Anda di halaman 1dari 14

imaginative mind without spent in writing such as bottles without content,,,

 beranda
 About me
 official sosmed
 my forum

Sabtu, 29 Desember 2012


tugas makala ahlak budaya buton

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kesultanan Buton terletak di Pulau Buton Propinsi Sulawesi tenggara, di

bagian tenggara Pulau Sulawesi . Pada zaman dahulu memiliki kerajaan

sendiri yang bernama kerajaan Buton dan berubah menjadi bentuk

kesultanan yang dikenal dengan nama Kesultanan Buton. Nama Pulau Buton
dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit, Patih Gajah Mada dalam

Sumpah Palapa, menyebut nama Pulau Buton.

Sejarah yang umum diketahui orang, bahwa Kerajaan Bone di Sulawesi

lebih dulu menerima agama Islam yang dibawa oleh Datuk ri Bandang yang

berasal dari Minangkabau sekitar tahun 1605 M. Sebenarnya Sayid

Jamaluddin al-Kubra lebih dulu sampai di Pulau Buton, yaitu pada tahun 815

H/1412 M. Ulama tersebut diundang oleh Raja Mulae Sangia i-Gola dan

baginda langsung memeluk agama Islam. Lebih kurang seratus tahun

kemudian, dilanjutkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-

Fathani yang dikatakan datang dari Johor. Ia berhasil mengislamkan Raja

Buton yang ke-6 sekitar tahun 948 H/ 1538 M.

Dalam riwayat yang lain menyebut bahawa yang melantik Sultan

Buton yang pertama memeluk Islam, bukan Syeikh Abdul Wahid tetapi guru

beliau yang sengaja didatangkan dari Patani. Raja Halu Oleo setelah

ditabalkan sebagai Sultan Kerajaan Islam Buton pertama, dinamakan Sultan

Murhum.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1.      Bagaimana asal usul dan riwayat hidup sultan murhum?

2.      Bagaimana masa perjuangan sultan murhum?

3.      Bagaimana masa meniti karir politik sultan murhum.


1.3. Tujuan

Tujuan dari penulisan makala ini adalah sebaagai berikut:

1.      Mengetahui asal usul dan riwayat hidup sultan murhum.

2.      Mengetahui masa perjuangan sultan murhum.

3.      Mengetahui masa meniti karir politik sultan murhum.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Asal Usul Dan Riwayat Hidup Sultan Murhum

Tradisi Buton baik lisan maupun tulisan menuturkan bahwa Murhum

yang semasa kecil bernama Lakilaponto lahir di istanah Raja Wuna

diperkirakan pada awal abad ke XVI memiliki darah kebangsawanan Melayu,

Jawa, Wuna, Konawe, Luwu dan Buton.


Sibatara ( Sri Batara) yang pernah menjadi duta keliling Kerajaan Majapahit

untuk wilayah Timur Nusantara pada Medio abad ke XIV,melakukan

perkawinan di Kerajaan Luwu ( Sulawesi selatan ) dengan Waboteo

(Wetendiabe) dan melahirkan dua orang putra yaitu Laeli alias Sugipatani

yang kelak menjadi raja Wuna I dan Latiworo kelak menjadi Raja Tiworo I.

Sugipatani menurunkan Sugilaende (Sugimpeori) Raja Wuna ke II kemudian

berputra bernama Sugimanuru Raja Wuna ke III dan kawin dengan

Watuwapala anak dari Kiy Jula (putra Bataraguru Raja Buton ke III).

melahirkan 3 orang putra yaitu :

1. Lakilaponto yang kemudian menjadi Raja Buton VI dan Sultan I

2. Laposusu

3. Wapogo

Dimasa kanak-kanak Murhum telah memperlihatkan sifat-sifat

kepemimpinan, berbudi pekerti, tegas, suka menolong, pemberani, adil dan

penuh kesabaran, sehingga mendapat perhatian khusus dari ayah handanya

Raja Wuna ke III. Oleh karena itu Raja Wuna III berinisiatif untuk mengirim

Murhum ke Istanah Raja Buton yang saat itu memerintah adalah Raja Mulae

(raja Buton V ) paman dari pihak ibunya sebagaibelobamba ( salah satu

Sistim Pengkaderan para calon pemimpin masa depan), untuk belajar

tentang tata cara adat istiadat Istana peraturan-peraturan kenegaraan,

akhlak dan sopan santun maupun kesatriaan.

