Anda di halaman 1dari 17

1.

3 Sifat Fisik dan Mekanis Biomaterial

Biomaterial secara umum adalah suatu material tak-hidup yang digunakan sebagai
perangkat medis dan mampu berinteraksi dengan sistem biologis (Hidayat, 2012).
Biomaterial dalam aplikasinya selalu menggunakan semua dari jenis material yaitu bisa
berupa logam, keramik, polimer, dan juga komposit. Material-material tersebut jika di
implantasikan ke dalam tubuh manusia akan menimbulkan suatu respon. Respon tersebut
terdiri dari ketoksikan suatu material, inert, resorbable, dan biokompatibel. Oleh sebab
itu, sifat fisik dan mekanis pada suatu material penting untuk dikaji guna mengetahui
jenis material yang sesuai untuk biomaterial. Sifat fisik suatu material merupakan sifat
yang berkaitan dengan keadaan fisik suatu benda seperti bentuk, warna, bau, kekerasan,
titik beku, titik didih, titik leleh, daya hantar, ukuran partikel, dan densitas atau dengan
kata lain sifat fisik suatu material berkaitan dengan fitur mikrostruktural internal dari
material tersebut (Kumar,2013). Sementara, sifat mekanis material merupakan sifat
ketahanan atau kekuatan suatu material ketika diberi gaya dari luar. Menurut Roeder
(2013) sifat mekanik biomaterial selalu dikaitkan dengan kemampuan material untuk
menegang maupun meregang ketika di implankan ke dalam tubuh. Berikut ini
penjelasan material yang sering digunakan pada biomaterial :

 Logam

Logam digunakan sebagai bahan biomaterial karena memiliki sifat kuat


(strength), ulet, dan Tangguh. Sementara untuk sifat mekanik dari logam dapat
dilihat melalui tabel dibawah ini :

Material Modulus Elastisitas (Gpa) Ketahanan (MPa)


Stainless Steel 190 241-448
Cobalt Alloy 210-232 207-310
Titanium Alloy 160-210 300-689

 Polimer
Polimer digunakan sebagai bahan biomaterial karena memiliki kelebihan yaitu
resipient, bioaktif, resorbable, dan mudah dibuat. Jenis polimer yang biasa
digunakan untuk biomaterial yaitu :

1. Polietilen

Merupakan plastik thermoplast dihasilkan dari reaksi gas etilen dengan


katalisator pada suhu dan tekanan tertentu (Yuniari, 2011). Sifat fisik
polietilen yaitu memiliki derajat kristalinitas 60-95% dan memiliki sifat
hydrophob

2. PMMA (Polymethyl Methacrylate)

PMMA biasa digunakan sebagai aplikasi pembuatan lensa mata dan


pembuat basis gigi tiruan resin. Sifat fisik PMMA dapat dilihat melalui
tabel dibawah ini :

Tabel ….. Sifat Fisika Polimetil Metakrilat (PMMA) (Universitas Sumut)

Sifat Fisika Value


Densitas 1.15-1.19 g/cm3
Penyerapan Air 0.3-2%
Moisture Absorption pada kesetimbangan 0.3-0.33%
Penyusutan pada saat pencetakan 0.003-0.0065 cm
Melt Flow 0.9-27 g/10 menit

3. UHMWPE (Ultra High Molecular Weight PolyEthilen)

UHMWPE biasa digunakan sebagai aplikasi pembuatan sendi buatan


(Hidayat, 2011). UHMWPE memiliki berat molekul 2000000 g/mol, titik
didih 430 OC, titik leleh 155 OC (Zhang dan Liang, 2017) Sifat mekanik
material polimer diatas dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini :

Tabel ….. Sifat Mekanik Material Polimer (Smallman, 2000)

Material Modulus Densitas Kekuatan Tarik


Elastisitas (g/cm3) (MPa)
(GPa)
Polietilen 0.9-1.6 0.952-0.965 26.2-33.1
PMMA 2.55 - 59
UHMWPE 0.8-1 0.930-0.945 19.3-21.0

 Keramik

Keramik digunakan sebagai bahan biomaterial karena memiliki kelebihan yaitu


sifatnya yang sangat biokompatibel, inert, modulusnya yang besar, kompresi
kekuatannya besar. Material keramik yang banyak digunakan sebagai bahan
biomaterial contohnya, hidroksiapatit, alumina, dan zirconia.

