Anda di halaman 1dari 5

Judul Artikel = Pendaya-gunaan PSB Berbasis TIK untuk Pendidikan 3T di Indonesia

Pendidikan di Indonesia merupakan kebutuhan dasar manusia yang memainkan peran


kunci dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Guru memiliki peran sentral dalam
proses pendidikan, tanggung jawabnya mencakup pemenuhan kebutuhan siswa. Meskipun
pendidikan berkualitas telah menjadi fokus pemerintah dan pihak swasta, tantangan muncul di
daerah terpencil, tertinggal, dan terluar (3T) yang memiliki keterbatasan infrastruktur, akses
listrik, dan komunikasi. Diskusi tentang pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) di 3T terhenti karena kendala infrastruktur, termasuk akses listrik yang belum merata.
Pemerintah percaya bahwa TIK adalah solusi untuk meningkatkan mutu pendidikan, tetapi
masalah infrastruktur, SDM, konten digital, dan kebijakan masih menjadi hambatan di daerah
3T. Kualitas pendidikan yang masih tertinggal dibandingkan negara lain dapat menghambat
perkembangan SDM yang berkualitas, membutuhkan upaya serius untuk meningkatkan
pendidikan di Indonesia.

Akses masyarakat terhadap pendidikan di Indonesia telah meningkat sejak 2002,


standar pendidikan masih rendah, tercermin dalam tingginya tingkat buta huruf, terutama di
antara anak di bawah usia 15 tahun. Kesenjangan pendidikan antara daerah perkotaan dan
pedesaan menjadi sorotan, dengan sekolah perkotaan memiliki keunggulan infrastruktur dan
fasilitas dibandingkan sekolah pedesaan yang seringkali kurang sesuai dengan peruntukannya.
Kendala infrastruktur pedagogis, termasuk kondisi kelas yang rusak, juga memengaruhi
kualitas pendidikan. Tak hanya itu, masalah kualitas dan kuantitas guru juga terus menjadi
tantangan, terutama di daerah pedesaan dan terpencil. Dengan jumlah siswa yang bersekolah
meningkat, kualitas pendidikan tetap belum membaik secara signifikan. Oleh karena itu,
pemerintah diharapkan untuk memastikan ketersediaan pendidikan yang lebih adil dan sesuai
dengan standar pendidikan global.

Berdasarkan hasil Global Education Monitoring (GEM) Report UNESCO 2016, mutu
pendidikan di Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara berkembang, dan survei
Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2018 menunjukkan bahwa
peringkat kualitas pendidikan Indonesia tetap rendah, yaitu peringkat 72 dari 78 negara, dengan
tren stagnan dalam 10-15 tahun terakhir. Pentingnya peran pendidikan dalam meningkatkan
kualitas hidup di Indonesia, khususnya dalam konteks pengajaran dan kompensasi dosen yang
masih rendah, menjadi fokus perhatian pemerintah. Sebagai alat efektif untuk mengatasi
kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan, pendidikan di Indonesia perlu mengembalikan
budaya tanah air dan memperbaiki administrasi atau manajemen pendidikan, sesuai dengan
semangat Pembukaan UUD 1945 dan prinsip-prinsip yang telah dirancang dalam Sistem
Pendidikan Nasional 2003.

Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) di Indonesia merujuk pada wilayah dengan


pembangunan rendah, terletak di daerah terdepan dan terluar. Perpres No. 63 tahun 2020
menetapkan 6 kriteria untuk mengklasifikasikan daerah tertinggal, termasuk perekonomian,
sumber daya manusia, sarana-prasarana, keuangan daerah, aksesibilitas, dan karakteristik
daerah. Terdapat 62 daerah tertinggal di Indonesia, dengan Papua, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi, dan Sumatera sebagai lokasinya. Daerah 3T yang sedang menghadapi tantangan
seperti ketimpangan pendidikan dan ekonomi ini, memerlukan strategi seperti pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk pembangunan yang lebih baik.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya pendidikan di Indonesia,


diantaranya; tidak menentunya tujuan pendidikan yang jelas, minim dalam memperhitungkan
suatu proses dan lebih memikirkan bagaimana upaya dalam mendapatkan standarisasi hasil
yang telah disetujui, rendahnya kualitas sarana dan prasarana, rendahnya kualitas guru, dan
mahalnya biaya pendidikan. Beberapa faktor tersebut berakhir mengakibatkan rendahnya
prestasi peserta didik.

Penelitian perintisan pendaya-gunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di


daerah 3T dilakukan secara simultan di lima daerah berbeda, yaitu Naringgul (Jawa Barat),
Cijaku (Banten), Atambua (NTT), Sebatik (Kaltim), dan Marore (Sangihe). Setiap daerah
dipilih satu sekolah SD dan satu sekolah SMP. Naringgul dan Cijaku mewakili daerah
pedalaman di Jawa, sulit dijangkau meskipun tidak jauh dari Jakarta, sementara Atambua,
Sebatik, dan Marore mewakili daerah terluar. Kriteria penentuan daerah tertinggal mengacu
pada Perpres No. 63 tahun 2020. Adanya tantangan seperti transportasi sulit, akses komunikasi
dan listrik yang tidak memadai terjadi di daerah-daerah tersebut, termasuk ketimpangan dalam
bidang pendidikan. Misalnya, Lebak, Banten, adalah daerah subur dengan masyarakat petani
yang ekonominya memadai, tetapi akses ke sekolah masih sulit. Di Atambua, yang berbatasan
dengan Timor Leste, kondisi tandus dan sulitnya akses air menjadi masalah. Sebatik, yang
berbatasan dengan Malaysia, memiliki kompleksitas karena banyak warga yang bekerja di
perkebunan Malaysia. Marore, pulau terluar di Sangihe, merupakan daerah nelayan dan
pertanian dengan kondisi ekonomi yang baik. Rangkuman ini mencakup berbagai kondisi
geografis, ekonomi, dan tantangan yang dihadapi oleh masing-masing daerah 3T dalam
konteks pendayagunaan TIK.

