Biomaterial secara umum adalah suatu material tak-hidup yang digunakan sebagai
perangkat medis dan mampu berinteraksi dengan sistem biologis (Hidayat, 2012).
Biomaterial dalam aplikasinya selalu menggunakan semua dari jenis material yaitu bisa
berupa logam, keramik, polimer, dan juga komposit. Material-material tersebut jika di
implantasikan ke dalam tubuh manusia akan menimbulkan suatu respon. Respon tersebut
terdiri dari ketoksikan suatu material, inert, resorbable, dan biokompatibel. Oleh sebab
itu, sifat fisik dan mekanis pada suatu material penting untuk dikaji guna mengetahui
jenis material yang sesuai untuk biomaterial. Sifat fisik suatu material merupakan sifat
yang berkaitan dengan keadaan fisik suatu benda seperti bentuk, warna, bau, kekerasan,
titik beku, titik didih, titik leleh, daya hantar, ukuran partikel, dan densitas atau dengan
kata lain sifat fisik suatu material berkaitan dengan fitur mikrostruktural internal dari
material tersebut (Kumar,2013). Sementara, sifat mekanis material merupakan sifat
ketahanan atau kekuatan suatu material ketika diberi gaya dari luar. Menurut Roeder
(2013) sifat mekanik biomaterial selalu dikaitkan dengan kemampuan material untuk
menegang maupun meregang ketika di implankan ke dalam tubuh. Berikut ini
penjelasan material yang sering digunakan pada biomaterial :
Logam
Polimer
Polimer digunakan sebagai bahan biomaterial karena memiliki kelebihan yaitu
resipient, bioaktif, resorbable, dan mudah dibuat. Jenis polimer yang biasa
digunakan untuk biomaterial yaitu :
1. Polietilen
Keramik
1. Hidroksiapatit
2. Alumina
3. Zirkonia
Zirkonia (ZrO2) merupakan salah satu bentuk oksida dari logam zirconium
(Zr). Bahan ini merupakan bahan refraktori (bahan tahan panas), polimorf,
kerapatan dan kekerasan tinggi, serta biokompatibel, memiliki warna
bervariasi seperti putih bening, kuning kehijauan, coklat kemerahan, dan
gelap, densitas 4.6-5.8 g/cm3, titik lebur 2500 OC (Setyadi, 2016). Berikut ini
disajikan tabel sifat mekanis dari alumina dan zirconia.
Komposit
Material komposit merupakan kombinasi dua atau lebih material yang berbeda,
dengan syarat adanya ikatan permukaan antara kedua material tersebut (Setiadi,
2014). Sifat dari komposit tergantung pada jenis paduan yang digunakan. Dalam
penelitian Sulardjaka dan setiadi (2013) digunakan paduan AlSiMg dengan
serbuk SiC memiliki sifat yaitu kekerasan matriks SiAlMg sebesar 75.15 HRB,
porositas 1.532%, dan kekuatan bending sebesar 351.444 MPa.
Oleh sebab itu, pemilihan material tahan korosi sangat penting dilakukan
untuk diterapkan sebagai material biomaterial. Biasanya paduan titanium, paduan
kobalt-krom, dan baja tahan karat digunakan sebagai implant ortopedi dan
kardiovaskular karena memiliki ketahanan korosi yang baik. Sementara untuk
bahan yang mudah mengalami korosi seperti magnesium dan besi biasanya
dimanfaatkan untuk bioabsorbable (biodegradable) dan perlu dikontrol secara
berkala dalam penggunaannya. Secara umum, mekanisme korosi pada material
(besi(Fe)) adalah sebagai berikut :
1) Alumunium
Logam aluminium mempunyai ketahanan korosi yang cukup baik pada
lingkungan atmosfir yang netral dan banyak digunakan untuk bingkai jendela serta
pintu pada bangunan, akan tetapi harus dihindari adanya air yang tergenang. Air
yang tergenang pada logam aluminium dapat merubah pH dimana akan
menyebabkan noda dan terkorosi.
Ketahanan korosi yang sangat baik oleh aluminium disebabkan oleh
adanya lapisan oksida tipis yang menempel sangat kuat di permukaannya (Al2O3).
Lapisan Al2O3 stabil pada lingkungan pH 4 s/d pH 9 (pasifasi) sehingga lapisan
tersebut dapat melindungi logam bagian dalam dari serangan korosi lanjutan,
namun aluminium dapat juga terkorosi dalam lingkungan yang agresif yaitu di luar
kisaran pH tersebut terutama suasana asam maupun basa.
2) Tembaga
Logam tembaga banyak digunakan pada atap rumah dan saluran
pembuangan di atap, pada saat terkorosi akan terbentuk ‘green patina’ di
permukaan logam. Besar laju korosi tembaga dalam lingkungan air yang
mengandung klorida dan sulfat bergantung pada konsentrasi NaCl, konsentrasi
CaSO4, ppm asam askorbat (AA) yang ditambahkan, serta lamanya interval waktu
pencelupan. Kebersamaan NaCl dan CaSO4 dalam lingkungan air ternyata sangat
mempengaruhi laju korosi tembaga. Dan pada umumnya laju korosi tembaga yang
diperoleh jauh lebih besar dibandingkan laju korosi tembaga pada lingkungan
masing-masing, yaitu lingkungan NaCl saja atau lingkungan CaSO4.
3) Zinc / Seng
Zinc sendiri secara alami memiliki ketahanan terhadap korosi pada kondisi
atmosferik. Zinc cenderung bersifat elektronegatif terhadap besi sehingga akan
berkorban untuk memproteksi. Ketahanan korosi logam zinc secara alami
merupakan hal yang penting terhadap coating zinc. Zinc termasuk logam yang
relative tahan terhadap korosi karena adanya lapisan tipis campuran dari oksida,
karbonat, hidroksida zinc yang melindungi logam di bawahnya.
Zinc memiliki daerah pasif untuk air tanpa adanya CO2. Untuk pH anatara
8,5-11, Zn akan bersifat pasir membentuk Zn(OH) 2. Ketika CO2 dibebaskan pada
media korosif maka daerah pasif menjadi lebih besar dimana dapat dicapai pada pH
6-11 karena terbentuknya lapisan film protective zinc carbonate dimana lapisan ini
kuat pada atmosfer perdesaan.
4) Silika
Silika dapat berfungsi sebagai inhibitor untuk mencegah korosi. Hasil uji
salt spray atau kabut garam, penambahan silika dapat meningkatkan ketahanan
korosi hal ini diperlihatkan tidak adanya lubang pada lapisan yang memungkinkan
adanya korosi dari baja.
Selain itu, silika pada pelapisan carbon steel berperan pada penurunan
laju korosi untuk carbon steel yang telah dilapisi silika. Arus yang ditransfer
menjadi turun dengan adanya hambatan berupa lapisan silika ini. Dengan semakin
turunnya arus ini menunjukkan bahwa semakin turun pula laju reaksi dalam hal ini
laju korosi terjadi sehingga ketahanan terhadap terjadinya korosi semakin besar.
5) Titanium
Sebagai contoh, muncullah material titanium dan titanium alloy untuk
aplikasi ortodontik, yang memiliki sifat tahan korosi dan sifat mekanik jauh lebih
baik dibanding stainless steel. Keunggulan titanium dibandingkan logam lain,
antara lain kekuatan tinggi, ringan (hanya 60 persen dari berat stainless steel).
Memiliki stabilitas kimiawi yang sangat baik, menghasilkan lapisan oksida (TiO 2)
sangat protektif pada permukaannya.
Titanium juga memiliki sifat biokompatibilitas yang lebih baik dibanding
logam lainnya. Meskipun titanium tahan terhadap korosi, namun saat lapisan oksida
stabil di permukaannya hilang atau tidak mampu untuk terbentuk kembali pada
permukaannya, maka titanium dapat terserang korosi.
6) Nikel
Nickel tahan korosi pada lingkungan alkali panas atau dingin dan
campuran alkali, larutan nonoxidizing iorganic, organic encer dan ketahanannya
dapat dinaikkan jika larutan tidak mengandung udara atau oksigen , serta tahan
pada suhu tinggi diatas 7000C di lingkungan udara.
Nikel tidak tahan korosi pada kondisi larutan oxidizing (HNO 3), Oxidizing
Salt (FeCl3, CuCl2, dan (K2Cr2O7), Ammonium hydroxide yang dicampur udara,
Alkaline hypoklorite, air laut, Sulfur atau lingkungan yang mengadung belerang
dengan suhu lebih dari 3150C (>6000F).
Nikel merupakan elemen yang tahan terhadap korosi suhu tinggi, sehingga
banyak digunakan untuk sudu turbin gas, ruang bakar, dan komponen-komponen
yang bekerja pada suhu tinggi. Nickel tidak bereaksi cepat dengan larutan asam
H2SO4 atau HCL, kecuali jika dalam larutan tersebut mengandung oksigen (O2).
Nickel yang dididihkan pada 50 % NaOH yang terkorosi sebanyak 0,06
gmd (0,0001 ipy). Nickel yang dimasukkan dalam larutan amonia encer yang
bercampur dengan udara, akan terurai menjadi Ni(NH3¿26 +¿¿ komplek yang
merupakan bentuk dari produk korosi. Pada larutan hypoclorite juga akan terkorosi
dengan bentuk korosi berlubang-lubang dan memberi endapan berbentuk gunung
kecil sebagai penghambat sodium silicate. Pada Nickel tidak akan terjadi retakan
korosi tegangan (SCC= Stress Corrosin Cracking), kecuali sebelumnya dicelupkan
pada konsentrasi alkali kuat atau dilebur dalam alkali.