1. Hidroksiapatit

Hidroksiapatit (Ca10((PO4)6(OH)2) merupakan jenis mineral utama penyusun


tulang dan gigi. Sifat fisik hidroksiapatit yaitu : memiliki struktur kristal
heksagonal, berpori, rasio Calcium/Phospat 10/6 dan densitas 3.19 g/ml, titik
didih 1670 OC (Fatimah, 2016) Sementara sifat mekanis HidroksiApatit dapat
dilihat melalui tabel dibawah ini :

Tabel ….. Sifat Mekanik Hidroksiapatit

material Modulus Kekuatan Bending Kekerasan Rasio Densitas


(GPa) Tekan Strengh (VHN) Poisson (g/cm3)
(MPa) (MPa)
hidroksiapatit 40-117 294 147 3.43 0.27 3.16

2. Alumina

Aluminium Oksida (Alumina) adalah senyawa kimia dari aluminium dan


oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. sifat fisik alumina yaitu struktur pori,
daya tahan korosi tinggi (Mirjalili, 2011), dan titik lebur yang tinggi yakni
2053-2072 OC.

3. Zirkonia
Zirkonia (ZrO2) merupakan salah satu bentuk oksida dari logam zirconium
(Zr). Bahan ini merupakan bahan refraktori (bahan tahan panas), polimorf,
kerapatan dan kekerasan tinggi, serta biokompatibel, memiliki warna
bervariasi seperti putih bening, kuning kehijauan, coklat kemerahan, dan
gelap, densitas 4.6-5.8 g/cm3, titik lebur 2500 OC (Setyadi, 2016). Berikut ini
disajikan tabel sifat mekanis dari alumina dan zirconia.

Tabel ….. Sifat Mekanis Alumina Zirkonia (Smallman, 2000)

material Strength Ukuran butir Densitas Modulus


(MPa) (µ) (g/cm3) elastis (GPa)
Alumina 580 ≤ 1.8 3.98 380
Zirkonia 900 ≤ 0.5 6.00 210

 Komposit

Material komposit merupakan kombinasi dua atau lebih material yang berbeda,
dengan syarat adanya ikatan permukaan antara kedua material tersebut (Setiadi,
2014). Sifat dari komposit tergantung pada jenis paduan yang digunakan. Dalam
penelitian Sulardjaka dan setiadi (2013) digunakan paduan AlSiMg dengan
serbuk SiC memiliki sifat yaitu kekerasan matriks SiAlMg sebesar 75.15 HRB,
porositas 1.532%, dan kekuatan bending sebesar 351.444 MPa.

1.4 Korosi Biomaterial


1.4.1 Korosi Secara Umum

Korosi didefinisikan sebagai serangan yang merusak pada logam/paduan


akibat adanya reaksi kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Pada biomaterial,
korosi yang terjadi menyebabkan hilangnya fungsi integritas dan merubah struktur
material tersebut. Akibatnya, material akan cepat mengalami kelelahan, keausan,
kerusakan bahkan dapat menyebabkan reaksi alergi dan karsinogenis dalam tubuh
manusia (Hiromoto, 2010).

Oleh sebab itu, pemilihan material tahan korosi sangat penting dilakukan
untuk diterapkan sebagai material biomaterial. Biasanya paduan titanium, paduan
kobalt-krom, dan baja tahan karat digunakan sebagai implant ortopedi dan
kardiovaskular karena memiliki ketahanan korosi yang baik. Sementara untuk
bahan yang mudah mengalami korosi seperti magnesium dan besi biasanya
dimanfaatkan untuk bioabsorbable (biodegradable) dan perlu dikontrol secara
berkala dalam penggunaannya. Secara umum, mekanisme korosi pada material
(besi(Fe)) adalah sebagai berikut :

Fe (s) + H2O (l) + ½ O2 → Fe(OH)2 (s) ……………………………….…(1)


4Fe(OH)2 (s) + O2 (g) + 2H2O (l) → 4Fe(OH)3 (s) …...…….……………..(2)
2Fe(OH)3 (s) → Fe2O3 (s) + 3H2O …...………………………………….(3)
Ferri hidroksida yang terbentuk akan berubah menjadi Fe2O3 yang berwarna merah
kecoklatan yang biasa kita sebut karat (Vogel, 1979).

Material logam yang digunakan sebagai aplikasi sangat bervariasi. Dibawah


ini merupakan penjelasan mengenai material logam dan ketahanannya terhadap
korosi.

1) Alumunium
Logam aluminium mempunyai ketahanan korosi yang cukup baik pada
lingkungan atmosfir yang netral dan banyak digunakan untuk bingkai jendela serta
pintu pada bangunan, akan tetapi harus dihindari adanya air yang tergenang. Air
yang tergenang pada logam aluminium dapat merubah pH dimana akan
menyebabkan noda dan terkorosi.
Ketahanan korosi yang sangat baik oleh aluminium disebabkan oleh
adanya lapisan oksida tipis yang menempel sangat kuat di permukaannya (Al2O3).
Lapisan Al2O3 stabil pada lingkungan pH 4 s/d pH 9 (pasifasi) sehingga lapisan
tersebut dapat melindungi logam bagian dalam dari serangan korosi lanjutan,
namun aluminium dapat juga terkorosi dalam lingkungan yang agresif yaitu di luar
kisaran pH tersebut terutama suasana asam maupun basa.

2) Tembaga
Logam tembaga banyak digunakan pada atap rumah dan saluran
pembuangan di atap, pada saat terkorosi akan terbentuk ‘green patina’ di
permukaan logam. Besar laju korosi tembaga dalam lingkungan air yang
mengandung klorida dan sulfat bergantung pada konsentrasi NaCl, konsentrasi
CaSO4, ppm asam askorbat (AA) yang ditambahkan, serta lamanya interval waktu
pencelupan. Kebersamaan NaCl dan CaSO4 dalam lingkungan air ternyata sangat
mempengaruhi laju korosi tembaga. Dan pada umumnya laju korosi tembaga yang
diperoleh jauh lebih besar dibandingkan laju korosi tembaga pada lingkungan
masing-masing, yaitu lingkungan NaCl saja atau lingkungan CaSO4.

3) Zinc / Seng
Zinc sendiri secara alami memiliki ketahanan terhadap korosi pada kondisi
atmosferik. Zinc cenderung bersifat elektronegatif terhadap besi sehingga akan
berkorban untuk memproteksi. Ketahanan korosi logam zinc secara alami
merupakan hal yang penting terhadap coating zinc. Zinc termasuk logam yang
relative tahan terhadap korosi karena adanya lapisan tipis campuran dari oksida,
karbonat, hidroksida zinc yang melindungi logam di bawahnya.
Zinc memiliki daerah pasif untuk air tanpa adanya CO2. Untuk pH anatara
8,5-11, Zn akan bersifat pasir membentuk Zn(OH) 2. Ketika CO2 dibebaskan pada
media korosif maka daerah pasif menjadi lebih besar dimana dapat dicapai pada pH
6-11 karena terbentuknya lapisan film protective zinc carbonate dimana lapisan ini
kuat pada atmosfer perdesaan.

4) Silika
Silika dapat berfungsi sebagai inhibitor untuk mencegah korosi. Hasil uji
salt spray atau kabut garam, penambahan silika dapat meningkatkan ketahanan
korosi hal ini diperlihatkan tidak adanya lubang pada lapisan yang memungkinkan
adanya korosi dari baja.
Selain itu, silika pada pelapisan carbon steel berperan pada penurunan
laju korosi untuk carbon steel yang telah dilapisi silika. Arus yang ditransfer
menjadi turun dengan adanya hambatan berupa lapisan silika ini. Dengan semakin
turunnya arus ini menunjukkan bahwa semakin turun pula laju reaksi dalam hal ini
laju korosi terjadi sehingga ketahanan terhadap terjadinya korosi semakin besar.

5) Titanium
Sebagai contoh, muncullah material titanium dan titanium alloy untuk
aplikasi ortodontik, yang memiliki sifat tahan korosi dan sifat mekanik jauh lebih
baik dibanding stainless steel. Keunggulan titanium dibandingkan logam lain,
antara lain kekuatan tinggi, ringan (hanya 60 persen dari berat stainless steel).
Memiliki stabilitas kimiawi yang sangat baik, menghasilkan lapisan oksida (TiO 2)
sangat protektif pada permukaannya.
Titanium juga memiliki sifat biokompatibilitas yang lebih baik dibanding
logam lainnya. Meskipun titanium tahan terhadap korosi, namun saat lapisan oksida
stabil di permukaannya hilang atau tidak mampu untuk terbentuk kembali pada
permukaannya, maka titanium dapat terserang korosi.

6) Nikel
Nickel tahan korosi pada lingkungan alkali panas atau dingin dan
campuran alkali, larutan nonoxidizing iorganic, organic encer dan ketahanannya
dapat dinaikkan jika larutan tidak mengandung udara atau oksigen , serta tahan
pada suhu tinggi diatas 7000C di lingkungan udara.
Nikel tidak tahan korosi pada kondisi larutan oxidizing (HNO 3), Oxidizing
Salt (FeCl3, CuCl2, dan (K2Cr2O7), Ammonium hydroxide yang dicampur udara,
Alkaline hypoklorite, air laut, Sulfur atau lingkungan yang mengadung belerang
dengan suhu lebih dari 3150C (>6000F).
Nikel merupakan elemen yang tahan terhadap korosi suhu tinggi, sehingga
banyak digunakan untuk sudu turbin gas, ruang bakar, dan komponen-komponen
yang bekerja pada suhu tinggi. Nickel tidak bereaksi cepat dengan larutan asam
H2SO4 atau HCL, kecuali jika dalam larutan tersebut mengandung oksigen (O2).
Nickel yang dididihkan pada 50 % NaOH yang terkorosi sebanyak 0,06
gmd (0,0001 ipy). Nickel yang dimasukkan dalam larutan amonia encer yang
bercampur dengan udara, akan terurai menjadi Ni(NH3¿26 +¿¿ komplek yang
merupakan bentuk dari produk korosi. Pada larutan hypoclorite juga akan terkorosi
dengan bentuk korosi berlubang-lubang dan memberi endapan berbentuk gunung
kecil sebagai penghambat sodium silicate. Pada Nickel tidak akan terjadi retakan
korosi tegangan (SCC= Stress Corrosin Cracking), kecuali sebelumnya dicelupkan
pada konsentrasi alkali kuat atau dilebur dalam alkali.

7) Timbal
Lead adalah metal bersifat aktif dalam Emf series, bersifat passive dalam
media sangat korosif, lead tidak dapat dilarutkan kedalam bahan H 2SO4, HF, H3PO4
dan H2CrO4. Dalam larutan ini ketahanan korosi terjamin baik denfan kecepatan
korosi yang relatif rendah pada dibandingkan dengan yang lain. Lead digunakan
pada industri kimia dan pipa. Lead tidak tahan korosi pada , HNO 3 kurang dari 70
%, Hel, Konsentrasi H2SO4 lebih dari 96 % pada suhu kamar, Alkalie, gas HF,
Larutan organic.
Lead tahan korosi pada Larutan kurang dari 96% H2SO4, dalam suhu
kamar, laju korosi rata-rata kurang dari 2 mpy (< 0,08 % H 2SO4, kurang dari 0,08
mm/y (0,003 ipy) pada 20 % H2SO4 kurang dari pada 60 – 65 % H 3PO4 panas atau
dingin, H2CrO4 , HF, H2SO3, Didalam air laut, Chlorine basah atau kering, Br2
basah dengan suhu rendah, SO2, SO3, H2S laju korosiny hanya 0,01 mm/y (0,0005
ipy).
1.4.2 Tipe-Tipe Korosi pada Material

 Seragam (Uniform)

Korosi yang terjadi menyeluruh di permukaan logam. Korosi jenis ini lebih
mudah di deteksi (dilihat)

Gambar 1. Korosi merata

Pada korosi merata, seluruh permukaan logam yang terekspose dengan


lingkungan, terkorosi secara merata. Jenis korosi ini mengakibatkan rusaknya
konstruksi secara total. Korosi jenis ini berlangsung pada seluruh permukaan
logam/paduan yang terpapar (terbuka) ke lingkungan korosif dengan laju korosi
yang kurang lebih sama. Proses anodik dan katodik terdistribusi secara merata
pada permukaan logam. (Kambuna, 2019)
 Localized Corrosion

Korosi yang tejadi pada bagian tertentu, biasanya jenis korosi ini sulit di deteksi
karena ukurannya mikro (sangat kecil).

Gambar 2. Mekanisme Korosi Lokal (Davoodi, 2007)

Berdasarkan gambar diatas, mekanisme yang terjadi pada korosi local adalah
sebagai berikut :

(a) Terjadi Proses katodik reduksi oksigen insoluble intermetallic particles


(IMPs) dalam hal ini adalah AlFe3 dan proses alkalisasi di sekitarnya

(b) Pemecahan matriks aluminium dan pembentukan rongga di sekitar AlFe3,


mengakibatkan akumulasi ion Al3+ dan hidrolisis kedalam rongga sehingga
menciptakan suasana asam dalam rongga

(c) IMPs yang belum membentuk rongga asam akan diserang oleh bagian yang
telah membentuk rongga yaitu dengan menghentikan proses anodic dan
meneruskan proses katodik untuk mendukung pembentukan rongga asam pada
bagian tersebut.

(d) IMPs yang telah dikelilingi rongga lama-kelamaan akan lepas dari matriks
sehingga menyebabkan lubang pada permukaan paduan

 Pitting corrosion (Korosi Sumuran)

Gambar 5. Mekanisme pitting corrosion

 Diawali dengan kerusakan selaput pasif protektif pada permukaan logam


akibat interaksi dengan ion-ion agresif atau erosi oleh aliran fluida yang
mengandung partikel-partikel padat.
 Kerusakan selaput pasif berlangsung setempat (localized) pada lokasi-lokasi

-
dimana akumulasi ion-ion agresif misalnya Cl paling besar.

 Pelarutan selaput protektif selanjutnya akan diikuti oleh pelarutan logam


pada bagian-bagian yang selaput pasifnya telah larut
-
 kation logam yang telah larut, kemudian menarik ion-ion Cl ke dalam
sumuran. Misalnya untuk baja akan berlangsung reaksi sebagai berikut:
2+ - + -
Fe + 2Cl + 2H O ( Fe (OH) + 2H + 2Cl
2 2
+
Dengan terbentuknya ion-ion H sumuran menjadi semakin asam sehingga
proses pelarutan logam menjadi semakin meningkat. Siklus ini berlangsung
terus-menerus sehingga sumuran tumbuh semakin LEBAR atau DALAM
dengan mekanisme autokatalitik.

 Pitting corrosion dapat diprediksi dengan melihat nilai potensial kritisnya


(Epit). Nilai potensial ini menunjukkan ketahanan suatu logam terhadap
serangan pitting corrosion. Apabila suatu logam/ paduan telah melewati
potensial kritis, maka selaput pasif pelindung korosi akan pecah dan korosi
akan terjadi. selain itu, pitting corrosion juga dapat diprediksi secara
elektrokimia dengan pengukuran potensiodinamik sesuai dengan ASTM G
61-A. Berikut ini tabel nilai potensial kritis pitting corrosion beberapa
paduan logam

Tabel 1. Nilai Potensial Kritik beberapa paduan logam

*) makin tinggi (Epit) makin tahan terhadap serangan pitting corrosion


(Kambuna, 2019)

Dalam kasus biomaterial terjadinya pitting corrosion yaitu pada lubang sekrup
penyambung tulang yang terbuat dari stainless steel (Williams dan Williams,
2004)
 Korosi Celah)

Gambar 6. Mekanisme crevice corrosion

 Korosi yang terjadi pada sambungan pipa atau bagian yang miskin oksigen
serta adanya pertukaran elektron dalam celah.

 Korosi jenis ini dimulai oleh perbedaan konsentrasi beberapa kandungan


kimia (biasanya oksigen) yang membentuk konsentrasi sel elektrokimia
(perbedaan sel aerasi dalam kasus oksigen).

 Diluar dari celah (katoda) kandungan oksigen dan pH lebih tinggi, tetapi
klorida lebih rendah. Akibat perbedaan konsentrasi oksigen terlarut antara
lokasi didalam celah dan diluar celah. Permukaan logam didalam celah
menjadi lebih anodik dibandingkan permukaan diluar celah.

 Dalam lingkungan yang mengandung ion-ion Cl- kation logam yang larut
dalam celah mendorong migrasi Cl- kedalam celah dan membentuk senyawa
metal klorida (MCl). Di muka celah MCl terhidrolisis sesuai dengan reaksi :

2+ - + -
M + 2Cl + 2H2O  M(OH)2 + 2H + 2Cl

+
Ion-ion H akan masuk ke dalam celah mengkompensasi ion positif yang
berpindah ke luar celah sehingga KEASAMAN DI DALAM CELAH

+ -
SEMAKIN MENINGKAT. Kandungan ion-ion H dan Cl yang tinggi
dalam celah ( mencegah pasivasi logam ( meningkatkan proses pelarutan
logam. Siklus tersebut berlangsung terus-menerus sehingga proses korosi
dalam celah berlangsung secara AUTOKATALITIK

