Anda di halaman 1dari 21

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. DEFINISI
Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun yang bersifat kronik, terletak pada
lapisan subepidermal dengan gambaran kulit yang melepuh yang jarang
melibatkan selaput lendir. Pemfigoid bulosa ditandai oleh adanya imunoglobulin
G (IgG) autoantibodi spesifik untuk hemidesmosomal bulosa pemfigoid antigen
BP230 (BPAg1) dan BP180 (BPAg2). BP antigen 2 adalah antibodi patogen.
1

B. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Pemfigoid bulosa telah dilaporkan terjadi di seluruh dunia. Di Prancis dan
Jerman, kejadian yang dilaporkan adalah 6,6 kasus per juta orang per tahun. Di
Eropa, pemfigoid bulosa diidentifikasi sebagai yang paling umum subepidermal
penyakit autoimun kronik.
1,3
Dalam sebuah studi kohort berbasis populasi,
kejadian pemfigoid bulosa ditemukan 4,3 kasus per 100.000 orang-tahun di
Inggris.
1
Timbulnya pemfigoid bulosa dapat berupa subakut atau akut, sifat lesi
yang luas, kulit yang melepuh dan tegang. Pruritus sering timbul dan mungkin
satu-satunya manifestasi penyakit, terutama pada pasien yang lebih tua. Pada
beberapa pasien, lepuh muncul setelah timbul lesi urtikaria persisten.
5

Pemfigoid bulosa telah dilaporkan setelah beberapa, penyakit kulit kronis
inflamasi nonbullous, seperti lichen planus dan psoriasis. Pemfigoid bulosa telah
dilaporkan dipicu oleh radiasi ultraviolet, terapi sinar-x, dan paparan terhadap
beberapa obat. Obat terkait yang dihubungkan dengan penyebab pemfigoid bulosa
termasuk furosemide, ibuprofen dan agen anti-inflamasi nonsteroid lainnya,
kaptopril, penisilamin, dan antibiotik. Pemfigoid bulosa dilaporkan pernah terjadi
setelah vaksinasi, terutama pada anak-anak.
5

8

Mortalitas / Morbiditas
Pemfigoid bulosa adalah penyakit peradangan kronis. Jika tidak diobati, penyakit
ini dapat bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan periode
remisi spontan dan eksaserbasi. Pada kebanyakan pasien yang dirawat, pemfigoid
bulosa dapat bertahan selama 1,5-5 tahun. Pasien dengan penyakit agresif atau
luas, yang memerlukan dosis tinggi kortikosteroid dan agen imunosupresif, dan
orang-orang dengan imunitas dasar yang lemah lebih tinggi pula kemungkinan
menderita penyakit ini dengan risiko kematian yang tinggi pula. Karena usia rata-
rata pada awal pemfigoid bulosa adalah sekitar 65 tahun, pasien yang lebih muda
dengan pemfigoid bulosa sering memiliki kondisi penyakit berbeda daripada yang
umum pada orang lebih tua, sehingga membuat mereka lebih rentan terhadap efek
samping kortikosteroid dan agen imunosupresif.
1,3


Pemfigoid bulosa dapat berakibat fatal, terutama pada pasien yang lemah.
Penyebab tersering kematian adalah karna infeksi dengan sepsis yang berkaitan
dengan pengobatan. Pasien yang menerima kortikosteroid dosis tinggi dan
imunosupresan beresiko efek samping menderita ulkus peptikum, perdarahan
gastrointestinal, agranulositosis, dan diabetes.
5
Pemfigoid bulosa melibatkan
mukosa di 10-25% pasien. Pasien yang terkena mungkin memiliki asupan oral
terbatas yang disebabkan disfagia. Erosi sekunder akibat pecahnya vesikel terasa
menyakitkan dan dapat membatasi aktivitas hidup sehari-hari pasien. Lepuhan
kulit pada telapak tangan dan telapak kaki juga dapat mengganggu fungsi sehari-
hari pasien.
5


