Makalah Pemfigoid Bulosa
Makalah Pemfigoid Bulosa
PENDAHULUAN
1
9. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan pemfigoid bulosa?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat dan mengaplikasikan proses pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan pemfigoid bulosa.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui anatomi dan fisiologi kulit
b. Mengetahui definisi dari pemfigoid bulosa
c. Mengetahui etiologi pada pemfigoid bulosa
d. Mengetahui manifestasi klinis pada pemfigoid bulosa
e. Mengetahui patofisiologi dari pemfigoid bulosa
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada pemfigoid bulosa
g. Mengetahui diagnosis banding dari pemfigoid bulosa
h. Mengetahui penatalaksanaan dari pemfigoid bulosa
i. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan pemfigoid bulosa
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit merupakan pembungkus elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan.
Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurunya, yaitu 15 persen dari
berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75m². Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (6mm)
terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis.
Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan jaringan
subkutan atau subkutis.
a) Epidermis
Epidermis terbagi atas empat lapisan:
1. Stratum korneum
Lapisan zat tanduk , tersusun dari sel-sel mati dan selalu mengelupas.
2. Stratum lusidum
Lapisan zat tanduk, tersusun atas sel-sel yang tidak berinti dan berfungsi
mengganti stratum korneum.
3
3. Stratum granulosum
Tersusun atas sel-sel yang berinti dan mengandung melanocit
4. Stratum germinativum (basal)
Tersusun atas sel-sel yang selalu membentuk sel-sel baru ke arah luar.
Epidermis mengandung juga: Kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut
dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu,
menyebabkan panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelanjar ekrin terdapat disemua
daerah kulit, tetapi tidak terdapat di selaput lendir. Seluruhnya berjumlah antara 2 sampai 5
juta yang terbanyak ditelapak tangan. Sektretnya cairan jernih kira-kira 99 persen
mengandung klorida,asam laktat,nitrogen dan zat lain.
Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel rambut,
terdapat di ketiak, daerah anogenital, putting susu dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat
diseluruh tubuh, kecuali di tapak tangan, tapak kaki dan pungung kaki. Terdapat banyak di
kulit kepala, muka, kening, dan dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak,
kolestrol dan zat lain.
b) Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas
jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin
rapat (pars papillaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih lebih longgar
(pars reticularis). Lapisan pars retucularis mengandung pembuluh darah, saraf,
rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
4
Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh dengan
lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai berikut :
a. Fungsi proteksi
b. Fungsi absorpsi
c. Fungsi ekskresi
d. Fungsi persepsi
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh
f. Fungsi pembentukan pigmen
Jika kulit diberi rangsangan listrik maka elemen-elemen kontraktil akan memendek
atau kulit akan berinteraksi. Rangsangan ini berasal dari pusat kesadaran (otak) dan
disalurkan melalui serabut sarafpengerak menuju serabut-serabut kulit. Seperti diketahui
kulit berkontraksi menurut rangsangan yang datang, bila tidak ada rangsangan unit
pengerak dalam keadaan istirahat (relax) dan otot dalam keadaan lemas (flaccid).
Pengiriman rangsangan dari saraf ke serabut kulit dilakukan melalui sambungan yang
dinamakan junction neuromuscular. Pada akhir ujung saraf ini masih terletak diluar
selaput tipis pembungkus serabut kulit. Dibagian akhir ini ditemukan butiran-butiran
halus yang disebut kuhme atau gelembung-gelembung asetilkolin. Asetilkolin merupakan
hormon yang dikeluarkan oleh bagian saraf akhir dengan tujuan untuk merangsang
serabut kulit. Karena rangsangan ini membuat permeabilitas sel-sel kulit berubah
sehingga ia dapat meneruskan rangsangan tadi keseluruh bagain kulit. Akibatnya kulit
berkontraksi.
Anatomi yang terlibat pada penyakit Pemfigoid Bulosa adalah stratum basale.
Stratum basal terdiri atas sel – sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal pada
perbatasan dermo epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini merupakan lapisan
epidermis yang paling bawah. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel berbentuk
kolumnar dan sel pembentuk melanin. Pada sel basal dalam membran basalis, terdapat
hemidesmosom. Fungsi hemidesmosom adalah melekatkan sel – sel basal dengan
membran basalis.