Aplikasi korosi celah dalam bidang biomaterial seperti pada interface sendi
pinggul buatan dan interface pada sekrup/lubang di sambungan tulang
(Virtanen et al, 2008)

 Korosi Galvanis

Gambar …… Korosi Galvanis


Korosi galvanis yaitu korosi yang terjadi akibat perbedaan beda potensial
atara logam didalam media elektrolit yang sama. Perbedaannya hanya ada pada
media elektrolitnya saja. Banyak pendapat mengatakan jika korosi ini lahir akibat
pencegahan korosi dengan metoda pelapisan. Logam yang digunakan sebagai
pelapis mempunyai beda potensial terhadap logam yang di proteksi sehingga
dengan adanya media elektrolit yang mengakibatkan terjadinya peristiwa
elektrokimia dimana elektron mengalir dari metal kurang mulia (Anodik) menuju
metal yang lebih mulia (katodik), akibatnya metal yang kurang mulia berubah
menjadi ion-ion positif karena kehilangan electron. Pada korosi galvanis ini di
bidang biomaterial biasanya pada bidang gigi yang menggunakan paduan logam
mulia kemudian dalam kasus sendi buatan yaitu paduan titanium alloy dan kobalt-
krom (Hiromoto, 2010)

Daftar Pustaka

Hidayat, N.N.2012. Sintesis dan Karakterisasi Sifat Makroskopik Nano-Komposit. Skripsi.


Universitas Airlangga

Khumar, T.S.S.2013. Physical and Chemical Characterization of Biomaterials. Book chapter 2.


Department of Metallurgical and Materials Engineering. Indian Institute of Technology
Madras.India

Roeder, R.K.2013.Mechnical Characterization of Biomaterials.Book chapter 3. Department of


Aerospace and Mechanical Engineering. University of Notre Dame USA
Yuniari,A.2011.Morfologi dan Sifat Fisika Polipaduan Low Density Polyethylene-Pati
Tergrafting Maleat Ahidrat.Jurnal Riset Industri. Vol V No 3 hal 239-247.

Zhang, H dan Liang, Y. 2017. Extrussion Processing of Ultra-High Molecular Weight


Polyethylene.books

Fatimah, D.A.2016.Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatis Sebagai Fase Diam Kolom


Kromatografi Untuk Pemurnian Fikobiliprotein Oscillatoria sp.skripsi.Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas Lampung

Smallman, R. E. dan Bishop, R. J., 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material. Edisi
Keenam. Erlangga, Jakarta.

Mirjalili, F., Hasmaliza, M., Luqman, C. 2011. Preparation of Nano Scale α-Al2O3 Powder by
the Sol Gel Method. Ceramics Silikaty. Vol. 55, No. 4, pp. 378-383.

Setyadi,P.2016.Sintesis dan Karakterisasi Zirkonia (ZrO2) dari Pasir Zirkon Belitung sebagai
Keramik.Skripsi.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas Negeri
Semarang

Setiadi,B dan Sulardjaka.2014.Kajian Sifat dan Mekanis Material Komposit dengan Matrik
AlSiMg Diperkuat dengan Serbuk SiC.Prosiding Snatif ke-1.Teknik Mesin.Universitas
Diponegoro

Hiromoto,S.2010.Corrosion of Metallic Biomaterials.Books Chapter 4. National Institute for


Materials Science.JAPAN

Vogel, 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganik Analysis, 5th ed., p.p.
257- 337, Longman Group Limited., London.

Davoodi, A.2007. Mechanistic Studies of Localized Corrosion of Al alloys by High Resolution


in-situ and ex situ Probing Tecniques. KTH Chemical Science and Engineering. Royal
Intitute of Technology. Stockholm

Kambuna, B.N.2019.Bentuk-Bentuk Korosi. Bahan Ajar Teknik Metalurgi. Universitas Sultan


Ageng Tirtayasa.

Williams D F and Williams R L (2004). Degradative effects of the biological environment


on metals and ceramics. in Ratner B D. Hoffman A S, Schoen F J and Lemons J
E, Biomaterials Science: An Introduction to Materials in Medicine. Second Edition,
San Diego. Elsevier 430–439.

Virtanen S, Milosev I, Gomez-Barrena E, Trebse R, Salo J and Konttinen Y T.2008.


Special modes of corrosion under physiological and simulated physiological conditions.
Acta Biomaterialia. 4, 468–476.

Anda mungkin juga menyukai