Lesi pemfigoid bulosa biasanya sembuh tanpa bekas luka atau pembentukan
milia. Dalam sebuah survei pasien dilakukan di pusat medis Universitas Midwest
Amerika Serikat tidak ada perbedaan tercatat angka kematian yang diharapkan
pada 223 pasien pemfigoid bulosa dibandingkan dengan populasi umum.
5



9

Ras
Tidak ada predileksi rasial jelas.
1

Seks
Insiden pemfigoid bulosa diperkirakan sama banyaknya pada pria dan wanita.
1,5

Umur
Pemfigoid bulosa terutama mempengaruhi orang lanjut usia dengan usia rata-rata
pada awal 65 tahun. Pemfigoid bulosa onset masa kanak-kanak telah ada
dilaporkan dalam literatur. Dikatakan bahwa pemfigoid bulosa pada anak- anak
dapat sembuh sendiri.
1

C. ETIOLOGI
Pemfigoid bulosa adalah contoh dari penyakit yang dimediasi imun yang
dikaitkan dengan respon humoral dan seluler yang ditandai oleh dua self-antigen:
antigen PB 180 (PB180, PBAG2 atau tipe kolagen XVII) dan antigen PB 230
(PB230 atau PBAG1.
3
Etiologi pemfigoid bulosa adalah autoimun, tetapi
penyebab yang menginduksi produksi autoantibodi pada pemfigoid bulosa masih
belum diketahui. Sistem imun tubuh kita menghasilkan antibodi untuk melawan
bakteri, virus atau zat asing yang berpotensi membahayakan. Untuk alasan yang
tidak jelas, tubuh dapat menghasilkan antibodi untuk suatu jaringan tertentu
dalam tubuh. Dalam pemfigoid bulosa, sistem kekebalan menghasilkan antibodi
terhadap membran basal kulit, lapisan tipis dari serat menghubungkan lapisan luar
kulit (dermis) dan lapisan berikutnya dari kulit (epidermis). Antibodi ini memicu
aktivitas inflamasi yang menyebabkan kerusakan pada struktur kulit dan rasa
gatal pada kulit.
4,5

Tidak ada penyebab khusus yang memicu timbulnya pemfigoid bulosa, namun
beberapa faktor dikaitkan dengan terjadinya pemfigoid bulosa. Sebagian kecil
kasus mungkin dipicu obat seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine dan
10

captopril. Suatu studi kasus menyatakan obat anti psikotik dan antagonis
aldosterone termasuk dalam faktor pencetus pemfigoid bulosa. Belum diketahui
apakah obat yang berefek langsung pada sistem imun, seperti kortikosteroid, juga
berpengaruh pada kasus pemfigoid bulosa. Sinar ultraviolet juga dinyatakan
sebagai faktor yang memicu pemfigoid bulosa ataupun memicu terjadinya
eksaserbasi pemfigoid bulosa. Beberapa faktor fisik termasuk suhu panas, luka,
trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan dapat menginduksi PB pada kulit
normal.
5

D. ANATOMI

Gambar 2. Anatomi Kulit

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan
epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis. Lapisan epidermis atas : stratum
korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum
basal.
2
Anatomi yang terlibat pada penyakit pemfigoid bulosa adalah stratum
basale. Stratum basal terdiri atas sel sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal
11

pada perbatasan dermo epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini merupakan
lapisan epidermis yang paling bawah. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu
sel berbentuk kolumnar dan sel pembentuk melanin. Pada sel basal dalam
membran basalis, terdapat hemidesmosom. Fungsi hemidesmosom adalah
melekatkan sel sel basal dengan membrana basalis.
1

E. PATOFISIOLOGI

Gambar 3. Mekanisme pembentukan bula di pemfigoid bulosa

Gambar diatas menggambarkan beberapa struktur protein membran basal
epidermis yang berfungsi sebagai autoantigen utama dalam penyakit kulit
autoimun subepidermal bulosa. Autoantigens utama pada pasien pemfigoid bulosa
adalah antigen PB 230 (PB230) dan antigen PB 180. Autoantibodi pemfigoid
bulosa terakumulasi dalam jaringan dan mengikat antigen pada membran basal.
1,2