5
2.2 Definisi
Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai
oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua
dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa,
tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun presentasinya dapat polimorfik dan
dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit atau di varian
atipikal, di mana bula biasanya tidak ada. Dalam kasus ini, penegakan diagnosis PB
memerlukan tingkat pemeriksaan yang tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan
awal yang tepat. Antigen target pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen
dari jungsional adhesi kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa.
Pemfigoid Bulosa (PB) ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan
berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen
komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG sirkulasi dan antibody
IgG yang terikat pada basement membrane zone. Kondisi ini disebabkan oleh antibodi
dan inflamasi abnormal terakumulasi di lapisan tertentu pada kulit atau selaput lendir.
Lapisan jaringan ini disebut "membran basal." Antibodi (imunoglobulin) mengikat
protein di membran basal disebut antigen hemidesmosomal PB dan ini menarik sel-sel
peradangan (kemotaksis).
2.3 Etiologi
PB adalah contoh dari penyakit yang dimediasi imun yang dikaitkan dengan respon
humoral dan seluler yang ditandai oleh dua self-antigen yaitu antigen PB 180 (PB180,
PBAG2 atau tipe kolagen XVII) dan antigen PB 230 (PB230 atau PBAG1.
Etiologi PB adalah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi autoantibodi
pada Pemfigoid Bulosa masih belum diketahui. Sistem imun tubuh kita menghasilkan
antibodi untuk melawan bakteri, virus atau zat asing yang berpotensi membahayakan. Untuk
alasan yang tidak jelas, tubuh dapat menghasilkan antibodi untuk suatu jaringan tertentu
dalam tubuh. Dalam Pemfigoid Bulosa, sistem kekebalan menghasilkan antibodi terhadap
membran basal kulit, lapisan tipis dari serat menghubungkan lapisan luar kulit (dermis) dan
lapisan berikutnya dari kulit (epidermis). Antibodi ini memicu aktivitas inflamasi yang
menyebabkan kerusakan pada struktur kulit dan rasa gatal pada kulit. Tidak ada penyebab
6
khusus yang memicu timbulnya PB, namun beberapa faktor dikaitkan dengan terjadinya PB.
Sebagian kecil kasus mungkin dipicu obat seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine
dan captopril. Suatu studi kasus menyatakan obat anti psikotik dan antagonis aldosterone
termasuk dalam faktor pencetus Pemfigoid Bulosa. Belum diketahui apakah obat yang
berefek langsung pada sistem imun, seperti kortikosteroid, juga berpengaruh pada kasus
Pemfigoid Bulosa. Sinar ultraviolet juga dinyatakan sebagai faktor yang memicu PB
ataupun memicu terjadinya eksaserbasi PB. Beberapa faktor fisik termasuk suhu panas,
luka, trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan dapat menginduksi PB pada kulit normal.
7
pemfigus vulgaris, ia tidak menyebar dan sembuh dengan cepat. Bula yang pecah
menimbulkan erosi yang luas dengan bentuk tidak teratur, namun tidak bertambah seperti
pada Pemfigus Vulgaris.
c. Lesi kulit
Eritema, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula. Bula besar,
tegang, oval atau bulat mungkin timbul dalam kulit normal atau yang eritema dan
mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi dapat bersifat lokal maupun generalisata,
biasanya tersebar tapi juga berkelompok dalam pola serpiginosa dan arciform. Lesi PB yang
menyembuh tidak meninggalkan jaringan parut, tetapi dapat menimbulkan hiperpigmentasi.
d. Tempat Predileksi
Aksila, paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah.
8
2.5 Patofisiologi
9
jenis antigen Pemfigoid Bulosa yaitu dengan berat molekul 230kD disebut PBAg1 (Pemfigoid
Bulosa Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak
ditemukan dari pada PB180.
Terbentuknya bula akibat komplemen yang beraktivasi melalui jalur klasik dan alternatif,
yang kemudian akan mengeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi pemisahan
epidermis dengan dermis. Studi ultrastruktural memperlihatkan pembentukan awal bula pada
pemfigus bulosa terjadi dalam lamina lucida, di antara membrane basalis dan lamina densa.
Terbentuknya bula pada tempat tersebut disebabkan hilangnya daya tarikan filament dan
hemidesmosom. Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi terhadap
antigen Pemfigoid Bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal mengaktifkan jalur klasik
komplemen. Aktifasi komplemen menyebabkan kemotaksis leukosit serta degranulasi sel mast.
