Anda di halaman 1dari 13

e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha

Program Studi Administrasi Pendidikan


(Volume 4 Tahun 2013)

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN IPA: STUDI KASUS PADA SMP


DI DAERAH TERDEPAN, TERLUAR, DAN TERTINGGAL

L. Murniasih1, I. W. Subagia2, I. B. Nyoman Sudria3


1,2,3
Program Studi Pendidikan IPA, Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: murni_madrid@ymail.com1, wayan.subagia@pasca.undiksha.ac.id2,
nyoman.sudria@pasca.undiksha.ac.id 3
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran IPA pada salah satu
sekolah SMP di Nusa Tenggara Timur yang tergolong 3T. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif
dengan rancangan studi kasus. Informan yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah guru IPA, siswa, dan
kepala sekolah. Fokus penelitian ini adalah 1) pengelolaan pembelajaran IPA di SMP Negeri ³Z´, 2)
hambatan pengelolaan pembelajaran IPA, dan 3) upaya mengatasi hambatan pengelolaan pembelajaran
IPA. Data dikumpulkan dengan melakukan studi dokumen, observasi, catatan lapangan, dan wawancara
serta dianalisis secara interpretatif dengan teknik triangulasi sumber informasi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pHQJHORODDQ SHPEHODMDUDQ ,3$ GL 603 1HJHUL ³Z´ EHOXP EHUMDODQ RSWLPDO Guru IPA
menggunakan silabus yang berasal dari dinas pendidikan setempat; Penyusunan RPP dan pelaksanaan
pembelajaran IPA belum sesuai dengan Standar Proses Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007; dan
Penilaian pembelajaran IPA hanya berorientasi pada hasil. Hambatan pengelolaan pembelajaran IPA,
yaitu: pemahaman guru tentang standar proses kurang, layanan peningkatan profesionalisme guru kurang,
guru kurang mendapat bimbingan dan pelatihan untuk mempersiapkan perangkat pembelajaran, iklim kerja
sekolah yang kurang kondusif, fasilitas pembelajaran kurang memadai, karakteristik siswa beragam,
kemampuan siswa berbahasa Indonesia rendah, dan motivasi siswa serta orang tua rendah. Upaya yang
dilakukan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPA adalah melakukan diskusi tentang pembelajaran IPA
dengan guru lainnya yang juga memiliki kompetensi belum memadai, memilih metode pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik siswa, membuat media pembelajaran sederhana dan memotivasi siswa.

Kata Kunci: pengelolaan, pembelajaran IPA, Nusa Tenggara Timur

Abstract
This study aimed to describe the management of science teaching learning process of junior high
school in remote area of Indonesia called as ³3T´ area. This study was a qualitative research in the form of
case study. Informants involved were science teachers, students, and school principals. The focus of this
study were: 1) the management of science teaching learning process in junior KLJK VFKRRO ³=´, 2) the
obstacle management of science teaching learning process, and 3) the effort to overcome the obstacle in
the management of science teaching learning process. Data were collected by studying documents,
observation, field note, and interviews. The data was analyzed by interpretive analysis utilizing triangulation
technique of data resources. The research result revealed that the management of science teaching
OHDUQLQJ SURFHVV LQ MXQLRU KLJK VFKRRO ³Z´ KDV QRW UXQ RSWLPDOO\íscience teacher used a syllabus derived
from the local education board, lesson plan preparation and implementation were not in accordance with
the standards process of Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007, and the assesment of student achievement
was results-oriented only. The obstacle management of science teaching learning process were inadequate
teachers understanding of process standard, inadequate of increasing teacheU¶V SURIHVLRQDOLVP, teachers
receiving less guidance and training to prepare lessons, bad working climate of school, inadequate learning
facilities, a diverse student, low ability of students to use bahasa Indonesia, and low motivation of students
and parents.The effort done by teachers to overcome the obstacle in the management of science teaching
learning process were making a discussion of science teaching learning process with other teachers who
also had inadequate competence, selecting appropriate teaching methods with student characteristics,
making simple learning media and motivating students.

Keywords: management, sciences learning, Nusa Tenggara Timur


e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan
(Volume 4 Tahun 2013)

PENDAHULUAN daerah 3T adalah daerah yang dikategorikan


Pendidikan hendaknya menyediakan tertinggal dari segi akses, terpencil dari segi
kesempatan bagi setiap peserta didik untuk letak geografis, lamban dari segi
memperoleh pengetahuan (knowledge), pertumbuhan, dan terluar dalam jangkauan
keterampilan (skill), dan nilai-nilai sebagai dari pusat layanan pendidikan.
bekal memasuki persaingan dunia yang kian Keterbatasan akses layanan
hari semakin ketat. Dengan demikian, pendidikan di daerah 3T dapat disebabkan
pendidikan akan mampu mengembangkan oleh berbagai faktor, antara lain: kondisi
manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan geografis wilayah yang spesifik, aksesibilitas
tujuan pendidikan nasional. pendidikan, aksesibilitas spasial, dan
Ironi yang terjadi dengan pendidikan infrastruktur wilayah. Kondisi geografis dan
di negara yang begitu luas ini adalah karakter alam yang berbeda-beda berdampak
kesempatan pendidikan yang tidak merata di pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.
seluruh penjuru nusantara. Di era Perbedaan ekonomi berpengaruh pada
pembangunan yang sedang gencar- partisipasi masyarakat dalam bidang
gencarnya dilakukan oleh pemerintah, pendidikan. Perbedaan kondisi topografi alam
kesenjangan masih dirasakan oleh wilayah- juga berdampak pada tidak meratanya
wilayah Indonesia yang berada jauh dari penyebaran tenaga pendidik, sarana,
jangkauan pemerintah pusat. Berdasarkan informasi, komunikasi, dan transportasi yang
data terakhir Kementerian Daerah Tertinggal, dapat menunjang kegiatan pendidikan pada
dari 183 daerah tertinggal di Indonesia, 70% setiap sekolah di daerah 3T. Aspek sarana
berada di kawasan timur Indonesia (Arini, dan prasarana di sekolah-sekolah 3T juga
2011). tidak terlalu memadai. Selain itu, akses
Rendahnya kualitas dan relevansi menuju tempat pendidikan berupa kondisi
pendidikan membuat Indonesia mengalami jalan yang rusak dapat menyebabkan
krisis sumber daya manusia yang potensial. terhambatnya penyaluran bantuan dari
Tidak meratanya pendidikan di Indonesia pemerintah, seperti: buku-buku pelajaran dan
pada umumnya dan pada khususnya di alat-alat percobaan. Akibatnya, masih
daerah 3T merupakan salah satu ditemukan sekolah-sekolah di daerah 3T
penyebabnya. Fasilitas pendidikan yang yang belum tersentuh oleh pelayanan
memadai 65% berada di pulau jawa dan 35% pendidikan yang layak dan memadai.
di luar pulau Jawa. Bila dilihat dari angka Permasalahan lain penyelenggaraan
ketidaklulusan SMP tahun 2010, provinsi pendidikan di daerah 3T adalah angka putus
yang menduduki dua peringkat tertinggi sekolah relatif masih tinggi, sementara angka
adalah Nusa Tenggara Timur dengan angka partisipasi sekolah masih rendah. Angka
ketidaklulusan mencapai 39,87% dan putus sekolah menengah pertama (SMP)
Gorontalo dengan angka 38,80%. Untuk tertinggi tahun 2011 terjadi di Provinsi
angka mengulang ujian nasional atau Sulawesi Barat yang tidak lain terletak di
ketidaklulusan tingkat SMA dan sederajat, kawasan Indonesia Timur. Kondisi ini terjadi
kedua provinsi ini juga tetap menjadi yang karena selain kekurangan biaya, lokasi
tertinggi, dengan angka 52,08% untuk Nusa sekolah yang jauh menyebabkan sulit
Tenggara Timur dan 46,22% untuk Gorontalo dijangkau oleh para siswa. Hal ini tentu
(Arini, 2011). Hasil UN SMP tahun 2013 juga sangat disayangkan mengingat pendidikan di
menunjukkan persentase ketidaklulusan SMP merupakan bagian dari program wajib
tertinggi kedua dan ketiga adalah Provinsi belajar.
Nusa Tenggara Timur dan Maluku yakni Permasalahan pendidik juga menjadi
masing-masing sebesar 2,32 dan 2,34 salah satu faktor rendahnya kualitas
(Kemendikbud, 2013). Hal ini pendidikan di daerah 3T. Permasalahan
menggambarkan secara jelas dan nyata pendidik tersebut, seperti: kekurangan jumlah
rendahnya kualitas pendidikan di kawasan (shortage), distribusi tidak seimbang
Indonesia Timur, khususnya yang termasuk (unbalanced distribution), kualifikasi di bawah
kategori daerah 3T. Menurut Kementerian standar (under qualification), insentif rendah,
Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), kurang kompeten (low competencies), serta
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan
(Volume 4 Tahun 2013)

ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan Hasil studi pendahuluan menunjukkan


dengan bidang yang diampu (mismatched) bahwa pengelolaan pembelajaran di sekolah
(Kemendikbud, 2012). Saat ini, terjadi ini cenderung mengalami kendala akses
ketimpangan kompetensi yang cukup informasi dan komunikasi. Akibatnya,
mencolok antara guru di daerah 3T dengan pengelolaan pembelajaran IPA di SMP
guru di daerah perkotaan. Sebagian besar Negeri ³Z´ belum berjalan optimal. Hal ini
guru yang mengajar di sekolah-sekolah 3T disebabkan pula oleh situasi daerah dan
mengabaikan teori-teori pembelajaran efektif. kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh
Fenomena ini dapat dimengerti karena upaya guru.
peningkatan kompetensi guru tidak dijadikan Dampak pengelolaan pembelajaran
sebagai salah satu solusi yang diprioritaskan, IPA yang belum optimal salah satunya dapat
khususnya dalam pembangunan pendidikan dilihat dari nilai tes sumatif IPA (Fisika) kelas
Indonesia. Guru-guru di daerah 3T tidak VIII semester ganjil Tahun Pelajaran
memiliki kesempatan yang sama untuk 2012/2013. Hasil tes menunjukkan banyak
memperoleh pelatihan atau upaya-upaya siswa yang memperoleh nilai di bawah Nilai
layanan peningkatan profesionalisme guru. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Nilai rata-
Dalam hal pelaksanaan proses rata untuk kelas VIII A, B, dan C masing-
pembelajaran, selama ini sekolah-sekolah di masing sebesar 45,35; 55,16; dan 64,54
daerah 3T menyelenggarakan pendidikan dengan persentase ketuntasan untuk masing-
dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini masing kelas hanya berkisar di antara
dipengaruhi oleh ketersediaan sarana- í Hasil tersebut masih jauh dari
prasarana, ketersediaan dana, serta nilai KKM IPA (Fisika) kelas VIII yang
kemampuan guru untuk mengembangkan ditetapkan yaitu sebesar 70. Selain itu, nilai
model pembelajaran yang efektif. Akibatnya, UAN bidang studi IPA di sekolah ini dalam
proses pembelajaran hanya berlangsung kurun waktu tiga tahun terakhir juga
secara konvensional. menunjukkan hasil yang rendah. Tahun 2011,
Salah satu sekolah yang berada di rata-rata nilai UAN IPA adalah 3,71 dengan
kawasan 3T dan menarik untuk dikaji dari kategori E. Sementara, tahun 2012 rata-rata
segi aspek pengelolaan pembelajaran IPA nilai UAN IPA mengalami penurunan yakni
adalah SMP Negeri ³Z´. Sekolah ini 3,66 dengan kategori E dan tahun 2013 rata-
merupakan salah satu sekolah yang terletak rata nilai UAN IPA mencapai 4,95 dengan
di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang kategori D. Kondisi ini ditunjang pula oleh
termasuk kawasan 3T. Hal ini disebabkan belum adanya program IPA di SMA terdekat
oleh kondisi geografis daerah yang tidak di daerah ini. Akibatnya, lulusan yang
mendukung sehingga akses informasi dan melanjutkan ke perguruan tinggi di bidang
komunikasi terbatas. Sekolah ini memiliki IPA sangat terbatas sehingga lulusan dengan
jumlah siswa mencapai 202 orang. Hal ini kualifikasi akademik IPA sangat sedikit.
disebabkan oleh posisi sekolah yang Kondisi ini turut serta memicu rendahnya
strategis. Sekolah ini merupakan satu- minat dan kemampuan IPA masyarakat di
satunya sekolah SMP yang keberadaanya daerah ini.
mudah dijangkau masyarakat setempat. Berdasarkan uraian tersebut,
Kondisi geografis dan terbatasnya akses dipandang perlu melakukan penelitian untuk
informasi dan komunikasi menyebabkan pula mengungkapkan pengelolaan pembelajaran
ketersediaan layanan peningkatan IPA di 3T, baik dalam perencanaan,
profesionalisme guru sangat minim. Guru- pelaksanaan, serta penilaian pembelajaran
guru jarang mendapatkan seminar, workshop, IPA. Hal ini dikarenakan guru yang
atau pelatihan tentang kependidikan. Kondisi profesional dituntut untuk mampu menyusun
ini menyebabkan sekolah mengalami perangkat perencanaan pembelajaran
kesulitan dalam mengimplementasikan KTSP meliputi silabus dan RPP yang mengikuti
2006. Akibat spesifik yang ditimbulkan adalah standar proses, pelaksanaan proses
guru mempunyai kemampuan pengelolaan pembelajaran mengikuti perencanaan yang
pembelajaran yang rendah, khususnya telah dibuat, melakukan penilaian hasil
pembelajaran IPA. belajar, dan mengondisikan kelas agar sesuai
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan
(Volume 4 Tahun 2013)

dengan perencanaan yang dilakukan (BSNP, Sekolah Menengah Pertama (SMP)