Pasien dengan pemfigoid bulosa mengalami respon sel T autoreaktif untuk PB180
dan PB230, dan ini mungkin penting untuk merangsang sel B untuk menghasilkan
12

autoantibodi patogen.
1
Setelah pengikatan autoantibodi terhadap antigen target,
pembentukan bula subepidermal terjadi melaluirentetan peristiwa yang
melibatkan aktivasi komplemen, perekrutan sel inflamasi (terutama neutrofil dan
eosinofil), dan pembebasan berbagai kemokin dan protease, seperti
metaloproteinase matriks-9 dan neutrofil elastase.
1,2

Pemfigoid bulosa adalah contoh penyakit autoimun dengan respon imun seluler
dan humoral yang bersatu menyerang antigen pada membran basal. Antigen
pemfigoid bulosa merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel
basal, diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian BMZ (Basal Membrane
Zone) epitel gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel
basal dengan membran basalis, strukturnya berbeda dengan desmosom.
1,2
Terdapat dua jenis antigen Pemfigoid Bulosa yaitu dengan berat molekul 230kD
disebut PBAg1 (Pemfigoid Bulosa Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD dinamakan
PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak ditemukan dari pada PB180.

Terbentuknya bula akibat komplemen yang beraktivasi melalui jalur klasik dan
alternatif, yang kemudian akan mengeluarkan enzim yang merusak jaringan
sehingga terjadi pemisahan epidermis dengan dermis.
1
Studi ultrastruktural
memperlihatkan pembentukan awal bula pada pemfigus bulosa terjadi dalam
lamina lucida, di antara membran basalis dan lamina densa. Terbentuknya bula
pada tempat tersebut disebabkan hilangnya daya tarikan filament dan
hemidesmosom.
1

Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi terhadap
antigen pemfigoid bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal mengaktifkan jalur
klasik komplemen. Aktifasi komplemen menyebabkan kemotaksis leukosit serta
degranulasi sel mast. Produk-produk sel mas menyebabkan kemotaksis dari
eosinofil melalui mediator seperti faktor kemotaktik eosinofil anafilaksis.
Akhirnya, leukosit dan protease sel mast mengakibatkan pemisahan epidermis
13

kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel inflamasi dominan di membran basal pada lesi
Pemfigoid Bulosa, menghasilkan gelatinase yang memotong kolagen ekstraselular
dari PBAG2, yang mungkin berkontribusi terhadap pembentukan bula.
1

F. DIAGNOSIS
Fase Non Bulosa
Manifestasi kulit pemfigoid bulosa bisa polimorfik. Dalam fase prodromal
penyakit non-bulosa, tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal
ringan sampai parah atau dalam hubungannya dengan eksema, papul dan atau
urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan selama beberapa minggu atau bulan.
Gejala non-spesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-satunya tanda-tanda
penyakit.
4


Fase Bulosa
Tahap bulosa dari pemfigoid bulosa ditandai oleh perkembangan vesikel dan
bula pada kulit normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama
dengan urtikaria dan infiltrat papul dan plak yang kadang-kadang membentuk
pola melingkar. Bula tampak tegang, diameter 1 4 cm, berisi cairan bening,
dan dapat bertahan. selama beberapa hari, meninggalkan area erosi dan
berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan dominan pada
aspek lentur anggota badan dan tungkai bawah, termasuk perut. Perubahan
post inflamasi memberi gambaran hiperpigmentasi dan hipopigmentasi serta
yang lebih jarang, miliar. Keterlibatan mukosa mulut diamati pada 10-30%
pasien. Daerah mukosa hidung mata, faring, esofagus dan daerah anogenital
lebih jarang terpengaruh. Pada sekitar 50% pasien, didapatkan eosinofilia
darah perifer.
4


Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik.
Penyakit pemfigoid bulosa dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau
timbul lagi secara sporadik, dapat generalisata atau tetap setempat sampai
14

beberapa tahun. Rasa gatal kadang dijumpai, walaupun jarang ada. Tanda
Nikolsky tidak dijumpai karena tidak ada proses akantolisis. Kebanyakan bula
ruptur dalam waktu 1 minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak
menyebar dan sembuh dengan cepat.
4,6


Lesi Kulit
Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula.
Bula besar, tegang, oval atau bulat, mungkin timbul dalam kulit normal atau
yang eritema dan mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi dapat
bersifat lokal maupun generalisata, biasanya tersebar tapi juga berkelompok
dalam pola serpiginosa dan arciform.
3


Tempat Predileksi
Aksila, paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah.

