Anda di halaman 1dari 11

Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR)


Supaya Anda dapat memahami konsep ini terlebih dahulu ikuti ilustrasi berikut. Dua
tahun yang lalu saya berkunjung di distrik Bade, yaitu sebuah distrik yang berada di kawasan
kabupaten Keppi, Jayapura, Papua. Saya berkunjung di sebuah SD. Sebagian besar bangunan
tersebut terdiri dari dinding kayu dan atap daun sagu yang dianyam. Ada dua unit bangunan
yang baru saja direnovasi atas inisiatif kepala sekolah. Satu bangunan untuk ruang guru dan
kepala sekolah dan satu lagi dipergunakan sebagai ruang kelas.
Jumlah murid seluruhnya 116 orang. Rombongan belajar dari kelas 1 sampai klas 6,
masing-masing terdiri dari 10 sampai 20 orang murid tiap kelasnya. Jumlah guru ketika itu 3
orang termasuk kepala sekolah. Beberapa SD hanya mempunyai tiga ruang belajar dengan
rombongan belajar 6 kelas, namun jumlah guru berkisar dari satu sampai empat orang guru
saja. Setiap hari seorang guru harus merangkap kelas, dua atau lebih. Mengajar murid yang
berbeda kelasnya dan berbeda mata pelajarannya dalam waktu yang bersamaan adalah
merupakan keluhan yang paling dominan. Adanya perbedaan kemampuan murid dalam
menangkap pelajaran yang diberikan juga diungkapkan oleh guru, meskipun murid tersebut
ada dalam satu tingkatan kelas yang sama. Bahkan tidak jarang guru menunggu kehadiran
muridnya karena jauhnya pemukiman penduduk dengan sekolah. Dengan demikian Anda
dapat membayangkan bahwa, di Indonesia ini masih banyak sekolah-sekolah yang gurunya
dihadapkan pada suatu kenyataan yaitu mengajar kelas rangkap.
Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) adalah suatu bentuk pembelajaran yang
mempersyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam
waktu yang sama, dan menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. Atau
PKR berarti penggabungan sekelompok siswa yang mempunyai perbedaan usia,
kemampuan, minat dan tingkatan kelas, dimana dikelola oleh seorang guru atau
beberapa orang guru yang dalam pembelajaranya difokuskan pada kemajuan
individual para siswa (Franklin,1967). PKR juga mengandung arti bahwa, seorang
guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih dan menghadapi murid-murid
dengan kemampuan belajar yang berbeda.

B. PERLUNYA PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP(PKR)


Ada beberapa alasan penting yang menyebabkan perlunya pembelajaran kelas
rangkap dilaksanakan, yaitu:
1. Alasan Geografis
Lokasi pembelajaran yang sulit dijangkau, terbatasnya sarana transportasi, dan
pemukiman penduduk yang jaraknya berjauhan, serta adanya ragam mata pencaharian
penduduk misalnya berladang, mencari ikan bahkan menebang kayu atau mencari sesuatu di
hutan, maka hal ini dapat mendorong penggunaan PKR.
2. Alasan Demografis
Mengajar murid dengan jumlah yang kecil, atau murid yang tinggal di pemukiman
yang jarang penduduknya, maka PKR merupakan pendekatan yang tepat dan praktis.
Bagaimana dengan daerah perkotaan, apakah alasan demografis jugaberlaku? Ingatkah Anda
pada saat SD Inpres dibangun, dan apapula yang terjadi beberapa tahun kemudian? Ya, ada
beberapa SD di perkotaan mengalami kekurangan murid. Dengan demikian setiap tingkatan
kelas hanya beberapa saja muridnya. Agar tidak ada pemborosan dalam tenaga guru, maka
PKR merupakan cara pembelajaran yang dapat dibilang praktis dan ekonomis.
3.Kekurangan Guru
Meskipun jumlah guru secara keseluruhan bisa dikatakan cukup, namun pada
kenyataannya masih ada keluhan kekurangan guru, terutama di daerahdaerah terpencil.
Apalagi bila secara geografis daerah tersebut sulit dijangkau, maka akan membuat guru takut
ditugaskan di daerah itu. Rendahnya minat guru untuk mengadu nasib di daerah terpencil,
juga disebabkan beberapa faktor. Misalnya mahalnya harga keperluan sehari-hari, sulitnya
alat transportasi, gaji yang terlambat, bahkan terbatas peluang untuk mendapatkan
pengembangan karirnya. Oleh karena itu untuk menjadi guru di daerah seperti itu perlu
adanya keeklasan dan penuh sukacita, dan kesiapan mental dari guru tersebut.
4. Keterbatasan Ruang Kelas
Di daerah yang jumlah muridnya sangat sedikit, tidak memerlukan ruang kelas lebih
banyak. Tetapi, di daerah lain meskipun sudah mempunyai ruang kelas sesuai dengan jumlah
tingkatan kelas, masih belum cukup karena jumlah rombongan belajar lebih besar. Maka
untuk mengatasi masalah tersebut, perlu
3 menggabungkan dua atau lebih klas yang diasuh atau dibimbing oleh seorang guru.
