Anda di halaman 1dari 24

Bab II Piping Design Loads

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 1

Bab II Piping Design Loads

2.1 Pendahuluan
Pipe Stress Analysis
• Bertujuan untuk menjamin keamanan operasi sistem perpipaan
dengan verifikasi integritas struktur yang mendapat berbagai
kondisi pembebanan.
• Hal di atas dapat dilakukan dengan melakukan perhitungan &
perbandingan parameter berikut terhadap harga-harga yang
diijinkan :
– tegangan yang terjadi pada dinding pipa
– perpindahan akibat ekspansi pipa
– beban-beban pada nozzle
– frekuensi pribadi sistem
• Stress analysis juga bertanggung jawab pada penentuan beban-
beban tumpuan (support) sehingga sistem dapat ditumpu
dengan baik.
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 2

14
Bab II Piping Design Loads

Piping codes :
Mengandung batasan-batasan dan aturan-aturan stress analysis,
setting standard, konstruksi & operasi sistem perpipaan.
Contoh : ANSI & ASME.

Piping Design
™ Dibagi menjadi 2 bagian besar :
I. Overall system design :
- Fluid distribution system
- All in-line equipment (vessels, pumps, valves, etc.)
II. Detailed component design :
- Component
- Piping support.
™ Analisis tegangan sistem pipa memberikan input pada analisis
komponen dalam bentuk beban-beban komponen dari sistem
perpipaan dan beban beban tumpuan.
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 3

Bab II Piping Design Loads

Sistem Perpipaan

™ Typically dibagi menjadi 2 kategori.


I. Hot system , design temp. ≥ 1500F (660C)
II. Cold system, design temp. < 1500F (660C)

™ Hot system pipelines memerlukan analisis fleksibilitas


yang teliti untuk menentukan gaya-gaya thermal,
tegangan dan perpindahan.

™ Klasifikasi sistem perpipaan juga dilakukan berdasarkan


fungsinya (seperti dijelaskan dalam codes).
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 4

15
Bab II Piping Design Loads

Piping Loads
™ Jenis-jenis beban pada sistem perpipaan dapat
diklasifikasikan menjadi 3 :
™ Sustained Load:
Beban yang bekerja terus-menerus selama operasi
normal (contoh : berat, tekanan, dll)
™ Occasional Load:
Beban yang terjadi “kadang-kadang“ selama operasi
normal (contoh : angin, gempa, dll)
™ Expansion Load:
Beban akibat perpindahan pada struktur pipa (contoh :
thermal expansion, diff. anchor displacement, dll).
™ Beban yang bekerja pada sistem perpipaan diteruskan ke
struktur bangunan penumpu melalui peralatan-peralatan
penumpu & restraints.
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 5

Bab II Piping Design Loads

2.2 Sustained Loads


1. Sustained loads - Weight
™ Semua sistem perpipaan haruslah dirancang untuk mampu
menahan beban berat fluida, isolasi, komponen, dan
struktur pipa itu sendiri.

™ Semua beban berat kemudian diteruskan ke komponen


tumpuan (support). Kemudian, tumpuan harus dirancang
mampu menahan beban-beban tsb.

™ Metode sederhana untuk menghitung tegangan dan beban


tumpuan adalah dengan memodelkan pipa sebagai beam
dengan beban terdistribusi merata.
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 6

16
Bab II Piping Design Loads

™ Model tumpuan ™ Model tumpuan fixed


simply supported : supported :
WL2 WL2
Tegangan maksimum, σ = Tegangan maksimum, σ =
8Z 12Z

WL WL
Gaya tumpuan F = Gaya tumpuan, F =
2 2

dengan
σ = bending stress, psi (N/mm2 )
W = weight per linear unit of pipe, lb/in (N/mm)
L = Length of pipe between support, in (N)
F = force on support, lb (N)
Z = section modulus of pipe, in3 (mm3 )

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 7

Bab II Piping Design Loads

™ Dalam kenyataan, kondisi tumpuan umumnya adalah


antara simply supported dengan fixed-end, sehingga
tegangan maksimum biasanya dihitung dengan
persamaan :
WL2 WL2
σ = atau lebih konservatif σ =
10Z 8Z
™ Jadi untuk pipa horizontal lurus, jarak antar tumpuan
dapat dihitung dengan rumus:
10ZS
L=
W
yang mana :
L = jarak tumpuan maksimum
S = tegangan yang diijinkan
(tergantung dari jenis material pipa, temperatur dan code)
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 8