Gambar 4. Pemfigoid Bulosa. Bula tegang diatas kulit yang eritema.
15




Gambar 5. Pemfigoid Bulosa

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menetapkan diagnosis pemfigoid bulosa, tes berikut harus dilakukan:
analisis histopatologi dari tepi kulit yang melepuh dan DIF studi pada kulit
perilesional yang normal. Jika hasil DIF positif, imunofluoresensi tidak langsung
(IDIF) dilakukan dengan menggunakan serum pasien. Substrat pilihan untuk IDIF
adalah substrat kulit manusia yang normal yang mengandung garam.
4,5

Studi imunofluoresensi langsung ( DIF )
Pada DIF menghasilkan dalam deposit in vivo terdapat antibodi dan imunoreaktan
lain sebagai pelengkap. Tes DIF biasanya menunjukkan IgG (70-90% pasien) dan
16

deposit C3 (90-100% dari pasien) dalam sebuah pita linear di perbatasan dermal
dan epidermal. Pola imunoreaktan ini sebenarnya tidak spesifik untuk pemfigoid
bulosa saja tetapi juga dapat dilihat pada pemfigoid sikatrisial dan epidermolisis
bulosa acquisita. Pemfigoid bulosa dapat dibedakan dari kondisi lain dengan
menginkubasi sampel biopsi kulit pasien dalam 1 mol / L garam sebelum
melakukan teknik DIF. Proses ini menyebabkan pembelahan sampai lamina
lucida. DIF pada substrat garam kulit mengungkapkan IgG di atap bula (sisi
epidermal kulit) pada pasien dengan pemfigoid bulosa, sedangkan pada pemfigoid
sikatrisial dan edidermolisis bulosa aquisita IgG melokalisasi ke dasar bula (sisi
dermal kulit).
4,5

Lokasi terbaik untuk pengujian DIF adalah dengan menggunakan kulit
perilesional yang masih normal. Hasil positif palsu dapat diamati bila dilakukan
pada kulit yang lesi.
5


Gambar 6. Pemeriksaan DIF biopsi kulit perilesional pada pasien pemfigoid bulosa
untuk mendeteksi pita linear IgG yang terdeposit pada sepanjang batas dermal
epidermal.


17

Imunofluoresensi tidak langsung ( IIF )
Studi IDIF menunjukan sirkulasi IgG autoantibodi dalam serum pasien dengan
menargetkan komponen membran dasar kulit. 70% pasien dengan pemfigoid
bulosa memiliki autoantibodi yang beredar dan terikat pada lapisan-lapisan kulit.
Titer antibodi yang beredar tidak berkorelasi dengan perjalanan penyakit.
4,5
Pemeriksaan IDIF dapat digunakan untuk mendeteksi sirkulasi IgG autoantibodi
pasien yang terikat pada atap epidermis (lapisan epidermal) dari substrat kulit.
5


Gambar 7. IDIF yang dilakukan pada substrat kulit manusia normal yang
mengandung garam dengan serum dari pasien dengan pemfigoid bulosa mendeteksi
IgG beredar autoantibodi yang mengikat epidermis (atap) sisi membran basal kulit.

Pemeriksaan lain
1. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologis pada bula subepidermal. Ditemukan infiltrat
inflamasi yang polimorfik, dengan dominasi sel eosinofil. Sel mast dan basofil
mungkin menonjol di awal perjalanan penyakit. Spesimen biopsi kulit yang
lesi dapat menunjukan infiltrat yang didominasi sel neutrofilk atau peradangan
minimal.
1,2
18

2. Imunologi
Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun
seperti pita di BMZ (Base Membrane Zone).
2
Pewarnaan Immunofluorescence
langsung (IF) menunjukkan IgG dan biasanya juga C3, deposit dalam lesi dan
paralesional kulit dan substansi intraseluler dari epidermis.
2


