Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai oleh
adanya bula sub epidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua dengan
erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa, tetapi
memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun presentasinya dapat polimorfik dan dapat
terjadi kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit, di mana bula biasanya tidak
ada.
Pemfigoid bulosa ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding
tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen komplemen ke-3)
pada epidermal basement membrane zone, IgG sirkulasi dan antibodi IgG yang terikat pada
basement membrane zone. Kondisi ini disebabkan oleh antibodi dan inflamasi abnormal
terakumulasi di lapisan tertentu pada kulit atau selaput lendir. Lapisan jaringan ini disebut
"membran basal”. Antibodi (imunoglobulin) mengikat protein di membran basal disebut
antigen hemidesmosomal pemfigoid bulosa dan ini menangkap sel-sel peradangan
(kemotaksis).
Sebagian besar pasien pemfigoid bulosa berumur lebih dari 60 tahun. Pemfigoid bulosa
jarang terjadi pada anak-anak. Tidak diketahui prevalensi ras / etnis, jenis kelamin yang
memiliki kecenderungan menderita pemfigoid bulosa. Insiden pemfigoid bulosa
diperkirakan 7 per juta per tahun di Prancis dan Jerman.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi kulit?
2. Apa definisi dari pemfigoid bulosa?
3. Bagaimana etiologi pada pemfigoid bulosa?
4. Apa manifestasi klinis pada pemfigoid bulosa?
5. Bagaimana patofisiologi dari pemfigoid bulosa?
6. Apa pemeriksaan penunjang pada pemfigoid bulosa?
7. Apa diagnosis banding dari pemfigoid bulosa?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada pemfigoid bulosa?

1
9. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan pemfigoid bulosa?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat dan mengaplikasikan proses pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan pemfigoid bulosa.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui anatomi dan fisiologi kulit
b. Mengetahui definisi dari pemfigoid bulosa
c. Mengetahui etiologi pada pemfigoid bulosa
d. Mengetahui manifestasi klinis pada pemfigoid bulosa
e. Mengetahui patofisiologi dari pemfigoid bulosa
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada pemfigoid bulosa
g. Mengetahui diagnosis banding dari pemfigoid bulosa
h. Mengetahui penatalaksanaan dari pemfigoid bulosa
i. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan pemfigoid bulosa

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit merupakan pembungkus elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan.
Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurunya, yaitu 15 persen dari
berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75m². Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (6mm)
terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis.

Gambar struktur anatomi kulit

Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan jaringan
subkutan atau subkutis.

a) Epidermis
Epidermis terbagi atas empat lapisan:

1. Stratum korneum
Lapisan zat tanduk , tersusun dari sel-sel mati dan selalu mengelupas.
2. Stratum lusidum
Lapisan zat tanduk, tersusun atas sel-sel yang tidak berinti dan berfungsi
mengganti stratum korneum.

3
3. Stratum granulosum
Tersusun atas sel-sel yang berinti dan mengandung melanocit
4. Stratum germinativum (basal)
Tersusun atas sel-sel yang selalu membentuk sel-sel baru ke arah luar.

Epidermis mengandung juga: Kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut
dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu,
menyebabkan panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelanjar ekrin terdapat disemua
daerah kulit, tetapi tidak terdapat di selaput lendir. Seluruhnya berjumlah antara 2 sampai 5
juta yang terbanyak ditelapak tangan. Sektretnya cairan jernih kira-kira 99 persen
mengandung klorida,asam laktat,nitrogen dan zat lain.

Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel rambut,
terdapat di ketiak, daerah anogenital, putting susu dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat
diseluruh tubuh, kecuali di tapak tangan, tapak kaki dan pungung kaki. Terdapat banyak di
kulit kepala, muka, kening, dan dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak,
kolestrol dan zat lain.

b) Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas
jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin
rapat (pars papillaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih lebih longgar
(pars reticularis). Lapisan pars retucularis mengandung pembuluh darah, saraf,
rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.

c) Jaringan Subkutan (Subkutis atau Hipodermis)


Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis.
Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang tyerbanyak
adalah liposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan mengandung
saraf, pembuluh darah dan limfe, kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan
subkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan subkutan adalah
penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi.

