Anda di halaman 1dari 36

PEMERINTAH KABUPATEN PATI

PERATURAN BUPATI PATI


NOMOR TAHUN 2015

TENTANG

RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN


KAWASAN PUSAT KOTA KABUPATEN PATI

1
PERATURAN BUPATI
NOMOR TAHUN 2015

TENTANG
RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
KAWASAN PUSAT KOTA
KABUPATEN PATI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI PATI,

Menimbang : a. bahwa perkembangan penyelenggaraan


bangunan dan lingkungan dewasa ini
semakin kompleks baik dari segi
intensitas, teknologi, kebutuhan prasarana
dan sarana maupun lingkungannya;
b. bahwa kawasan pusat Kota Pati
merupakan kawasan pertumbuhan cepat
dan menjadi bagian dari jalur pantai utara
jawa;
c. bahwa sesuai ketentuan Pasal 5 ayat (4)
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan, perlu menetapkan peraturan
Bupati Kabupaten Pati tentang
penggunaan Dokumen Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan Kawasan Pusat
Kota Kabupaten Pati
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4247);
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

2
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
4. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah
5. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4532);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
4737);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun
2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerjasama Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
12, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4761);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5103);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
2011 tentang Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak, serta Manajemen
Kebutuhan Lalu Lintas;
10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 6/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis
Tata Cara Kerja Sama Daerah;
12. Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor
19 Tahun 2007 tentang Garis Sempadan;
13. Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor
5 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pati

3
Tahun 2010-2030;
14. Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor
9 Tahun 2012 tentang Bangunan
Gedung;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PATI
dan
BUPATI PATI

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG RENCANA
TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL)
KAWASAN PUSAT KOTA, KABUPATEN PATI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah adalah Pemerintah Republik Indonesia.
2. Daerah adalah Kabupaten Pati.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Pati.
4. Bupati adalah Bupati Pati.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Pati.
6. Kabupaten adalah Kabupaten Pati.
7. Peraturan Bupati adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kabupaten Pati berdasarkan kewenangan otonomi yang
ada padanya.
8. Bentuk Peraturan Bupati adalah keseluruhan format dan sistematika
perumusan peraturan Bupati dan Tahap Penamaan sampai dengan
penjelasan pasal demi pasal.
9. Pengesahan Peraturan Bupati adalah proses pengkajian dan penetapan
peraturan Bupati oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, sehingga dengan penetapan tersebut
Peraturan Bupati dimaksud menjadi mengikat dan mempunyai
kekuatan hukum.

4
10. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan
ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lainnnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya.
11. Tata Ruang adalah wujud dari struktur dan pola pemanfaatan ruang,
baik direncanakan maupun tidak direncanakan.
12. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang,dan pengendalian ruang.
13. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan struktur dan pola
pemanfaatan ruang. Adapun yang dimaksud dengan struktur
pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk
lingkungan secara hirarkis dan saling berhubungan satu dengan
lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang
adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya
dalam wujud penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air,
udara, dan sumber daya alam lainnya.
14. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati
15. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
16. Kawasan adalah satuan ruang wilayah yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu.
17. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan
rancang bangun suatu kawasan/lingkungan yang dimaksudkan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan
lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan
dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana
investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian
rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan
lingkungan/kawasan.
18. Program Bangunan dan Lingkungan adalah penjabaran lebih lanjut
dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk
kurun waktu tertentu yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan
bangunan gedung serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas
umum, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan
dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana
dan sarana yang sudah ada maupun baru.
19. Rencana Umum dan Panduan Rancangan adalah ketentuan-ketentuan
tata bangunan dan lingkungan pada suatu lingkungan/kawasan yang
memuat rencana peruntukan lahan makro dan mikro, rencana
perpetakan, rencana tapak, rencana sistem pergerakan, rencana
aksesibilitas lingkungan, rencana prasarana dan sarana lingkungan,
rencana wujud visual bangunan, dan ruang terbuka hijau.
20. Rencana Investasi adalah rujukan bagi para pemangku kepentingan
untuk menghitung kelayakan investasi dan pembiayaan suatu

5
penataan, sehingga terjadi kesinambungan pentahapan pelaksanaan
pembangunan.
21. Ketentuan Pengendalian Rencana adalah ketentuan-ketentuan yang
bertujuan untuk mengendalikan berbagai rencana kerja, program kerja
maupun kelembagaan kerja pada masa pemberlakuan aturan dalam
RTBL dan pelaksanaan penataan suatu kawasan.
22. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan adalah pedoman yang
dimaksudkan untuk mengarahkan perwujudan pelaksanaan penataan
bangunan dan kawasan yang berdasarkan dokumen RTBL, dan
memandu pengelolaan kawasan agar dapat berkualitas, meningkat,
dan berkelanjutan.
23. Struktur peruntukan lahan merupakan komponen rancang kawasan
yang berperan penting dalam alokasi penggunaan dan penguasaan
lahan/tata guna lahan yang telah ditetapkan dalam suatu kawasan
perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan dalam rencana tata
ruang wilayah.
24. Intensitas Pemanfaatan Lahan adalah tingkat alokasi dan distribusi
luas lantai maksimum bangunan terhadap lahan/tapak
peruntukannya.
25. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka presentase
perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang
dapat dibangun dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan
yang dikuasai.
26. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase
perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai seluruh bangunan
yang dapat dibangun dan luas lahan/ tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai.
27. Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan
antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang
diperuntukkan bagi pertamanan/ penghijauan dan luas tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.
28. Tata Bangunan adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung
beserta lingkungan sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi
berbagai aspek termasuk pembentukan citra/karakter fisik lingkungan,
besaran, dan konfigurasi dari elemen-elemen: blok, kaveling/petak
lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai bangunan yang
dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota
yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama
yang berlangsung dalam ruang-ruang publik.
29. Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis pada halaman
pekarangan bangunan yang ditarik sejajar dari garis as jalan, tepi
sungai atau as pagar dan merupakan batas antara kavling/pekarangan
yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun.
30. Tinggi Bangunan (TB) adalah jarak yang diukur dari permukaan tanah,
dimana bangunan tersebut didirikan, sampai dengan titik puncak
bangunan.