5. Kehadiran guru
Ketidakhadiran guru , bukan saja dialami oleh sekolah di daerah terpencil, di kota
besar pun juga mengalaminya. Contoh, musibah banjir dapatmenghambat kehadiran guru
untuk melaksanakan tugasnya. Guru yang tidak kena musibah harus mengajar kelas yang
tidak ada gurunya. Belum lagi alasan lain misalnya sakit, cuti, atau ada kegiatan berberkaitan
meningkatkan professional dan kualifikasi guru.

C. TUJUAN, FUNGSI, DAN MANFAAT PKR


Deklarasi Education of all, atau pendidikan untuk semua orang telah dicetuskan oleh
para ahli pendidikan, tokoh masyarakat, politisi dan pemerintah tahun 1990. Pada saat itu
pemerintah telah mencanangkan wajib belajar Sembilan tahun. Setiap anak Indonesia,
meskipun berada di daerah yang sulit, kecil danterpencil harus menyelesaikan pendidikan di
SD dan kemudian melanjutkan ke SMP. PKR dapat menjawab keterbatasan yang kita hadapi.
PKR juga dapat dilaksanakan oleh guru yang memahaminya. Penerapan PKR di SD
bertujuan untuk mewujudkan pencapaian hasil belajar siswa baik yang bersifat akademik,
maupun social dan personal dengan memanfaatkan kemandirian guru dalam mengajar dan
dengan sarana pendukung yang tersedia di sekolah itu dan sekitarnya.
Seperti diidentifikasikan oleh UNESCO (1988) PKR memiliki sejumlah manfaat atau
keuntungan antara lain : 1. Guru yang sama mengajar siswa yang sama setiap tahun, karena
itu akan memahami siswa sebagai individu lebih baik dan memberikan perlakuan yang tepat.
2. Siswa kelas yang lebih tinggi dapat membantu siswa adik kelasnya yang pada gilirannya
akan memperkuat dirinya dalam belajar. 3. Penilaian guru terhadap siswa akan lebih cermat
dan utuh dan tidak hanya berdasarkan ujian singkat. 4. Terbuka peluang yang lebih leluasa
untuk pembinaan saling pengertian dan kerja sama antar siswa dari berbagai usia atau kelas.
5. Setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatan belajarnya. 6. Lebih efisien dari pada
mata pelajaran atau guru kelas. Dengan demikian, tujuan, fungsi, dan manfaat PKR dapat kita
kaji dari aspek berikut.
1. Kuantiti dan Ekutiti
Dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada, PKR memungkinkan kita untuk
memenuhi asas kuantiti(jumlah) dan ekutiti(pemerataan). Dengan jumlah guru yang kita
miliki saat ini, kita dapat memberikan pelayanan pendidikan dan pengajaran yang lebih luas
dan mencakup jumlah murid yang lebih besar jumlahnya, disamping itu kita mampu
memberikan layanan yang lebih merata.
2. Ekonomis
PKR memungkinkan pemerintah dan masyarakat dapat mengurangi biaya pendidikan.
Betapa tidak, dengan seorang guru atau beberapa guru saja proses pembelajaran dapat
berlangsung. Demikian juga dengan satu ruang atau beberapa ruang kelas, proses
pembelajaran tetap dapat berlangsung. Jadi secara ekonomis biaya pendidikan yang
ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat akan lebih kecil. Oleh karena itu, dengan jumlah
dana pendidikan yang sama, perluasan pelayanan pendidikan dapat diberikan hingga ke
daerah yang sulit, kecil, dan terpencil sekalipun.
3. Paedagogis
Sudah seringkali bahwa pendidikan kita dikritik sebagai system yang belum mampu
menghasilkan lulusan atau tenaga kerja yang mandiri. Lulusan kita dinilai kurang kreatif,
bahkan cenderung pasif dan mudah menyerah. Pengalaman sejumlah negara yang
mempraktikkan PKR menunjukkan bahwa, strategi ini mampu meningkatkan kemandirian
murid.
4.Keamanan
Dengan pendekatan PKR, pemerintah dapat mendirikan SD di lokasi yang mudah
dijangkau oleh anak. Dengan demikian kekawatiran orang tua terhadap keselamatan anaknya
berkurang. Mengunjungi SD yang jauh dapat menyebabkan anak terlambat masuk sekolah,
meningkatnya pengulangan kelas atau putus sekolah. Bahkan mungkin saja terjadi
kecelakaan pada saat murid pergi atau pulang sekolah.

D. PRINSIP-PRINSIP YANG MENDASARI PKR


Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR), merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang
perlu dikuasai oleh guru SD. Sebagai salah satu bentuk pembelajaran, PKR mengikuti
prinsip-prinsip pembelajaran secara umum, seperti bentuk-bentuk pembelajaran yang lain.
Pembelajaran mengandung makna yang berbeda dari kegiatan belajarmengajar. Pada kegiatan
belajar-mengajar, mengandung makna ada guru yang memungkinkan terjadinya belajar.