Produk-produk sel mast menyebabkan kemotaksis dari eosinofil melalui mediator seperti faktor
kemotaktik eosinofil anafilaksis. Akhirnya, leukosit dan protease sel mast mengakibatkan
pemisahan epidermis kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel inflamasi dominan di membran basal
pada lesi Pemfigoid Bulosa, menghasilkan gelatinase yang memotong kolagen ekstraselular dari
PBAG2, yang mungkin berkontribusi terhadap pembentukan bula.
10
2.7 Diagnosa Banding
a. Pemfigus Vulgaris (PV)
Adalah sebuah penyakit autoimun yang serius, dengan bulla, dapat bersifat akut ataupun
kronis pada kulit dan membran mukosa yang sering berakibat fatal kecuali diterapi
dengan agen imunosupresif. Penyakit ini adalah prototype dari keluarga / golongan
pemfigus, yang merupakan sekelompok penyakit bula autoimun akantolitik. Gambaran
lesi kulit pada pemfigus vulgaris didapatkan bula yang kendur di atas kulit normal dan
dapat pula erosi. Membran mukosa terlibat dalam sebagian besar kasus. Distribusinya
dapat dibagian mana saja pada tubuh. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran
akantolisis suprabasalis. Pada pemeriksaan imunopatologi, diperoleh IgG dengan pola
interseluler.
Gambar: Pemphigus vulgaris. Erosions and flaccid bullae pada kulit normal.
11
b. Pemfigus Foliaseus (PF)
Adalah bentuk superfisial penyakit pemfigus dengan akantolisis pada lapisan granulosum
epidermis. Lesi kulit pada pemfigus foliaseus berupa krusta dan adakalanya berupa
vesikel yang kendur. Membran mukosa jarang terlibat. Distribusi lesinya pada bagian
tubuh yang lebih terbuka dan bagian tubuh yang memiliki banyak kelenjar sebasea. Pada
gambaran histopatologi, terlihat gambaran akantolisis pada stratum granulosum. Pada
pemeriksaan imunopatologi diperoleh IgG dengan pola intraseluler.7
c. Pemfigus vegetans (PVeg)
Memberikan gambaran lesi berupa plak granulomatosa, dan adakalanya terdapat vesikel
di pinggiran lesi. Membran mukosa terlibat pada sebagian besar kasus. Distribusi lesi
pada daerah intertriginosa, daerah perioral, leher, kepala dan aksila. Pada pemeriksaan
histopatologi, terlihat gambaran akantolosis suprabasal dan abses-abses intraepidermal
yang berisi eosinofil. Pada pemeriksaan imunopatologi, didapatkan hasil seperti Pemfigus
vulgaris.
d. Epidermolisis Bulosa (EB)
Adalah sebuah penyakit bula subepidermal kronik yang berkaitan dengan autoimunitas
pada kolagen tipe II dalam fibrin pada zona membrane basal. Lesi kulit berupa bula yang
berdinding tegang dan erosi, gambaran noninflamasi ataupun menyerupai pemfigus
bulosa, Dermatitis herpetiformis, atau Dermatosis IgA linear. Membran mukosa terlibat
pada kasus yang parah. Distribusi lesinya sama dengan Pemfigoid Bulosa. Pada
pemeriksaan histopatologi didapatkan bula subepidermal. Pada pemeriksaan
imunopatologi diperoleh IgG linear pada zona membrane basal.
e. Dermatitis herpetiformis (DH)
Adalah erupsi pruritus yang kronis, rekuren, dan intensif yang muncul secara simetris
pada ekstremitas dan pada badan dan terdiri dari vesikel-vesikel kecil, papul, dan plak
urtika yang tersusun berkelompok, serta berkaitan dengan gluten-sensitive enteropathy
(GSE) dan deposit IgA pada kulit. Lesi kulit berupa papul berkelompok, urtikaria, vesikel
serta krusta. Membran mukosa tidak terlibat. Lesi terdistribusi pada daerah siku, lutut,
glutea, sakral dan skapula. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran mikroabses
12
di papilla dermis, dan vesikel subepidermal. Pada pemeriksaan imunopatologi,
didapatkan IgA berbentuk granula pada ujung papilla.