Pendayagunaan TIK untuk pendidikan di daerah 3T dimaksudkan sebagai upaya


mendukung peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah. Upaya tersebut diwujudkan
dalam 20 bentuk pembentukan pusat sumber belajar (PSB) berbasis TIK di sekolah. Oleh
karena itu, maka rancangan ini disebut sebagai Model PSB untuk Sekolah di Daerah 3T. Secara
umum, PSB diartikan sebagai sebuah unit layanan sumber belajar yang berada di sekolah atau
lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Sesungguhnya PSB merupakan pengembangan konsep
dari perpustakaan. Apabila selama ini perpustakaan dipahami sebagai suatu unit yang
menydiakan layanan buku-buku serta bahan tercetak lainnya, maka PSB menambah layanan
dengan menyediakan layanan bahan belajar elektronik, baik hardware maupun software. Tidak
salah apabila ada yang menyebut bahwa PSB adalah perpustakaan plus.

PSB secara umum memiliki fungsi layanan sumber belajar, pelatihan, dan
pengembangan pembelajaran inovatif. Ketiga fungsi ini menjadi fokus utama dari
pendayagunaan TIK untuk pendidikan di daerah 3T. Infrastruktur yang disediakan untuk
mendukung model PSB di daerah 3T ini terdiri dari; panel surya sebagai sumber energi listrik,
antene parabola plus perangkat perekam siaran televisi edukasi, serta perangkat PSB, komputer
dan jaringan. Konten PSB sendiri sama dengan koleksi buku di perpustakaan. Semakin banyak
koleksi buku pada sebuah perpustakaan maka semakin besar layanan yang dapat diberikan oleh
perpustakaan tersebut. Salah satu kelebihan PSB berbasis TIK adalah meskipun memiliki
ribuan judul konten, namun tidak memerlukan ruang yang besar. Meski berbasis TIK, tetap saja
SDM adalah komponen penting dalam program ini, karena PSB bukan saja perlu dikelola oleh
SDM yang kompeten, namun PSB ditujukan untuk meningkatkan kompetensi SDM itu juga.
PSB dikembangkan berdasarkan prinsip empowering (pemberdayaan), button up (tumbuh dari
bawah), dan sustainability (keberlangsungan). Oleh karena itu, pengelolaan PSB sepenuhnya
diserahkan kepada sekolah.

Sektor pendidikan menjadi fokus utama dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia di Indonesia. Dalam pembangunan negara, optimalisasi fungsi pendidikan dianggap
krusial untuk memaksimalkan produktivitas sumber daya manusia. Fokus pada kualitas
pendidikan melibatkan perhatian terhadap sarana, prasarana, dan jumlah guru, yang semuanya
berperan penting dalam keberhasilan pendidikan unggul di Indonesia. Peran guru dianggap
kunci dalam proses belajar mengajar, namun distribusi guru yang tidak merata dan kualitas
pengajar yang menjadi permasalahan. Pelatihan pengembangan profesional dianggap sebagai
solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, sementara partisipasi aktif guru dianggap
penting. Guru yang memiliki empat keterampilan - pedagogik, pribadi, sosial, dan profesional
- dianggap lebih mampu dalam mengajar. Namun, kondisi sulit akses di daerah perbatasan,
ekstra provinsi, dan daerah tertinggal menimbulkan kesenjangan dalam alokasi guru di
Indonesia.

Bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah telah


merancang dan mencanangkan sejumlah program untuk mencapai Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan, seperti yang telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sustainable
Development Goals (SDGs) adalah sekumpulan tujuan yang digunakan untuk mencapai
berbagai program pemerintah. Beberapa program diantaranya yaitu ; Program Satu Atap
(SATAP), Program Sarjana di 25 Bidang Tertinggal dan Terluar (SM3T), Kurikulum Bahasa
Indonesia, program membaca, menulis, dan aritmatika, dan Kurikulum Bahasa Indonesia
termasuk di antara program (Calistung).

Situasi pendidikan di Indonesia menunjukkan ketidakmerataan antara kota-kota besar


dan daerah terpencil (3T). Pulau Jawa dan Sumatra menjadi fokus pertumbuhan dalam satu
dekade terakhir, meninggalkan pulau-pulau lain tertinggal, seperti Kalimantan, Bali, NTT,
NTB, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Disparitas pedagogis mencakup sarana dan prasarana
pendidikan yang tidak memadai, dengan sekolah di desa-desa seringkali rusak dan kurang
fasilitas. Untuk mengatasi masalah ini, peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
diidentifikasi sebagai kunci untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah 3T.
Pengembangan model Pendayagunaan Pusat Sumber Belajar (PSB) di lima daerah dianggap
sebagai pilihan realistis, meskipun masih perlu pengembangan dan evaluasi lebih lanjut untuk
memastikan efektivitasnya. Dapat disimpulkan, upaya untuk meningkatkan sarana dan
prasarana pendidikan, menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, dan memperkuat
peran lembaga pendidikan, orang tua, serta masyarakat menjadi kunci dalam mewujudkan
pendidikan berkualitas di Indonesia.
LAMPIRAN BUKTI PLAGIARISM

Anda mungkin juga menyukai