2.2. Masa Perjuangan Sultan Murhum


Memasuki usia dewasa Murhum meninggalkan istanah Raja Mulae

dan melanglang buana sampai di pulau Selayar bahkan menjadi salah

seorang tokoh perlawanan dalam mengusir bajak laut Tobelo dan dalam

pengejarannya terhadap para pengacau keamanan, Murhum tiba dipulau

Marege ( wilayah Australia ) sekarang.

Ketika Murhum masih berada di Selayar situasi perairan di Kerajaan

Buton sangat rawan sebagai akibat serangan bajak laut pimpinan Labolontio

(bermata satu) mulai menyerang wilayah-wilayah pesisir Utara Kerajaan

Buton, maka Raja Mulae ( Raja Buton ke V ) meminta Bontona Barangkatopa

segera memanggil Murhum kembali ke Buton dengan tugas utama

menghancurkan bajak laut Labolontio. Sementara itu di pusat Kerajaan

Buton laskar kerajaan telah siap menunggu perintah untuk berangkat

menghadapi bajak laut dan atas perintah Murhum (selaku pimpinan

pasukan) berangkat menuju selat Buton antara daratan pulau Buton dan

Pulau Muna (tiba di Boneatiro sekarang), terjadilah pertempuran yang amat

dahsyat dan Labolontio tewas terbunuh ditangan Murhum sendiri. Maka

sebagai bukti seusai perang kepala Labolontio dipenggal oleh salah seorang

pasukan Murhum selanjutnya diambil untuk diperlihatkan kepada Raja

Buton (Raja Mulae) serta dipertontonkan seluruh rakyat sebagai tanda

kemenangan dan kedamaian diseluruh wilayah kerajaan.

2.3 Masa Meniti Karir Politik Sultan Murhum

A. Menjadi Raja Konawe


Ketika kerajaan Konawe (Kendari sekarang) salah satu negeri leluhur

Murhum terjadi prahara/pertikaian dengan kerajaan Mekongga (saat ini

menjadi wilayah Kolaka) maka atas permintaan Mokole Konawe kepada Raja

Buton, maka Murhum diberangkatkan ke Kerajaan Konawe dengan dikawal

sepasukan orang-orang pilihan dari Kadie/Wilayah Watumotobe (wilayah

Kapontori sekarang), salah satu pasukan elit kelompok Matana Soromba

dengan pertimbangan bahwa wilayah Watumotobe sama dengan kondisi

alam kerajaan Konawe yang berhutan lebat.

Kehadiran Murhum bersama para pengawalnya disambut suka cita

oleh Mokole Konawe karena betepatan dengan kesulitan yang dihadapi

negerinya sedang bertikai dengan Kerajaan Mekongga. Keyakinan Mokole

Konawe atas kemampuan Murhum beserta para pengawalnya sehingga

diberikan kepercayaan penuh kepada Murhum untuk mengambil sikap

sekaligus menjadi pimpinan pasukan Konawe dalam menyelesaikan krisis

dengan Kerajaan Mekongga. Krisis tersebut tidak berlangsung lama dan

kemenangan berpihak kepada Kerajaan Konawe atas jasa Murhum. Atas

jasanya tersebut sejarah Konawe memberikan gelar kepada Murhum dengan

istilah Halu Oleo, sejak masa itulah Murhum menjadi Raja Konawe, dan iapun

kawin dengan salah seorang putri mantan Mokole yang dikaruniai 3 (tiga)

orang putri yaitu Wakonawe, Wapoasia dan Walepo-lepo.

B. Menjadi Raja Wuna IV


Setelah sekian lama Murhum dalam perkawinannya dengan Wa

Tampayidongi putri Raja Mulae (Raja Buton VI) maka datang perutusan dari

istana Kerajaan Wuna dan menyampaikan bahwa ayahanda Murhum yaitu

Raja Sugimanuru sakit keras sehingga diharapkan untuk kembali ke tanah

kelahirannya (Kerajaan Wuna). Tidak berselang lama setelah Murhum tiba,

maka ayahandanya (Raja Sugimanuru) mangkat. Dengan mangkatnya Raja

Sugimanuru melahirkan kosongnya pimpinan kerajaan Wuna pada waktu itu.

Syara Wuna mengadakan musyawarah untuk menentukan pengganti

mendiang Raja Sugimanuru. Diantara 2 (dua) orang putra Sugimanuru yaitu

Lakilaponto alias Murhum dan La Posasu, maka diputuskan oleh syara Wuna

menetapkan Lakilaponto alias Murhum sebagai Raja Wuna ke IV dengan

pertimbangan sebagai putra sulung Raja Sugimanuru.

Sebaliknya di Kerajaan Buton pada saat yang hampir bersamaan

Murhum dipanggil pulang oleh Raja Mulae untuk urusan yang sangat penting

sehingga dalam keadaan terpaksa jabatan sebagai Raja Wuna ke IV

diserahkan kepada saudaranya yaitu La Pososu sebagai Raja Wuna ke V.

C. Menjadi Raja Buton VI ( Sultan Buton I )

Karena usia sudah uzur Raja Buton ke V yaitu Raja Mulae sangat

menyadari kemampuan dalam mengendalikan roda pemerintahan mulai

nampak menurun sehingga meminta pertimbangan syara Buton (Siolimbona)

untuk menyerahkan jabatan Raja kepada Murhum dengan pertimbangan

bahwa Murhum telah memberikan jasa dan pengabdiannya dalam

menyelamatkan Kerajaan Buton dari berbagai gangguan, ancaman, juga


didasari pribadi Murhum menunjukan sifat-sifat seorang pemimpin, jujur,

bijaksana dan tegas mengambil keputusan, disamping sebagai anak menantu

Raja Mulae.

Usul Raja Mulae mendapatkan respon positif dan suara bulat dari

anggota legislatif Dewan Siolimbona untuk menetapkan Murhum sebagai

Raja Buton yang ke VI. Pada awal masa pemerintahan Raja Murhum

mengangkat Manjawari sebagai Sapati pertama dan Batambu sebagai

Kenepulu pertama kedua orang yang disebutkan tersebut adalah putra asli

Selayar dan Wajo Sulawesi Selatan, atas jasa keduanya membantu

perlawanan Kerajaan Buton menghadapi bajak laut sehingga diberikan

jabatan. Menurut catatan sejarah Buton Murhum menjadi Raja selama 20

tahun dimulai sejak akhir tahun 1538 Masehi.

Ketika memasuki tahun ke 4 menjadi Raja, ia pun kedatangan tamu,

seorang muballig dari Johor ( semenanujung Tanah Melayu ) yaitu Syekh

Abdul Wahid Bin Sulaiman. Dan dari padanya ia mengukuhkan keislamannya

sekaligus juga memperoleh pengakuan sebagai Raja Islam dengan gelar

Sultan Murhum Kaimuddin pada tahun 1948 Hijriah atau tahun 1542 Masehi.

Dua puluh tahun kemudian sesudah menjadi Raja tepatnya pada tahun 1558

Sultan Murhum Kaimuddin memperoleh pengakuan dan pengukuhan

kembali dari Sultan Rum ( Turki ) sebagai Sultan Murhum Kaimuddin

Khalifatul Khamis Dan Kerajaan Buton berubah status menjadi Pemerintahan

Kesultanan Islam.
Peristiwa tersebut menjadi momentum sejarah mulai membangun

Pemerintahan Kesultanan Buton atas sendi-sendi Islam di Bawah bimbingan

Syekh Abdul Wahid selaku penasehat Kesultanan pada saat itu. Antara lain

dikukuhkannya Falsafah perjuangan hidup bermasyarakat yaitu Yinda-

yindamo arataa somanamo karo, yinda-yindamo karo somanamo lipu, yinda-

yindamo lipu somanamo agama (tiada meniadalah harta demi diri, tiada

menidalah diri demi negeri, tiada meniadalah negeri demi agama ).

Dalam sejarahnya sultan murhum adalah seorang patriotik, maka ia

adalah :

1. Seorang pemimpin, seorang bapak, baik sebagai raja dalam pemerintahan,

maupun seorang panglima perang, yang membawa negeri dan rakyatnya

kepada persatuan dan kesatuan, dan tentram dari gangguan pengacau dari

luar.

2. Seseorang yang mempunyai pandangan kearah masa depan yang gilang

gemilang bagi negeri dan rakyatnya untuk hidup bahagia tentram dan damai

yang telah dinyatakan, dihasilkan dan dimanfaatkan oleh rakyat dan

negerinya, sehingga beliau dapat disebut sebagai seorang yang idialis-realis-

fragmatis (ingat suasana pemerintahan beliau sebagai raja sebagai gelar

Sultan).

3. Seorang yang sangat kasih dan cinta terhadap negeri negeri dan rakyatnya

serta norma adat dan agama, melibihi kasih dan cintanya terhadap diri dan

keluarganya.
4. Sudah sepatutnya Sultan Murhum Kaimuddin dapatlah dijadikan contoh

dan suritauladan pimpinan masa depan dan oleh karenanya nama tersebut

dapat dijadikan sebagai salah satu nama apakah negeri, apakah pelabuhan

laut, apakah pelabuhan udara atau yang lainnya dan pasti nama tersebut

tetap terpatri didalam perjalanan sejarah dan pembangunan Sulawesi

Tenggara secara keseluruhan.

BAB III

PENUTUP

3.1  .Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Murhum yang semasa

kecil bernama Lakilaponto lahir di istanah Raja Wuna diperkirakan pada

awal abad ke XVI memiliki darah kebangsawanan Melayu, Jawa, Wuna,

Konawe, Luwu dan Buton.

Memasuki usia dewasa Murhum meninggalkan istanah Raja Mulae

dan melanglang buana sampai di pulau Selayar bahkan menjadi salah

seorang tokoh perlawanan dalam mengusir bajak laut Tobelo. Dalam masa

karir politiknya sultan Murhum menjadi raja konawe, raja wuna IV, dan raja

buton VI ( sultan buton I ).

3.2. Saran

Saya menyadari dalam penulisan makalah ini, masih jauh dari

kesempurnaan dikarenakan kurangnya literatur yang saya miliki, olehnya itu

kritik yang sifatnya membangun sangat saya harapkan, demi kesempurnaan

makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

http/sejarah.info/2011/11/sejarah-kerajaan-buton.1332-1911

http/bumibuton.blogspot.com/2011/03/sejarah sultan murhum.


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga tugas penyusunan makalah


yang berjudul “Sejarah Sultan Murhum” dapat saya selesaikan tepat pada

waktunya.

Makalah yang sederhana ini saya buat disamping untuk memenuhi tugas

mata kuliah “akhlak budaya buton” juga untuk menambah pengetahuan yang saya

miliki dalam wadah perkuliahan.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terdapat banyak

kekurangan sehingga sumbang saran dan kritik yang sifatnya membangun dari

berbagai pihak sangat saya harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Akhirnya tak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua

pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan hingga selesainya

makalah ini.

BauBau,7 juli 2012

Syahril rupli

ii

 
 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................ii

DAFTAR ISI ..............................................................................................iii

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belangkang..................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.................................................................................2

1.3. Tujuan...................................................................................................2

II.PEMBAHASAN

2.1. asal usul dan riwayat hidup sultan murhum............................................3

2.2. masa perjuangan sultan murhum.................................................................4

2.3 masa meniti karir politik sultan murhum...................................................5

III.PENUTUP

3.1.Kesimpulan.............................................................................................................. 10

3.2 saran.......................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 11

Anda mungkin juga menyukai