6
31. Sistim Jaringan Jalan dan Pergerakan adalah rancangan pergerakan
yang terkait antara jenis-jenis hirarki/kelas jalan yang tersebar pada
kawasan perencanaan (jalan lokal/lingkungan) dan jenis pergerakan
yang melalui, baik masuk dan keluar kawasan, maupun masuk dan
keluar kaveling.
32. Sistem Sirkulasi Kendaraan Umum adalah rancangan sistem arus
pergerakan kendaraan formal, yang dipetakan pada hiraki/kelas jalan
yang ada pada kawasan perencanaan.
33. Sistem Sirkulasi Kendaraan Pribadi adalah rancangan sistem arus
pergerakan bagi kendaraan pribadi sesuai dengan hirarki/kelas jalan
yang ada pada kawasan perencanaan.
34. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan komponen
rancangan kawasan, yang tidak sekedar terbentuk sebagai elemen
tambahan ataupun elemen sisa setelah proses rancang arsitektural
diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral dari
suatu lingkungan yang lebih luas.
35. Tata Kualitas Lingkungan merupakan rekayasa elemen-elemen
kawasan yang sedemikian rupa, sehingga tercipta suatu kawasan
dengan sistem lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan
memiliki orientasi tertentu.
36. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan adalah kelengkapan dasar
fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu
lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagai mana mestinya.
37. Peran Serta Masyarakat adalah keterlibatan masyarakat secara
sukarela di dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan keputusan
dan/atau kebijakan yang berdampak langsung terhadap kehidupan
masyarakat pada setiap tahap kegiatan pembangunan (perencanaan,
desain, implementasi dan evaluasi).

Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
(1) RTBL Kawasan Pusat Kota Pati merupakan panduan rancangan
bangunan Kawasan Pusat Kota untuk mengendalikan pemanfaatan
ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi
pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum
dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian
rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan
lingkungan/kawasan di pusat kota, Kabupaten Pati.
(2) Tujuan RTBL Kawasan Pusat Kota adalah sebagai dokumen
pengendalian pembangunan dalam penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan untuk suatu lingkungan atau kawasan
tertentu guna memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan
lingkungan.

7
BAB II
MATERI POKOK RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL)

Bagian Kesatu
Sistematika RTBL
Pasal 3
(1) Peraturan Bupati tentang RTBL Kawasan Pusat Kota disusun dengan
sistematika sebagai berikut:
BAB -I : KETENTUAN UMUM
BAB - II : MATERI POKOK RENCANA TATA BANGUNAN DAN
LINGKUNGAN (RTBL)
BAB - III : PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
BAB - IV : RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN
BAB - V : RENCANA INVESTASI
BAB - VI : KETENTUAN PENGENDALIAN RENCANA
BAB - VII : PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN
BAB - VIII : PENUTUP
(2) Peraturan Bupati tentang RTBL Kawasan Pusat Kota Pati dilengkapi
dengan lampiran peta dan gambar teknis yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari peraturan Bupati dan dokumen teknis RTBL ini.

Bagian Kedua
Batasan Lokasi Kawasan
Pasal 4
(1) Lokasi perencanaan RTBL Kawasan Pusat Kota berada di sebagian
Kelurahan Pati Wetan, sebagian Kelurahan Pati Kidul, sebagian
Kelurahan Pati Lor, sebagian Kelurahan Parenggan, sebagian
Kelurahan Kalidoro, sebagian Desa Ngarus, dan sebagian Desa Puri
dengan batas kawasan perencanaan sebagai berikut:
a. Sebelah utara : Jalan Diponegoro
b. Sebelah selatan : Jalan Mr. Iskandar
c. Sebelah barat : Jalan Raya Pati - Kudus
d. Sebelah timur : Jalan Raya Pati – Juwana
(2) Luas kawasan perencanaan RTBL kurang lebih 62,93 (enam puluh dua
koma sembilan tiga) hektar terdiri atas 8 (delapan) segmen meliputi:
a. segmen I dengan luas kurang lebih 20,04 (dua puluh koma nol
empat) hektar;
b. segmen II dengan luas kurang lebih 5,92 (lima koma sembilan dua)
hektar;

8
c. segmen III dengan luas kurang lebih 4,98 (empat koma sembilan
delapan) hektar;
d. segmen IV dengan luas kurang lebih 6,42 (enam koma empat dua)
hektar;
e. segmen V dengan luas kurang lebih 3,52 (tiga koma lima dua)
hektar;
f. segmen VI dengan luas kurang lebih 11,53 (sebelas koma lima tiga)
hektar;
g. segmen VII dengan luas kurang lebih 5,13 (lima koma satu tiga)
hektar; dan
h. segmen VIII dengan luas kurang lebih 5,39 (lima koma tiga
sembilan).
(3) Lokasi perencanaan RTBL Kawasan Pusat Kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) digambarkan dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

BAB III
PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

Bagian Kesatu
Visi Pembangunan dan Pengembangan Kawasan
Pasal 5
Visi pembangunan dan pengembangan kawasan pusat kota Pati adalah
terwujudnya pusat kota Pati sebagai ruang interaksi publik yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan.

Bagian Kedua
Misi Pembangunan dan Pengembangan Kawasan
Pasal 6
(1) Untuk mewujudkan visi pembangunan dan pengembangan kawasan
sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 5 disusun misi pembangunan
dan pengembangan kawasan.
(2) Misi pembangunan dan pengembangan kawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengembangan segmen yang didasarkan atas karakter kegiatan
dalam satu koridor yang memiliki pengaturan yang jelas tentang
aturan kegiatan dan ketentuan intesitas, serta tata masa
bangunan;
b. penetapan dan pengaturan yang jelas tentang koefisen dasar
bangunan (KDB), koefisen lantai bangunan (KLB), tinggi bangunan

9
(TB), koefisien tapak basement (KTB), koefisien dasar hijau (KDH)
untuk setiap kavling;
c. pengaturan amplop bangunan untuk setiap karakter kegiatan/
bangunan disetiap segmen;
d. pengaturan sistem pergerakan kendaraan bermotor, tidak
bermotor, dan pejalan kaki;
e. pengaturan pola parkir disetiap karakter kegiatan/ bangunan
disetiap segmen;
f. pengembangan ruang terbuka hijau; dan
g. pengaturan sistem utilitas berupa penempatan dan penampakan
fasilitas sampah, jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan
telepon, limbah dan proteksi kebakaran.