Sedangkan pada pembelajaran, kegiatan belajar dapat terjadi dengan atau tanpa guru. Artinya,
murid dapat belajar dalam berbagai situasi tanpa tergantung pada guru. Misalnya, murid
dapat belajar dari buku, berdiskusi dengan teman atau mengamati sesuatu. Tetapi perlu
diingat bahwa dalam pembelajaran peran guru sangat penting, misalnya pada awal, saat
kegiatan, atau akhir kegiatan. Prinsip-prinsip pembelajaran secara umum,sebagai berikut.
1. Keserempakan Kegiatan Pembelajaran
Dalam PKR guru menghadapi dua kelas atau lebih pada waktu yang bersamaan. Oleh
karena itu, prinsip utama PKR adalah kegiatan belajar mengajar terjadi secara bersamaan atau
serempak. Kegiatan yang terjadi secara serempak itu harus bermakna, artinya kegiatan
tersebut mempunyai tujuan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum atau kebutuhan murid dan
dikelola dengan benar. Dengan demikian, jika ada kegiatan yang dikerjakan murid hanya
untuk mengisi kekosongan saja , maka bukan PKR yang diharapkan.
2. Kadar Waktu Keaktifan Akademik (WKA) tinggi
Selama PKR berlangsung, murid aktif menghayati pengalaman belajar yang
bermakna. PKR tidak memberi toleransi pada banyaknya WKA yang hilang karena
guru tidak terampil mengelola kelas. Misalnya, waktu tunggu yang lama, pembentukan
kelompok yang lamban, atau pindah kelas yang memakan waktu.Makin banyak waktu yang
terbuang, maka makin rendah kadar WKA. Namun perlu Anda ingat, bahwa WKA tinggi
tidak selalu berkadar tinggi. Kualitas pengalaman belajar yang dihayati murid sangat
menentukan WKA. Kualitas dan lamanya kegiatan berlangsung menentukan tinggi rendahnya
kadar WKA.
3. Kontak Psikologis guru dan murid yang berkelanjutan
Dalam PKR, guru harus selalu berusaha dengan berbagai cara agar semua murid
merasa mendapat perhatian dari guru secara terus-menerus. Agar mampu melakukan hal ini,
guru harus menguasai berbagai teknik. Menghadapi dua kelas atau lebih pada saat yang
bersamaan dan kemudian mampu meyakinkan murid bahwa guru selalu berada bersama
mereka, bukan pekerjaan yang mudah. Guru harus mampu melakukan tindakan instruksional
dan tindakan pengelolaan yang tepat. Tindakan instruksional adalah tindakan yang langsung
berkaitan dengan penyampaian isi kurikulum, seperti menjelaskan, memberi tugas, atau
mengajukan pertanyaan. Tindakan pengelolaan adalah tindakan yang berkaitan dengan
penciptaan dan pengembalian kondisi kelas yang optimal. Misalnya, menunjukkan sikap
tanggap dan peka, mengatur tempat duduk, memberi petunjuk yang jelas atau menegur
murid.
4. Pemanfaatan Sumber Secara Efisien
Sumber dapat berupa peralatan/sarana, orang dan waktu. Agar terjadi WKA yang
tinggi, semua jenis sumber harus dimanfaatkan secara efisien. Lingkungan, barang bekas, dan
segala peralatan yang ada di sekolah dapat dimanfaatkan oleh guru PKR. Demikian dengan
orang dan waktu. Murid yang pandai dapat dimanfaatkan sebagai tutor. Waktu harus dikelola
dengan cermat sehingga menghasilkan WKA yang berkadar tinggi. Disamping keempat
prinsip yang telah disebutkan, masih ada satu prinsip lagi yang perlu dikuasai guru PKR,
yaitu membiasakan murid untuk mandiri. Apabila guru mampu menerapkan keempat prinsip
di atas, maka murid akan terbiasa mandiri. Kemampuan murid untuk belajar mandiri Akan
memungkinkan guru PKR mengelola pembelajaran secara lebih baik sehingga kadar WKA
menjadi semakin tinggi.

E. PRO DAN KONTRA TENTANG EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KELAS


RANGKAP
Meskipun banyak para praktisi pendidikan mengatakan bahwa pembelajaran kelas
rangkap memiliki banyak keuntungan, namun masih banyak pula yang mempunyai
pandangan yang bersebrangan tentang pembelajaran kelas rangkap. Walaupun pembelajaran
kelas rangkap dianggap sebagai terobosan dalam pendekatan pengelolaan kelas yang dapat
membuat pembelajaran bisa menjadi efektif, The National Assosiation for The Education of
Youn Children (1996) menemukan bahwa, pendekatan ini hanya cocok untuk meningkatkan
efektifitas kegiatan yang terpusat pada peserta didik di tingkat sekolah dasar saja.
