Trauma Muskuloskeletal
Trauma Muskuloskeletal
SRI NURBAETI
2009720052
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami tentang Trauma Muskuloskeletal untuk
kegiatan pembelajaran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.Mekanisme Trauma
Menentukan mekanisme terjadinya trauma merupakan hal yang penting karena dapat
membantu kita dalam menduga kemungkinan trauma yang mungkin saja tidak segera timbul
setelah kejadian. Trauma musculoskeletal bisa saja dikarenakan oleh berbagai mekanisme.
a. Direct injury
Dimana terjadi fraktur pada saat tulang berbenturan langsung dengan benda keras
seperti dashboard atau bumper mobil.
b. Indirect injury
Terjadi fraktur atau dislokasi karena tulang mengalami benturan yang tidak langsung
seperti frkatur pelpis yang disebabkan oleh lutut membentur dashboard mobil pada
saat terjadi tabrakan.
c. Twisting injury
Menyebabkan fraktur, sprain, dan dislokasi, biasa terjadi pada pemain sepak bola dan
pemain sky, yaitu bagian distal kaki tertinggal ketika seseorang menahan kaki ke
tanah sementara kekuatan bagian proksimal kaki meningkat sehingga kekuatan yang
dihasilkan menyebabkan fraktur.
d. Powerfull muscle contraction
Seperti terjadinya kejang pada tetanus yang mungkin bisa merobek otot dari tulang
atau bisa juga membuat fraktur.
e. Fatique fracture
Disebabkan oleh penekanan yang berulang-ulang dan umumnya terjadi pada telapak
kaki setelah berjalan terlalu lama atau berjalan dengan jarak yang sangat jauh.
f. Pathologic fracture
Dapat dilihat pada pasien dengan penyakit kelemahan pada tulang seperti kanker
yang sudah metastase.
2.2.Fraktur
2.2.1. Definisi
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat &
Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga,
pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor.
Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada
lakilaki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormon pada monopouse (Reeves, Roux, Lockhart,
2001).
a. Fraktur terjadi karena tekanan yang menimpa tulang kebih besar daripada
daya tulang akibar trauma
Gejala yang paling umum pada fraktur adalah rasa nyeri yang terlokalisir
pada bagian fraktur. Biasanya pasien mengatakan ada yang menggigitnya atau
merasakan ada tulang yang patah. Apa yang dikatakan pasien merupakan
sumber informasi yang akurat.
Pada pasien dengan multiple trauma, fraktur adalah trauma yang paling
nyata dan dramatis juga hal yang paling serius. Oleh karena itu lakukan
primary survey dan lakukan tindakan penanganan trauma dan lakukan
stabilisasi jika memungkinkan.
a. Swelling
Terjadi karena kebocoran cairan ekstra seluler dan darah dari
pembuluh darah yang telah rupture pada fraktur pangkal tulang.
b. Deformitas
Pada kaki dapat menandakan adanya trauma skeletal.
c. Tenderness
Sampai palpitasi biasanya terlokalisir diatasbare trauma skeletal yang
dapat dirasakan dengan penekanan secara halus di sepanjang tulang.
d. Krepitasi
Terjadi bila bagian tulang yang patah bergesekan dengan tulang yang
lainnya. Hal ini dapat dikaji selama pemasangan splin. Jangan
berusaha untuk mereposisi karena dapat menyebabkan nyeri trauma
lebih lanjut.
e. Disability
Juga termasuk karakteristik dari kebanyakan trauma skeletal pasien
dengan fraktur akan berusaha menahan lokasi trauma tetap pada posisi
yang nyaman dan akan menolak menggerakannya. Bahkan pada pasien
dengan dislokasi akan menolak untuk menggerakkan ekstremitas yang
mengalami dislokasi.
f. Exposed bone ends
Didiagnosa sebagai trauma terbuka atau compound fraktur. Periksa
pulsasi, gerakan dan sensori di bagian distal pada setiap pasien dengan
trauma musculoskeletal.
a. Penatalaksanaan Fraktur
Stabilkan jalan napas.
Kontrol perdarahan.
Tutup sucking chest wound (luka terbuka pada dada).
Resusitasi cairan.
Jika ada fraktur terbuka, balut luka sebelum melakukan pembidaian
dan jangan mendorong kembali tulang yang terlihat.
Jangan pernah berusaha untuk meluruskan fraktur termasuk sendi-
sendi, meskipun ada beberapa tulang pada fraktur yang dapat
diluruskan.
Tourniket tidak dianjurkan pada fraktur terbuka kecuali pada trauma
amputasi atau anggota gerak yang sudah tidak dapat diselamatkan lagi.
Imobilisasi ekstremitas sebelum memindahkan pasien dan imobilisasi
sendi bagian atas dan bawah dari tulang yang fraktur.
b. Tujuan Imobilisasi
Untuk menjaga fraktur tertutup agar jangan menjadi fraktur terbuka.
