Anda di halaman 1dari 5

1.

Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian ,
tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Suatu profesi secara teori tidak
bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.
(Dedi Supriadi: 1999).

Jadi profesi bukanlah sembarang pekerjaan tetapi pekerjaan yang berlandaskan


pada keahlian. Keahlian tersebut diperoleh melalui suatu pendidikan dan pelatihan
melalui suatu lembaga yang telah mendapat otoritas.

Guru diwacanakan sebagai profesi sebagaimana profesi pengacara, dokter, ataupun


akuntan. Profesi yang dipahami secara ilmiah dengan pengertian sbb:

1. Berdasarkan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan atau


pelatihan.
2. Pengetahuan tersebut memuat teknik-teknik bekerja.
3. Adanya standar kompetensi yang ditetapkan.
4. Bekerja demi pelanggan.
5. Dibutuhkan oleh masyarakat.
6. Adanya prosedur kerja.
7. Mengutaman kualitas.
8. Menjunjung kode etik profesi.
9. Mempunyai organisasi profesi.
10. Mempunyai badan kehormatan profesi

2. Permasalahan Guru
Dari sumber artikel yang pernah saya baca, berikut Saya paparkan apa saja
permasalah Profesi Guru.

Setidak tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan kondisi dunia pendidikan kita
saat ini, yaitu: issu seputar masalah guru, kebijakan pemerintah sebagai
penyelenggara Negara, manajemen internal sekolah dan issu sarana dan prasarana
belajar mengajar.

1. ISSU seputar masalah guru

Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu
faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses
belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu,
dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat
dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.

Filsofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan
peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di
posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak
hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu
pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak
jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik
dalam proses pendidikan secara global.
Dalam konteks sosial budaya MBOJO misalnya, kata guru sering dikonotasikan
sebagai kepanjangan dari kata “dou ma di to’a” (menjadi panutan utama). Begitu
pula dalam khasanah bahasa Indonesia, dikenal adanya sebuah peribahasa yang
berunyi “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Semua perilaku guru akan
menjadi panutan bagi anak didiknya. Sebuah posisi yang mulia dan sekaligus
memberi beban psykologis tersendiri bagi para guru kita.

Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang
dihadapi guru di Indonesia, yaitu : pertama, masalah kualitas/mutu guru, kedua,
jumlah guru yang dirasakan masih kurang, ketiga, masalah distribusi guru dan
masaah kesejahteraan guru.

 Masalah kualitas guru

Kualitas guru kita, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data
tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD kita saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah
sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak
didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru sering mengajar
lebih dari satu mata pelajaran yang tidak jarang, bukan merupakan corn/inti dari
pengetahuan yang dimilikinya, telah menyebabkan proses belajar mengajar menjadi
tidak maksimal.

Banyak guru yang belum memiliki persyaratan kualifikasi. Guru TK sebanyak


137.069 orang, yang sudah memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan
kualifikasi pendidikan baru 12.929 orang (9,43%). Guru SD sebanyak 1.234.927
orang, yang sudah memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi
pendidikan baru 625.710 orang (50,67%). Guru SMP sebanyak 466.748 orang, yang
sudah memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi pendidikan baru
299.105 orang (64,08%). Guru SMA sebanyak 377.673 orang, yang sudah memiliki
kewenangan mengajar sesuai dengan kualifikasi pendidikan baru 238.028 orang
(63,02%).

Persentase guru layak mengajar terhadap guru menurut status sekolah di NTB
SMP/ junior secondary school (JSS) tahun: 2006/2007.

Guru Jumlah/total %
N
o Neger Laya % Swast Laya % Guru Laya
i k a k k

1 10,73 8,10 75.4 1,374 1,06 77.5 12,11 9,17 75.7


6 5 9 6 8 0 1 3

 Jumlah guru yang masih kurang

Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan
jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah
guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak
jarang satu raung kelas sering di isi lebih dari 30 anak didik. Sebuah angka yang
jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang di anggap efektif.
Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas
proses belajar mengajar yang maksimal.

Di NTB perkembangan jumlah guru Negeri dan swasta dari tahun 2003/2004 s/d
tahun 2005/2006 yaitu :

Status sekolah
No Tahun Jumlah
Negeri Swasta

1 2003/2004 7,295 673 7,968

2 2004/2005 8,612 884 9,496

3 2005/2006 9,067 1,174 10,241

 Masalah distribusi guru

Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita
dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan
maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang
dianggap masih jauh yang diharapkan.

 Masalah kesejahteraan guru

Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru kita
sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari
mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru
honorer. Kondisi seperti ini, telah merangsang sebagian para guru untuk mencari
penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk
berbisnis dilingkungan sekolah dimana mereka mengajar tenaga pendidik.
Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme
guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.