17
Bab II Piping Design Loads

™ Gaya-gaya tumpuan adalah :

(10WZS )1 / 2
F =
2
Standard:
• Untuk menyederhanakan perhitungan, MSS
(Manufacturers Standardization Society) memberikan
rekomendasi jarak antar tumpuan dalam MSS SP-69.
• Rekomendasi pada SP-69 telah mempertimbangkan
ukuran pipa, jenis fluida, isolasi, S = 1500 psi (1110,3
MPa) dan defleksi maksimum 0,1 in (2,5 mm).
• Dalam kasus di mana pipa tidak hanya lurus horisontal,
beban-beban yang ditimbulkan pada tumpuan dapat
dihitung dengan metode “Weight Balancing”.
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 9

Bab II Piping Design Loads

Karena umumnya sistem perpipaan tidak selalu horisontal


lurus, maka dalam menentukan posisi tumpuan perlu
mempertimbangkan hal-hal berikut :
1. Tumpuan harus diletakkan sedekat mungkin dengan
beban terpusat seperti valves, flanges, dll.
Dari segi tegangan; tumpuan terbaik diletakkan pada
peralatan, hal ini sulit dilakukan.
Peralatan atau equipment tersebut dimodelkan sebagai
beban terpusat (concentrated load)
2. Jika arah pipa mengalami perubahan (belokan)
disarankan jarak tumpuan adalah ¾ dari tabel MSS,
untuk menjaga stabilitas dan untuk mengakomodasi
beban eksentrik.

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 10

18
Bab II Piping Design Loads

3. Standar pada SP-69 tidak berlaku untuk pipa vertikal


(riser). Tumpuan biasanya ditentukan berdasarkan
panjang pipa dan distribusi beban pada struktur
bangunan penumpu.
Direkomendasikan tumpuan diletakkan pada ½ bagian
atas riser untuk mencegah buckling dan instability.
Guide dapat ditempatkan disepanjang riser untuk
mencegah defleksi pipa. Jarak guide pipa biasanya 2 kali
jarak tabel SP-69, dan tidak menahan beban berat.
4. Lokasi tumpuan diusahakan sedekat mungkin dengan
bagunan baja yang ada, sehingga tidak diperlukan
bangunan tambahan untuk menopang struktur pipa.

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 11

Bab II Piping Design Loads

Tabel 2.1 Suggested maximum span between support of pipe. (Basis: Standard
pipe at 750oF, 1500-psi (10.3 MPa) combined stress or 0.1 –in (2.5 mm) sag)

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 12

19
Bab II Piping Design Loads

2. Sustained loads - Pressure

™ Sistem perpipaan umumnya mendapat beban tekanan-


internal dari fluida yang mengalir di dalamnya.
™ Beban tekanan-internal lebih berpengaruh pada
tegangan yang ditimbulkan pada dinding pipa
dibandingkan dengan menimbulkan beban pada
tumpuan. Hal ini karena beban tekanan akan dilawan
oleh tegangan pada dinding pipa (hoop and
longitudinal stress).

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 13

Bab II Piping Design Loads

Keseimbangan gaya dapat dituliskan


(P × A ) − (σ × A ) = 0
p m ⇒ σ = (P × Ap ) Am
dengan
P = internal pressure, psi (kPa)
σ = tension stress in pipe wall, psi (kPa)
Ap = internal area of pipe , in2 (mm2 )
Am = metal area of pipe , in2 (mm2 )
Gambar 2.1 Tegangan akibat beban tekanan-internal
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 14

20
Bab II Piping Design Loads

™ Jika dinding pipa tidak menyambung/kontinyu dari satu


tumpuan anchor ke anchor lainnya, gaya akibat tekanan
tidak dapat ditahan oleh tegangan di dalam dinding pipa,
sehingga beban tekanan harus ditahan oleh anchor atau
tumpuan jenis lain.
™ Hal di atas terjadi jika dalam sistem pipa digunakan
expansion devices (seperti slip joints atau bellows) untuk
menyerap gerakan akibat beban termal pada pipa.
™ Slip-type expansion joint (Gb. 2.2) is simply a telescoping
tube with a packing of a sealant material to prevent fluid
leakage. Pipa dapat bergerak bebas di dalam tube, tidak
dapat meneruskan gaya akibat tekanan pada joint yang
lebih besar dari dari gaya gesek yang terjadi.