H. DIAGNOSIS BANDING
Pemfigus vulgaris (PV)
Pemfigus vulgaris adalah sebuah penyakit autoimun yang serius, dengan bulla,
dapat bersifat akut ataupun kronis pada kulit dan membran mukosa yang sering
berakibat fatal kecuali diterapi dengan agen imunosupresif. Penyakit ini adalah
prototype dari keluarga/ golongan pemfigus, yang merupakan sekelompok
penyakit bula autoimun akantolitik. Gambaran lesi kulit pada pemfigus vulgaris
didapatkan bula yang kendur di atas kulit normal dan dapat pula erosi. Membran
mukosa terlibat dalam sebagian besar kasus. Distribusinya dapat dibagian mana
saja pada tubuh. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran akantolisis
suprabasalis. Pada pemeriksaan imunopatologi, diperoleh IgG dengan pola
interseluler.
3,4


Gambar 8. Lesi utama pemfigus vulgaris bula yang lembek.
19


Gambar 9. Pemfigus Vulgaris. Erosi dan bula pada kulit normal.

Pemfigus foliaseus (PF)
Pemfigus foliaseus adalah bentuk superfisial penyakit pemfigus dengan
akantolisis pada lapisan granulosum epidermis. Lesi kulit pada pemfigus foliaseus
berupa krusta dan adakalanya berupa vesikel yang kendur. Membran mukosa
jarang terlibat. Distribusi lesinya pada bagian tubuh yang lebih terbuka dan
bagian tubuh yang memiliki banyak kelenjar sebasea. Pada gambaran
histopatologi, terlihat gambaran akantolisis pada stratum granulosum. Pada
pemeriksaan imunopatologi diperoleh IgG dengan pola intraseluler.
3,4

Pemfigus vegetans (PVeg)
Memberikan gambaran lesi berupa plak granulomatosa, dan adakalanya terdapat
vesikel di pinggiran lesi. Membran mukosa terlibat pada sebagian besar kasus.
Distribusi lesi pada daerah intertriginosa, daerah perioral, leher, kepala dan aksila.
Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran akantolosis suprabasal dan
abses-abses intraepidermal yang berisi eosinofil. Pada pemeriksaan
imunopatologi, didapatkan hasil seperti pemfigus vulgaris.
3,4

20

Epidermolisis bulosa (EB)
Epidermolisis bulosa adalah sebuah penyakit bula subepidermal kronik yang
berkaitan dengan autoimunitas pada kolagen tipe II dalam fibrin pada zona
membrane basal. Lesi kulit berupa bula yang berdinding tegang dan erosi,
gambaran noninflamasi ataupun menyerupai pemfigus bulosa, Dermatitis
herpetiformis, atau Dermatosis IgA linear. Membran mukosa terlibat pada kasus
yang parah. Distribusi lesinya sama dengan pemfigoid bulosa. Pada pemeriksaan
histopatologi didapatkan bula subepidermal. Pada pemeriksaan imunopatologi
diperoleh IgG linear pada zona membran basal.
3,4

Dermatitis herpetiformis (DH)
Dermatitis herpetiformis adalah erupsi pruritus yang kronis, rekuren, dan intensif
yang muncul secara simetris pada ekstremitas dan pada badan dan terdiri dari
vesikel-vesikel kecil, papul, dan plak urtika yang tersusun berkelompok, serta
berkaitan dengan gluten-sensitive enteropathy (GSE) dan deposit IgA pada kulit.
Lesi kulit berupa papul berkelompok, urtikaria, vesikel serta krusta. Membran
mukosa tidak terlibat. Lesi terdistribusi pada daerah siku, lutut, glutea, sakral dan
skapula. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran mikroabses di papilla
dermis, dan vesikel subepidermal. Pada pemeriksaan imunopatologi, didapatkan
IgA berbentuk granula pada ujung papilla.
3,4

Gambar 11. Dermatitis Herpetiformis dicirikan oleh kelompok vesikel intens pruritic,
papula, dan lesi urtikaria seperti biasanya didistribusikan secara simetris pada
permukaan ekstensor. Sariawan Celiac hadir dalam 75 sampai 90% dari pasien tetapi
asimtomatik dalam banyak kasus.
21