2007). Oleh karena itu, penelitian ini Negeri ³Z´ merupakan salah satu sekolah
merupakan kajian menarik dan urgen yang negeri yang berada di Provinsi Nusa
bertujuan untuk mendeskripsikan Tenggara Timur. Sekolah ini termasuk dalam
pengelolaan pembelajaran IPA di salah satu daerah kawasan 3T. Hal ini disebabkan oleh
SMP Negeri di Provinsi Nusa Tenggara kondisi geografis daerah yang tidak
Timur. Hasil penelitian ini diharapkan mendukung sehingga akses informasi dan
memberi umpan balik (feed back) terhadap komunikasi terbatas. Secara umum, sekolah
pendidik dan pemerintah untuk meningkatkan ini belum memiliki fasilitas pembelajaran
kompetensi guru dalam pembelajaran IPA di yang memadai. Berdasarkan hasil obervasi,
daerah 3T. Hal ini diteliti secara deskriptif didapatkan bahwa sekolah ini memiliki
kualitatif dalam bentuk studi kasus pada SMP gedung sekolah permanen dengan beberapa
Negeri ³Z´, Provinsi Nusa Tenggara Timur. fasilitas pembelajaran, seperti: ruang kelas,
ruang guru, ruang kepala sekolah, toilet,
METODE PENELITIAN gudang, lapangan olahraga, dan
Penelitian ini adalah penelitian perpustakaan. Namun, sekolah ini belum
kualitatif dengan rancangan penelitian studi memiliki beberapa fasilitas pembelajaran,
kasus (Margono, 2003). Tujuan penelitian ini seperti: laboratorium IPA, bahasa, komputer,
adalah untuk mempelajari secara intensif dan aula, ruang UKS, gudang, tempat beribadah,
spesifik objek penelitian, yakni pengelolaan ruang BK, dan ruang kesiswaan. Hasil
pembelajaran IPA. Informan dalam penelitian observasi menunjukkan bahwa sekolah ini
ini adalah guru IPA, siswa, dan kepala memiliki sembilan ruang kelas sesuai dengan
sekolah. Data dikumpulkan melalui jumlah rombongan belajar. Ruang kelas
wawancara, studi dokumen, rekaman arsip, tersebut berada dalam kondisi cukup baik.
dokumentasi, dan catatan lapangan (field Jumlah siswa pada masing-masing
note). Sumber data utama penelitian ini rombongan belajar berkisar antara 23 s.d 27
adalah guru IPA yang melaksanakan orang. Akan tetapi, pemanfaatan ruang kelas
pengelolaan pembelajaran IPA, siswa, dan belum optimal. Hal ini disebabkan oleh
kepala sekolah. Teknik pengumpulan data fasilitas penunjang pembelajaran sangat
yang digunakan adalah wawancara langsung, minim. Selain itu, sekolah ini juga tidak
dokumentasi perencanaan pembelajaran memiliki laboratorium IPA. Akibatnya,
(silabus dan RPP), serta observasi langsung beberapa alat percobaan tidak tersimpan
(direct participation). Analisis data yang dengan baik dan pemanfaatan alat-alat
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tersebut sangat terbats. Akibatnya, proses
interpretatif dengan teknik triangulasi sumber kerja ilmiah jarang dilakukan. Berdasarkan
informasi. Keabsahan suatu penelitian Standar Sarana dan Prasarana
kualitatif tergantung pada kridibilitas, Permendiknas RI No. 24 Tahun 2007, sebuah
transferabilitas, dependabilitas, dan SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki
conformabilitas. Keterbatasan penelitian ini, prasarana, seperti: ruang kelas, ruang
yaitu: adanya pengaruh kehadiran peneliti di perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang
kelas terhadap pelaksanaan pembelajaran pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha,
guru maupun siswa di kelas, keterbatasan tempat beribadah, ruang konseling, ruang
alat bantu berupa kamera digital yang hanya UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban,
bisa menampilkan foto dan tidak bisa gudang, ruang sirkulasi, dan tempat bermain
menampilkan rekaman video, dan penelitian atau berolahraga.
ini ditujukan untuk mendeskripsikan Kualifikasi akademik tenaga pendidik
pengelolaan pembelajaran IPA yang hanya di sekolah ini cukup bervariasi, yakni: dua
terbatas pada perencanaan, pelaksanaan, orang dengan kualifikasi akademik D1, satu
dan penilaian pembelajaran. orang D2, delapan orang D3, dan delapan
orang dengan kualifikasi akademik S-1. Dari
HASIL DAN PEMBAHASAN delapan orang tenaga pendidik yang
Gambaran umum lokasi penelitian berkualifikasi S-1, tiga di antaranya bukan
merupakan lulusan sarjana pendidikan.
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan
(Volume 4 Tahun 2013)

Kekurangan tenaga pendidik untuk beberapa dalam kurikulum mengalami banyak kendala.
mata pelajaran tertentu menyebabkan guru Akibatnya, sekolah belum mampu
harus mengajar mata pelajaran yang tidak melaksanakan pembelajaran IPA Terpadu
sesuai dengan bidang yang diampunya yang didasarkan pada tema.
(mismatched). Khusus untuk mata pelajaran
IPA, kualifikasi akademik guru IPA (fisika dan Pengelolaan Pembelajaran IPA
biologi) di sekolah ini adalah D3. Guru IPA di Berdasarkan hasil observasi, dapat
sekolah ini sebenarnya memiliki keinginan dijelaskan bahwa guru IPA di sekolah ini tidak
untuk meningkatkan jenjang kualifikasi pernah menyusun atau mengembangkan
akademiknya, namun, kondisi sekolah tidak silabus pembelajaran. Silabus yang
memungkinkan karena keterbatasan jumlah digunakan berasal dari dinas pendidkan
guru IPA. Meskipun demikian, sekolah setempat. Hal ini disebabkan oleh sekolah
memberikan kesempatan kepada guru yang dan MGMP kurang memfasilitasi guru mata
ingin meningkatkan jenjang pendidikannya. pelajaran untuk menyusun dan
Kondisi ini jelas belum memenuhi Standar mengembangkan silabus pembelajaran IPA.
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Selain itu, minimnya dukungan fasilitas
Permendiknas RI No. 16 Tahun 2007 yang pembelajaran mempengaruhi kegiatan guru
menyatakan bahwa guru pada SMP/MTs, untuk mengembangkan silabus. Hasil
atau bentuk lain yang sederajat, harus wawancara dengan guru IPA mengenai cara
memiliki kualifikasi akademik pendidikan pengembangan silabus adalah sebagai
minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana berikut.
(S1) program studi yang sesuai dengan mata Saya tidak menyusun silabus. Silabus yang ada
pelajaran yang diajarkan/diampu, dan didapatkan dari dinas pendidikan yang biasanya
diadaptasi dari contoh/model silabus pemerintah.
diperoleh dari program studi yang (GF)
terakreditasi. Temuan ini mengindikasikan Silabus disediakan oleh dinas pendidikan setempat.
pula bahwa salah satu penyebab persoalan (GB)
penyelenggaraan pendidikan di daerah 3T Kegiatan pengembangan silabus pembelajaran IPA di
sekolah ini dan MGMP tidak pernah dilakukan. (GF)
adalah kualifikasi guru di bawah standar Silabus tersebut tidak dikembangkan biasanya
(under qualification) (Kemendikbud, 2012). langsung digunakan oleh guru mata pelajaran. (GB)
Berdasarkan hasil observasi dan Pengembangan silabus jarang dilakukan. Biasanya
catatan lapangan, didapatkan bahwa diberikan kewenangan kepada guru masing-masing
pembelajaran IPA di SMP Negeri ³Z´ terbagi untuk mengembangkannya. (KS)
menjadi dua mata pelajaran, yaitu: biologi Jika dibandingkan dengan temuan
dan fisika. Artinya, pembelajaran IPA di penelitian Wiratha (2010) tentang
sekolah ini dilakukan secara terpisah. pengelolaan pembelajaran Fisika di SMA
Padahal, pada Permendiknas RI No. 22 Negeri 2 Amlapura, maka seharusnya
Tahun 2006 tentang Standar Isi disebutkan penyusunan dan pengembangan silabus
bahwa substansi mata pelajaran IPA pada dilakukan oleh guru mata pelajaran bersama
603 07V PHUXSDNDQ ³,3$ 7HUSDGX´ GHQJDQ MGMP sekolah. Selain itu, Standar Proses
jam pembelajaran untuk setiap mata Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007
pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera menyatakan bahwa silabus dikembangkan
dalam struktur kurikulum IPA SMP/MTs yaitu oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar
4 Jp. Namun, dalam KTSP 2006, mata Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan
pelajaran IPA hanya merupakan (SKL), serta panduan penyusunan KTSP
penggabungan bidang kajian fisika, biologi, 2006. Hal ini menjadi indikasi bahwa
dan kimia. Secara struktur organisasi berupa pelaksanaan KTSP 2006 terutama dalam
SK dan KD masih terpisah disesuaikan penyusunan dan pengembangan silabus
dengan kompetensi bahan kajian masing- belum sepenuhnya dilaksanakan oleh guru-
masing. Selain itu, kebanyakan guru yang guru IPA. Temuan ini semakin mempertegas
mengajar di SMP masih merupakan guru gambaran belum optimalnya pemahaman
lulusan Pendidikan Fisika, Biologi, dan Kimia sekolah-sekolah, khususnya di daerah 3T
yang terpisah, sehingga dalam praktiknya dalam mengimplementasikan KTSP 2006,
pembelajaran IPA Terpadu yang dimaksud khususnya dalam hal pengembangan silabus.
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan
(Volume 4 Tahun 2013)