Bagian Ketiga
Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan
Pasal 7
Konsep perancangan struktur tata bangunan dan lingkungan meliputi:
a. tema konsep perancangan struktur tata bangunan Kawasan Pusat Kota
Pati yaitu kawasan hijau yang interaktif; dan
b. bentuk arsitektur bangunan mengadaptasi konsep green building
sehingga tercipta keseimbangan lingkungan.
c. prinsip berkelanjutan diwujudkan melalui penataan bangunan dan
lingkungan yang memberikan nilai positif bagi kesejahteraan
masyarakat.

Bagian Keempat
Konsep Komponen Perancangan Kawasan
Pasal 8
Konsep komponen perancangan kawasan meliputi:
a. struktur peruntukan lahan, strategi pengembangan dan penataan
kembali serta pengendalian kawasan berkembang cepat, dengan jenis
fungsi campuran yang mengintegrasikan fungsi kawasan pemerintahan
dan ruang publik dengan kegiatan perkantoran, serta perdagangan dan
jasa;
b. intensitas pemanfaatan lahan dengan mengarahkan ketinggian
bangunan, sehingga akan menghasilkan garis atap yang berirama dan
menghasilkan koridor jalan dan kawasan alun - alun sebagai pusat
aktivitas masyarakat;
c. tata bangunan, dikembangkan melalui konsep mempertahankan
potensi pemandangan kawasan yang sudah ada, ukuran bangunan
sesuai dengan penggunaannya, sempadan bangunan untuk
meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengguna, penataan

10
kembali orientasi bangunan untuk meperkuat karakter kawasan
melalui perancangan sejumlah penanda;
d. sistem sirkulasi dan jalur penghubung, dikembangkan melalui konsep
keterhubungan yang menerus, memudahkan pejalan kaki berganti
moda transportasi, beristirahat dan menemukan kebutuhannya,
berupa peningkatan layanan publik dengan aman dan nyaman;
e. sistem ruang terbuka dan tata hijau, dikembangkan dengan konsep
mampu mewadahi berbagai kegiatan sosial budaya masyarakat,
menciptakan rasa aman, nyaman, menyegarkan, serta meninggalkan
kesan yang menyenangkan;
f. tata kualitas lingkungan, dikembangkan dengan konsep mampu
memperkuat karakter kawasan sebagai kawasan perdagangan dan jasa
dan perkantoran; dan
g. sistem prasarana dan utiltas lingkungan: menyediakan prasarana dan
utilitas lingkungan sekurang-kurangnya sesuai dengan standar
minimum untuk menciptakan lingkungan perdagangan dan jasa serta
perkantoran, dan kegiatan penunjang lainnya yang aman dan nyaman.

BAB IV
RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
Rencana umum dan panduan rancangan meliputi:
a. rencana struktur peruntukan lahan;
b. rencana tapak;
c. pengaturan intensitas pemanfaatan lahan;
d. pengaturan tata bangunan;
e. rencana tata kualitas lingkungan;
f. rencana sistem sirkulasi dan jalan penghubung;
g. rencana sistem prasarana dan utilitas lingkungan;
h. pengaturan ruang terbuka dan tata hijau; dan
i. pengaturan tata informasi dan wajah jalan.

Bagian Kedua
Rencana Struktur Peruntukan Lahan

11
Pasal 10
(1) Rencana struktur peruntukan lahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf a meliputi:
a. segmen I dengan fungsi kegiatan terdiri atas:
1. perkantoran pemerintah;
2. sarana pendidikan;
3. sarana olahraga;
4. permukiman;
5. ruang terbuka hijau;
6. toko moderen;
7. toko atau warung;
8. jasa penginapan; dan/atau
9. jasa perbankan.
b. segmen II dengan fungsi kegiatan terdiri atas:
1. toko moderen;
2. toko atau warung;
3. perkantoran pemerintah;
4. rumah tunggal;
5. perkantoran swasta; dan/atau
6. sarana kesehatan.
c. segmen III dengan fungsi kegiatan terdiri atas:
1. toko atau warung;
2. toko moderen ;
3. sarana pendidikan;
4. sarana peribadatan;
5. sarana kesehatan;
6. rumah tunggal; dan/atau
7. perkantoran swasta.
d. segmen IV dengan fungsi kegiatan terdiri atas:
1. perkantoran pemerintah;
2. toko moderen;
3. toko/warung;
4. rumah tunggal; dan/atau
5. ruang terbuka hijau.
e. segmen V dengan fungsi kegiatan terdiri atas:
1. perkantoran pemerintah;

12
2. toko moderen;
3. toko/warung;
4. rumah tunggal; dan/atau
5. sarana peribadatan.
f. segmen VI dengan fungsi kegiatan terdiri atas:
1. toko moderen;
2. toko/warung;
3. rumah tunggal;
4. sarana pendidikan;
5. sarana kesehatan;
6. sarana peribadatan; dan/atau
7. perkantoran pemerintah.
g. segmen VII dengan fungsi kegiatan terdiri atas:
1. toko moderen;
2. toko/warung;
3. rumah tunggal;
4. sarana kesehatan;
5. sarana olahraga;
6. sarana peribadatan;
7. perkantoran pemerintah;
8. pasar tradisional; dan/atau
9. pasar burung.
h. segmen VIII dengan fungsi kegiatan terdiri atas:
1. toko moderen;
2. toko/warung;
3. rumah tunggal;
4. sarana pendidikan;
5. sarana kesehatan; dan
6. perkantoran pemerintah.
(2) Peruntukan lahan Kawasan Pusat Kota Pati tercantum dalam Lampiran
II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Bagian Ketiga
Rencana Tapak

13
Pasal 11
Rencana tapak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diarahkan
untuk menunjang peranannya sebagai ruang interaksi publik dengan:
a. mengintegrasikan penggunaan lahan yang saling mendukung antara
kegiatan perkantoran dan kegiatan perdagangan dan jasa yang
ditunjang dengan kegiatan RTH;
b. mengarahkan ketinggian bangunan untuk mempertajam karakter
dengan tetap memperhatikan peraturan daerah tentang bangunan dan
gedung setempat;
c. meningkatkan jaringan jalan;
d. membentuk jaringan jalur pejalan kaki yang menghubungkan semua
unit perencanaan sehingga tercipta pedestrian freedom (kebebasan
pejalan kaki);
e. mengarahkan ruang sempadan jalan dan bangunan menjadi ruang
terbuka hijau; dan
f. menetapkan jarak bangunan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga
tercipta keselarasan bangunan yang serasi.