2. Kebijakan pemerintah

Tidak dapat disangkal lagi bahwa pemerintah sebagai institusi penyelenggara


Negara mempunyai peranan tersendiri dalam meningkatkan kualitas pendidikan
nasional. Kebijakan pemerintah, pada dasarnya dapat dikatagorikan dalam dua
bentuk, yaitu kebijakan yang bersifat konstitusional dan kebijakan yang bersifat
operasional. Kebijakan konstitusional lebih mengarah pada bagaimana pemerintah
menetapkan perundang-undangan maupun peraturan-peraturan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan nasional kita. Dalam Konteks ini, beberapa
langkah maju telah dicapai oleh pemerintah saat ini. Lahirnya UU Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan strategi jangka panjang
dalam membenahi carut marut dunia pendidikan kita. Sudah barang tentu, UU
tersebut masih diperlukan penjabaran lebih lanjut dalam berbagai bentuk peratutan-
peraturan yang berada dibawahnya, termasuk issu Badan Hukum Pendidikan (BHP),
peraturan perbukuan maupun issu sertifikasi bagi para pengajar untuk
meningkatkan standar kualitas mereka.
Kebijakan operasioanal pemerintah, lebih mengarah pada kebijakan alokasi
anggaran yang ditujukan bagi sektor pendidikan nasional. UU No. 20 Tahun 2003,
memang telah mengamanatkan untuk menglaokasikan 20% dari APBN/APBD untuk
sektor pendidikan. Namun mengingat kemampuan keuangan Negara yang masih
terbatas, maka alokasi 20% ini rencananya akan dicapai dalam beberapa tahap
sesuai dengan kemampuan keuangan Negara. Dalam tahun anggaran 2004 yang
lalu, untuk sektor pendidikan baru di alokasikan sebesar 6,6%. Tahun 2005,
jumlahnya telah meningkat menjadi 9,29% dan tahun 2006, rencananya akan
dialokasikan 12,01%, 14,60% untuk anggaran tahun 2007 dan berturut-turut
sampai tahun 2009 nanti, diharapkan anggaran untuk sektor pendidikan akan
menjadi 17,40% dan 20,10%.

3. Manajemen sekolah

Manajemen pendidikan di Indonesia, secara umum dikatagorikan dalam dua


kelompok yaitu yang diatur dan dibawah kendali langsung pemerintah (sekolah
negeri) dan sekolah-sekolah yang di kelola oleh pihak swasta (sekolah swasta).
Perbedaan manajemen ini pada akhirnya, sedikit banyak akan mempengaruhi mutu
dan kualitas anak didik di masing-masih sekolah serta secara tidak langsung telah
ikut menciptakan “ketimpangan” dalam pengelolaan sekolah. Bagi para keluarga
yang secara ekonomi mapan, maka mereka cenderung akan mampu memasukkan
anak-anaknya pada sekolah-seklah favorit yang biasanya memerlukan alokasi dana
yang tidak sedikit. Begitu pula sebaliknya, bagi yang keluarga yang kurang mampu,
biaya sekolah dirasakan mahal dan menjadi beban tersendiri bagi ekonomi keluarga.
Belum lagi kebijakan pemerintah dimasa lampau yang cenderung membedakan
berbagai bentuk bantuan untuk sekolah negeri dan swasta, secara langsung maupun
tidak telah ikut memperparah ketimpangan dunia pendidikan. Dalam konteks ini,
pemerintah telah mengambil kebijakan untuk tidak membedakan antara sekolah
yang di kelola oleh Negara maupun sekolah yang di kelola oleh pihak swasta.

4. Saran dan prasarana sekolah

Sarana dan prasarana sekolah, merupakan salah satu kendala yang masih dihadapi
oleh dunia pendidikan kita. Kemampuan keuangan yang masih terbatas, salah kelola
maupun tingkat KKN yang masih tinggi serta faktor-faktor lain, telah menyebabkan
kondisi sekolah masih jauh dari memadai. Mulai dari jumlah gedung yang rusak,
ruang kelas yang terbatas maupun kelengkapan alat-alat laboratorium yang sangat
dibutuhkan dalam pencapaian proses belajar mengajar yang belum maksimal,
merupak beberapa kendala nyata yang masih kita hadapi.

Sarana dan Prasarana Pendidikan. Banyaknya ruang kelas yang tidak layak untuk
proses belajar. Ruang kelas TK yang jumlahnya 93.629 ruang, yang kondisinya
masih baik 77.399 ruang (82,67%), Ruang kelas SD yang jumlahnya 865.256
ruang, yang kondisinya masih baik 364.440 ruang (42,12%), Ruang kelas SMP yang
jumlahnya 187.480 ruang, yang kondisinya masih baik 154.283 ruang (82,29%),
Ruang kelas SMA yang jumlahnya 124.417 ruang, yang kondisinya masih baik
115.794 ruang (93,07%), (Sumber : Indonesia Educational statistics in brief
2003/2004; Balitbang Diknas).
3. Ada beberapa hal yang termasuk dalam syarat-syarat Profesi seperti:
a) Standar unjuk kerja.
b) Lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi tersebut
dengan 
c) Standar kualitas
d) Akademik yang bertanggung jawab
e) Organisasi profesi
f) Etika dan kode etik profesi
g) Sistem imbalan
h) Pengakuan masyarakat

Dan diantara syarat-syarat profesi di atas menururt Saya yang sulit terpenuhi
adalah Standar kualitas dan Sistem imbalan.

Anda mungkin juga menyukai