Ditambahkan pula oleh Cushman (1993) bahwa sekolah yang tradisional sebenarnya
bisa sama efektifnya dengan sekolah yang menerapkan pembelajaran kelas rangkap jika
menggunakan strategi-strategi yang memperhatikan perkembangan siswa, dan siswa
diperlakukan seperti yang diharapkan sehingga siswa pun akan berlaku seperti yang
diharapkan. Banyak pendidik dan orang tua percaya dan yakin kalau dengan kelas tradisional
sebenarnya para siswa sudah dipenuhi kebutuhannya. Katz (1996) juga menandai adanya
potensi resiko dari pembelajaran kelas rangkap, yaitu bisa saja siswa yang lebih muda merasa
ditakut-takuti atau dilampaui oleh teman sekelasnya yang lebih mampu, mereka menjadi
sangat tergantung pada siswa yang lebih tua untuk memberikan pertolongan, sedangkan
untuk siswa yang lebih tua, mereka tidak merasa tertantang dalam kelas dan menjadi lebih
berkuasa terhadap siswa dibawahnya. Belum lagi untuk pembelajaran kelas rangkap
dibutuhkan ruangan yang lapang untuk para siswa bekerja secara kelompok, dan seharusnya
para siswa lebih mudah untuk mengakses bahan-bahan pembelajaran.
Andayani (1996) mengatakan bahwa orang tua melihat dengan penerapan
pembelajaran kelas rangkap yang meminimalisasi pekerjaan rumah membuat anak-anak
menjadi malas. Pada prinsipnya pada pendekatan kooperatif dalam pembelajaran kelas
rangkap siswa dapat menyelesaikan pekerjaannya di sekolah bersama-sama teman
sekelompoknya sehingga di rumah mereka tidak harus membuat pekerjaan rumah atau
menyelesaikan tugas di sekolah. Hal ini oleh sebagian orang tua yang mengamati anaknya
dikatakan anaknya lebih malas karena jarang belajar di rumah. Tambahan lagi, guru
mengalami kesulitan dalam mengelola kelas dan menjaga disiplin dengan pencampuran siswa
dari berbagai tingkatan kelas yang memiliki perbedaan kemampuan yang ekstrem.
Sebaliknya, para pendidik yang mendapatkan manfaat dari menerapkan pembelajaran kelas
rangkap mendukung dikembangkannya terus pendekatan pembelajaran kelas rangkap ini.
Bahkan pembelajaran kelas rangkap ini pun bisa digunakan untuk pendidikan di tingkat
SLTP dan SLTA.
Para siswa tersebut bisa lebih berkembang dengan perpaduan antara strategi
pembelajaran kelas rangkap, pembelajaran kooperatif, kelompok yang beragam, tugas-tugas
yang menunjang perkembangan, pendekatan tutor multiusia, waktu yang luwes dan evaluasi
yang positif (The National Middle School Assosiation, 1997). Oleh Nye (1993)
8 ditambahkan bahwa pembelajarankelas rangkap juga sesuai dan berguna bagi pendidikan
siswa berbakat dan berkelainan. Dari kedua kubu pendapat yang pro dan kontara tersebut
dapat kita petik hikmahnya bahwakita tidak perlu terlalu mempermasalahkan secara
berkepanjangan tentang keuntungan dan kerugian pendekatan ini. Hal-hal yang terpenting
adalah sebagai ilmu, pembelajaran kelas rangkap merupakan pembaruan yang terjadi dan
berkembang dan semestinya kita juga mengikuti perkembangan tersebut dan memandangnya
secara positif.
Gambaran PKR yang Ideal dan Praktik yang Terjadi di Lapangan
A. Praktik mengajar kelas rangkap di lapangan
Bacalah dengan baik peristiwa yang disajikan dalam kotak 1, yang merupakan hasil
pengamatan di sebuah SD dimana seorang guru sedang mengajar kelas rangkap. Ilustrasi 1
Ibu Indri(bukan nama sebenarnya) mengajar di kelas 3 dan kelas 5. Murid dari kedua kelas
tersebut berada pada ruang kelas masing-masing, tetapi masih bersebelahan. Pelajaran
dimulai pukul 07.30. Ibu Indri pertama masuk di kelas 3 dan mulai mengabsen muridnya.
Tiba-tiba Nico baru saja datang, dialog terjadi karena keterlambatan salah satu murid
tersebut. Kegiatan bu Indri berikutnya adalah menjelaskan pelajaran matematika. Sekali-kali
berhenti dan bertanya pada murid apakah ada yang belum dimengerti. Kemudian ia memberi
soal-soal dipapan tulis Setelah itu, Ibu Indri masuk ke kelas 5. Di kelas 5 ia juga mengabsen
murid dengan acara yang tidak berbeda dengan apa yang dilakukan di kelas 3. Bahkan terjadi
dialog yang agak panjang karena Salma salah satu murid kelas 5 tidak hadir.
Beberapa musid ditanya bu Indri tidak ada yang mengetahuikeberadaan Salma. Tapi
tiba-tiba Martha cerita kalau pulang sekolah kemarin bersama Salma, ia badannya panas dan
hidungnya mengeluarkan darah. Kemudian bu Indri menjelaskan pelajaran bahasa Indonesia
untuk hari itu. Seperti yang dilakukan di kelas 3 tadi, setelah bu Indri menjelaskan dan
memberi kesempatan bertanya pada murid-murid kelas 5 lalu menulis beberapa soal dipapan
tulis dan menyuruh para murid mengerjakannya secara individual. Ibu Indri kembali lagi ke
kelas 3 menanyakan apakah mereka sudah selesai mengerjakan soal matematika. Kemudian
bu Indri menyuruh beberapa murid untuk bergiliran maju kedepan mengerjakan soal
matematika dan secara bersama-sama dengan murid bu Indri memeriksa jawaban murid.