Hal ini mungkin terjadi jika ujung tulang yang fraktur masih dapat
bergerak bebas ketika pasien dipindahkan.
Untuk mencegah kerusakan sekitar nervus, pembuluh darah dan
jaringan yang lain dari ujung tulang yang fraktur.
Untuk meminimalkan perdarahan dan bengkak.
Untuk mengurangi nyeri.
2.3. Dislokasi
2.3.1. Definisi
2.3.2. Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor
predisposisi, diantaranya :
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
Trauma akibat kecelakaan
Trauma akibat pembedahan ortoped
Terjadi infeksi di sekitar sendi
2.3.3. Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dislokasi congenital: terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik: akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
Misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic: kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf
rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat
sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan
mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular.
Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi
menjadi :
Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri
akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi
dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka
disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint
dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan
dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya
ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
2.3.4. Tanda dan gejala
Nyeri
Deformitas
Paralisis
Hilangnya pulsasi (jika tekan nervus dan pembuluh darah).
Pada kebanyakan kasus pada pasien dengan fraktur atau dislokasi selalu
cek nadi, kekuatan otot dan sensasi (pulsasi, motorik dan sensorik) pada bagian
distal daerah yang terluka. Hilangnya pulsasi berarti ekstremitas dalam keadaan
yang membahayakan dan transportasi ke rumah sakit seharusnya tidak ditunda.
Informasikan terlebih dahulu ke rumah sakit yang akan dituju agar petugas dan
dokter bedah tulang telah siap ketika pasien tiba.
2.3.5. Patofisiologi
2.3.6. Komplikasi
a. Komplikasi Dini
Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tesebut.
Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.\
Fraktur disloksi
b. Komplikasi lanjut.
Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang
berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara
otomatis membatasi abduksi.
Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau
Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
Kelemahan otot
2.3.7. Penatalaksanaan Dislokasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan dislokasi adalah imobilisasi pasien pada
posisinya saat pertama kali ditemukan. Jangan coba meluruskan atau mengurangi
dislokasi kecuali jika ada seorang ahli. Lakukan imobilisasi pada bagian atas dan
bawah sendi yang dislokasi untuk menjaga kestabilan waktu transport.
Mungkin satu-satunya dislokasi yang paling berbahaya pada ektremitas bawah
adalah dislokasi pada lutut, sedangkan dislokasi pada pergelangan, siku, bahu,
panggul an pergelangan kaki masih dapat ditoleransi 2 atau 3 jam tanpa adanya
bahaya kerusakan permanen.
2.4. Sprain
2.4.1. Definisi
2.4.2. Etiologi
Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang
normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.
Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari posisi
normalnya karena anda terjatuh, terpukul atau terkilir.
2.4.7. Penatalaksanaan
a. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-
pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
b. Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri
dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral
setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.
c. Elektromekanis.
Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau
pengendongan (sung)
Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung
jaringan yang sakit.
Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan
kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.
2.5. Strain
2.5.1. Definisi
Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot di sekitar
sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain tidak ada deformitas atau
bengkak. Strain lebih baik ditangani dengan menghilangkan beban pada daerah
yang mengalami injuri.
Jika tidak ada keraguan pada injuri diatas, imobilisasi ekstremitas dan
evaluasi dilanjutkan di ruang gawat darurat.
2.5.2. Etiologi
2.5.4. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung
(impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik
pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi
,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring
(otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa
menghindarkan daerah sekitar cedera kontusio dan membengkak (Chairudin
Rasjad,1998).
2.5.7. Komplikasi
Strain yang berulang
Tendonitis
2.5.8. Penatalaksanaan
Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol
pembengkakan.
Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan
secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan
edema dan ketidaknyamanan.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa
biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama
30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk
menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan memperoleh
kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan konservatif.
2.6. Kontusio
2.6.1. Definisi
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan,
tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit.
Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga
darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)
2.6.2. Etiologi
Benturan benda keras.
Pukulan.
Tendangan/jatuh
2.6.6. Penatalaksanaan
Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman.
Tinggikan daerah injury.
Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian)
untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman.
Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30
menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi.
Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak.
Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi
(Brunner & Suddart,2001: 2355).
Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio
adalah sebagai berikut:
Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler.
Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan
jaringan-jaringan lunak yang rusak.
Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan
berikutnya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya
dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling
sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan
dislokasi.
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan
lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai
jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh. Sprain adalah bentuk cidera berupa
penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang menghubungkan tulang
dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Strain adalah
bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous (otot
dan tendon) sedangkan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi.
3.2. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
kita tentang asuhan keperawatan klien dengan trauma musculoskeletal : kontusio,
sprain, strain dan dislokasi. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima
Kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Andri Andreas.Dr. 2012. Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: AGD Dinkes
Provinsi DKI Jakarta.
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan(Edisi 3)
Jakarta: EGC.
Brunner & Suddart. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
http://zillyannurse.blogspot.com/2011/11/askep-trauma-muskuloskeletal.html