Bagian Keempat
Pengaturan Intensitas Pemanfaatan lahan
Pasal 12
(1) Pengaturan intensitas pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf c meliputi:
a. ketinggian bangunan;
b. koefisien lantai bangunan (KLB);
c. koefisien dasar bangunan (KDB);
d. koefisien dasar hijau (KDH); dan
e. koefisien tapak besmen (KTB).
(2) Ketinggian bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. ketinggian bangunan pada jalan arteri sekunder (Jalan P.
Sudirman dan Jalan Pemuda) meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 1-2 lantai (4-8 meter);
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 1-6 lantai (4-24 meter);
3. bangunan perkantoran adalah 1-6 lantai (4-24 meter); dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 1-4 lantai (4-16 meter).
b. ketinggian bangunan pada jalan kolektor primer (Jalan Dr Wahidin
Sudirohusodo dan Jalan Dr Soetomo) meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 1-2 lantai (4-8 meter);

14
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 1-6 lantai (4-24 meter);
3. bangunan perkantoran adalah 1-6 lantai (4-24 meter); dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 1-4 lantai (4-16 meter).
c. ketinggian bangunan pada jalan kolektor sekunder (Jalan KH
Ahmad Dahlan, Jalan Rogowongso, dan Jalan Kyai Saleh) meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 1-2 lantai (4-8 meter);
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 1-6 lantai (4-24 meter);
3. bangunan perkantoran adalah 1-6 lantai (4-24 meter); dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 1-4 lantai (4-16 meter).
d. ketinggian bangunan pada jalan lokal primer (Jalan Kol. Sunandar)
meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 1-2 lantai (4-8 meter);
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 1-4 lantai (4-16 meter);
3. bangunan perkantoran adalah 1-4 lantai (4-16 meter); dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 1-2 lantai (4-8 meter).
e. ketinggian bangunan pada jalan lingkungan meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 1-2 lantai (4-8 meter);
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 1-4 lantai (4-16 meter);
3. bangunan perkantoran adalah 1-2 lantai (4-8 meter); dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 1-2 lantai (4-8 meter).
(3) Koefisien Lantai Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdiri atas:
a. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) pada jalan arteri sekunder (Jalan
P. Sudirman dan Jalan Pemuda) meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 1,8;
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 2,4;
3. bangunan perkantoran adalah 2,4; dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 2,4.
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) pada jalan kolektor primer (Jalan
Dr Wahidin Sudirohusodo, Jalan Dr Soetomo) meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 1,8;
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 2,4;
3. bangunan perkantoran adalah 2,4; dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 2,4.
c. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) pada jalan kolektor sekunder
(Jalan KH Ahmad Dahlan, Jalan Rogowongso, Jalan Kyai Saleh)
meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 1,8;

15
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 2,4;
3. bangunan perkantoran adalah 2,4; dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 2,4.
d. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) pada jalan lokal primer (Jalan
Kol. Sunandar) meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 1,6;
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 1,6;
3. bangunan perkantoran adalah 1,6; dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 1,6.
e. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) pada jalan lingkungan meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 1,2;
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 1,2;
3. bangunan perkantoran adalah 1,2; dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 1,2.
(4) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdiri atas:
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada jalan arteri sekunder (Jalan
P. Sudirman dan Jalan Pemuda) meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 70%;
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 70%;
3. bangunan perkantoran adalah 70%; dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 60%.
b. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada jalan kolektor primer (Jalan
Dr Wahidin Sudirohusodo dan Jalan Dr Soetomo) meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 60%;
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 70%;
3. bangunan perkantoran adalah 70%; dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 60%.
c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada jalan kolektor sekunder
(Jalan KH Ahmad Dahlan, Jalan Rogowongso, dan Jalan Kyai
Saleh) meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 60%;
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 70%;
3. bangunan perkantoran adalah 70%; dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 60%.
d. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada jalan lokal primer (Jalan
Kol. Sunandar) meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 60%;

16
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 70%;
3. bangunan perkantoran adalah 70%; dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 60%.
e. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada jalan lingkungan meliputi:
1. bangunan perumahan adalah 60%;
2. bangunan perdagangan dan jasa adalah 70%;
3. bangunan perkantoran adalah 70%; dan
4. bangunan fasilitas umum adalah 60%.
(5) Koefisien Dasar Hijau (KDH) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d minimal 20% dari keseluruhan luas lahan.
(6) Koefisien tapak besmen diperhitungkan pada bangunan perdagangan
jasa, gedung parkir dan perkantoran yang menyediakan besmen untuk
perluasan lahan yang nilainya sama dengan nilai KDB dengan tetap
memperhatikan konstruksi bangunan diatasnya.

Bagian Kelima
Pengaturan Tata Bangunan
Pasal 13
Pengaturan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d
meliputi:
a. garis sempadan bangunan;
b. garis sempadan samping bangunan;
c. tinggi bangunan;
d. orientasi bangunan;
e. tampilan bangunan; dan
f. material bangunan.

Pasal 14
Garis sempadan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a
meliputi:
a. garis sempadan muka bangunan perdagangan jasa, perkantoran,
perumahan, fasilitas umum pada jalan arteri sekunder (Jalan P.
Sudirman dan Jalan Pemuda) minimal 35 meter diukur dari as jalan;
b. garis sempadan muka bangunan perdagangan dan jasa, perkantoran,
perumahan, fasilitas umum pada jalan kolektor primer (Jalan Dr
Wahidin Sudirohusodo dan Jalan Dr Soetomo) minimal 21 meter
diukur dari as jalan;
c. garis sempadan muka bangunan perdagangan dan jasa, perkantoran,
perumahan, fasilitas umum pada jalan kolektor sekunder (Jalan KH

17
Ahmad Dahlan, Jalan Rogowongso, dan Jalan Kyai Saleh) minimal 21
meter diukur dari as jalan;
d. garis sempadan muka bangunan perdagangan jasa, perkantoran,
perumahan, fasilitas umum pada jalan lokal primer (Jalan Kol.
Sunandar) minimal 15 meter diukur dari as jalan; dan
e. garis sempadan muka bangunan perdagangan jasa, perkantoran,
perumahan, fasilitas umum pada jalan lingkungan minimal 6 meter
diukur dari as jalan.