4
Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh dengan
lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai berikut :

a. Fungsi proteksi
b. Fungsi absorpsi
c. Fungsi ekskresi
d. Fungsi persepsi
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh
f. Fungsi pembentukan pigmen

Jika kulit diberi rangsangan listrik maka elemen-elemen kontraktil akan memendek
atau kulit akan berinteraksi. Rangsangan ini berasal dari pusat kesadaran (otak) dan
disalurkan melalui serabut sarafpengerak menuju serabut-serabut kulit. Seperti diketahui
kulit berkontraksi menurut rangsangan yang datang, bila tidak ada rangsangan unit
pengerak dalam keadaan istirahat (relax) dan otot dalam keadaan lemas (flaccid).
Pengiriman rangsangan dari saraf ke serabut kulit dilakukan melalui sambungan yang
dinamakan junction neuromuscular. Pada akhir ujung saraf ini masih terletak diluar
selaput tipis pembungkus serabut kulit. Dibagian akhir ini ditemukan butiran-butiran
halus yang disebut kuhme atau gelembung-gelembung asetilkolin. Asetilkolin merupakan
hormon yang dikeluarkan oleh bagian saraf akhir dengan tujuan untuk merangsang
serabut kulit. Karena rangsangan ini membuat permeabilitas sel-sel kulit berubah
sehingga ia dapat meneruskan rangsangan tadi keseluruh bagain kulit. Akibatnya kulit
berkontraksi.

Anatomi yang terlibat pada penyakit Pemfigoid Bulosa adalah stratum basale.
Stratum basal terdiri atas sel – sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal pada
perbatasan dermo epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini merupakan lapisan
epidermis yang paling bawah. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel berbentuk
kolumnar dan sel pembentuk melanin. Pada sel basal dalam membran basalis, terdapat
hemidesmosom. Fungsi hemidesmosom adalah melekatkan sel – sel basal dengan
membran basalis.

5
2.2 Definisi
Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai
oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua
dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa,
tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun presentasinya dapat polimorfik dan
dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit atau di varian
atipikal, di mana bula biasanya tidak ada. Dalam kasus ini, penegakan diagnosis PB
memerlukan tingkat pemeriksaan yang tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan
awal yang tepat. Antigen target pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen
dari jungsional adhesi kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa.
Pemfigoid Bulosa (PB) ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan
berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen
komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG sirkulasi dan antibody
IgG yang terikat pada basement membrane zone. Kondisi ini disebabkan oleh antibodi
dan inflamasi abnormal terakumulasi di lapisan tertentu pada kulit atau selaput lendir.
Lapisan jaringan ini disebut "membran basal." Antibodi (imunoglobulin) mengikat
protein di membran basal disebut antigen hemidesmosomal PB dan ini menarik sel-sel
peradangan (kemotaksis).

2.3 Etiologi
PB adalah contoh dari penyakit yang dimediasi imun yang dikaitkan dengan respon
humoral dan seluler yang ditandai oleh dua self-antigen yaitu antigen PB 180 (PB180,
PBAG2 atau tipe kolagen XVII) dan antigen PB 230 (PB230 atau PBAG1.
Etiologi PB adalah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi autoantibodi
pada Pemfigoid Bulosa masih belum diketahui. Sistem imun tubuh kita menghasilkan
antibodi untuk melawan bakteri, virus atau zat asing yang berpotensi membahayakan. Untuk
alasan yang tidak jelas, tubuh dapat menghasilkan antibodi untuk suatu jaringan tertentu
dalam tubuh. Dalam Pemfigoid Bulosa, sistem kekebalan menghasilkan antibodi terhadap
membran basal kulit, lapisan tipis dari serat menghubungkan lapisan luar kulit (dermis) dan
lapisan berikutnya dari kulit (epidermis). Antibodi ini memicu aktivitas inflamasi yang
menyebabkan kerusakan pada struktur kulit dan rasa gatal pada kulit. Tidak ada penyebab

