalam jumlah sedikit.
Hal ini karena tuntutan biaya adat besar, serta kondisi ekonomi lemah. Inilah yang membuat
jumlah murid di sekolah semakin berkurang. Kecukupan jumlah guru, serta kehadiran dan
kemampuan guru untuk mencapai sekolah juga menjadi penentu dilaksanakannya
pembelajaran kelas rangkap di beberapa sekolah.
Efisiensi tentu dibutuhkan di seluruh wilayah di Indonesia dalam hal penempatan guru serta
rasio guru terhadap siswa. Model pembelajaran kelas rangkap dapat menjadi salah satu
solusinya.
Model pembelajaran tradisional berpusat pada guru diubah menjadi pembelajaran berpusat
pada anak. Namun, guru masih belum dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan
cukup untuk mengajar dengan pola kelas rangkap.
INOVASI dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo, sebagai contoh, saat ini melaksanakan
program rintisan pembelajaran kelas rangkap di 8 sekolah-sekolah kecil yang berada di
Kecamatan Sukapura. Lihat Foto
Efisiensi tentu dibutuhkan di seluruh wilayah di Indonesia dalam hal penempatan guru serta
rasio guru terhadap siswa. Model pembelajaran kelas rangkap dapat menjadi salah satu
solusinya.
INOVASI dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo, sebagai contoh, saat ini melaksanakan
program rintisan pembelajaran kelas rangkap di 8 sekolah-sekolah kecil yang berada di
Kecamatan Sukapura.
Tujuan program rintisan ini untuk memperbaharui materi pelatihan kelas rangkap, dengan
berbekal pengalaman dari program sebelumnya dan untuk meningkatkan peran pengawas,
guru dan kepala sekolah dalam mendukung kegiatan kelas rangkap.
Tidak mustahil bahwa praktik pembelajaran kelas rangkap ini dapat pula diterapkan di
daerah lain, tentu dengan pembekalan yang baik agar tujuan peningkatan mutu
pembelajaran bisa tercapai.
Setidaknya ada lima ruang yang atapnya ambruk dihantam derasnya air hujan. Tiga
ruang kelas, satu ruang guru, dan satu ruang komputer.
Menurut Maulana Hafizd, salah satu pengajar di SDN Cirimekar mengatakan jika
atap sekolah ambruk pada 1 Januari 2020 sekitar pukul 04.30 WIB dini hari.
"Enggak ada tanda-tanda (atap) akan roboh," ujar Maulana di lokasi, Senin
(6/1/2020).
Maulana mengatakan, bangunan yang roboh ini mulai berdiri sejak 2011. Di tahun
berikutnya, bangunan sudah mulai digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.
"Kalau dibilang masih kokoh. Malah bangunan yang sudah rapuh tidak kenapa-
kenapa," kata dia.
Di SDN Cirimekar sendiri terlihat setidaknya ada tujuh bangunan. Satu bangunan
tempat ibadah, satu bangunan untuk kepala sekolah, satu bangunan rumah dinas
kepala sekolah, dan satu bangunan untuk perpustakaan, satu ruangan digunakan
untuk gudang, dan dua bangunan digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.
Bangunan roboh lantaran hujan hanya satu yang biasa digunakan untuk belajar
mengajar. Satu bangunan untuk belajar mengajar lainnya tidak roboh. Hanya saja
bangunan tersebut tak boleh digunakan demi keselamatan para siswa.
Alhasil, dari enam kelas dengan jumlah siswa sekitar 230 harus mengikuti kegiatan
belajar mengajar di tenda darurat. Lantaran kondisi lapangan yang kecil, hanya
satu tenda darurat yang bisa didirikan pada Sabtu, 4 Januari 2020 kemarin.
"Kelasnya bergantian. Yang ditenda hanya tiga kelas dahulu. Sekitar 150an siswa.
Belajarnya pakai teknik Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR), di mana kita
mengajar di satu ruang untuk beberapa kelas. Seharusnya disekat, karena kondisi,
ya mau bagaimana lagi," kata Maulana.
"Kita juga memotivasi, jangan sampai mereka 'duh kelas saya, tempat saya cari
ilmu kok jadi seperti ini'," kata Maulana.
https://www.harianbhirawa.co.id/kelas-rangkap-mengatasi-kekurangan-guru/