Semua murid dianjurkan untuk mencocokkan dengan jawaban di papan tulis. Sebelum
istirahat bu Indri kembali memberi soal matematika sebagai PR. Selanjutnya bu Indri kembali
masuk ke kelas 5. Apa yang dilakukan di kelas 5 sama saja dengan apa yang dilakukan di
kelas 3. Mula-mula murid disuruh maju ke depan mengerjakan soal,memeriksa bersama dan
pada akhirnya murid disuruh mencocokkan pekerjaannya dengan jawaban di papan tulis. Bu
Indri kembali memberi soal untuk dikerjakan di rumah, dan selesailah pelajaran bahasa
Indonesia hari itu.
Bu Indri sebenarnya tidak melakukan pembelajaran kelas rangkap. Bu Indri
melakukan pembelajaran bergilir. Ia mengajar secara bergilir dari kelas yang satu ke
kelas lain dan kembali lagi. Kegiatan belajar mengajar berlangsung tidak serempak.
Apa yang dilakukan bu Indri di kelas 3 dan di kelas 5 hampir tak ada bedanya, materinya
memang berbeda tetapi strategi pembelajarannya sama. Hal ini berarti bahwa bu Indri
melakukan pembelajaran duplikasi. Pembelajaran berlangsung seragam, dalam waktu yang
sama dan untuk semua murid. Proses pembelajaranpun berlangsung sederhana, mulai dari
menerangkan, memberi soal, mengerjakan soal, menyuruh murid maju ke papantulis.
Pembelajaran seperti ini terkesan monoton. Meskipun murid-murid ditugaskan untuk
mengerakan soal secara individual dan beberapa murid disuruh mengerjakan di papan tulis,
tetapi pembelajaran yang dilakukan oleh bu Indri ini masih jauh dari prnsip-prinsip belajar
aktif. Agar Anda dapat membandingkan dengan praktik pembelajaran yang pertama, maka
bacalah kembali dengan seksama kesan pada illustrasi berikut ini. Ilustrasi 2 Bapak Suruan
hari itu memulai pengajarannya di kelas 4. Setelahmengucapkan salam dan mengarahkan
murid, kemudian pak Suruan menyuruh murid-murid mengeluarkan buku catatan.
Jam pertama adalah pelajaran IPS. Pak Suruan kemudian menyalin salah satu bahan
pelajaran IPS dan sementara menulis di papan tulis pak Suruan mengingatkan supaya anak-
anak juga mulai menyalin. Kurang lebih lima belas menit, pak Suruan telah selesai menyalin
kemudian mengingatkan anak-anak untuk menyalin dengan rapi dan berpesan jangan ramai
karena bapak akan mengajar juga di kelas 5. Selanjutnya pak Suruan masuk ke kelas 5 dan
memberikan pelajaran IPA, tentu saja waktu untuk kelas 5 sudah terulur selama kurang lebih
lima belas menit. Kemudian pak Suruan menyuruh murid-murid mengeluarkan buku catatan
dan disuruh menyalin bahan pelajaran IPA yang sedang ditulis pak Suruan di papan tulis
sampai selesai. Semua yang dilakukan oleh pak Suruan di dua kelas tadi disebabkan karena
murid-murid tidak mempunyai buku.
Buku milik gurupun sangat terbatas sekali dan itupun termasuk buku-buku lama. Di
sekolah tersebut juga tidak mempunyai alat peraga, apalagi alat-alat IPA. Setelah Anda
membaca cuplikan praktik pembelajaran yang dilakukan oleh pak Suruan, maka Anda dapat
menemukan jawaban mengapa sebagian besar muridmurid di kelas 4 dan kelas 5 tidak dapat
membaca? Padahal tulisan mereka banyak yang baik dan rapi. Kebiasaan menyalin bahan
pembelajaran yang dilakukan oleh murid-murid yang mungkin sudah berlangsung lama sejak
di kelas rendah mengurangi, bahkan dapat menghilangkan kesempatan untuk membaca.
Apakah ketiadaan buku harus diatasi dengan cara menyalin? Apakah tidak ada alternatif lain
yang dapat diupayakan oleh guru?
Kalau saja pak Suruan dapat lebih kreatif atau mau berusaha, maka sebenarnya pak
Suruan bisa menyuruh beberapa murid yang mempunyai tulisan baik untuk menulis salah
satu bahan ajar sebagai PR. Kemudian esoknya dibagikan kepada semua murid dan kemudian
menyuruhnya membaca dengan keras atau dalam hati. Sebenarnya mengajar kelas rangkap
bukan suatu keadaan yang pantas dituduh sebagai penyebab rendahnya kemampuan murid
rendah. Ketidak mampuan guru dan enggannya guru berupaya lebih keras untuk
membelajarkan siswa lebih pantas dikatakan sebagai penyebab utamanya. Apalagi bila guru
sudah kehilangan hasrat untuk mencari inspirasi/ide-ide agar ia dapat menghasilkan sesuatu
yang terbaik bagi anak didiknya.