6
khusus yang memicu timbulnya PB, namun beberapa faktor dikaitkan dengan terjadinya PB.
Sebagian kecil kasus mungkin dipicu obat seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine
dan captopril. Suatu studi kasus menyatakan obat anti psikotik dan antagonis aldosterone
termasuk dalam faktor pencetus Pemfigoid Bulosa. Belum diketahui apakah obat yang
berefek langsung pada sistem imun, seperti kortikosteroid, juga berpengaruh pada kasus
Pemfigoid Bulosa. Sinar ultraviolet juga dinyatakan sebagai faktor yang memicu PB
ataupun memicu terjadinya eksaserbasi PB. Beberapa faktor fisik termasuk suhu panas,
luka, trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan dapat menginduksi PB pada kulit normal.

2.4 Manifestasi Klinis


a. Fase Non Bulosa
Manifestasi kulit PB bisa polimorfik. Dalam fase prodromal penyakit nonbulosa, tanda dan
gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan sampai parah atau dalam hubungannya
dengan eksema, papula dan atau urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan selama beberapa
minggu atau bulan. Gejala nonspesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-satunya tanda-tanda
penyakit.
b. Fase Bulosa
Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada kulit normal
ataupun eritematosa yang tampak bersama - sama dengan urtikaria dan infiltrat papula dan
plak yang kadang-kadang membentuk pola melingkar. Bula tampak tegang, diameter 1 – 4
cm, berisi cairan bening, dan dapat bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area erosi
dan berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan dominan pada aspek
lentur anggota badan
dan tungkai bawah, termasuk perut. Perubahan post inflamasi memberi gambaran hiper- dan
hipopigmentasi. Keterlibatan mukosa mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa
hidung mata, faring, esofagus dan daerah anogenital lebih jarang terpengaruh. Pada sekitar
50% pasien, didapatkan eosinofilia daerah perifer. Perjalanan penyakit biasanya ringan dan
keadaan umum penderita baik. Penyakit PB dapat sembuh spontan (self-limited disease)
atau timbul lagi secara
sporadik, dapat generalisata atau tetap setempat sampai beberapa tahun. Rasa gatal kadang
dijumpai, walaupun jarang ada. Kebanyakan bula ruptur dalam waktu 1minggu, tidak seperti

7
pemfigus vulgaris, ia tidak menyebar dan sembuh dengan cepat. Bula yang pecah
menimbulkan erosi yang luas dengan bentuk tidak teratur, namun tidak bertambah seperti
pada Pemfigus Vulgaris.
c. Lesi kulit
Eritema, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula. Bula besar,
tegang, oval atau bulat mungkin timbul dalam kulit normal atau yang eritema dan
mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi dapat bersifat lokal maupun generalisata,
biasanya tersebar tapi juga berkelompok dalam pola serpiginosa dan arciform. Lesi PB yang
menyembuh tidak meninggalkan jaringan parut, tetapi dapat menimbulkan hiperpigmentasi.
d. Tempat Predileksi
Aksila, paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah.