Pasal 15
(1) Garis sempadan samping bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf b bertujuan untuk menjaga penghawaan dan
pencahayaan masing-masing bangunan dan keamanan dan
keselamatan bangunan dan dapat digunakan untuk jalur sirkulasi
internal kavling dan jalur darurat apabila terjadi kebakaran.
(2) Garis sempadan samping bangunan meliputi:
a. Sempadan samping dan belakang bangunan ditentukan minimal
selebar 2 (dua) meter.
b. Setiap penambahan lantai jarak bebas di atasnya ditambah 0,5
meter dari jarak bebas lantai di bawahnya.

Pasal 16
Pengaturan tinggi bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf
c meliputi:
a. Tinggi lantai dasar suatu bangunan gedung diperkenankan mencapai
maksimal 1,00 meter di atas rata-rata tanah pekarangan atau tinggi
rata-rata jalan.
b. Apabila tinggi pekarangan berada di bawah titik ketinggian (peil) bebas
banjir atau terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi
yang besar pada tanah asli suatu perpetakan, maka tinggi maksimal
lantai dasar ditetapkan tersendiri.
c. Untuk kasus dimana jalan menghadap bangunan lebih dari satu,
ketinggian peil diperhitungkan dari jalan utama/ yang tinggi
tingkatannya.

Pasal 17
(1) Orientasi bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d
meliputi:
a. orientasi bangunan untuk menciptakan ruang terbuka, menata
bangunan untuk menciptakan ruang terbuka yang nyaman;
b. orientasi bangunan ditetapkan ke arah muka, atau tegak lurus
menghadap ke jalan;

18
c. bangunan berada di sisi persimpangan jalan atau bangunan sudut
dianjurkan untuk menghadap ke dua arah jalan; dan
d. orientasi bangunan di sepanjang sungai termasuk garis sempadan
sungai untuk jalan inspeksi.
(2) Secara detail rencana orientasi bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah:
a. bagian belakang bangunan yang berbatasan dengan permukiman,
orientasinya juga harus diarahkan ke permukiman; dan
b. arah pandangan suatu orientasi, sedapat mungkin mengarah pada
tempat-tempat yang penting atau ramai dikunjungi masyarakat,
tidak hanya jalan-jalan utama yang terletak di depan bangunan.

Pasal 18
Tampilan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e
meliputi:
a. rencana arsitektur bangunan berorientasi langgam (gaya) arsitektur
jawa untuk bangunan pemerintah yang baru;
b. bentuk dasar bangunan dipertimbangkan dari berbagai segi, baik segi
kebutuhan ruang ataupun dari ekspresi budaya dan nilai-nilai
arsitektur setempat;
c. bentuk denah bangunan gedung sedapat mungkin simetris dan
sederhana untuk mengantisipasi kerusakan; dan
d. bangunan dibangun dalam kavling tunggal dengan memiliki garis
sempadan bangunan baik sempadan muka bangunan, sempadan
samping bangunan dan sempadan belakang yang ideal.

Pasal 19
Material bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf f
meliputi:
a. penggunaan bahan bangunan harus mempertimbangkan keawetan dan
kesehatan dalam pemanfaatan bangunannya memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI) tentang spesifikasi bahan bangunan yang
berlaku; dan
b. Penggunaan bahan bangunan yang mengandung racun atau bahan
kimia yang berbahaya, harus mendapat rekomendasi dari instansi
terkait dan dilaksanakan oleh ahlinya.

Bagian Keenam
Rencana Tata Kualitas Lingkungan

19
Pasal 20
Rencana tata kualitas lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf e berupa pengaturan penandaan untuk kawasan perencanaan
direncanakan meliputi :
a. identitas, sebagai pengenal/karakter lingkungan dan sebagai titik
referensi/orientasi pergerakan masyarakat dapat berupa landmark
(tetenger/ penanda);
b. nama Bangunan, memberi tanda identitas dan petunjuk jenis kegiatan
yang ada dapat berupa papan identitas, atau tulisan yang ditempel
pada selubung bangunan;
c. tanda untuk nama bangunan tidak boleh mengganggu pandangan
terhadap kualitas selubung bangunan, tidak boleh
melebihi/mengganggu domain publik;
d. penciptaan ruang publik yang memperkuat identitas kawasan dan
menjadi pusat kawasan;
e. penataan public art (seni publik), lansekap dan fitur lainnya, dengan
orientasi karakter budaya lokal;
f. pelestarian terhadap bangunan cagar budaya sebagai bentuk
perlindungan aset kota.

Bagian Ketujuh
Rencana Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung
Pasal 21
(1) Rencana sistem sirkulasi dan jalur penghubung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf f meliputi:
a. rencana sistem sirkulasi;
b. rencana penempatan halte; dan
c. rencana pengaturan parkir.
(2) Rencana sistem sirkulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. sistem sirkulasi kendaraan meliputi:
1. sirkulasi kendaraan di kawasan perencanaan meliputi sirkulasi
satu arah dan sirkulasi dua arah;
2. sirkulasi kendaraan pribadi dapat melalui semua jalan yang
disediakan, dan fleksibel untuk mencapai tujuan dengan tetap
memperhatikan rambu-rambu lalu-lintas dan kelengkapan
kendaraan; dan
3. sirkulasi kendaraan umum mengikuti jalur-jalur yang
ditentukan dan memperhatikan rambu-rambu lalu lintas.
b. sistem sirkulasi pejalan kaki meliputi:

20
1. pergerakan pejalan kaki diarahkan kontinyu dan bisa mencapai
setiap penjuru kawasan secara mudah dan leluasa di
sepanjang kawasan Jalan Panglima Sudirman - Jalan Pemuda
– Jalan Wahidin Sudirohusodo – Jalan Dr Soetomo;
2. pengoptimalan fungsi jalur pejalan kaki di sekitar alun – alun
kota;
3. Peletakkan ramp untuk berkebutuhan khusus maupun
lansia/difable sehingga kursi roda atau alat bantu berjalan
dapat melalui pergerakan pedestrian dengan nyaman. Ramp –
ramp ini dirancang dengan kemiringan yang landai (tidak lebih
dari 20°) sehingga bisa nyaman;
4. Jalur pejalan kaki, dihindarkan dari kegiatan lain seperti
kegiatan parkir kendaraan (sepeda, becak, kendaraan beroda
dua, maupun kendaraan beroda empat); dan
5. perjalanan pejalan kaki dihindarkan dari tiang-tiang atau
pohon dan elemen-elemen yang mengganggu pergerakan.
(3) Rencana penempatan halte sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. penempatan halte pada simpul-simpul kegiatan dengan lokasi yang
strategis, mudah dicapai oleh pejalan kaki, tidak mengganggu
kelancaran lalu lintas dan disesuaikan dengan penyelenggaraan
angkutan umum; dan
b. penataan halte tidak terlepas dari penataan sirkulasi jalan, jalur
pejalan kaki, parkir, dan tata hijau.
(4) Rencana pengaturan parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c meliputi:
a. penggunaan sistem on street parking pada seluruh koridor jalan di
satu sisi jalan dengan penandaan/rambu yang jelas dan sisi bahu
jalan yang lain diberi penanda dilarang berhenti / parkir; dan
b. sistem off street parking pada perkantoran pemerintah,
perkantoran swasta dan perdagangan jasa menggunakan halaman
depan, samping, belakang bangunan dan parkir basement.
(5) Rencana sirkulasi dan jalur penghubung digambarkan dalam peta
sebagaimana tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Bagian Kedelapan
Rencana Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan
Pasal 22
Rencana sistem prasarana dan utilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 huruf g meliputi:
a. rencana sistem persampahan;
b. rencana sistem pengelolaan limbah;

21
c. rencana sistem jaringan drainase;
d. rencana sistem proteksi kebakaran;
e. rencana sistem jaringan listrik;
f. rencana sistem jaringan air bersih; dan
g. rencana sistem jaringan telekomunikasi.

Pasal 23
(1) Rencana sistem persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf a meliputi:
a. bentuk dan besaran tempat sampah yang berada dalam satu
koridor jalan dengan mempertimbangkan segi estetika;
b. sampah dikumpulkan dari sumber sampah dalam kondisi terpisah
antara organik dan anorganik;
c. pengambilan sampah dari setiap tempat sampah menggunakan
motor roda tiga;
d. pengangkutan dari Tempat Pengolahan Sampah (TPS) atau transfer
depo dengan kapasitas 6 x 8 m3 atau dump truck dengan kapasitas
5,5 m3 ke TPA dikelola oleh masyarakat dan pemerintah daerah.
(2) Rencan sistem persampahan sebagaimana digambarkan dalam
lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati ini.

Pasal 24
(1) Rencana pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf b meliputi:
a. air limbah domestik meliputi:
1. limbah cair merupakan air buangan yang berasal dari dapur
dan kamar mandi yang diolah terlebih dahulu sebelum dibuang
ke saluran drainase;
2. limbah tinja merupakan air buangan yang berasal dari kotoran
manusia yang diolah dalam septik tank kedap air.
3. air limbah domestik tersebut diolah dalam IPAL komunal.
b. limbah non domestik pengaturannya yaitu menggunakan instalasi
pengolahan limbah (IPAL) sesuai standar teknis sebelum dibuang
ke saluran drainase.
(2) Rencana pengelolaan air limbah digambarkan lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

22
Pasal 25
(1) Rencana sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 huruf c dilakukan dengan pembuatan saluran-saluran drainase
dengan syarat:
a. di dalam tiap-tiap pekarangan harus diadakan saluran-saluran
pembuangan air hujan;
b. saluran-saluran tersebut diatas harus cukup besar dan cukup
mempunyai kemiringan untuk dapat mengalirkan air hujan dengan
baik;
c. air hujan yang jatuh diatas atap harus segera dapat disalurkan di
atas permukaan tanah dengan pipa-pipa atau dengan bahan lain
dengan jarak antara sebesar-besarnya 25 meter;
d. curahan hujan yang langsung dari atas atap atau pipa talang
bangunan tidak boleh jatuh keluar pekarangan dan harus dialirkan
ke bak peresapan pada kapling bangunan bersangkutan, dan
selebihnya kesaluran umum kawasan;
e. pemasangan dan perletakan pipa-pipa dilakukan sedemikian rupa
sehingga tidak akan mengurangi kekuatan dan tekanan bangunan;
dan
f. bagian-bagian pipa harus dicegah dari kemungkinan tersumbat
kotoran.
(2) Rencana sistem jaringan drainase digambarkan dalam lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Pasal 26
Rencana sistem proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf d meliputi:
a. setiap bangunan gedung kecuali rumah tinggal tunggal harus
dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan sistem proteksi aktif
dan sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran;
b. pengamanan terhadap bahaya kebakaran dengan sistem proteksi pasif
meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi
tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada
bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan
menjalarnya api dan asap kebakaran;
c. sistem proteksi aktif yang merupakan proteksi terhadap harta milik
terhadap bahaya kebakaran berbasis pada penyediaan peralatan yang
dapat bekerja baik secara otomatis maupun secara manual, digunakan
oleh penghuni atau petugas pemadam dalam melaksanakan operasi
pemadaman;
d. lingkungan Perumahan, Perdagangan, Perkantoran, Fasilitas Umum
dan Fasilitas Sosial harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
tersedia sumber air berupa hidran halaman, sumur kebakaran atau
reservoir air dan sarana komunikasi umum yang memudahkan instansi
pemadam kebakaran untuk menggunakannya, sehingga setiap rumah

23
dan bangunan gedung dapat dijangkau oleh pancaran air unit
pemadam kebakaran dari jalan di lingkungannya, serta untuk
memudahkan penyampaian informasi kebakaran; dan
e. untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan
memudahkan operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan
bangunan gedung harus tersedia jalan lingkungan dengan perkerasan
agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam kebakaran.