B. PKR yang Ideal/yang diinginkan


Ilustrasi ini memang bukan yang terbaik, tetapi paling tidak dapat menggambarkan
unsur-unsur penting dalam PKR sehingga Anda dapat menyimpulkan perbedaanperbedaan
dari praktik mengajar kelas rangkap sebelumnya. Ilustrasi 3 Mungkin tidak banyak yang
mengira bahwa di daerah perkotaan masih ada SD yang mengalami kekurangan guru. Maka
mengajar dengan merangkap kelas tak dapat dihindarkan. Hal itulah yang dialami oleh Pak
Theo. Hari itu Pak Theo mengajar di kelas 5 dan kelas 6. Murid-murid yang terdiri dari dua
tingkatan kelas yang berbeda itu diajar dalam satu ruang kelas dan dalam waktu yang
bersamaan. Mata pelajaran kedua kelas itu berbeda, kelas 5 mata pelajaran matematika dan
kelas 6 mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Murid kelas 5 duduk dijajaran sebelah kanan dan kelas 6 duduk dijajaran sebelah kiri.
Masingmasing kelas membentuk kelompok yang terdiri dari 3-5 orang murid. Papan tulispun
digunakan untuk kedua tingkat kelas tersebut. Pak Theo memulai pelajaran dengan
mengucapkan selamat pagi. Dengan sikap yang ramah dan senyum yang cerah ia menyapa
anakanak. Pak Theo kemudian bertanya kepada anak-anak tentang pengalaman mereka ketika
berangkat ke sekolah. Markus, salah satu murid kelas 6 mendapat kesempatan bercerita
tantang pengalamannya saat berangkat ke sekolah tadi. Pak Theo tersenyum dan kemudian
memberi kesempatan murid yang lain untuk menceriterakan pengalamannya yang lain. Kali
ini Winda murid kelas 5 mendapat giliran.
Winda lalu berceritera bahwa setiap hari ia harus berangkat setengah enam pagi
karena rumahnya agak jauh dari sekolah dan ia harus berjalan kali. Selanjutnya Pak Theo
memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5 maupun ketua kelompok
dari kelas 6. Mereka diberikan wanaca(bahan bacaan) dan meminta agar wacana itu dibaca di
kelompok masing-masing secara bergiliran. Apa yang harus dilakukan di dalam kelompok,
telah ditulis dipapan tulis oleh Pak Theo. Murid-murid diminta membaca petunjuk di papan
tulis dan dipersilahkan bertanya jika ada yang belum jelas. Sementara murid membaca, Pak
Theo memantau setiap kelompok dan mencocokkan jumlah murid yang hadir dengan daftar
absent kelas. Selama murid-murid bekerja Pak Theo berkeliling mengawasi kegiatan dan
memantau bila ada yang mengalami kesulitan. Beberapa saat kemudian ada murid kelas 6
yang angkat tangan dan menyatakan bahwa kelompoknya sudah selesai mengerjakan tugas
bahasa Indonesia, kemudian Pak Theo meminta salah satu anggota kelompok tadi untuk
membantu salah satu kelompok di kelas 5 yang sedang menyelesaikan
13 soal matematika, dan satu murid lagi diminta membantu kelompok lain yang juga
mengerjakan tugas bahasa Indonesia.
Wacana/bahan bacaan itu bercerita tentang upaya penduduk yang
membuat sebuah jembatan dari bamboo secara gotong royong. Berapa
jumlah bamboo, tali, berapa lama waktu penyelesaian dengan sekian
banyak pekerja, berapa ketinggian jembatan jika air naik sekian
centimeter, berapa biaya yang diperlukan, berapa persensumbangan
masyarakat setempat, dan sebagainya,sengaja dimasukkan dalam
wacana untuk materi matematika. Sedangkan untuk bahasa Indonesia,
apa arti kata-kata musyawarah mewakili rumpun,curah hujan, dan
sebagainya.
Waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas bahasa Indonesia dan matematika
berbeda. Sementara kelas 5 masih menyelesaikan tugas matematika, pak Theo membahas
tugas bahasa Indonesia, setiap kelompok mendapat giliran menjawab atau berkomentar.
Beberapa saat kemudian murid kelas 5 juga sudah selesai mengerjakan tugas matematika,
Pak Theo membahasnya dan setiap kelompok juga mendapat giliran mengerjakan di papan
tulis. Murid yang lain diminta mencocokkan dengan jawaban yang benar di papan tulis.
Seperti halnya Pak Theo, Bu Ningsih juga bertugas mengajar dengan merangkap kelas yaitu
kelas 4 dan kelas 3. Kelas Bu Ningsih tampil agak berbeda dengan kelas Pak Theo. Bu
Ningsih memanfaatkan sudut ruang kelas sebagai sudut sumber belajar.