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 15

Bab II Piping Design Loads

Luas penampang yang menerima tekanan


πD 02
A=
4
dengan D 0 adalah diameter luar pipa

Gambar 2.2 Pipe slip joint

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 16

21
Bab II Piping Design Loads

Contoh soal 1:
Gambar 2.3 menunjukkan pipeline dengan diameter 12 in,
mengalami beban tekanan-internal 250 psig dan mempunyai slip
joint di titik C. Pipa direstrain oleh anchor di titik A dan E, dan oleh
vertikal restrain di titik B dan D. Hitung gaya pada tumpuan.

Gambar 2.3 Sistem pipa untuk contoh soal 1


Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 17

Bab II Piping Design Loads

Jawan contoh soal 1:


Pipa :D nom = 12 in ; D 0 = 12,75 in.
Tekanan : P = 250 psi
PπD 0 (250)π (12,75) 2
sehingga, F = = = 31.919 lb = 142.005 N
4 4

Menurut teori beam diperoleh :


P ×b − 3P × b 2P × a + 3P × b
MA = ; FA = ; Fb =
2 2a 2a
Sehingga gaya pada tumpuan anchor di D dan E serta pada
tumpuan B dan D dapat dihitung sbb. (dengan P = 31.919 lb,
a = 50 ft, b = 15 ft) :

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 18

22
Bab II Piping Design Loads

( 31 . 919 )( 15 )
M A pada anchor = = 239 . 939 ft .lb
2
3 ( 31 . 919 )( 15 )
F A pada anchor = = 14 . 364 lb
2 ( 50 )

2 ( 31 . 919 )( 50 ) + 3 ( 31 . 919 )( 15 )
F B pada restrain = = 46 . 283 lb
2 ( 50 )

MA a b

FA
FB P
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 19

Bab II Piping Design Loads

2.3 Occasional Loads


• Occasional loads adalah beban yang bekerja pada sistem
pipa dalam periode yang sebagian saja dari total periode
operasi sistem (1 – 10 %).
Contoh : snow, fenomena alam (angin, gempa, dll),
unusual plant operation (relief valve discharge), postulated
plant accident (pipe rupture, dll).
• Posisi tumpuan yang optimal untuk menahan occasional
loads tidak selalu sama dengan posisi tumpuan untuk
sustained load
Dalam perancangan perlu dilakukan kompromi sehingga
tumpuan dapat menahan kedua jenis beban tersebut.
Contoh : beban dinamik paling baik ditahan dengan rigid
support, tetapa akan menurunkan fleksibilitas sistem pipa.
* Snubber atau sway braces mungkin dapat digunakan.
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 20

23
Bab II Piping Design Loads

Rekomendasi untuk menentukan posisi tumpuan untuk


beban occasional:
1. Tentukan posisi tumpuan awal yang sesuai untuk beban
‘sustained’.
2. Tentukan jarak tumpuan (span) optimum untuk
‘occasional load’. Reduksi span yang didapat sampai
coincides dengan kelipatan span tahap 1.
3. Pada sistem pipa dingin, gunakan rigid support di semua
tumpuan.
4. Pada sistem pipa panas, tentukan dulu dimana lokasi
rigid support dapat ditempatkan. Pada tempat lain
mungkin perlu dipasang snubber.

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 21

Bab II Piping Design Loads

1. Occasional loads - wind

• Wind loading is a periodic force stemming from


aerodynamic iteration of the wind or dynamic
pressure effects on the piping system.
• Sistem pipa yang terletak outdoor dan mendapat
terpaan angin harus dirancang untuk mampu
menahan beban angin maksimum yang terjadi
sepanjang umur operasional pipa tertsebut.
• Kecepatan angin tergantung pada kondisi lokal, dan
biasanya bervariasi terhadap elevasi. Untuk wilayah
Amerika, peta kondisi angin diberikan pada Gb. 2.4.