Pengembangan silabus penting dilakukan dengan mengacu pada indikator


untuk menyesuaikan dengan kondisi sekolah pembelajaran, melihat materi pada buku
dan kebutuhan siswa. sumber, menyusun kegiatan pembelajaran,
Komponen yang terdapat pada dan membuat alat penilaian yang disesuaikan
silabus dari hasil kajian dokumen guru IPA, dengan indikator. Namun, RPP yang dibuat
yaitu: identitas materi pelajaran, Standar oleh guru IPA terkadang tidak sesuai dengan
Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), silabus. Padahal, tugas guru yang paling
indikator, materi pokok atau sub materi, utama terkait dengan RPP berbasis kurikulum
kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi KTSP 2006 adalah menjabarkan silabus
waktu, dan sumber belajar. Berdasarkan hasil pembelajaran ke dalam RPP yang lebih
komparasi dengan Standar Isi Permendiknas operasional dan terinci, serta siap dijadikan
RI No. 22 Tahun 2006 dan Standar Proses pedoman pembelajaran. Ketidaksesuaian
Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007, RPP dengan silabus dijelaskan oleh guru IPA
komponen-komponen silabus yang dimiliki sebagai berikut.
guru IPA telah sesuai dengan Permendiknas Silabus tersebut didapatkan dari pemerintah dan
tersebut. Silabus merupakan rencana terkadang tidak sesuai dengan kondisi sekolah.
Akibatnya, RPP tidak sesuai dengan silabus. (GF)
pembelajaran yang sekurang-kurangnya Terkadang silabus tidak sesuai dengan karakteristik
mencakup standar kompetensi, kompetensi siswa, kondisi sekolah, khususnya fasilitas
dasar, materi pembelajaran, indikator pembelajaran. (GB)
pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi Temuan tersebut di atas menunjukkan
waktu, dan sumber, bahan, alat belajar. bahwa fungsi RPP tidak lagi digunakan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sebagai bahan persiapan pembelajaran. RPP
merupakan rancangan yang berisi prosedur yang dibuat juga tidak mengakomodasi
pengorganisasian pembelajaran. kebutuhan dan kondisi sekolah. Hal ini bisa
Berdasarkan hasil observasi, dapat jadi membuat pembelajaran IPA menjadi
dipaparkan bahwa guru IPA membuat RPP kurang bermakna. RPP seharusnya
sendiri. Namun, pembuatan RPP tidak selalu dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan
di awal pembelajaran. RPP yang dibuat guru kegiatan belajar peserta didik dalam upaya
IPA biasanya merupakan hasil revisi dari mencapai KD. Setiap guru pada satuan
RPP tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, pendidikan berkewajiban menyusun RPP
RPP yang digunakan oleh guru IPA adalah secara lengkap dan sistematis agar
sama setiap tahunnya. Cara penyusunan pembelajaran berlangsung secara interaktif,
RPP disampaikan oleh guru IPA sebagai inspiratif, menyenangkan, menantang,
berikut. memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
Saya membuat RPP sendiri dengan tulis tangan aktif, serta memberikan ruang yang cukup
pada buku tulis. Teknologi komputer belum terlalu bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
berkembang di sini. (GF)
Ada RPP yang saya buat sendiri. Tetapi, ada juga
sesuai dengan bakat, minat, dan
contoh RPP yang saya gunakan. (GB) perkembangan fisik serta psikologis peserta
Secara teori pembuatan RPP seharusnya di awal, didik (Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007).
tetapi terkadang tidak ada waktu. Saya mempunyai Berdasarkan analisis dokumen,
RPP tahun lalu. RPP tersebut direvisi disesuaikan didapatkan bahwa terdapat beberapa
dengan tuntutan kurikulum. (GF)
Pembuatan RPP tidak selalu saya buat di awal komponen-komponen pembelajaran yang
pembelajaran. Karena saya sudah mempunyai RPP tidak sesuai dengan standar proses dalam
tahun-tahun sebelumnya. (GB) perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh
Hasil studi dokumen menunjukkan guru IPA. Komponen-komponen tersebut,
bahwa lingkup RPP yang dibuat guru IPA antara lain: tidak adanya materi ajar, tujuan
mencakup satu kompetensi dasar yang terdiri pembelajaran hanya memuat hasil, tidak
atas satu indikator atau beberapa indikator adanya metode dan model pembelajaran,
untuk satu kali pertemuan atau lebih. Dalam keterbatasan pengetahuan guru dalam
penyusunan RPP, guru IPA melakukan merancang kegiatan inti pada tahap
tahapan-tahapan yang berpola sama, yaitu: eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi,
melihat silabus, mencermati SK, KD, komponen penilaian pembelajaran yang tidak
indikator, merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan standar penilaian, terbatasnya
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan
(Volume 4 Tahun 2013)