Di sudut itu disamping ada buku pelajaran juga ada buku bacaan, guntingan koran,
kertas kosong, mainan, pensil warna dan sebagainya. Di sudut yang lain juga ada beberapa
benda yang mengesankan sebagai sudut IPA, karena ada tanaman dalam pot-pot kecil,
botolbotol, kupu-kupu dan belalang yang diawetkan, gambar bagian tubuh manusia, gambar
hewan dan juga gambar tumbuhan, beberapa peralatan listrik seperti lampu, batrey, kabel,
dan sebagainya. Bu Ningsih mulai pelajaran dengan mengucapkan salam dan menanyakan
khabar anak-anak dan juga orang tua mereka. Kemudian 14 menjelaskan apa yang harus
dilakukan oleh murid kelas 4 dan kelas 3. Anak kelas 3 diminta untuk ke salah satu sudut
belajar yang ada bukubuku dan benda-benda lainnya. Disana ada toples berisi gulungan
kertas dan masing-masing anak diminta mengambil satu gulungan kertas dan kemudian
mengerjakan tugas sesuai dengan tulisan yang didapatnya. Beberapa saat kemudian murid
kelas 3 masing-masing terlibat dengan tugasnya.
Sementara itu bu Ningsih menerangkan pelajaran murid kelas 4 tentang ikan gabus,
bagaiman ikan itu bernafas, dimana ia hidup, bagaimana berkembang biak dan bagaimana
ikan tersebut mempertahankan hidupnya jika air kering. Bu Ningsih juga bertanya kepada
anak-anak bagaimana cara menangkap ikan gabus tersebut. Beberapa anak menjawab dengan
menyebutkan alat-alat yang dapat digunakan untuk menangkap ikan tersebut. Setelah tanya
jawab tentang ikan dan bagaimana cara menangkapnya, kemudian bu Ningsih meminta anak-
anak untuk menggambar ikan dan alat untuk menangkap ikan. Anak-anak menekuni gambar
masing-masing. Bu Ningsih lalu mengunjung murid kelas 3 yang masih menyelesaikan
tugasnya, Bu Ningsih memantau dan memberikan pujian. Kemudian Bu Ningsih meminta
anak-anak kembali ke bangku masing-masing dan menjelaskan pelajaran matematika.
Selanjutnya menulis soal matematika di papan tulis, masing-masing murid diminta
mengerjakannya.
Bu Ningsih selanjutnya memantau pekerjaan anak kelas 4 dan mengumpulkannya.
Selanjutnya Ia menerangkan pelajaran bahasa Indonesia tentang kalimat aktif dan pasif.
Selanjutnya anak-anak diminta membuat karangan singkat dengan menggunakan kata yang
berawalan dan berakhiran. Siapa yang sudah selesai boleh menuju sudut sumber belajar yang
ada buku-buku bacaan Bu Ningsih kembali ke murid kelas 3, memantau pekerjaan murid
secara bergilir, membantu murid yang mengalami kesulitan, Bu Ningsih juga menerangkan
kembali pada murid yang mengalami kesulitan,memberi balikan dan setelah itu mereka diberi
soal lagi sebagai PR Dengan membaca dua peristiwa pembelajaran yang dilaksanakan oleh
Pak Theo dan Bu Ningsih, Anda telah mendapat gambaran yang memadai tentang praktik
PKR yang semestinya, walaupun contoh tersebut diatas belum yang terbaik. Baiklah
marilah kita bahas bersama mengapa kelas pak Theo dan Bu Ningsih lebih baik bila
dibandingkan praktik perangkapan kelas yang Anda baca terdahulu.

Pertama, kelas tampak hidup, murid tampak ceria. Di awal pelajaran Pak dan Bu guru
bertanya, tetapi hampir tak ada kaitannya dengan pelajaran hari itu. Pertanyaan seperti itu
dengan tujuan agar murid termotivasi dan secara mental siap menerima pelajaran hari itu.
Kedua, proses belajar berlangsung serempak, apalagi murid yang berbedabtingkat kelas ada
dalam satu ruang. Gangguan yang muncul tidak terlaluserius, sebab ketika guru menerangkan
murid dari kelas lain berada di sudut ruang yang lain. Tidak ada pemborosan waktu karena
guru tidak mondar-mandir pindah kelas.
Ketiga, guru memanfaatkan ruang kelas yang ada dengan menciptakan sudut sumber belajar.
Sudut sumber belajar dapat memberi peluang bagi murid, tanpa pengawasan guru murid
dapat mempraktikkan konsep belajar menemukan sendiri dan pemecahan masalah.
Keempat, murid aktif, konsep CBSA yang sebenarnya nampak. Murid tidak hanya aktif
secara individual tetapi juga kelompok dan berpasangan. Murid yang lebih dahulu
dimanfaatkan untuk membantu temannya(tutor sebaya), atau membantu kelas
dibawahnya(tutor kakak).