Pasal 27
(1) Rencana sistem jaringan listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 huruf e meliputi:
a. Penataan jaringan listrik kabel udara di tepi jalan maupun yang
menyeberangi jalan menggunakan jenis kabel NYY dengan tinggi
minimum 5 meter di atas permukaan jalan.
b. Jalan-jalan lingkungan di kawasan permukiman menggunakan
kabel listrik udara yang ditata sejajar dengan koridor jalan.
c. Penataan jaringan listrik idealnya menggunakan kabel listrik di
bawah tanah.
d. Pemeliharaan kabel bawah tanah menggunakan shaft khusus
untuk mengurangi penggalian dan pengurukan dengan
kedalaman 1 meter mengikuti jaringan jalan yang ada.
e. Spesifikasi kabel bawah tanah menggunakan pipa PVC
berdiameter 8” dengan mainhole tiap jarak 25 meter.
(2) Rencana sistem jaringan listrik digambarkan dalam lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Pasal 28
Rencana sistem jaringan air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf f meliputi:
a. Pelayanan air bersih dilakukan oleh PDAM atau swasta.
b. Penataan jaringan pipa air bersih di kawasan perencanaan diarahkan
terpisah dengan jaringan pipa utilitas lainnya.
c. Untuk memudahkan dalam pemeriksaan dan pemeliharaan
menggunakan pipa primer diameter 150-300 mm, pipa sekunder
diamter 100-150 mm dan pipa tersier diameter 75-100 mm yang
ditanam dengan kedalaman 1 meter dan lebar 1,5 meter.

Pasal 29
(1) Rencana sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 huruf g meliputi:
a. Pelayanan telekomunikasi dilakukan oleh TELKOM dan provider
seluler.

24
b. Jaringan kabel telepon idealnya menggunakan jaringan kabel
bawah tanah.
c. Jaringan kabel bawah tanah direncanakan mengikuti rute sisi
jalan uang ditempatkan terpadu dengan kabel listrik di dalam
pipa PVC diameter 8” dengan mainhole setiap 25 meter.
(2) Rencana sistem jaringan telekomunikasi digambarkan dalam
lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Bupati ini.

Bagian Kesembilan
Pengaturan Ruang Terbuka Dan Tata Hijau
Pasal 30
(1) Pengaturan ruang terbuka hijau dan tata hijau sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf h meliputi:
a. ruang terbuka hijau publik meliputi:
1. alun-alun kota;
2. jalur hijau sepanjang Jalan P. Sudirman, Jalan Pemuda, Jalan
Wahidin Sudirohusodo, Jalan Dr Soetomo; dan
3. Taman Kijang.
4. sempadan Sungai Sani dan Sungai Jiglong
b. ruang terbuka hijau privat meliputi:
1. halaman atau pekarangan rumah, perkantoran, pendidikan;
dan
2. halaman perdagangan dan jasa.
c. Sistem pepohonan dan tata hijau menggunakan tanaman peneduh
dan pengarah
(2) Sistem ruang terbuka dan tata hijau digambarkan dalam lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Bagian Kesepuluh
Tata Informasi dan Wajah Jalan
Pasal 31
Tata informasi dan wajah jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf I meliputi:
a. street furniture (pelengkap jalan) yang atraktif, sederhana dan mudah
dalam perawatannya meningkatkan kualitas lingkungan;
b. rambu pertandaan jalan maupun rambu untuk jalur penyelamatan
bencana alam diletakkan pada kawasan yang mudah terlihat, kuat, dan
terpelihara;

25
c. penempatan reklame pada kawasan perencanaan dilakukan pada titik-
titik tertentu, tidak mengganggu dan menutupi keberadaan bangunan
yang ada pada kawasan;
d. petunjuk sirkulasi, sebagai rambu lalu-lintas, sekaligus sebagai
pengatur dan pengarah dalam pergerakan;
e. rambu-rambu lalu lintas disesuaikan dengan standar bentuk dan
penempatannya;
f. papan reklame dapat berupa papan tiang, ikon, menempel pada
bangunan, baliho, spanduk, umbul-umbul dan balon;
g. pemasangan reklame dalam persil tidak boleh melewati batas damija,
konstruksinya kuat dan ukurannya tidak merusak selubung bangunan;
dan
h. papan informasi, keterangan-keterangan kondisi/keadaan lingkungan
diletakkan pada setiap blok berdekatan idealnya berdekatan dengan
tempat pemberhentian kendaraan/halte.

BAB V
RENCANA INVESTASI

Bagian Kesatu
Arahan Penanganan Kawasan
Pasal 32
(1) Kegiatan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan lingkungan
Kawasan Pusat Kota dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pati dan
masyarakat Kabupaten Pati.
(2) Seluruh kegiatan rencana pembangunan harus mengacu kepada
panduan rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Kabupaten Pati.
(3) Pelaksanaan kegiatan oleh masyarakat melalui pembangunan fisik
bangunan di dalam lahan yang dikuasainya, termasuk pembangunan
ruang terbuka hijau, ruang terbuka, dan sirkulasi pejalan kaki dengan
tetap mengacu pada peraturan bupati ini.

Bagian Kedua
Program Penanganan Kawasan
Pasal 33
(1) Program penanganan RTBL Kawasan Pusat Kota merupakan program
jangka pendek 5 (lima) tahunan.

26
(2) Sumber dana yang diusulkan dalam rencana investasi berasal dari
Pemerintah, Pemerintah Daerah (Provinsi maupun Kabupaten), Swasta
dan Masyarakat
(3) Program penanganan RTBL Kawasan Pusat Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk Tabel Program
Investasi Penataan Bangunan dan Lingkungan Kawasan Pusat Kota
Tahun 2014 sebagaimana tercantum dalam lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

BAB VI
KETENTUAN PENGENDALIAN RENCANA

Bagian Kesatu
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pasal 34
(1) Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui tahapan kegiatan
meliputi:
a. penetapan peraturan zonasi;
b. perizinan;
c. pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. pengenaan sanksi.
(2) Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya pada
setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya diatur dalam
rencana rinci tata ruang.
(3) Izin dalam pemanfaatan ruang sebagaimana yang diatur dalam
undang-undang penataan ruang diatur oleh pemerintah Kabupaten
Pati berdasarkan kewenangan dan ketentuan yang berlaku dan
pemerintah Kabupaten Pati dapat membatalkan izin apabila melanggar
ketentuan yang berlaku.
(4) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah dapat dibatalkan oleh Bupati.
(5) Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban
pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus
dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang.
(6) Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh pemerintah
Kabupaten Pati sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
(7) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik
yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai
sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana
denda.