13
tahun. Dosis awal 60-100 mg prednisolon atau setara harus secara bertahap dikurangi ke
jumlah minimum yang akan mengendalikan penyakit ini. Azatioprine juga berpotensi
memberikan efek samping yang buruk seperti prednison. Suatu kajian menjelaskan jika
glukokortikoid sistemik diberikan pada penderita dengan dosis tinggi tanpa dilakukan
tapering selama 4 minggu, kombinasi dengan azatioprine kurang memberi manfaat tetapi
sebaliknya penderita harus menanggung efek samping obat tersebut. Pada penderita lanjut
usia dengan gejala yang tidak progresif, obat imunosupresif ini bisa digunakan pada terapi
awal tanpa dikombinasikan dengan prednison. Glukokortikoid sistemik biasanya diperlukan
pada penderita dengan gejala yang berat dan progresif supaya penderita bisa ditangani
dengan cepat. Efek pemakaian glukokortikoid sistemik sangat cepat yaitu hanya beberapa
hari.
Terapi dosis tinggi metilprednisolon intravena juga dilaporkan efektif untuk mengontrol
dengan cepat pembentukan bula yang aktif pada Pemfigoid Bulosa. Sulfon mungkin efektif
pada setengah pasien dengan Pemfigoid Bulosa. Tidak banyak pasien yang berespon
terhadap dapson.
a. Umum
14
c. Topikal
- Untuk lesi basah : kompres rivanol
- Untuk lesi erosi kering : kortikosteroid topikal
- Antibiotik topikal
- Bula besar : aspirasi
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama : nyeri karena adanya pembentukan bula dan erosi
5. Pemeriksaan Fisik
15
a. Keadaan Umum : Baik
b. Tingkat kesadaran : Composmentis
c. Tanda – tanda vital :
TD : Dapat meningkat/ menurun
N : Dapat meningkat/ menurun
RR : Dapat meningkat/ menurun
S : Dapat meningkat/ menurun
d. Aksila : Kadang ditemukan bula
e. Tungkai bawah: Kadang ditemukan bula
f. Perut : Kadang ditemukan bula
6. Pemeriksaan penunjang
a. Klinis anamnesis dan pemeriksaan kulit
Ditemukan adanya bula
b. Histopatologi
Terbentuknya celah di perbatasan dermal-epidermal, bula terletak di subepidermal
c. Test imunofluorssen
Didapatkan penurunan imunoglobulin
16
17
2.9.3 INTERVENSI
18
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Gangguan rasa Setelah dilakukan a. Bina hubungan dengan a. Tercapainya hubungan saling
nyaman: nyeri Asuhan pasien secara baik dan percaya antara pasien dengan tim
berhubungan Keperawatan terbuka medis untuk mendukung dalam
dengan lesi pada
selama 2x24 jam proses keperawatan.
kulit, pecahnya
diharapkan pasien b. Kaji jenis dan tingkat b. Membantu meyakinkan bahwa
bula.
sudah tidak nyeri. Kaji faktor yang penanganan dapat memnuhi
merasakan nyeri dapat mengurangi atau kebutuhan pasien dalam mengurangi
atau nyeri memperberat nyeri nyeri
berkurang dengan seperti lokasi, durasi,
kriteria hasil: intensitas, karakteristik,
- Pasien akan tanda dan gejala
menyatakan psikologis
nyeri c. Minta pasien untuk c. Untuk memfasilitasi pengkajian
berkurang menggunakan sebuah yang akurat tentang tingkat nyeri
- Menujukkan skala 1-10 untuk pasien
tindakan menjelaskan tingkat
santai, nyerinya (dengan nilai
mampu 10 menandakan tingkat
berpartisipa nyeri yang palng berat)
si dalam d. Kendalikan faktor- d. Rasa nyeri dapat diperburuk oleh
aktivitas/isti faktor iritan panas, bahan kimia dan fisik
rahat ( kelembaban, suhu,
dengan sabun ringan, batasi
tepat. pakaian, cuci linen)
e. Dorong menggunakan e. Memfokuskan kembali perhatian,
teknik manajemen meningkatkan rasa control dan dapat 19
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai oleh
adanya bula subepidermal pada kulit. Gejala yang sering adalah dengan rasa gatal ringan
sampai parah. Penanganan dapat berupa medis maupun non medis dimana peran perawat
disini adalah penanganan non medis yaitu memberikan health education dalam mencegah
penularan pemfigoid bulosa.
3.2 Saran
Sebagai ilmu pengetahuan untuk memberikan intervensi pada pasien pemfigoid bulosa.
Dengan memperhatikan keterbatasan yang ada pada makalah ini, maka dapat
dikembangkan untuk penulisan lebih lanjut.
20
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.Jakarta: EGC
Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI
21