Gambar: Pemfigoid Bulosa. Bula tegang diatas kulit yang eritema

Gambar: Pemfigoid bulosa pada perut

8
2.5 Patofisiologi

Gambar: Mekanisme pembentukan bula di Pemfigoid Bulosa (PB)


Gambar diatas menggambarkan beberapa struktur protein membran basal epidermis yang
berfungsi sebagai autoantigen utama dalam penyakit kulit autoimun subepidermal bulosa.
Autoantigens utama pada pasien PB adalah antigen PB 230 (PB230) dan antigen PB 180.
Autoantibodi PB terakumulasi dalam jaringan dan mengikat antigen pada membran basal. Pasien
dengan PB mengalami respon sel T autoreaktif untuk PB180 dan PB230, dan ini mungkin
penting untuk merangsang sel B untuk menghasilkan autoantibodi patogen. Setelah pengikatan
autoantibodi terhadap antigen target, pembentukan bula subepidermal terjadi melalui rentetan
peristiwa yang melibatkan aktivasi komplemen, perekrutan sel inflamasi (terutama neutrofil dan
eosinofil), dan pembebasan berbagai kemokin dan protease, seperti metaloproteinase matriks-9
dan neutrofil elastase.
Pemfigoid Bulosa adalah contoh penyakit autoimun dengan respon imun seluler dan
humoral yang bersatu menyerang antigen pada membran basal. Antigen PB merupakan protein
yang terdapat pada hemidesmosom sel basal, diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian
BMZ (basal membrane zone) epitel gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan
sel-sel basal dengan membrane basalis, strukturnya berbeda dengan desmosom. Terdapat dua

9
jenis antigen Pemfigoid Bulosa yaitu dengan berat molekul 230kD disebut PBAg1 (Pemfigoid
Bulosa Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak
ditemukan dari pada PB180.
Terbentuknya bula akibat komplemen yang beraktivasi melalui jalur klasik dan alternatif,
yang kemudian akan mengeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi pemisahan
epidermis dengan dermis. Studi ultrastruktural memperlihatkan pembentukan awal bula pada
pemfigus bulosa terjadi dalam lamina lucida, di antara membrane basalis dan lamina densa.
Terbentuknya bula pada tempat tersebut disebabkan hilangnya daya tarikan filament dan
hemidesmosom. Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi terhadap
antigen Pemfigoid Bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal mengaktifkan jalur klasik
komplemen. Aktifasi komplemen menyebabkan kemotaksis leukosit serta degranulasi sel mast.
Produk-produk sel mast menyebabkan kemotaksis dari eosinofil melalui mediator seperti faktor
kemotaktik eosinofil anafilaksis. Akhirnya, leukosit dan protease sel mast mengakibatkan
pemisahan epidermis kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel inflamasi dominan di membran basal
pada lesi Pemfigoid Bulosa, menghasilkan gelatinase yang memotong kolagen ekstraselular dari
PBAG2, yang mungkin berkontribusi terhadap pembentukan bula.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemfigus bulosa harus dibedakan dengan dermatosis linear IgA, eritema multiforme, erupsi
obat, dermatitis herpetiformis dan epidermolisis bulosa. Penderita harus melakukan Biopsi
kulit dan titer antibodi serum untuk membedakannya. Biopsi sangat penting untuk
membedakan penyakit - penyakit ini karena mempunyai prognosis yang tidak sama.
a. Histopatologi
Kelainan yang dini pada Pemfigoid Bulosa yaitu terbentuknya celah di perbatasan
dermal-epidermal, bula terletak di subepidermal, sel infiltrat yang utama adalah eosinofil.
a. Imunologi
Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun seperti pita di
BMZ (Base Membrane Zone). Pewarnaan Immunofluorescence langsung (IF)
menunjukkan IgG dan biasanya juga C3, deposit dalam lesi dan paralesional kulit dan
substansi intraseluler dari epidermis.

10
2.7 Diagnosa Banding
a. Pemfigus Vulgaris (PV)
Adalah sebuah penyakit autoimun yang serius, dengan bulla, dapat bersifat akut ataupun
kronis pada kulit dan membran mukosa yang sering berakibat fatal kecuali diterapi
dengan agen imunosupresif. Penyakit ini adalah prototype dari keluarga / golongan
pemfigus, yang merupakan sekelompok penyakit bula autoimun akantolitik. Gambaran
lesi kulit pada pemfigus vulgaris didapatkan bula yang kendur di atas kulit normal dan
dapat pula erosi. Membran mukosa terlibat dalam sebagian besar kasus. Distribusinya
dapat dibagian mana saja pada tubuh. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran
akantolisis suprabasalis. Pada pemeriksaan imunopatologi, diperoleh IgG dengan pola
interseluler.