27
(8) Insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata
ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah
daerah.
(9) Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah,
membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang.
(10) Bentuk disinsentif meliputi:
a. pengenaan pajak yang tinggi;
b. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana;
c. pengenaan kompensasi; dan
d. penalti.
(11) Pemberian insentif dan disinsentif dalam pengendalian pemanfaatan
ruang dilakukan agar pemanfaatan ruang yang dilakukan sesuai
dengan rencana tata ruang yang sudah di tetapkan.
(12) Insentif dan disinsentif dalam penataan bangunan dan lingkungan
diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat.

Bagian Ketiga
Partisipasi Masyarakat
Pasal 35
(1) Partisipasi Masyarakat dalam pemanfaatan rencana meliputi:
a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan
peraturan perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang
berlaku;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan
pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan;
c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana;
d. konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam
lain untuk tercapainya pemanfaatan kawasan yang berkualitas;
e. pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknik
dalam pemanfaatan ruang; dan
f. kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian
fungsi lingkungan kawasan.
(2) Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan rencana
meliputi:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang kawasan dilakukan
dengan pemberian informasi atau laporan pelaksanaan
pemanfaatan ruang kawasan; dan

28
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban dalam
kegiatan pemanfaatan ruang kawasan dan peningkatan kualitas
pemanfaatan ruang kawasan.

BAB VII
PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN KAWASAN

Bagian Kesatu
Pengelolaan Kawasan
Pasal 36
(1) Pengelolaan kawasan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
(2) Wewenang pengelolaan dilakukan oleh Bupati dibantu SKPD terkait.
(3) Pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan RTBL Kawasan Pusat Kota
dengan memperhatikan materi pokok RTBL.

Bagian Kedua
Prosedur Pengelolaan, Pemanfaatan,Pengembangan dan Perubahan
Rencana Kawasan
Pasal 37
(1) Prosedur pengelolaan, pemanfaatan, pengembangan dan perubahan
rencana kawasan meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sebagai pedoman bagi
Pemerintah Kabupaten Pati dalam menyusun peraturan zonasi
meliputi:
1. intensitas pemanfaatan ruang;
2. kegiatan yang diperbolehkan;
3. kegiatan yang diberi persyaratan; dan
4. kegiatan yang dilarang.
b. ketentuan perizinan berupa proses administrasi dan teknis yang
harus dipenuhi sebelum kegiatan pemanfaatan ruang
dilaksanakan, untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan ruang
dengan rencana tata bangunan lingkungan meliputi:
1. izin lokasi;
2. izin mendirikan bangunan; dan
3. izin lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. pemberian insentif dan disinsentif diberikan oleh pemerintah
daerah sesuai kewenangannya dengan tetap menghormati hak

29
masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Prosedur dan tata cara pengelolaan, pemanfaatan, pengembangan dan
perubahan rencana kawasan dilalui melalui beberapa tahapan, mulai
dari tahapan pemantauan, pelaporan, dan evaluasi.
(3) Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Bupati ini berlaku ketentuan:
a. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Bupati
ini;
b. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan
penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan
perundang-undangan dan apabila tidak memungkinkan untuk
dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan
Peraturan Bupati ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38
Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, maka setiap kegiatan
penataan ruang di Kawasan Pusat Kota wajib mematuhi ketentuan yang
diatur dalam Peraturan Bupati ini.

Pasal 39
(1) Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
(2) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Bupati ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Pati.

Ditetapkan di Pati
pada tanggal ..... ......................... 2014

Ttd.
BUPATI PATI
.
....................................................

30
Diundangkan di Kabupaten Pati
pada tanggal ………..

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN PATI

Lampiran I
PERATURAN BUPATI PATI
NOMOR ........................

TENTANG
RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL)
KAWASAN PUSAT KOTA
KABUPATEN PATI

31
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BUPATI KABUPATEN PATI
NOMOR TAHUN 2015

TENTANG

RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL)


KAWASAN PUSAT KOTA

I. UMUM.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan hasil
perencanaan tata ruang dan lingkungan yaitu perpaduan antara ruang dan
bangunan-bangunan yang telah ada dan yang akan didirikan dalam
kawasan tertentu.
RTBL memuat rumusan kebijakan pelestarian dan revitalisasi kawasan
yang disusun dan ditetapkan untuk menyiapkan perwujudan kawasan
dalam rangka pelaksanaan program dan pengendalian pembangunan
kawasan yang dilakukan oleh Pemerintah, Swasta dan Masyarakat.
Bahwa RTBL Kawasan Pusat Kota yang merupakan perwujudan aspirasi
masyarakat yang tertuang dalam rangkaian kebijakan pembangunan fisik
di Kawasan Pusat Kota Kabupaten Pati berisi uraian tentang keterangan
dan petunjuk-petunjuk serta prinsip pokok pembangunan Kawasan Pusat
Kota yang berkembang secara dinamis dan didukung oleh pembangunan
potensi alami, serta sosial ekonomi, sosial budaya, politik, pertahanan
keamanan dan teknologi yang menjadi ketentuan pokok bagi seluruh jenis
pembangunan, baik yang dilaksanakan Pemerintah Kota Tegal, Pemerintah
Propinsi Jawa Tengah maupun Pemerintah Pusat dan masyarakat secara
terpadu.
Dengan pertimbangan sebagaimana tersebut diatas, maka dipandang perlu
mengatur dan menetapkan Peraturan Bupati Kawasan Pusat Kota tentang
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pusat Kota.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.

32
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan segmen adalah bagian kawasan
perencanaan
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan standar minimum menggunakan
pedoman standar pelayanan minimal Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah No
534/KPTS/M/2001
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan jalan arteri sekunder adalah jalan

33
menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan
kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kedua

Yang dimaksud dengan jalan kolektor sekunder adalah


jalan yang menghubungkan kawasan sekunder ke kedua
dengan kawasan sekunder ke kedua atau kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

Yang dimaksud dengan jalan lokal primer adalah jalan


yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat
kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan,
antar pusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal
dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antar pusat
kegiatan lingkungan
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Yang dimaksud dengan Standar Nasional Indonesia adalah
standar yang ditetapkan oleh instansi teknis setelah
mendapat persetujuan dari Dewan Standardisasi Nasional,

34
dan berlaku secara nasional di Indonesia
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan air limbah adalah sisa dari suatu
hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Yang dimaksud dengan hidran adalah hidran air bersih
yang dapat berfungsi sebagai penyedia air untuk
penanggulangan kebakaran
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas

35
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas

36

Anda mungkin juga menyukai