Dermatosis IgA linear
Dermatosis IgA linear adalah penyakit kulit dengan bula subepidermal yang
dimediasi sistem imun, dan merupakan kasus yang cukup jarang ditemukan.
Penyakit ini ditandai dengan adanya deposit IgA linear yang homogen pada zona
membran basal kutaneus. Gambaran lesi kulitnya berupa vesikel yang anular,
berkelompok dan dapat berupa bula. Membran mukosa terlibat dan biasanya
terdapat erosi dan ulkus pada mulut, serta erosi dan pada konjungtiva. Distribusi
lesinya bisa dimana saja. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran bula
subepidermal dan disertai neutrofil. Pada pemeriksaaan imunopatologi,
didapatkan IgA linear pada zona membran basal.
3,4

I. PENATALAKSANAAN
Seperti pada penyakit bulosa autoimun lainnya, tujuan terapi adalah untuk
mengurangi pembentukan bula, untuk penyembuhan bula dan erosi, dan untuk
menentukan dosis minimal obat yang diperlukan untuk mengontrol proses
penyakit. Terapi harus individual untuk setiap pasien, mengingat sudah ada
sebelumnya kondisi dan faktor tertentu pada setiap pasien berbeda-beda.
5

Agen anti-inflamasi
Agen ini menghambat proses inflamasi dengan menghambat produksi sitokin
spesifik dan permeabilitas pembuluh darah. Jenis obat ini juga dapat menstabilkan
membran granulosit dan mencegah pelepasan enzim kunci.
5

GOLONGAN ADRENOKORTIKOSTEROID
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya
dijaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam
sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini
mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan
22

dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein
spesifik. Induksi sintesis protein ini akan menghasilkan efek fisiologik steroid.
7

Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makain
besar dosis terapi makin besar efek yang didapat.
7
Efek anti inflamasi kortisol dan
analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya geala inflamasi
akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergen. Gejala ini umumnya
berupa kemerahan, rasa sakit dan panas, pembengkakan ditempat radang. Secara
mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit
fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis.
Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu
proliferasi kapiler dan fibroblas, pengumpulan kolagen dan pembentukan
sikatriks.
7

Farmakokinetik kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorbsi
cukup baik. Untuk mencapai kadar tinggi dengan cepat dalam cairan tubuh ester
kortisol dan derivat sintetiknya diberikan secara IV. Untuk mendapatkan efek
yang dapat diberikan secara IM. Prednison adalah prodrug yang dengan cepat
diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh. Diekskresi selama 72
jam melalui saluran kemih.
7

Penggunaan kortikosteroid pada penyakit autoimun adalah sebagai antiinflamasi
dan kemampuanya menekan reaksi imun. Tujuanya menekan reaksi imun adalah
untuk mencegah kerusakan jaringan yang parah dan menimbulkan kecacatan.
Bersamaan pemberianya dapat diberikan obat lain yang berfungsi sebagai suportif
terapi. Yang dipakai biasanya adalah preparat kerja singkat dan sedang seperti
prednison dan prednisolon.
7



23

Prednison (Deltasone)
Merupakan obat golongan kortikosteroid kerja sedang. T setengahnya selama 12-
36 jam. Dapat menurunkan peradangan dengan meningkatkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan menekan aktivitas sel PMN. Dapat dikonsumsi secara
oral dengan dosis tunggal atau bersama dengan agen imunosupresif lainnya untuk
mengobati pemfigoid bulosa. Dosis harian 560 mg/hari.
7
Pengobatan terdiri dari
prednisone sistemik, sendiri atau dalam kombinasi dengan agen lain yaitu
azathioprine, mycophenolate mofetil atau tetracycline. Obat-obat ini biasanya
dimulai secara bersamaan, dan dilakukan pemberian secara tappering off dari
prednison dan agen steroid setelah remisi klinis tercapai. Kasus ringan mungkin
hanya memerlukan kortikosteroid topikal. Pemberian Methrotrexate mungkin
digunakan pada pasien dengan penyakit berat yang tidak dapat bertoleransi
terhadap prednison.
5

Metilprednisolon

Dosis metilprednisolon 40-100 mg sehari, jika telah tampak perbaikan dosis di
turunkan perlahan-lahan. Sebagian kasus dapat disembuhkan dengan
kortikosteroid saja.
7
Terapi steroid sistemik biasanya diperlukan, tetapi tidak
seperti Pemfigus, dimungkinkan untuk menghentikan terapi ini setelah 2 sampai 3
tahun. Dosis awal 60-100mg metilprednisolon atau setara harus secara bertahap
dikurangi ke jumlah minimum yang akan mengendalikan penyakit ini.
7

Glukokortikoid sistemik biasanya diperlukan pada penderita dengan gejala yang
berat dan progresif supaya penderita bisa ditangani dengan cepat. Efek pemakaian
glukokortikoid sistemik sangat cepat yaitu hanya beberapa hari.
5
Terapi dosis
tinggi metilprednisolon intravena juga dilaporkan efektif untuk mengontrol
dengan cepat pembentukan bula yang aktif pada pemfigoid bulosa.
5



24

Antibiotik Tetrasiklin
Meskipun obat ini adalah jenis antibiotik, tetrasiklin telah terbukti efektif dalam
beberapa kasus pemfigoid bulosa baik sendiri atau bersama dengan niacinamide
(2gr/hari). Khasiat mungkin karena sifat anti-inflamasi tersebut.
5

Imunosupresan
Pada penyakit autoimun berkembang bila sistem imun mengalamai sensitisasi
oleh protein endogen dan menganggapnya sebagai protein asing. Hal ini
merangsang pembentukan antibodi atau perkembangan sel T yang dapat bereaksi
dengan antigen endogen ini. Efektivitas terapi imunosupresan bervariasi
tergantung dari jenis penyakit.
8

Prinsip umum pengobatan dengan imunosupresan adalah:
8
1. Menekan respon imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan
dibandingan dengan respon imun sekunder
2. Obat imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap antigen yang
berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan respon imun terhadap suatu
antigen berbeda dengan dosis antigen.
3. Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan
sebelum paparan terhadap antigen.

SITOTOKSIK
Sebagian besar obat sitotoksik digunakan sebagai antikanker. Beberapa
diantaranya digunakan sebagai imunosupresan untuk mencegah penolakan
transplantasi dan pengobatan penyakit autoimun. Efek kerjanya adalah
menghambat perkembangan sel limfosit B dan T.
8

Azathioprin (imuran)
Antagonizes metabolisme purin yang merupakan prekursor 6-merkaptopurin.
Azatioprin dalam tubuh diubah menjadi 6 merkaptopurin (6-MP) yang merupakan
25

metabolit aktif dan bekerja menghambat sintesis de novo purin. Yang terbentuk
adalah Thio-IMP yang selanjutnya diubah menjadi Thio-GMP, kemudian Thio-
GTP. Interkalasi Thio-GTP dalam DNA akan menyebabkan kerusakan DNA.
8
Farmakokinetiknya mudah diabsorbsi melalui saluran cerna dan dimetabolisme
menjadi 6-MP. Metabolisme selanjutnya dilakukan oleh xantin-oksidase menjadi
6-thiouric acid sebelum dieksresi melalui ginjal. Eksresi terutama melalui urin,
sebagian kecil dam abentuk utuh dan yang lainya dalam bentuk metabolit.
8

Penggunaanya untuk profilaksis digunakan dosis 3-10mg/kgBB per hari, 1 atau 2
hari sebelum transplantasi. Dosis pemeliharaan 1-3mg/kgBB per hari. Obat ini
tersedia dalam bentuk tablet 50mg dan sedaaan 100mg/vial.
8
Efeknyamenghambat
sintesis DNA, RNA, dan protein. Dapat menurunkan proliferasi limfosit. Dapat
digunakan tunggal atau kombinasi dengan prednison. Azatioprine juga berpotensi
memberikan efek samping yang buruk seperti prednison. Suatu kajian
menjelaskan jika glukokortikoid sistemik diberikan pada penderita dengan dosis
tinggi tanpa dilakukan tapering selama 4 minggu, kombinasi dengan azatioprine
kurang memberi manfaat tetapi sebaliknya penderita harus menanggung efek
samping obat tersebut.
5
Pada penderita lanjut usia dengan gejala yang tidak
progresif, obat imunosupresif ini bisa digunakan pada terapi awal tanpa
dikombinasikan dengan prednison.
5

Rituximab (Rituxan)
Merupakan antibodi monoklonal (IgG1) yang mengikat CD20 sel normal dan sel
limfosit B ganas. Dijelaskan dalam laporan kasus sebagai pengobatan biologis
yang cukup menjanjikan untuk penyakit yang dimediasi limfosit B (misalnya,
pemfigus vulgaris).
5,7
Untuk pasien yang diobati dengan kortikosteroid sistemik
selama lebih dari 1 bulan, suplemen gabungan kalsium dan vitamin D harus
diberikan untuk mencegah osteoporosis. Dosis dan frekuensi dinyatakan dalam
rekomendasi yang ditetapkan oleh American College of Rheumatology Task
Force pada tahun 1996. Selain kalsium dan vitamin D suplemen, pasien
26

pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid sistemik harus mengambil
bifosfonat, inhibitor spesifik untuk resorpsi tulang osteoklas-dimediasi (misalnya,
alendronate). Selain itu, pasien harus diinstruksikan untuk menghindari trauma
fisik langsung ke permukaan kulit mereka.
5

J. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder dapat terjadi karena adanya banyak bula dan penggunaan obat
imunosupresan dalam proses penyembuhan. Infeksi ini dapat berupa infeksi
sistemik atau lokal pada kulit. Infeksi kulit meningkatkan risiko pembentukan
jaringan parut dan penundaan penyembuhan luka.
5
Keganasan karena
imunosupresan juga telah dilaporkan. Serangkaian kasus-kontrol pada pasien
dengan pemfigoid bulosa telah gagal untuk mendeteksi peningkatan insiden
keganasan pada pasien dengan pemfigoid bulosa yang dibandingkan dengan
kontrol usia dan jenis kelamin. Penekanan sumsum tulang juga dapat terjadi pada
pasien yang menerima imunosupresan.
5


Hambatan pertumbuhan dapat terjadi pada anak-anak yang menerima
kortikosteroid sistemik dan imunosupresan. Insufisiensi adrenal dapat terjadi
setelah penggunaan jangka panjang glukokortikoid. Osteoporosis dan patah tulang
dapat juga terjadi setelah penggunaan kortikosteroid sistemik.
5


K. PROGNOSIS
Kematian jarang ditemukan pada kasus pemfigoid bulosa bila dibandingkan
dengan pemfigus vulgaris. Namun bisa saja berakibat fatal pada keadaan remisi
spontan.
2
Kebanyakan pasien yang terkena dengan pemfigoid bulosa memerlukan
terapi selama 6-60 bulan, setelah itu banyak pasien mengalami remisi jangka
panjang penyakit. Kebanyakan insiden kematian yang terjadi dihubungan oleh
karna efek samping obat yang dikonsumsi dalam terapi pemfigoid bulosa.
5

27

Populasi beresiko untuk pemfigoid bulosa berada pada peningkatan risiko untuk
kondisi komorbiditas, seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung,
yang dapat memperburuk pengobatan.
5
Usia tua dan kondisi umum yang buruk
telah terbukti secara signifikan mempengaruhi prognosis. Secara historis,
dinyatakan bahwa prognosis pasien dengan Pemfigoid Bulosa jauh lebih baik dari
pasien dengan pemfigus, terutama pemfigus vulgaris dengan pemfigoid bulosa
dimana tingkat mortalitasnya sekitar 25% untuk pasien yang tidak diobati dan
sekitar 95% untuk pasien dengan penyakit Pemvigus vulgaris saja tanpa
pengobatan. Dari studi terbaru, kemungkinan bahwa penyakit penyerta dan pola
praktek (penggunaan kortikosteroid sistemik dan / atau obat imunosupresif) juga
mempengaruhi keseluruhan morbiditas dan mortalitas penyakit ini.
5

Anda mungkin juga menyukai