Gambar: Lesi utama pemfigus vulgaris bula yang lembek

Gambar: Pemphigus vulgaris. Erosions and flaccid bullae pada kulit normal.

11
b. Pemfigus Foliaseus (PF)
Adalah bentuk superfisial penyakit pemfigus dengan akantolisis pada lapisan granulosum
epidermis. Lesi kulit pada pemfigus foliaseus berupa krusta dan adakalanya berupa
vesikel yang kendur. Membran mukosa jarang terlibat. Distribusi lesinya pada bagian
tubuh yang lebih terbuka dan bagian tubuh yang memiliki banyak kelenjar sebasea. Pada
gambaran histopatologi, terlihat gambaran akantolisis pada stratum granulosum. Pada
pemeriksaan imunopatologi diperoleh IgG dengan pola intraseluler.7
c. Pemfigus vegetans (PVeg)
Memberikan gambaran lesi berupa plak granulomatosa, dan adakalanya terdapat vesikel
di pinggiran lesi. Membran mukosa terlibat pada sebagian besar kasus. Distribusi lesi
pada daerah intertriginosa, daerah perioral, leher, kepala dan aksila. Pada pemeriksaan
histopatologi, terlihat gambaran akantolosis suprabasal dan abses-abses intraepidermal
yang berisi eosinofil. Pada pemeriksaan imunopatologi, didapatkan hasil seperti Pemfigus
vulgaris.
d. Epidermolisis Bulosa (EB)
Adalah sebuah penyakit bula subepidermal kronik yang berkaitan dengan autoimunitas
pada kolagen tipe II dalam fibrin pada zona membrane basal. Lesi kulit berupa bula yang
berdinding tegang dan erosi, gambaran noninflamasi ataupun menyerupai pemfigus
bulosa, Dermatitis herpetiformis, atau Dermatosis IgA linear. Membran mukosa terlibat
pada kasus yang parah. Distribusi lesinya sama dengan Pemfigoid Bulosa. Pada
pemeriksaan histopatologi didapatkan bula subepidermal. Pada pemeriksaan
imunopatologi diperoleh IgG linear pada zona membrane basal.
e. Dermatitis herpetiformis (DH)
Adalah erupsi pruritus yang kronis, rekuren, dan intensif yang muncul secara simetris
pada ekstremitas dan pada badan dan terdiri dari vesikel-vesikel kecil, papul, dan plak
urtika yang tersusun berkelompok, serta berkaitan dengan gluten-sensitive enteropathy
(GSE) dan deposit IgA pada kulit. Lesi kulit berupa papul berkelompok, urtikaria, vesikel
serta krusta. Membran mukosa tidak terlibat. Lesi terdistribusi pada daerah siku, lutut,
glutea, sakral dan skapula. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran mikroabses

12
di papilla dermis, dan vesikel subepidermal. Pada pemeriksaan imunopatologi,
didapatkan IgA berbentuk granula pada ujung papilla.

Gambar: Dermatitis Herpetiformis dicirikan oleh kelompok vesikel intens pruritic,