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 22

24
Bab II Piping Design Loads

Gambar 2.4 Kecepatan angin untuk wilayah Amerika


Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 23

Bab II Piping Design Loads

• Besaran utama dari beban angin adalah diakibatkan oleh


momentum angin yang mengenai pipa.
• Beban angin dimodelkan sebagai gaya uniform yang
searah dengan arah angin sepanjang pipa.
• Gaya angin dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan Bernoulli.
CdD q Cd D q
F = (USCS ) F= ( SI )
386,4 1
dengan:
F = beban angin (N/m)
Cd = koefisien drag
q = tekanan dinamik (N/m2) = ρV 2/2
D = diameter luar pipa (termasuk isolasi) (m)
ρ = massa jenis udara (kg/m3)
V = kecepatan udara (m/s)
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 24

25
Bab II Piping Design Loads

• Nilai koefisien drag


merupakan fungsi
dari bentuk
struktur dan
bilangan Reynolds.
• Bilangan Reynolds
(dimensionless)
adalah parameter
yang menunjukkan
derajat turbulensi
aliran fluida.

Gambar 2.5 Drag coefficients: (a) circular cylinders;


(b) circular and square plates
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 25

Bab II Piping Design Loads

Contoh soal 2
Gambar 2.6
menunjukkan
sistem pipa dengan
diameter nominal
pipa 8 in dan tebal
isolasi 2 in. Sistem
pipa tersebut
terkena angin
dengan kecepatan
maksimum 75 mph
arah utara-selatan.
Tentukan besarnya
beban angin pada
arah x.
Gambar 2.6 Beban angin pada pipa
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 26

26
Bab II Piping Design Loads

First step is to determine the linear wind load per projected length of pipe :
V = 75 mph = 110 ft/s (33,55 m/s)
ρud = 0,0748 lbm/ft 3 (1,198 kg/m3 ) at 29,92 in Hg and 70 o F(21o C)
μud = 39,16 × 10 -8 lbf ⋅ s/ft 2 [1,87 × 10 -5 kg/(m ⋅ s)]
D = 8,625 (pipa) + 2 × 2 (isolasi) = 12,625 in (320.7 mm)
sehingga
(0,0748)(12.625)(110)
R = −8
= 6,9 × 10 5
(386,4)(39,16 × 10 )
Dari Gb. 2.5, koefisien drag diperoleh 0,6 untuk R = 6,9 × 10 5.

The linear drag force dapat dihitung, dengan mengambil gust factor
sebesar 1,3 sbb.
1,3(0,6)(0,5 × 0,0748 × 110 2 )(12,625)
W = = 11,5 lb/ft = 170 N/m
386,4
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 27

Bab II Piping Design Loads

Gaya angin tersebut bekerja terdistribusi pada sistem pipa. Seperti


dijelaskan, beban angin hanya bekerja pada bagian proyeksi pipa
yang tegak lurus arah angin.
Untuk kasus kita, yaitu sepanjang segmen pipa yang sejajar sumbu
y atau z, pada Gb. 2.6. Berdasarkan asumsi tersebut, dapat
dikatakan bahwa segmen B-D atau D-F menerima gaya angin
secara langsung sebesar 8,1 lb/ft. Segmen F-G berada secara
diagonal pada bidang horisontal, sehingga panjang proyeksi lebih
kecil dari panjang sebenarnya. Beban aktual pada segmen F-G
dapat dihitung sbb.
W × l 11,5 × (20)
F = = = 8,1 lb/ft
L 20 2 + 20 2
l = projected length, perpendicular to wind direction, ft
L = actual length, ft

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 28

27
Bab II Piping Design Loads

2. Occasional loads - Relief Valve Discharge


• Relief valve digunakan dalam sistem perpipaan sebagai
‘pembuangan tekanan’ dari sistem jika tekanan meningkat
di atas operasi yang aman.
• Saat relief valve discharge, fluida akan menginitiate ‘jet
force’ yang ditransfer ke sistem pipa.
• Gaya discharge dapat dihitung dengan rumus (B 31.1):
⎧ mV ⎫ ⎧ PA ⎫
F = DLF ⎨ + PA ⎬ (USCS ) F = DLF ⎨mV + ⎬ (SI )
⎩ 32 .2 ⎭ ⎩ 1 ⋅ 10 6 ⎭
yang mana :
F = gaya discharge
DLF = dynamic load factor
m = mass flow rate valve x 1.11, lbm/s (kg/s)
P = static gauge pressure from discharge (N/m2)
A = discharge flow area (mm2)
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 29

Bab II Piping Design Loads

Juga

50113(h0 − a ) 2.0085(h0 − a )
V = (USCS ) V = (SI )
2b − 1 2b − 1

ho = enthalpy stagnasi fluida

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 30

28
Bab II Piping Design Loads

dengan
50113(h0 − a ) 2.0085(h0 − a )
V = (USCS ) V = (SI )
2b − 1 2b − 1

m b − 1 48.33(h0 − a )
P = - PA (USCS )
a b 2b − 1

m b − 1 1.995 ⋅ 1012 (h0 − a )


P = - PA (SI )
a b 2b − 1

ho = enthalpy stagnasi fluida


PA = Tekanan atmosfir
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 31

Bab II Piping Design Loads

Nilai a dan b diberikan pada tabel berikut

Gambar 2.7 Relief


valve discharge
load calculation
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 32

29
Bab II Piping Design Loads

• Dynamic load factor (DLF) digunakan untuk menghitung


kenaikan beban akibat aplikasi yang tiba-tiba dari gaya
discharge. Faktor ini bervariasi dari 1.1 sampai 2.0
tergantung dari kekakuan instalasi valve dan waktu
pembukaan.
• Perhitungan DLF dapat dimulai dengan menghitung periode
natural instalasi valve:
WH 3 WH 3
T = 0.1846 (USCS ) T = 114.59 (SI )
EI EI

yang mana :
W = massa valve
H = jarak pipa utama ke pipa outlet (mm), in
E = modulus elastisitas pipa
I = momen inersia pipa inlet (mm4), in4
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 33

Bab II Piping Design Loads

• Step berikutnya adalah menentukan ratio to/T, dimana to


adalah waktu pembukaan valve.
• DLF akhirnya dapat ditentukan dari grafik berikut:

Gambar 2.8 Hypothetical dynamic load factor


Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 34

30
Bab II Piping Design Loads

3. Occasional loads - Seismic


• Sistem perpipaan haruslah didesain mampu
menahan beban gempa
• Kriteria seismic dalam perancangan dapat dimulai
dengan mengestimasi potensial gempa dalam
daerah dimana pipa akan dipasang.

⇒ didapat dari literatur search


⇒ contoh akibat gempa dalam Mercelli Scale

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 35

Bab II Piping Design Loads

Gambar 2.10
Approximate relation between
earthquake intensity and
observed effects

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 36

31
Bab II Piping Design Loads

Gambar 2.17 Zona Gempa di USA


Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 37

Bab II Piping Design Loads

Gambar 2.17 Zona Gempa di Indonesia


Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 38

32
Bab II Piping Design Loads

Analisis beban gempa dalam sistem perpipaan dapat


dilakukan melalui 3 metode: (1) time history analysis,
(2) modal analysis, dan (3) static analysis.

a. Time history analysis


• Dilakukan berdasarkan catatan gempa terhadap
waktu.
• Data percepatan, kecepatan dan perpindahan tanah
dijadikan input untuk menganalisis model dinamik
struktur pipa.
• Output hasil analisis adalah dalam bentuk
perpindahan , tegangan dan gaya-gaya tumpuan.

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 39

Bab II Piping Design Loads

Gambar 2.18 Typical time history earthquake record

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 40

33
Bab II Piping Design Loads

b. Modal Analysis
• Dalam modal analysis, model dinamik sistem pipa dibagi
menjadi sejumlah modus vibrasi (SDOF oscillators).
Superposisi keseluruhan modus vibrasainya dapat mewakili/
mendekati karakteristik dinamik sistem pipa keseluruhan.
• Persamaan gerak untuk model SDOF oscillator yang
menerima gaya luar adalah.

Mass Amplified response


Damper

Spring

MX&& (t ) + CX& (t ) + KX (t ) = Ma (t )

Floor, input acceleration

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 41

Bab II Piping Design Loads

c. Static Analysis
• Dalam analisis statik, beban gempa dihitung berdasarkan
zona gempa, frekuenesi pribadi struktur, dan tipe bangunan.
• Analisis statik dalam sistem pipa dapat dilakukan jika
response spectrum dapat diperoleh.
• Analisis statik dapat dilakukan jika frekuensi pribadi
terendah sistem pipa berada di sebelah kanan puncak dari
response spectrum atau pada daerah rigid.
• Percepatan pada frekuensi tersebut dalam response
spectrum dapat digunakan secara konservatif sebagai
percepatan keseluruhan sistem.
• Hasil kali percepatan tersebut dengan massa sistem pipa
menjadi beban uniform pada sistem perpipaan.

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 42

34
Bab II Piping Design Loads

Gambar 2.19 Contoh response spectrum


Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 43

Bab II Piping Design Loads

2.4 Expansion Load


• Restraint diperlukan untuk menahan beban ‘sustained’ dan
beban occasional. Tetapi jika terjadi kenaikan temperatur
pada saat pipa beroperasi, maka pipa akan mengalami
ekspansi yang dapat me nimbulkan tegangan yang tinggi.
• Sistem pipa dengan sistem tumpuan yang kaku (fleksibilitas
rendah) akan sukar terekspansi, sehingga dapat menimbulkan
gaya/tegangan yang besar.
• Jadi untuk mendapatkan sistem pipa dengan tegangan yang
aman, maka fleksibilitas sistem pipa harus diperhatikan.
• Berbagai cara dilakukan untuk meingkatkan fleksibilitas sistem
pipa, yaitu memberikan expansion loop atau expansion joint.

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 44

35
Bab II Piping Design Loads

Perhitungan Beban Termal


Ekspansi termal dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
T hot
Δ =L
T
∫ α dT
cold

dengan:
Δ =ekspansi termal (mm)
L = panjang pipa (mm)
α = koefisien ekspansi termal (mm/mm0C)
T = temperatur pipa (0C)
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 45

Bab II Piping Design Loads

Metode sederhana menghitung beban termal pada


tumpuan digunakan metode “guided cantilever” pada
setiap tumpuan akan timbul:

6EIΔ 12 E I Δ
M = P =
L 2
L3
yang mana :
P = gaya pada tumpuan
M = momen pada tumpuan
E = modulus elastisitas
I = momen inersia
Δ = pertambahan panjang
L = panjang pipa
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 46

36
Bab II Piping Design Loads

2.5 Vibration
• Rotating equipment seperti pompa, kompresor, turbine,
motor, dsb. merupakan sumber getaran mekanikal yang
terkadang dapat menjadi cukup besar.
• Putaran operasi peralatan tersebut menghasilkan beban
harmonic sinusoidal unbalance pada sistem perpipaan.
• Gaya eksitasi peralatan dapat menghasilkan
gaya/tegangan yang besar, kecuali proses balancingnya
hampir sempurna atau ada tumpuan khusus untuk
mencegah getaran yang bterjadi.
• Jika frekuensi/putaran operasi rotary equipment dekat
dengan frekuensi pribadi sistem perpipaan, tambahan
beban akibat resonansi dapat diterima oleh sistem
perpipaan.
Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 47

Bab II Piping Design Loads

• Kompresor jenis reciprocating memberikan frekuensi eksitasi


dari tekanan periodik yang dapat dihitung dari putaran
kompresor (rpm) dikalikan dengan jumlah silinder untuk kasus
simple action atau 2 kali jumlah silinder untuk kasus double-
action stages.
• Frekuensi pribadi sistem pipa yang harus dihindarkan adalah
yang besarnya sama dengan setengah kali, 1 kali, semua
kelipatan rpm sampai dengan 5 kali rpm peralatan.
• Cara terbaik untuk mengontrol getaran dan efeknya adalah
dengan menghilangkan atau mengisolasi sumber getarannya.
• Dalam kasus tertentu, eliminasi atau isolasi sumber tidak dapat
dilakukan, sehingga adanya efek getaran dalam sistem pipa
perlu diperhatikan.

Training on Pipe Stress Analysis Using Caesar II 48

37

Anda mungkin juga menyukai