sumber belajar, media, dan sarana dengan mengecek kesiapan siswa dan
penunjang pembelajaran lainnya. memberikan beberapa pengarahan terkait
Temuan di atas disebabkan oleh kedisiplinan siswa, memberikan pertanyaan,
pemahaman guru IPA terhadap Standar menyampaikan SK, KD, acuan, dan tujuan
Proses Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 pembelajaran, serta memotivasi siswa.
masih sangat kurang. Sampai saat ini, guru Pada kegiatan pendahuluan, biasanya
IPA belum mengenal dan memahami Standar guru IPA melakukan kegiatan apersepsi
Proses Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. dengan cara memberikan pertanyaan.
Artinya, sosialisasi terkait dengan delapan Pertanyaan yang diberikan adalah
standar nasional pendidikan, khususnya menyangkut materi sebelumnya yang
standar proses sangat minim di sekolah ini. diajarkan atau materi baru yang akan
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil dipelajari siswa. Guru IPA lebih memilih
wawancara berikut ini. menggunakan pertanyaan pada kegiatan
Saya hanya pernah mendengar standar proses apersepsi dikarenakan pertanyaan dapat
saja. Namun, saya belum pernah melihat apalagi membuka wawasan pemikiran siswa lebih
membacanya. (GF)
Saya tidak mengenal dan memahami standar luas dan mempersiapkan siswa secara fisik
proses secara mendetail. (GB) dan mental untuk menerima pelajaran. Dalam
Temuan di atas mengindikasikan kegiatan pendahuluan, guru IPA selalu
bahwa kemampuan guru IPA dalam mencoba mengaitkan materi pelajaran yang
merencanakan pembelajaran masih rendah. dipelajari dengan kondisi nyata kehidupan
Padahal, perencanaan pembelajaran memiliki siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
peran penting dalam memandu guru untuk dilakukan guru IPA untuk memotivasi dan
melaksanakan tugas sebagai pendidik. meningkatkan pemahaman siswa terhadap
Perencanaan merupakan langkah awal materi pelajaran. Pembelajaran IPA juga
sebelum proses pembelajaran berlangsung. akan menjadi lebih kontekstual. Berikut
Hal senada disampaikan oleh Sudjana (2007) adalah hasil observasi kegiatan pendahuluan
yang mengemukakan bahwa perencanaan guru IPA selama tiga kali observasi.
pembelajaran adalah kegiatan Tabel 1. Kegiatan Guru IPA dalam Kegiatan
memproyeksikan tindakan apa yang akan Pendahuluan
Guru I Guru II
dilaksanakan dalam suatu pembelajaran yaitu Aspek
Ya Tidak Ya Tidak
dengan mengkoordinasikan (mengatur dan Mengecek kehadiran
merespon) komponen-komponen — —
siswa
pembelajaran, sehingga arah kegiatan Mengecek
(tujuan), isi kegiatan (materi), cara perlengkapan — —
penyampaian kegiatan (metode dan teknik) pembelajaran
Melakukan kegiatan
serta bagaimana mengukurnya (evaluasi) — —
apersepsi
menjadi jelas dan sistematis. Memberikan motivasi
¥ ¥
Berdasarkan hasil observasi dan pembelajaran
catatan lapangan, proses pelaksanaan Menyampaikan tujuan
— —
pembelajaran IPA belum sesuai dengan pembelajaran
Menyampaikan
perencanaan pembelajaran yang dibuat. cakupan materi dan
Artinya, terdapat kesenjangan antara RPP penjelasan uraian — —
yang dibuat dengan implementasi kegiatan sesuai
pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran silabus
semestinya merupakan implementasi dari Berdasarkan temuan di atas, dapat
perencanaan pembelajaran yang tertuang dilihat bahwa kegiatan pendahuluan yang
dalam RPP. Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru IPA memiliki pola yang hampir
dilakukan oleh guru IPA terdiri dari kegiatan sama, yaitu: melaksanakan absensi (khusus
pendahuluan, inti, dan penutup. guru IPA (biologi), menyiapkan peserta didik,
Berdasarkan hasil observasi dan menyampaikan tujuan pembelajaran dan
wawancara dapat diketahui bahwa kegiatan kompetensi dasar, serta memberikan
pendahuluan guru IPA dimulai dengan pertanyaan. Dari kegiatan pendahuluan yang
mengucapkan salam. Kemudian, dilanjutkan dilakukan oleh guru IPA, terlihat bahwa guru
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan
(Volume 4 Tahun 2013)

IPA di sekolah ini berupaya untuk diberikan yang mengarah pada student
melaksanakan kegiatan pendahuluan yang centered dengan memperhatikan perbedaan
dapat membangkitkan motivasi dan tiap individu siswa. Artinya, kondisi sekolah
memfokuskan perhatian peserta didik untuk merupakan faktor penting dalam menunjang
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran IPA. Lebih jauh, Permendiknas
pembelajaran. Beberapa kegiatan RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar
pendahuluan yang dilakukan guru IPA telah Proses Pelaksanaan Pembelajaran
sesuai dengan apa yang tertuang pada menyatakan bahwa kegiatan inti
Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang menggunakan metode yang disesuaikan
Standar Proses Pelaksanaan Pembelajaran. dengan karakteristik peserta didik dan mata
Dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 pelajaran, yang dapat meliputi proses
dinyatakan bahwa dalam kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Setiap
pendahuluan guru hendaknya menyiapkan metode pembelajaran, pendekatan
peserta didik secara psikis dan fisik, pembelajaran, strategi pembelajaran, dan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang taktik pembelajaran senantiasa dibingkai oleh
mengaitkan pengetahuan sebelumnya, model pembelajaran.
menjelaskan tujuan pembelajaran atau Berdasarkan hasil observasi dan
kompetensi dasar yang akan dicapai, dan wawancara, guru IPA di sekolah ini
menyampaikan cakupan materi dan menggunakan model pembelajaran yang
penjelasan uraian sesuai dengan silabus. berbeda. Model pembelajaran IPA yang
Pada kegiatan inti, guru IPA biasanya digunakan adalah model pembelajaran
menggunakan metode ceramah yang langsung (direct instruction) dan model
diselingi tanya jawab dan diskusi kelompok. pembelajaran inovatif. Temuan ini sejalan
Guru IPA menyampaikan metode dengan hasil penelitian Rukmi (2011) tentang
pembelajaran yang digunakan dalam pengelolaan pembelajaran IPA (Fisika) di
pembelajaran sebagai berikut. SMPN 1 RSBI Kota Magelang yang
Metode ceramah lebih mudah diterapkan dalam menemukan bahwa model pembelajaran
pembelajaran IPA di sekolah ini. (GF) yang digunakan guru bervariasi yakni model
Saya menggunakan metode diskusi. Selain karena
tuntutan kurikulum, metode diskusi kelompok pembelajaran langsung dan inovatif. Temuan
bersifat universal. Jadi, metode tersebut bisa ini mengindikasikan bahwa model
digunakan untuk materi apapun. Namun, saya akui pembelajaran yang digunakan dalam
siswa di sekolah ini sulit untuk diajak berdiskusi. pembelajaran harus disesuaikan dengan
(GB)
karakteristik dan kondisi sekolah. Namun, jika
Temuan di atas menunjukkan bahwa
menilik hakikat IPA, seharusnya sekolah dan
metode pembelajaran yang digunakan guru
guru IPA mencoba mengembangkan model-
IPA di sekolah ini berbeda atau cukup
model pembelajaran inovatif. Hal ini
bervariasi. Namun, sayangnya metode
dikarenakan dengan hadirnya Kurikulum
pembelajaran yang dipilih tidak didasarkan
KTSP 2006, berarti menuntut
pada karakteristik dan kebutuhan siswa. Akan
diimplementasikannya pembelajaran inovatif.
tetapi, lebih pada tuntutan kurikulum.
Hasil observasi menunjukkan guru
Akibatnya, metode pembelajaran yang
IPA memulai kegiatan inti dengan
digunakan di kelas tidak sesuai dengan apa
memberikan pertanyaan-pertanyaan singkat
yang dituliskan oleh guru pada RPP. Hal ini
kepada siswa. Misalnya, guru bertanya
disebabkan oleh kondisi sekolah yang tidak
tentang pengertian bunyi dan contoh-contoh
mendukung kegiatan pembelajaran untuk
bunyi. Pertanyaan-pertanyaan ini digunakan
melaksanakan diskusi kelompok sesuai
untuk menggali pengetahuan awal siswa
tuntutan KTSP 2006. Temuan ini sangat
tentang materi yang akan dipelajari. Namun,
berbeda jauh dengan hasil temuan Rukmi
kegiatan eksplorasi ini tidak sesuai dengan
(2011) tentang pengelolaan pembelajaran apa yang dituliskan guru pada RPP. Pada
IPA Fisika di SMP Negeri 1 Magelang bahwa
RPP, guru IPA menuliskan siswa melakukan
proses pembelajaran IPA (Fisika)
eksplorasi melalui diskusi kelompok.
menggunakan metode dan strategi yang
Berdasarkan hasil observasi, kegiatan
berbeda-beda untuk setiap materi yang
eksplorasi siswa tidak berjalan optimal. Hal ini
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan
(Volume 4 Tahun 2013)