papula, dan lesi urtikaria seperti biasanya didistribusikan secara simetris pada
permukaan ekstensor.
f. Dermatosis IgA linear
Adalah penyakit kulit dengan bula subepidermal yang dimediasi sistem imun, dan
merupakan kasus yang cukup jarang ditemukan. Penyakit ini ditandai dengan adanya
deposit IgA linear yang homogen pada zona membran basal kutaneus. Gambaran lesi
kulitnya berupa vesikel yang anular, berkelompok dan dapat berupa bula. Membran
mukosa terlibat dan biasanya terdapat erosi dan ulkus pada mulut, serta erosi dan pada
konjungtiva. Distribusi lesinya bisa dimana saja. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat
gambaran bula subepidermal dan disertai neutrofil. Pada pemeriksaaan imunopatologi,
didapatkan IgA linear pada zona membran basal.
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri dari prednisone sistemik, sendiri atau dalam kombinasi dengan agen
lain yaitu azathioprine, mycophenolate mofetil atau tetracycline. Obat - obat ini biasanya
dimulai secara bersamaan, mengikuti penurunan secara bertahap dari prednison dan agen
steroid setelah remisi klinis tercapai. Kasus ringan mungkin hanya memerlukan
kortikosteroid topikal. Methrotrexate mungkin digunakan pada pasien dengan penyakit berat
yang tidak dapat bertoleransi terhadap prednison. Dosis prednisolon 40-60 mg sehari, jika
telah tampak perbaikan dosis di turunkan perlahan - lahan. Sebagian kasus dapat
disembuhkan dengan kortikosteroid saja. Terapi steroid sistemik biasanya diperlukan, tetapi
tidak seperti Pemfigus, dimungkinkan untuk menghentikan terapi ini setelah 2 sampai 3

13
tahun. Dosis awal 60-100 mg prednisolon atau setara harus secara bertahap dikurangi ke
jumlah minimum yang akan mengendalikan penyakit ini. Azatioprine juga berpotensi
memberikan efek samping yang buruk seperti prednison. Suatu kajian menjelaskan jika
glukokortikoid sistemik diberikan pada penderita dengan dosis tinggi tanpa dilakukan
tapering selama 4 minggu, kombinasi dengan azatioprine kurang memberi manfaat tetapi
sebaliknya penderita harus menanggung efek samping obat tersebut. Pada penderita lanjut
usia dengan gejala yang tidak progresif, obat imunosupresif ini bisa digunakan pada terapi
awal tanpa dikombinasikan dengan prednison. Glukokortikoid sistemik biasanya diperlukan
pada penderita dengan gejala yang berat dan progresif supaya penderita bisa ditangani
dengan cepat. Efek pemakaian glukokortikoid sistemik sangat cepat yaitu hanya beberapa
hari.
Terapi dosis tinggi metilprednisolon intravena juga dilaporkan efektif untuk mengontrol
dengan cepat pembentukan bula yang aktif pada Pemfigoid Bulosa. Sulfon mungkin efektif
pada setengah pasien dengan Pemfigoid Bulosa. Tidak banyak pasien yang berespon
terhadap dapson.
a. Umum

- Pengawasan keadaan umum, tanda vital


- Diet TKTP
- Hindari infeksi sekunder (K/P) infus untuk mengantisipasi
gangguan cairan dan elektrolit
b. Sistemik
- Prednison 40-80 mg/hr, bila tampak perbaikan tapering off
- DDS 200-300 mg/hari
- Dapat diberikan gabungan prednison dengan
imunosupresan lain
- MTX 20-30 mg/ minggu interval 12 jam diberikan saat
prednison dosis 400 mg
- Azatioprin 50-150 mg/hr setelah 3-4 minggu kemudian
dilakukan alternate day
- Anabolik bila ada infeksi sekunder
- CTM 3x1 tablet sehari ( bila gatal)

14
c. Topikal
- Untuk lesi basah : kompres rivanol
- Untuk lesi erosi kering : kortikosteroid topikal
- Antibiotik topikal
- Bula besar : aspirasi

2.9 Asuhan Keperawatan Pasien dengan Pemfigoid Bulosa


2.9.1 PENGKAJIAN FOKUS
1. Biodata
Umur : biasanya pada usia pertengahan sampai dewasa muda

2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama : nyeri karena adanya pembentukan bula dan erosi

3. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat alergi obat, riwayat penyakit keganasan


( neoplasma ), riwayat penyakit lain
4. Pola kesehatan fungsional
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Kehilangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan dan protein ketika bula
mengalami ruptur.