7) Timbal
Lead adalah metal bersifat aktif dalam Emf series, bersifat passive dalam
media sangat korosif, lead tidak dapat dilarutkan kedalam bahan H 2SO4, HF, H3PO4
dan H2CrO4. Dalam larutan ini ketahanan korosi terjamin baik denfan kecepatan
korosi yang relatif rendah pada dibandingkan dengan yang lain. Lead digunakan
pada industri kimia dan pipa. Lead tidak tahan korosi pada , HNO 3 kurang dari 70
%, Hel, Konsentrasi H2SO4 lebih dari 96 % pada suhu kamar, Alkalie, gas HF,
Larutan organic.
Lead tahan korosi pada Larutan kurang dari 96% H2SO4, dalam suhu
kamar, laju korosi rata-rata kurang dari 2 mpy (< 0,08 % H 2SO4, kurang dari 0,08
mm/y (0,003 ipy) pada 20 % H2SO4 kurang dari pada 60 – 65 % H 3PO4 panas atau
dingin, H2CrO4 , HF, H2SO3, Didalam air laut, Chlorine basah atau kering, Br2
basah dengan suhu rendah, SO2, SO3, H2S laju korosiny hanya 0,01 mm/y (0,0005
ipy).
1.4.2 Tipe-Tipe Korosi pada Material
Seragam (Uniform)
Korosi yang terjadi menyeluruh di permukaan logam. Korosi jenis ini lebih
mudah di deteksi (dilihat)
Korosi yang tejadi pada bagian tertentu, biasanya jenis korosi ini sulit di deteksi
karena ukurannya mikro (sangat kecil).
Berdasarkan gambar diatas, mekanisme yang terjadi pada korosi local adalah
sebagai berikut :
(c) IMPs yang belum membentuk rongga asam akan diserang oleh bagian yang
telah membentuk rongga yaitu dengan menghentikan proses anodic dan
meneruskan proses katodik untuk mendukung pembentukan rongga asam pada
bagian tersebut.
(d) IMPs yang telah dikelilingi rongga lama-kelamaan akan lepas dari matriks
sehingga menyebabkan lubang pada permukaan paduan
-
dimana akumulasi ion-ion agresif misalnya Cl paling besar.
Dalam kasus biomaterial terjadinya pitting corrosion yaitu pada lubang sekrup
penyambung tulang yang terbuat dari stainless steel (Williams dan Williams,
2004)
Korosi Celah)
Korosi yang terjadi pada sambungan pipa atau bagian yang miskin oksigen
serta adanya pertukaran elektron dalam celah.
Diluar dari celah (katoda) kandungan oksigen dan pH lebih tinggi, tetapi
klorida lebih rendah. Akibat perbedaan konsentrasi oksigen terlarut antara
lokasi didalam celah dan diluar celah. Permukaan logam didalam celah
menjadi lebih anodik dibandingkan permukaan diluar celah.
Dalam lingkungan yang mengandung ion-ion Cl- kation logam yang larut
dalam celah mendorong migrasi Cl- kedalam celah dan membentuk senyawa
metal klorida (MCl). Di muka celah MCl terhidrolisis sesuai dengan reaksi :
2+ - + -
M + 2Cl + 2H2O M(OH)2 + 2H + 2Cl
+
Ion-ion H akan masuk ke dalam celah mengkompensasi ion positif yang
berpindah ke luar celah sehingga KEASAMAN DI DALAM CELAH
+ -
SEMAKIN MENINGKAT. Kandungan ion-ion H dan Cl yang tinggi
dalam celah ( mencegah pasivasi logam ( meningkatkan proses pelarutan
logam. Siklus tersebut berlangsung terus-menerus sehingga proses korosi
dalam celah berlangsung secara AUTOKATALITIK
Aplikasi korosi celah dalam bidang biomaterial seperti pada interface sendi
pinggul buatan dan interface pada sekrup/lubang di sambungan tulang
(Virtanen et al, 2008)
Korosi Galvanis
Daftar Pustaka
Smallman, R. E. dan Bishop, R. J., 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material. Edisi
Keenam. Erlangga, Jakarta.
Mirjalili, F., Hasmaliza, M., Luqman, C. 2011. Preparation of Nano Scale α-Al2O3 Powder by
the Sol Gel Method. Ceramics Silikaty. Vol. 55, No. 4, pp. 378-383.
Setyadi,P.2016.Sintesis dan Karakterisasi Zirkonia (ZrO2) dari Pasir Zirkon Belitung sebagai
Keramik.Skripsi.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas Negeri
Semarang
Setiadi,B dan Sulardjaka.2014.Kajian Sifat dan Mekanis Material Komposit dengan Matrik
AlSiMg Diperkuat dengan Serbuk SiC.Prosiding Snatif ke-1.Teknik Mesin.Universitas
Diponegoro
Vogel, 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganik Analysis, 5th ed., p.p.
257- 337, Longman Group Limited., London.