NIM : 858794061
Kode MK : PDGK4302
Nama MK : Pembelajaran Kelas Rangkap
TUGAS I
1. Di era digital saat ini penting untuk belajar PKR, dikarenakan pendidikan di
Indoensia masih terdapat kendala-kendala yang menyebabkan terhambatnya proses
belajar mengajar jika tidak mengetahui PKR. Alasan dilakukannya Pembelajaran Kelas
Rangkap (PKR) tidak hanya karena faktor kekurangan guru. PKR juga sering diterapkan
karena alasan letak geografis yang sulit dijangkau, ruangan kelas terbatas, kekurangan
tenaga guru, jumlah siswa yang relatif sedikit, guru berhalangan hadir, atau mungkin
faktor keamanan seperti di daerah pengungsi.
Nyatanya di Era Digital ini, masih ada beberapa sekolah yang masih
menggunakan Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) terutama di daerah daerah terpencil.
Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terdiri dari ribuan pulau. Dalam sistem
pendidikan, hal yang tidak dapat dihindari adalah penyebaran dan distribusi guru secara
merata, yang masih menjadi suatu tantangan yang harus diatasi.
Contoh: Bertugas di daerah perkotaan sudah menjadi hal biasa, namun bagaimana jika mendapat
tugas mengajar di wilayah yang jauh dari perkotaan dan sulit diakses oleh transportasi. Hal itulah
yang dihadapi oleh Fathoni Hari Bintara, guru SM3T Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
yang ditempatkan di distrik Okhika, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.
Pegunungan Bintang adalalah salah satu kabupaten di Papua yang termasuk dalam daerah
terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Kabupaten ini berbatasan langsung dengan negara Papua
Nugini. Banyak gunung atau bukit yang tersebar layaknya bintang bertaburan di langit sehingga
kabupaten ini memiliki nama Pegunungan Bintang. Tidak ada jalan beraspal maupun alat
transportasi darat yang menjangkau seluruh wilayah selain di ibu kota kabupaten ini. Satu-
satunya alat transportasi adalah pesawat perintis, apabila bepergian antar distrik maupun ke
berbagai wilayah masyarakat cukup berjalan kaki.
Tidak semua distrik di kabupaten ini dijangkau oleh sinyal telefon seluler. Banyak pula distrik
yang belum dialiri listrik sepenuhnya.
“Kehidupan sederhana dan jauh dari hiruk pikuk kota menjadi pengalaman hidup yang sangat
berharga,” kata Fathoni seperti disitat dari laman UNY, Selasa (3/1/2017).
Bahkan Fathoni bisa merasakan udara segar, mendengar suara ayam berkokok, serta
pemandangan indah setiap pagi. Bahkan masyarakat yang ramah senantiasa membantu dan
memberi sesuatu yang mereka miliki.
Fathoni mengajar di SD Inpres Bakonaip dan SMPN Satu Atap Bakonaip. Kedua sekolah
tersebut terletak di kawasan yang sama. Awal mula mengajar, ia mendapat beragam tantangan,
salah satunya siswa yang sulit diatur dan cenderung tempramental.
“Penilaian awal saya terhadap siswa adalah siswa tersebut susah untuk diatur dan memiliki
temperamen yang keras,” ungkapnya.
Kendati demikian, ia wajar dan maklumi karena kondisi geografis dan lingkungan yang
membentuk kepribadian mereka. Menurutnya, yang harus dilakukan adalah mendidik afektif
agar mereka patuh dan taat terhadap nasihat guru walaupun guru tersebut berbeda latar belakang
kedaerahan dengan mereka.
Fathoni tidak hanya mengajar pelajaran semata namun juga menanamkan sikap dan sopan-santun
siswa kepada guru baik di dalam sekolah maupun di luar.
Alumni prodi pendidikan biologi FKIP UNS tersebut mengatakan pembelajaran tidak
sepenuhnya dilakukan dalam kelas. “Mata pelajaran biologi yang menjadi bidang utama saya
mengajar menunjang kegiatan belajar di luar kelas,” tuturnya.
Lingkungan sekitar sekolah yang masih asri berisi berbagai macam tumbuhan dan hewan
menjadi laboratorium terbesar. Materi keanekaragaman hayati, pola interaksi, pertumbuhan
perkembangan tumbuhan, anatomi-fisiologi tumbuhan dan lainnya sangat kontekstual apabila
siswa dibawa dalam lingkungannya yang nyata.
Selama mengabdi di SD-SMP Satap Bakonaip Fathoni juga merangkap sebagai guru dengan
beberapa mata pelajaran seperti biologi, penjaskes, bahasa Indonesia dan guru kelas rangkap III-
IV. Ketersedian guru yang sangat terbatas menuntutnya untuk mengajar beberapa mata pelajaran.
Ia lebih menekankan kemampuan calistung (baca, tulis, dan hitung) selama mengajar di jenjang
sekolah dasar. Sementara itu, siswa SMP diajar seperti pada umumnya dengan pemilihan materi
yang sekiranya mereka dapat menangkap dengan baik. Tidak semua materi disampaikan kepada
siswa selama setahun mengajar. Hal tersebut menjadi pertimbangan karena mengingat
kemampuan menyerap pelajaran mereka yang masih kurang. Pada sore hari diadakan pemberian
pelajaran tambahan selama mengabdi sejak pukul 16.00 sampai 17.30 WIT dengan jadwal yang
sudah diatur sebelumnya.
Siswa pedalaman tidak boleh dibandingkan atau disejajarkan dengan siswa yang bersekolah di
tempat maju. Mereka hidup dalam keterbatasan untuk mencapai pendidikan ini. Jarak rumah
siswa d1engan sekolah yang jauh tidak menyurutkan semangat mereka untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan. Kondisi jalanan di tepi lereng gunung yang berjurang menjadi tantangan mereka
untuk pergi ke sekolah.
Sungguh2 perjuangan yang harus disambut dengan pelayanan kepada mereka agar kelak bekal
ilmu pengetahuan yang didapat dapat bermanfaat seterusnya. “Semoga apa yang saya berikan
selama pengabdian berupa ilmu pengetahuan ini dapat memberikan manfaat kepada mereka,”
harap Fathoni.
Sumber: https://edukasi.okezone.com/read/2017/01/01/65/1580806/perjuangan-fathoni-
mengajar-siswa-siswi-di-pedalaman-papua
Guru PKR harus pandai dalam memanfaatkan berbagai jenis sumber secara efisien.
Seperti, lingkungan belajar dan segala peralatan yang ada di sekolah. Guru juga dapat
menunjuk murid yang pandai sebagai tutor sebaya sehingga dapat menghasilkan Waktu
Keaktifan Akademik yang tinggi (WKA).
3. Model pembelajaran kelas rangkap 221 merupakan model pembelajaran kelas rangkap
dengan dua kelas, dua mata pelajaran dan berada pada satu ruangan. Sementara model
pembelajaran kelas rangkap 222 merupakan model pembelajaran kelas rangkap yang
dilakukan dengan dua kelas, dua mata pelajaran dan berada di dua ruangan. Berikut
contoh dari model pembelajaran kelas rangkap 221 dan 222.
1. Model PKR 221
Pada model PKR 221 ini, seorang guru mengajar dua kelas misalkan kelas 5 dan
kelas 6, dengan dua mata pelajaran IPS dan IPA, dalam satu ruangan. Langkah-langkah
pembelajaran pada model ini, dapat diperhatikan matrik berikut ini.
Kegiatan/waktu Kelas V (IPS) Kelas VI (IPS)
1. Pendahuluan(10’) Pengantar dan pengarahan dalam satu ruangan;
penjelasan skenario dan hasil belajar
2. Kegiatan Inti Tugas Individual Kerja Kelompok
1(20’)
3. Kegiatan Inti Kerja Kelompok Ceramah, Tanya
2(20’) jawab
4. kegiatan Inti Ceramah, kerja Diskusi, Tanya
3(20’) kelompok jawab
5. Penutup (10’) Review, penguatan, komentar dan tindak lanjut.
Persiapan kegiatan belajar berikutnya.