disebabkan oleh keterbatasan fasilitas dan menjelaskan konsep-konsep penting


pembelajaran terutama buku-buku penunjang dengan membuat kesimpulan. Dengan
pembelajaran. Beberapa kali guru harus kegiatan konfirmasi ini siswa
membimbing siswa untuk menemukan mengkonfirmasikan terhadap materi yang
jawaban terhadap pertanyaan. Bahkan, tidak dapat meningkatkan kejelasan atas
jarang guru langsung menjawab pertanyaan kebenaran suatu informasi dan menggunakan
yang diberikan kepada siswa. Selain teori atau konsep yang telah diterima untuk
kurangnya buku-buku pelajaran, guru IPA diterapkan pada kehidupan nyata. Namun,
juga tidak menggunakan media atau sumber kegiatan konfirmasi ini belum sepenuhnya
belajar lain dalam pembelajaran. Hasil mengakomodasi Standar Proses
observasi juga menunjukkan respon siswa Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. Pada
terhadap pembelajaran sangat minim. Siswa standar proses disebutkan bahwa kegiatan
kurang berpartisipasi aktif dalam menjawab konfirmasi dapat dilakukan melalui pemberian
pertanyaan atau melakukan diskusi umpan balik positif dan penguatan dalam
kelompok. Akibatnya, interaksi pembelajaran bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah
hanya berlangsung antara guru dan siswa. terhadap keberhasilan peserta didik;
Berdasarkan hasil pengamatan, memfasilitasi peserta didik melakukan
setelah kegiatan eksplorasi berlangsung, refleksi untuk memperoleh pengalaman
guru IPA langsung menjelaskan materi belajar yang telah dilakukan; menjawab
pelajaran konsep demi konsep. Setiap pertanyaan peserta didik, membantu
konsep yang dijelaskan guru merupakan menyelesaikan masalah, membantu peserta
kesimpulan pembelajaran. Pada saat guru didik untuk bereksplorasi lebih jauh, dan
menjelaskan siswa diminta menjawab memberikan motivasi kepada siswa yang
pertanyaan dan mencatat penjelasan guru. belum berpartisipasi aktif.
Berdasarkan temuan di atas dapat Berdasarkan hasil observasi, kegiatan
dijelaskan bahwa guru IPA di sekolah ini penutup yang dilakukan oleh guru IPA adalah
melaksanakan tahap elaborasi dengan pola menyimpulkan pembelajaran, memberikan
yang hampir sama, yaitu: menanyakan tugas, dan menyampaikan materi pelajaran
jawaban permasalahan kepada siswa selanjutnya. Hasil observasi menunjukkan
kemudian langsung membahas dan kegiatan penutup yang dilakukan guru IPA
menjelaskan konsep-konsep tersebut. belum sesuai dengan apa yang diharapkan
Perbedaannya adalah guru IPA (biologi) oleh Standar Proses Permendiknas RI No. 41
memfasilitasi peserta didik dalam Tahun 2007. Dalam kegiatan penutup,
pembelajaran kooperatif dan kolaboratif. seharusnya guru bersama-sama dengan
Meskipun demikian, guru IPA telah berupaya peserta didik dan atau sendiri membuat
untuk memberikan kesempatan kepada siswa rangkuman atau simpulan pelajaran,
untuk mengembangkan ide, gagasan, dan melakukan penilaian atau refleksi terhadap
kreasi dalam mengekpresikan konsepsi kegiatan yang sudah dilaksanakan secara
kognitif melalui berbagai cara baik lisan konsisten dan terprogram, memberikan
maupun tulisan sehingga timbul kepercayaan umpan balik terhadap proses dan hasil
diri yang tinggi tentang kemampuan dan pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak
eksistensi dirinya. Kendatipun, kegiatan ini lanjut dalam bentuk pembelajaran remidi,
belum sepenuhnya memenuhi tahap program pengayaan, konseling dan
elaborasi yang tertuang dalam Standar memberikan tugas baik individu maupun
Proses Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. kelompok serta menyampaikan rencana
Misalnya, guru IPA belum mampu pembelajaran pada pertemuan berikutnya
memfasilitasi peserta didik untuk (Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007).
berkompetisi secara sehat dan menyajikan Berikut adalah kegiatan penutup yang
hasil kerja individu maupun kelompok secara dilakukan oleh guru IPA selama tiga kali
optimal. observasi.
Berdasarkan hasil pengamatan, Tabel 2. Kegiatan Guru IPA dalam Kegiatan
kegiatan konfirmasi yang dilakukan guru IPA Penutup
adalah dengan meluruskan jawaban siswa Aspek Guru I Guru II
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan
(Volume 4 Tahun 2013)

Ya Tidak Ya Tidak hasil tes siswa terdapat kekeliruan. Guru IPA


Merangkum/ menyatakan bahwa hampir sebagian besar
menyimpulkan inti — ¥
pembelajaran
siswa pada saat tes tidak tuntas. Akan tetapi,
Mengevaluasi daya guru IPA tidak melakukan program remidial
serap pembelajaran bagi siswa yang tidak tuntas. Akibatnya, jika
— —
melalui tes lisan atau siswa tidak tuntas, guru IPA langsung
tulisan menuntaskannya sesuai dengan KKM mata
Memberikan umpan
balik terhadap proses pelajaran. Padahal, dalam Standar Penilaian
— — Permendiknas RI No. 20 Tahun 2007
dan hasil
pembelajaran dinyatakan bahwa hasil penilaian dianalisis
Merencanakan untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut
kegiatan tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran
secara individu
— — berikutnya, program remedi (remedial) bagi
maupun kelompok
sesuai dengan hasil peserta didik yang pencapaian
belajar siswa kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan,
Menyampaikan dan program pengayaan (enrichment) bagi
rencana
— — peserta didik yang telah memenuhi kriteria
pembelajaran pada
pertemuan berikutnya ketuntasan.
Penilaian merupakan serangkaian Penilaian pembelajaran oleh guru IPA
kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dilakukan tidak secara kontinu atau terus-
dan menafsirkan data tentang proses dan menerus. Guru IPA melakukan penilaian
hasil belajar peserta didik yang dilakukan hanya saat-saat tertentu saja, misalnya pada
secara sistematis dan berkesinambungan, akhir KD atau pada tengah dan akhir
sehingga menjadi informasi yang bermakna semester. Padahal, Standar Penilaian
dalam pengambilan keputusan. Permendiknas RI No. 20 Tahun 2007
Berdasarkan hasil observasi, menyatakan bahwa penilaian hasil belajar
didapatkan bahwa guru IPA hanya oleh pendidik dilakukan secara
melakukan penilaian hasil belajar. Penilaian berkesinambungan, bertujuan untuk
ini berupa tugas atau pekerjaan rumah, memantau proses dan kemajuan belajar
ulangan harian dan ulangan akhir semester. peserta didik serta untuk meningkatkan
Sementara, kegiatan MID semester tidak efektivitas kegiatan pembelajaran.
pernah dilakukan. Hasil catatan lapangan Penilaian yang dilakukan hanya
berupa pengamatan pelaksanaan penilaian berorientasi pada hasil (product) IPA tidak
pembelajaran di kelas menunjukkan bahwa pada proses (process) IPA. Berdasarkan
guru IPA tidak melakukan kegiatan penilaian Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007,
apapun sepanjang proses pembelajaran di penilaian pembelajaran dilakukan untuk
kelas. Dalam pelaksanaan pembelajaran IPA mengukur tingkat pencapaian kompetensi
di kelas, guru tidak menilai keaktifan siswa peserta didik serta digunakan sebagai bahan
atau memberikan postest dan quis di akhir penyusunan laporan kemajuan hasil belajar,
pembelajaran. Kondisi ini dapat dilihat dari dan memperbaiki proses pembelajaran.
hasil wawancara berikut ini. Penilaian hendakanya dilakukan secara
Saya tidak melakukan penilaian proses hanya konsisten, sistemik, dan terprogram dengan
penilaian hasil saja. (GF) menggunakan tes, dan nontes dalam bentuk
Saya hanya melakukan penilaian hasil belajar saja. tertulis atau lisan, pengamatan kinerja,
Penilaian proses tidak pernah saya lakukan. (GB)
pengukuran, sikap, penilaian hasil karya,
Bentuk penilaian yang digunakan berupa tugas, proyek, dan atau produk, serta
oleh guru IPA adalah penilaian tertulis
penilaian portofolio, dan penilaian diri.
dengan bentuk tes soal uraian dan pilihan
ganda. Sebelum membuat tes, guru tidak Hambatan Pengelolaan Pembelajaran IPA
pernah membuat kisi-kisi soal, pedoman
Pengelolaan pembelajaran IPA di
penskoran, dan rubrik penilaian. Hasil tes
sekolah ini belum berjalan optimal. Apalagi
tulis siswa biasanya dibagikan ke siswa
jika dikomparasi dengan Standar Proses
disertai dengan catatan atau komentar jika Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. Hal ini
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan
(Volume 4 Tahun 2013)

disebabkan oleh beragam faktor, antara lain: dalam penilaian pembelajaran IPA adalah
fasilitas pembelajaran yang tidak memadai, sebagai berikut.
kondisi sekolah, iklim kerja kurang Dukungan dari sekolah, fasilitas pembelajaran,
mendukung, kemampuan siswa, disiplin, dan kondisi siswa terutama kemampuan siswa dan
kemampuan saya pribadi masih kurang. (GF)
motivasi rendah, karakteristiik siswa Saya tidak melakukan penilaian proses. Hal ini
beragam, dan kemampuan serta dikarenakan rubrik penilaian, pedoman penskoran,
pengetahuan guru kurang. Beragam faktor dan kelengkapan lainnya tidak disediakan pihak
penghambat ini mempengaruhi guru dalam sekolah. (GB)
Saya kurang paham tentang bentuk, jenis, dan
merencanakan, melaksanakan, dan menilai teknik penilaian. Selain itu, saya kesulitan untuk
pembelajaran IPA. mengadakan penilaian unjuk kerja karena fasilitas
Hambatan yang dialami guru dalam laboratorium kurang memadai. (GF & GB)
perencanaan pembelajaran IPA adalah Berdasarkan temuan di atas,
fasilitas pembelajaran kurang memadai, seharusnya guru memiliki pengetahuan yang
kondisi sekolah dan iklim kerja yang tidak luas terkait pengelolaan pembelajaran karena
kondusif, karakteristik siswa beragam, guru merupakan ujung tombak
pengetahuan guru dan dukungan pihak pengembangan SDM peserta didik. Selain itu,
sekolah yang minim terutama dalam pengelolaan pembelajaran merupakan proses
penyusunan perangkat pembelajaran. Hal untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hakim
tersebut dijelaskan guru IPA dalam (2008) menyatakan bahwa untuk mencapai
wawancara berikut ini. tujuan pembelajaran diperlukan proses
Fasilitas pembelajaran tidak mendukung. Dukungan panjang yang dimulai dengan perencanaan,
dari pihak sekolah juga sangat minim. Seharusnya, pelaksanaan dan evaluasi.
pihak sekolah memfasilitasi hal ini. (GF)
Saya tidak memahami secara detail cara menyusun
RPP terutama apa yang harus dicantumkan pada Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi
setiap komponen-komponennya.(GB) Hambatan Pengelolaan Pembelajaran IPA
Hambatan dalam pelaksanaan Berdasarkan hambatan yang muncul
pembelajaran IPA adalah minimnya fasilitas dalam pengelolaan pembelajaran IPA, upaya
pembelajaran, motivasi belajar dan yang dilakukan guru dan sekolah masih
pemahaman bahasa Indonesia siswa rendah sangat minim. Beberapa upaya sederhana
dan minimnya pemahaman serta yang dilakukan oleh guru IPA dalam
pengetahuan guru tentang metode dan model pengelolaan pembelajaran IPA adalah
pembelajaran. Guru menyampaikan melakukan diskusi penyusunan perangkat
hambatan pelaksanaan pembelajaran IPA dan penilaian pembelajaran dengan guru
sebagai berikut. lainnya yang juga memiliki kompetensi belum
Fasilitas pembelajaran yang kurang mendukung memadai, penyesuaian strategi atau metode
membuat saya sulit untuk mengembangkan proses
pembelajaran di kelas. Selain itu, karakteristik siswa
pembelajaran, pembuatan media
sangat beragam.(GF) pembelajaran sederhana, dan memotivasi
Sulit memilih metode pembelajaran. Karena siswa. Belum adanya upaya signifikan yang
fasilitas, kondisi sekolah, dan siswa tidak dilakukan oleh guru IPA disebabkan oleh akar
mendukung. (GB) dari hambatan pengelolaan pembelajaran IPA
Biasanya anak-anak dan orang tua cenderung
memiliki motivasi belajar yang rendah. (GF) adalah pihak sekolah dan pengetahuan guru.
Disiplin siswa dan sekolah yang kurang, Sementara, dilain pihak guru IPA di SMP
kemampuan siswa rata-rata rendah, kemampuan Negeri ³Z´ jarang mendapat kesempatan
bahasa Indonesia anak-anak kurang dan kurangnya untuk mengikuti pelatihan-pelatihan terkait
pengetahuan guru tentang pemilihan metode
pembelajaran. (GB)
dengan penyusunan, pelaksanaan, dan
Hambatan dalam penilaian penilaian pembelajaran IPA. Guru IPA
pembelajaran IPA adalah kurangnya menyampaikan upaya yang dilakukan guntuk
pengetahuan guru dalam merancang alat mengatasi hambatan pengelolaan
penilaian pembelajaran IPA, dukungan dari pembelajaran IPA adalah sebagai berikut.
Saya belum melakukan upaya apapun.
pihak sekolah dan fasilitas pembelajaran Permasalahan ini menyangkut pula pihak sekolah
yang minim, serta kondisi siswa yang kurang terutama fasilitas pembelajaran. Kami jarang
mendukung. Guru menyampaikan hambatan mendapatkan informasi terkait dengan bagaimana
melakukan pengelolaan pembelajaran IPA yang
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan
(Volume 4 Tahun 2013)

baik dan benar. Namun, jika memungkinkan saya berorientasi hasil. 2) Hambatan dalam
mencoba membuat alat-alat sederhana. (GF) pengelolaan pembelajaran IPA di SMP
Saya melakukan diskusi dengan teman-teman
untuk perencanaan pembelajaran. Namun, tetap Negeri ³Z´, antara lain: pemahaman guru
saja kita tidak memahami secara mendetail. Hal ini tentang standar proses kurang, layanan
dikarenakan kita jarang mendapat pelatihan untuk peningkatan profesionalisme guru kurang,
menyusun perangkat pembelajaran. (GB) guru kurang mendapat bimbingan dan
Temuan di atas menggambarkan pelatihan untuk mempersiapkan perangkat
bahwa upaya yang dilakukan guru IPA dalam pembelajaran, iklim kerja sekolah yang
mengatasi hambatan pengelolaan kurang kondusif, fasilitas pembelajaran
pembelajaran IPA masih sangat minim. kurang memadai, karakteristik siswa
Selain itu, sekolah belum mampu menjadi beragam, kemampuan siswa berbahasa
fasilitator dalam menyediakan fasilitas Indonesia rendah, dan motivasi siswa serta
pembelajaran, iklim kerja yang kondusif, dan orang tua rendah. 3) Upaya yang dilakukan
layanan peningkatan profesionalisme guru, oleh guru IPA untuk mengatasi hambatan
khususnya dalam pembelajaran IPA. dalam pengelolaan pembelajaran IPA sangat
IPA sebaga salah satu mata pelajaran minim. Beberapa upaya tersebut, di
pada jenjang pendidikan SMP/MTs memiliki antaranya: melakukan diskusi tentang
keunikan dibanding mata pelajaran lain, baik pembelajaran dengan guru lainnya yang juga
dari segi karakteristik materinya maupun dari memiliki kompetensi belum memadai,
segi proses pembelajarannya. Materi mata memilih metode pembelajaran yang sesuai
pelajaran IPA tidak dapat dipisahkan dari dengan karakteristik siswa, membuat media
keterampilan proses sains. Oleh karena itu, pembelajaran sederhana, dan memotivasi
inovasi dalam perencanaan proses siswa.
pembelajaran sangat dibutuhkan agar Berdasarkan pembahasan dan
pelaksanaan pembelajaran dan penilaian IPA simpulan di atas, saran yang dapat diajukan
dapat berlangsung secara bermakna bagi adalah sebagai berikut. (1) Guru hendaknya
peserta didik. mengoptimalkan pengembangan diri terkait
Implikasi penelitian ini adalah pengelolaan pembelajaran IPA; (2) Sekolah
pengelolaan pembelajaran yang meliputi hendaknya melakukan optimalisasi forum
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pertemuan guru dengan memberikan alokasi
pembelajaran seharusnya didesain dan waktu dan fasilitas pendukung; (3) Sekolah
dilaksanakan dengan optimal. Jika serta pemerintah daerah hendaknya
pengelolaan pembelajaran IPA didesain menyediakan fasilitas pembelajaran IPA yang
dengan baik, maka akan memudahkan guru memadai; dan (4) Kepada instansi yang
dalam melaksanakan dan menilai terkait diharapkan untuk mengadakan
pembelajaran. Dengan pengelolaan pembinaan kepada guru agar dapat
pembelajaran yang baik akan memudahkan meningkatkan kompetensi guru dalam
siswa dalam memahami materi pelajaran. melaksanakan pengelolaan pembelajaran
IPA.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan yang dapat ditarik dari UCAPAN TERIMAKASIH
penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Penulis mengucapkan terimakasih
Pengelolaan pembelajaran IPA di SMP kepada semua pihak yang mendukung
Negeri ³Z´ belum berjalan optimal. Kondisi ini penelitian ini, khususnya kepada kepala
tampak pada beberapa hal, antara lain: (a) sekolah, responden penelitian, guru dan
guru IPA menggunakan silabus yang berasal siswa SMP Negeri ³=´ 3URYLQVL 1XVD
dari dinas pendidikan setempat; (b) Tenggara Timur.
penyusunan RPP dan pelaksanaan
pembelajaran IPA belum sesuai dengan DAFTAR RUJUKAN
standar proses. Guru IPA kesulitan Arini, 2011. Kesenjangan Pendidikan Antar
menentukan strategi pembelajaran dan model Daerah. Makalah Seminar
pembelajaran IPA; dan (c) penilaian Pendidikan. Universitas Sebelas
pembelajaran IPA yang dilaksanakan hanya Maret Surakarta.
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Administrasi Pendidikan
(Volume 4 Tahun 2013)

Rukmi, Ambarsari. 2011. Pengelolaan


BSNP. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Pembelajaran IPA Fisika Di SMP N 1
Nasional Republik Indonesia nomor Rintisan Sekolah Berstandar
22 tahun 2006 tentang Standar Isi Internasional (RSBI) Kota Magelang.
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Tersedia pada
Menengah. Jakarta: BSNP. http://ebookbrowse.com/na/naskah-
publikasi-ums?page=32.
BSNP. 2007a. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor Sudjana, Nana. 2007. Dasar-Dasar Proses
16 Tahun 2007 tentang Standar Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Baru Algensindo.
Guru. Jakarta: BSNP.
Wiratha, I K. P. 2010. Tindak Guru Fisika
--------. 2007b. Peraturan Menteri Pendidikan dalam Pembelajaran Bilingual di
Nasional Republik Indonesia Nomor Rintisan Sekolah Bertaraf
20 Tahun 2007 tentang Standar Internasional (Studi Kasus
Penilaian Pendidikan. Jakarta: BSNP. Pembelajaran Fisika di SMP Negeri 2
Semarapura). Skripsi. (tidak
--------. 2007c. Peraturan Menteri Pendidikan diterbitkan). Universitas Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor Ganesha.
24 Tahun 2007 tentang Standar
Sarana dan Prasarana Pendidikan.
Jakarta: BSNP.

--------. 2007d. Peraturan Menteri Pendidikan


Nasional Republik Indonesia Nomor
41 Tahun 2007 tentang Standar
Proses untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi


Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. 2012. Panduan Peserta
Program Sarjana Mendidik di Daerah
3T (SM-3T). Jakarta: Kemendikbud.

Hakim, L. 2008. Perencanaan Pembelajaran.


Bandung: CV Wacana Prima.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar


Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Kemendikbud. 2013. Konferensi Pers Hasil


UN SMP-Sederajat Tahun Ajaran
2012/2013. Tersedia pada
http://www.kemdiknas go
go.id/kemdikbud/sites/default/files/Kon
pres2013.pdf.

Margono. 2003. Metodologi Penelitian


Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai