Anda di halaman 1dari 6

Sejarah berdirinya

Kerajaan Buton pertama kali didirikan pada 1332 M. Namun, kala itu belum mendapatkan
pengaruh Islam.Pada awal pemerintahannya, kerajaan ini diperintah oleh dua penguasa perempuan,
yaitu Wa Kaa Kaa dan Bulawambona.Setelah itu, secara berturut-turut kekuasaan dilanjutkan oleh
Raja Bataraguru, Raja Tuarade, Raja Rajamulae, dan Raja Murhum.

Pada periode kekuasaan Raja Murhum inilah, pengaruh Islam mulai masuk dan kerajaan resmi
berubah menjadi Kesultanan Buton.Setelah masuk Islam, gelar yang diberikan kepada Raja Buton
adalah Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis.Kendati demikian, terdapat perbedaan
pendapat di kalangan sejarawan tentang asal-usul masuknya agama Islam di Buton.Sebagian
meyakini bahwa Buton berubah menjadi kerajaan Islam setelah mendapatkan pengaruh dari
Ternate.

Sedangkan sebagian lainnya berpendapat bahwa Islam datang di Buton berkat pengaruh dari
Johor.Orang yang membawa agama dan ajaran Islam dari Johor ke Buton adalah Syeikh Abdul Wahid
bin Syarif Sulaiman al-Fathani.Sesampainya di Buton, Syeikh Abdul Wahid mengislamkan raja
keenam yang bernama Timbang Timbangan atau Lakilapotan, yang lebih dikenal sebagai Raja Halu
Oleo.Setelah masuk Islam, Raja Halu Oleo bergelar Ulil Amri dan menggunakan gelar khusus, yaitu
Sultan Qaimuddin.Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, para sejarawan sepakat bahwa
Kerajaan Buton resmi menjadi kerajaan Islam pada abad ke-16.

Sistem pemerintahan Kesultanan Buton

Berbeda dari kerajaan-kerajaan di Nusantara yang menerapkan monarki absolut, bentuk


pemerintahan Kesultanan Buton adalah monarki konstitusional.Sehingga, pada periode kerajaan
berubah menjadi kesultanan, demokrasi memegang peranan penting.Sultan bukan diwariskan
berdasarkan keturunan saja, tetapi dipilih oleh Siolimbona, yakni dewan yang terdiri dari sembilan
orang penguasa dan penjaga adat Buton.Selain itu, kesultanan ini memiliki undang-undang sendiri,
lengkap dengan badan-badan yang bertindak sebagai legislatif, yudikatif, dan eksekutif.Bandan-
bandan yang dimaksud adalah Sara Pangka (eksekutif), Sara Gau (legislatif), dan Sara Bitara
(Yudikatif).

Undang-undang di Kesultanan Buton disebut Murtabat Tujuh, yang diresmikan oleh Sultan La
Elangi (1597-1631) dan digunakan hingga kesultanan dihapuskan.Uniknya, hukum di Kesultanan
Buton ditegakkan bagi semua orang, tidak hanya rakyat jelata tetapi juga pejabat istana atau bahkan
sultan sekalipun.Terbukti, selama empat abad berdiri, terdapat 12 sultan Buton yang dihukum
karena melanggar undang-undang.Kesultanan Buton juga memegang lima falsafah hidup, yakni
agama (Islam), Sara (pemerintah), Lipu (negara), Karo (diri pribadi/rakyat), dan Arataa (harta benda).

Masa kejayaan Kesultanan Buton

Pada masa kejayaannya, Kesultanan Buton pernah menguasa Pulau Buton dan beberapa wilayah
di provinsi Sulawesi Tenggara.Untuk mendukung pemerintahannya, kesultanan ini menjalin
hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di Sulawesi dan Pulau Jawa.Hubungan itu membuat
perekonomian Kesultanan Buton berkembang pesat, terutama dalam sektor perdagangan.Terlebih
lagi, Buton termasuk wilayah strategis, yang sering dilalui oleh kapal dagang dari mancanegara.
Selain itu, produksi rempah-rempahnya juga meningkat tajam.Kesultanan Buton diketahui telah
memiliki alat pertukaran atau mata uang yang disebut kampua, yakni sehelai kain tenun berukuran
17,5 cm x 8 cm.

Pada abad ke-17, pemerintahan Buton telah mengembangkan sistem perpajakan yang sangat
baik, di mana pajaknya agak ditagih oleh seorang Tunggu Weti.Unggul melawan VOCSejak awal abad
ke-17, Kesultanan Buton telah menyepakati perjanjian dengan VOC. Namun, dalam
perkembangannya, VOC mulai menunjukkan niat buruknya untuk memonopoli perdagangan
rempah-rempah di Buton.Alhasil, hubungan keduanya pun memburuk hingga berujung pada
serangkaian peperangan yang menewaskan banyak korban.Kendati demikian, Kesultanan Buton
berhasil mempertahankan kerajaannya dari gempuran VOC. Bahkan sampai akhir pun Belanda tidak
dapat menguasai Buton.

Runtuhnya Kesultanan Buton

Meski berhasil memerangi Belanda, masa kemunduran Kesultanan Buton ternyata justru datang
karena konflik internal kerajaan.Kekuatan kesultanan pun semakin melemah hingga Indonesia
merdeka. Pada akhirnya, Kesultanan Buton hanya dapat bertahan hingga 1960, ketika sultan
terakhirnya meninggal.Setelah itu, Kesultanan Buton bergabung dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Peninggalan Kesultanan Buton

1.Benteng Keraton Buton

2.Istana Malige

3.Kasulana Tombi

4.Masjid Agung Keraton Buton (Masjid Ogena)

5.Kampua

Anda mungkin juga menyukai