b. Pola persepsi sensori

Nyeri akibat pembentukan bula dan erosi

c. Pola hubungan dengan orang lain


Terjadinya perubahan dalam berhubungan dengan orang lain karena adanya bula
atau bekas pecahan bula yang meninggalkan erosi yang lebar

d. Pola persepsi dan konsep diri


Terjadinya gangguan body image karena adanya bula / bula pecah meninggalkan
erosi yang lebar serta bau yang menusuk

5. Pemeriksaan Fisik

15
a. Keadaan Umum : Baik
b. Tingkat kesadaran : Composmentis
c. Tanda – tanda vital :
 TD : Dapat meningkat/ menurun
 N : Dapat meningkat/ menurun
 RR : Dapat meningkat/ menurun
 S : Dapat meningkat/ menurun
d. Aksila : Kadang ditemukan bula
e. Tungkai bawah: Kadang ditemukan bula
f. Perut : Kadang ditemukan bula
6. Pemeriksaan penunjang
a. Klinis anamnesis dan pemeriksaan kulit
Ditemukan adanya bula
b. Histopatologi
Terbentuknya celah di perbatasan dermal-epidermal, bula terletak di subepidermal
c. Test imunofluorssen
Didapatkan penurunan imunoglobulin

2.9.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit, pecahnya bula
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bula dan daerah kulit yang
terbuka
3. Ganguan body image berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik

16
17
2.9.3 INTERVENSI

18
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Gangguan rasa Setelah dilakukan a. Bina hubungan dengan a. Tercapainya hubungan saling
nyaman: nyeri Asuhan pasien secara baik dan percaya antara pasien dengan tim
berhubungan Keperawatan terbuka medis untuk mendukung dalam
dengan lesi pada
selama 2x24 jam proses keperawatan.
kulit, pecahnya
diharapkan pasien b. Kaji jenis dan tingkat b. Membantu meyakinkan bahwa
bula.
sudah tidak nyeri. Kaji faktor yang penanganan dapat memnuhi
merasakan nyeri dapat mengurangi atau kebutuhan pasien dalam mengurangi
atau nyeri memperberat nyeri nyeri
berkurang dengan seperti lokasi, durasi,
kriteria hasil: intensitas, karakteristik,
- Pasien akan tanda dan gejala
menyatakan psikologis
nyeri c. Minta pasien untuk c. Untuk memfasilitasi pengkajian
berkurang menggunakan sebuah yang akurat tentang tingkat nyeri
- Menujukkan skala 1-10 untuk pasien
tindakan menjelaskan tingkat
santai, nyerinya (dengan nilai
mampu 10 menandakan tingkat
berpartisipa nyeri yang palng berat)
si dalam d. Kendalikan faktor- d. Rasa nyeri dapat diperburuk oleh
aktivitas/isti faktor iritan panas, bahan kimia dan fisik
rahat ( kelembaban, suhu,
dengan sabun ringan, batasi
tepat. pakaian, cuci linen)
e. Dorong menggunakan e. Memfokuskan kembali perhatian,
teknik manajemen meningkatkan rasa control dan dapat 19

stress seperti relaksasi meningkatkan kemampuan koping


progresif, latihan napas dalam manajemen nyeri yang
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai oleh
adanya bula subepidermal pada kulit. Gejala yang sering adalah dengan rasa gatal ringan
sampai parah. Penanganan dapat berupa medis maupun non medis dimana peran perawat
disini adalah penanganan non medis yaitu memberikan health education dalam mencegah
penularan pemfigoid bulosa.
3.2 Saran

Sebagai ilmu pengetahuan untuk memberikan intervensi pada pasien pemfigoid bulosa.
Dengan memperhatikan keterbatasan yang ada pada makalah ini, maka dapat
dikembangkan untuk penulisan lebih lanjut.

20
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.Jakarta: EGC

Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI

Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: EGC

21

Anda mungkin juga menyukai