Kelima, adanya asas kooperatif-kompetitif, murid bersemangat mengerjakan tugas, apalagi
ketika guru mengatakan siapa yang sudah selesai lebih dulu akan mendapat nilai tambahan,
gambar yang terbaik akan dipajang atau siapa yang selesai duluan boleh membaca buku-buku
bacaan, dsb.
Keenam, belajar dengan pendekatan PKR yang benar, sangat menyenangkan. Belajar sambil
bermain, main sambil belajar dapat diperagakan khususnya bila kita sedang mengajar kelas
rendah. Hal itu nampak saat anak mengambil gulungan kertas dan membaca apa yang
menjadi tugas mereka masing-masing.
Ketujuh, ada berhatian khusus bagi murid yang lambat dan yang cepat. Pada yang lambat
guru membantu murid yang mengalami kesulitan, bahkan guru menjelaskan lagi bagian-
bagian yang tidak dipahami. Bagi murid yang cepat guru memberikan tugas ekstra, misalnya
murid diminta untuk mengambil gulungan kertas yang berisi soal-soal baik mata pelajaran
yang baru saja dijelaskan maupun mata pelajaran lain.
Kedelapan, sumber belajar murid bukan saja berasal dari Depdikbud atau Dinas. Guru PKR
dapat melengkapi sumber belajar yang berasal dari lingkungan sekolah dan lingkungan
sekitar. Sudut ruangan menjadi lengkap dengan sumber belajar. Bahkan dapat memupuk
tanggung jawab murid dan sara memiliki terhadap kelas dan sekolah mereka.
Kesembilan, prinsip perangkapan kelas tidak hanya dalam bentuk mengajar dua tingkat kelas
atau lebih dalam satu ruang kelas atau lebih dan dalam waktu yang bersamaan. Tetapi
perangkapan kelas juga berarti dalam bentuk mengajarkan dua bidang studi atau lebih dalam
satu wacana atau topic. Inilah yang disebut pengajaran terpadu(integrated).
Kesepuluh, guru dapat memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan murid. Misalnya
ketika guru menjelaskan tentang bagaimana menangkap ikan, muridmurid menjawab dengan
menyebut beberapa alat menangkap ikan yang biasa digunakan di lingkungan sekitar,
kemudian murid diminta menggambar alat tersebut. Setelah dapat membedakan PKR yang
ideal dan yang terjadi di lapangan, dapatkah
Anda menyimpulkan apakah peranan dari guru PKR. Peranan seorang guru PKR
sebagai berikut.
1. Sebagai perancang kurikulum, hal ini bukan berarti guru menyimpang dari kurikulum
yang berlaku bahkan untuk membuat yang baru. Tetapi di daerah terpencil yang serba sulit
dan serba kurang, tidak semua butir yang tercantum dalam kurikulum mungkin dilaksanakan
dengan memadai. Seringkali mengajarkannya dengan secara berurutanpun mengalami
kesulitan. Oleh karena itu guru PKR harus memilih butir atau bagian kurikulum yang
memerlukan penekanan. Atas dasar butir-butir itu guru memutuskan konsep dan fakta yang
akan diajarkannya dan mengurutkan kembali tujuan instruksional yang ingin dicapainya
berdasarkan kelas.
2. Sebagai sumber informasi yang kreatif, guru PKR harus kreatif, ia bukan saja menjadi
sumber informasi tatapi juga sebagai manusia sumber, berperan untuk memecahkan keadaan
yang serba kurang. Ia harus memberi arahan kepada muridnya agar mereka tidak membuang-
buang waktu dan tenaga, agar setiap murid terlibat dalam segala macam kegiatan.
3. Sebagai Administrator. Agar dapat mencapai hasil yang maksimal, guru PKR harus
merencanakan dan mengatur kelasnya dan jadwal pelajaran dengan seksama. Hasil
maksimal dapat dicapai jika guru PKR dapat melibatkan muridnya secara aktif, bukan saja
untuk belajar tetapi juga dapat membantu guru mengajar temantemannya yang tertinggal.
Guru PKR juga harus mampu memanfaatkan segenap sumber daya yang ada di lingkungan
sekolah.
4. Sebagai seorang professional. Guru PKR senantiasa berusaha untuk meningkatkan
kompetensinya dan meningkatkan gaya mengajarnya. Walapun kesempatan untuk mengikuti
pelatihan atau pendidikan lanjutan bagi sebagian guru yang ada di daerah terpencil sulit
diwujutkan, tetapi niat professional harus tetap dipelihara dan yang penting semangat itu
selalu ada. Salah satu cirri seorang guru professional adalah juga tidak cepat putus asa.
Manusia dapat mencapai apa saja bila tidak cepat putus asa.
5. Sebagai agen pembawa perubahan. Guru sebagai pengayom dan juga sebagai sosok yang
mewakili misi moral dan nilai dari masyarakat tempat dimana iabertugas. Guru harus
berusaha keras untuk mendatangkan perubahan yang positif terhadap sikap dan perilaku
anggota masyarakat melalui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi dengan
anggota masyarakat setempat. Pendek kata guru harus mencari, mendatangkan, dan
mengajarkan perubahan yang berguna bagi anak didik, orang tua dan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai