Anda di halaman 1dari 23

PANDUAN PEMBERIAN EDUKASI PELAYANAN KESEHATAN WARGA USIA LANJUT DI

MASYARAKAT BERBASIS RUMAH SAKIT

RUMAH SAKIT ANNISA TANGERANG


DAFTAR ISI

Halaman Judul
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang
Definisi/Batasan
BAB II Ruang Lingkup
BAB III Tata Laksana
Umum
Rencana Edukasi Pasien dan Keluarga
Edukasi Pasien dan Keluarga di Rawat Inap
Edukasi Pasien dan Keluarga di Rawat Jalan
Edukasi Pasien dan Keluarga di Rawat Inap dan Rawat Jalan yang Dilaksanakan Secara
Penyuluhan Kelompok
Petugas
Metode
Media atau Sarana Informasi
Form Edukasi Pasien dan Keluarga
Langkah-Langkah Pemberian Edukasi
Masalah Kesehatan pada Usia Lanjut
1. Penyakit yang sering dijumpai pada usia lanjut
2. Sindrom Geriatri
3. Masalah Gizi pada Usia Lanjut
4. Masalah Kesehatan Mental
5. Masalah Kesehatan Gigi dan Mulut
6. Masalah Kesehatan Reproduksi
7. Pelayanan Rehabilitasi Medik untuk Usia Lanjut di Rumah Sakit
8. Aktivitas Fisik dan Latihan Fisik pada Usia Lanjut
9. Perawatan Usia Lanjut di Rumah (Home Care)
Dokumentasi
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas
2. Geriatri adalah cabang disipilin ilmu kedokteran yang mempelajari aspek kesehatan pada warga
Usia Lanjut termasuk pelauyanan kesehatan kepada Usia Lanjut dengan mengkaji semua aspek
kesehatan berupa promosi, pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan rehabilitasi
3. Psikogeriatri adalah cabang dari ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa
yang menyangkut aspek promotive, preventif, kuratif, dan rehabilitative serta masalah psikososial
yang menyertai usia lanjut
4. Pasien Geriatri adalah pasien usia lanjut dengan multi penyakit dan/atau gangguan akibat
penurunan fungsi organ, psikologi, social, ekonomi, dan lingkungan yang membutuhkan
pelayanan kesehatan secara terpadu dengan pendekatan multidisiplin yang bekerja secara disiplin
5. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat
6. Hendaya adalah kondisi kemunduran seseorang akibat adanya ketunaan/kelainan dan/atau
ketidakmampuan yang membatasinya dalam memenuhi peran sosialnya yang normal menurut
umur, jenis kelamin serta factor social, ekonomi, dan budaya
7. Rehabilitasi Medik adalah pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan fungsi yang
diakibatkan oleh keadaan/kondisi sakit, penyakit ataupun cedera melalui paduan intervensi
medik, keterapian fisik, rehabilitative, biopsikososial dan edukasional untuk mencapai
kemampuan fungsional yang optimal
8. Status fungsional adalah kemampuan untuk mempertahankan kemandirian dan untuk melakukan
aktivitas dalam kehidupan sehari-hari
9. Multidisiplin adalah berbagai disiplin atau bidang ilmu yang secara Bersama-sama menangani
penderita dengan berorientasi pada ilmunya masing-masing
10. Interdisiplin adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh berbagai disiplin/bidang ilmu yang
saling terkait dan bekerja sama dalam penanganan pasien yang berorientasi pada kepentingan
pasien
11. Tim terpadu geriatric adalah tim multidisiplin yang bekerja secara interdisiplin untuk menangani
masalah kesehatan usia lanjut dengan prinsip tata kelola pelayanan terpadu dan paripurna dengan
mendekatkan pelayanan kepada pasien usia lanjut
12. Pelayanan kesehatan warga usia lanjut di masyarakat. Community based geriatric service, adalah
masyarakat diupayakan berperan serta dalam menangani kesehatan para warga usia lanjut, setelah
diberikan pelatihan dan penambahan pengetahuan secukupnya dengan berbagai cara antara lain
ceramah, symposium, lokakarya dan penyuluhan-penyuluhan
13. Pelayanan kesehatan warga usia lanjut berbasis rumah sakit adalah layanan geriatric yang
dilaksanakan di rumah sakit yang bertugas membina warga usia lanjut yang berada di
wilayahnya, baik secara langsung atau tidak langsung melalui pembinaan pada Puskesmas yang
berada di wilayah kerjanya. “Transfer of knowledge” berupa lokakarya, symposium, ceramah-
ceramah baik kepada tenaga kesehatan, ataupun kepada awam perlu dilaksanakan serta rumah
sakit harus selalu bersedia bertindak sebagai rujukan dari layanan kesehatan yang ada di
masyarakat.
BAB III
TATALAKSANA

3.1 Umum
Pendidikan pasien dan keluarga pasien diperlukan agar pemberian pelayanan kesehatan pasien di
rumah sakit dapat berjalan lancer sesuai rencana tatalaksana penyakitnya. Pendidikan yang
dilaksanakan meliputi :
1. Pendidikan pasien dan keluarga pasien yang berhubungan dengan pelayanan pasien, yaitu
Pendidikan yang diberikan tentang penggunaan obat dan peralatan medis yang aman, potensi
interaksi obat dengan makanan, pedoman nutrisi, manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi
2. Pendidikan dan pelatihan pasien dan keluarga untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan
berkelanjutan, yaitu Pendidikan dan pelatihan bagi pasien dan keluarga, agar mereka dapat
memenuhi kesehatan selanjutnya setelah pulang perawatan.
3. Verifikasi hasil edukasi, dalam hal ini edukasi yang sudah diberikan diverifikasi apakah pasien
dan keluarga mengerti dan memahami Pendidikan yang diberikan
4. Pemberian pendidikan secara kolaboratif, yaitu bila ada indikasi pemberian pendidikan oleh
beberapa disiplin ilmu atau bagian terhadap pasien yang sama.
5. Sebelum pendidikan pasien dan keluarga dilaksanakan, pasien dan keluarga diasesmen
mengenai kebutuhan, materi pendidikan, dan tingkat kemampuan serta kemauan belajar
mereka, agar tujuan pendidikan tersebut tercapai. Untuk melaksanakan pendidikan pasien dan
keluarga diperlukan mekanisme dan system pencatatan di setiap departemen/instalasi Rumah
Sakit.

3.2 Rencana Edukasi Pasien dan Keluarga


1. Setiap pasien geriatri dan keluarga yang berobat di RS Annisa harus mendapatkan pendidikan
yang materinya disesuaikan dengan penyakitnya dan layanan kesehatan yang akan diberikan.
2. Sebelum memberikan pendidikan pasien dan keluarga, dilakukan asesmen kebutuhan
pendidikan, dalam hal ini pendidikan apa yang akan diberikan sesuai dengan penyakitnya, dan
asesmen kemampuan serta kemauan belajarnya, keyakinan dan nilai-nilai, kemampuan
membaca, tingkat pendidikan, dan bahasa yang digunakan, hambatan emosional dan motivasi,
keterbatasan fisik dan kognitif serta kesediaan pasien untuk menerima informasi.
3. Data ini digunakan dalam merencanakan teknik apa yang akan digunakan dalam pendidikan
pasien dan keluarga agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
4. Masyarakat diupayakan berperan serta dalam menangani kesehatan para warga usia lanjut,
setelah diberikan pelatihan dan penambahan pengetahuan secukupnya dengan berbagai cara
antara lain ceramah, symposium, lokakarya, dan penyuluhan-penyuluhan. Hal ini merupakan
pelayanan kesehatan warga usia lanjut di masyarakat (Community Based Geriatric Service)
5. Pelayanan kesehatan warga usia lanjut berbasis rumah sakit (Hospital Based Community
Geriatric Service). RS Annisa yang telah melakukan layanan geriatric bertugas membina warga
usia lanjut yang berada di wilayahnya, baik secara langsung atau tidak langsung melalui
pembinaan pada Puskesmas yang berada di wilayah kerjanya. “Transfer of knowledge” berupa
lokakarya, symposium, ceramah-ceramah baik kepada tenaga kesehatan ataupun kepada awam
perlu dilaksanakan. Di lain pihak, rumah sakit harus selalu bersedia bertindak sebagai rujukan
dari layanan kesehatan yang ada di masyarakat.

3.3 Edukasi Pasien dan Keluarga di Rawat Inap


1. Setiap pasien geriatric dan keluarga rawat inap yang baru masuk rumah sakit berhak
mendapatkan informasi yang lengkap mengenai peraturan rumah sakit, fasilitas dan cara
penggunaannya, penyakitnya, pemeriksaan, terapi (obat, diet, dan terapi lainnya), perawatan,
keamanan pasien/pencegahan infeksi dan pelayanan kesehatan lain yang diperlukan oleh
pasien.
2. Setiap pasien geriatric dan keluarga rawat inap selama perawatan berhak mendapatkan edukasi
mengenai perkembangan penyakit, prognosis, pemeriksaan lanjut, tindakan medis, perubahan
terapi, terapi lanjutan (obat, diet, dan terapi lainnya), perawatan lanjutan dan pelayanan
lanjutan kesehatan lain yang diperlukan oleh pasien. Diberikan sesuai dengan situasi dan
keadaan perkembangan penyakit pasien.
3. Setiap pasien geriatric dan keluarga rawat inap yang akan pulang atau persiapan pulang berhak
mendapatkan pendidikan mengenai kondisi penyakit pasien saat pulang, terapi (obat. diet,
terapi lainnya) yang akan dilanjutkan di rumah, data-data yang dibawa pulang dan
kegunaannya, pemeriksaan/control selanjutnya, kebutuhan home visite jika diperlukan.
4. Pendidikan/edukasi pada pasien geriatric dengan penurunan kesadaran diberikan kepada orang
tua, anak pasien, keluarga atau penanggung jawab pasien.
5. Edukasi dan dukungan psikologis diberikan kepada pasien geriatric dengan penyakit kronis,
pasien terminal, pasien dalam pengobatan kemoterapi, pasien dalam kegawatan/intensif
6. Dokumentasi pemberian pendidikan/edukasi dicatat pada form catatan edukasi terintegrasi
(Rawat Inap).
3.4 Edukasi Pasien dan Keluarga di Rawat Jalan (Individu)
1. Setiap pasien geriatric dan keluarga rawat jalan mendapatkan pendidikan/edukasi tentang
pelayanan kesehatan di rumah sakit (sesuai dengan penyakitnya)
2. Setiap pasien geriatric dan keluarga rawat jalan mendapatkan pendidikan/edukasi tentang
penyakitnya dengan jelas
3. Setiap pasien geriatric dan keluarga pasien mendapatkan penjelasan mengenai terapi/tindakan
medis, pengobatan, dan diet sesuai dengan penyakitnya
4. Dokumentasi pemberian edukasi di Rawat Jalan dicatat pada form Catatan Klinik (Rawat
Jalan)

3.5 Edukasi Pasien Geriatri dan Keluarga di Rawat Inap dan di Rawat Jalan yang dilaksanakan Secara
Penyuluhan Kelompok
1. Setiap pasien geriatric dan keluarga pasien di rawat inap mendapatkan penyuluhan/edukasi
tentang masalah kesehatan, penyakit, cara pencegahan, dan pengobatan/penatalaksanaan yang
ada di rumah sakit yang dapat dilakukan dengan penyuluhan kelompok di ruangan tertentu.
2. Dokumentasi pemberian penyuluhan/edukasi di Rawat Inap yang dilaksanakan penyuluhan
kelompok dicatat pada buku registrasi penyuluhan.

3.6 Petugas
1. Petugas kesehatan yang mempunyai wewenang untuk memberikan informasi dan edukasi
adalah semua petugas yang kompeten sesuai dengan keilmuannya memiliki sertifikat pelatihan
komunikasi efektif.
2. Pendidikan/Edukasi pasien dan keluarga diberikan secara kolaboratif oleh multidisiplin ilmu
yang terlibat dalam perawatan pasien dimana mereka yang memberikan penyuluhan memiliki
pengetahuan tentang materi sesuai kebutuhan pasien, keterampilan komunikasi yang baik dan
waktu yang cukup untuk melakukannya.
3. Pendidikan/Edukasi pasien dan keluarga dilaksanakan oleh Dokter Umum, Dokter Spesialis,
Perawat/Bidan, Ahli Gizi/Nutrisionis, Apoteker/Asisten Apoteker, Dokter Rehabilitasi Medik,
Rohaniawan, dan tenaga kesehatan lainnya.

3.7 Metode
Perencanaan metode dan media yang digunakan untuk pemberian informasi dan edukasi kepada
pasien dan keluarga dapat disesuaikan dengan sasaran. Metode yang dimaksud disini adalah
metode komunikasi. Baik pemberdayaan, bina usaha, maupun advokasi. Pemilihan metode harus
dilakukan secara cermat dengan memperhatikan kemasan informasi, keadaan penerima informasi,
ruang, dan waktu.
1. Metode yang digunakan untuk penyuluhan kelompok : ceramah dan tanya jawab
2. Metode yang digunakan untuk penyuluhan individu : ceramah, tanya jawab, diskusi, dan
demonstrasi

3.8 Media atau Sarana Informasi


Media yang digunakan dalam pemberian edukasi pasien dan keluarga bisa berupa :
1. Lembar balik
2. Laptop, LCD, power point
3. Pantom (alat peraga)
4. Poster
5. Leaflet

3.9 Form Edukasi Pasien dan Keluarga


Pemberian edukasi pasien dan keluarganya dicatat secara terintegrasi/seragam oleh semua staf dan
disimpan dalam rekam medis pasien. Form terintegrasi yang terkait dengan pendidikan pasien dan
keluarga pasien yaitu :
1. Form assessment (Pengkajian kebutuhan pendidikan/komunikasi dan pengajaran)
2. Form edukasi terintegrasi (Rawat Inap)
3. Form catatan klinik (Rawat Jalan)

3.10 Langkah-Langkah Pemberian Edukasi


1. Asesmen/pengkajian kebutuhan komunikasi/pendidikan dan pengajaran
a. Rumah sakit memberikan informasi dan edukasi yang mendukung partisipasi pasien
geriatric dan keluarganya dalam keputusan perawatan dan proses keperawatan.
b. Sebelum edukasi dilakukan, kepada setiap pasien geriatric harus dikaji dan diidentifikasi
kekuatan atau kekurangannya dalam pengetahuan, keterampilan terkait dengan penyakit
dan kondisi pasien yang sedang dialami hal ini penting untuk dipertimbangkan dalam
perencanaan edukasi agar pelaksanaannya efektif dan efisien. Adapun elemen yang harus
dikaji :
1) Kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut pasien dan keluarga
2) Kemampuan pasien membaca dan menulis, tingkat pendidikan dan bahasa yang
dikuasai
3) Hambatan emosional dan motivasi
4) Keterbatasan fisik dan kognitif
5) Kesiapan pasien untuk menerima informasi dan edukasi
c. Proses asesmen kebutuhan komunikasi/pendidikan dan pengajaran pasien di RS Annisa
dilaksanakan dengan efektif sehingga dapat menghasilkan keputusan tentang pengobatan
pasien yang harus segera dilakukan dan kebutuhan pengobatan lanjutan untuk emergensi,
efektif, atau pelayanan terencana, bahkan ketika kondisi pasien berubah
d. Proses asesmen pasien adalah proses yang terus menerus yang digunakan pada sebagain
besar unit kerja rawat inap dan rawat jalan di RS Annisa dan dicatat pada form pengkajian
keperawatan rawat inap dan rawat jalan.
e. Kebutuhan pendidikan pasien dan keluarga diidentifikasi pada saat melakukan pengkajian
awal pasien termasuk kebutuhan sarana dan prasarana
f. Proses asesmen pada pasien anak-anak dan pasien dengan penurunan kesadaran dilakukan
kepada orangtua pasien, keluarga atau penanggung jawab pasien

2. Perencanaan edukasi
Hasil asesmen kebutuhan pendidikan dicatat dalam rekam medis. Sistem pencatatan dilakukan
oleh seluruh staf. Data ini digunakan dalam merencanakan teknik apa yang akan digunakan
dalam pemberian informasi dan edukasi agar tujuan pendidikan dapat dicapai.
a. Perencanaan sumber daya manusia
Petugas kesehatan yang mempunyai wewenang untuk memberikan informasi dan edukasi
adalah semua petugas yang kompeten sesuai dengan keilmuannya memiliki sertifikat
pelatihan komunikasi efektif.
b. Waktu yang digunakan
Pelaksanaan pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga direncanakan
setelah pasien dilakukan asesmen pada 1x24 jam, apabila telah dilakukan asesmen dan
diketahui kebutuhan edukasinya, maka penanggung jawab ruangan dapat berkolaborasi
dengan petugas kesehatan lain (edukasi terintegrasi). Lamanya waktu penyuluhan
disesuaikan dengan kebutuhan, serta situasi dan kondisi pasien maksimal 15 menit.

3. Pelaksanaan edukasi
a. Pasien dan keluarga diajarkan tentang proses memberikan informed consent.
b. Pasien dan keluarga diajarkan tentang bagaimana berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan terkait pelayanannya.
c. Pasien dan keluarga diberikan informasi tentang kondisi kesehatannya, dan diagnose yang
pasti.
d. Selama dirawat pasien minimal mendapatkan informasi dan edukasi yang meliputi :
1) Penyakit pasien
2) Perawatan pasien
3) Penggunaan obat-obatan yang aman
4) Penggunaan peralatan medis yang aman
5) Potensi interaksi antar obat-obatan dan makanan
6) Pedoman diet dan nutrisi
7) Manajemen nyeri serta teknik-teknik rehabilitasi
e. Petugas kesehatan dapat melakukan edukasi terintegrasi apabila diperlukan
f. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang hak untuk berpartisipasi pada proses
pelayanan
g. Petugas kesehatan melakukan teknis atau cara untuk mendorong pasien atau keluarga untuk
bertanya dan memberi pendapat sebagai peserta aktif pada saat dilakukan pemberian
informasi dan edukasi.
h. Petugas kesehatan yang melaksanakan pemberian informasi dan edukasi memberikan
media berupa leaflet yang berisi materi yang telah disampaikan kepada pasien dan keluarga
dalam upaya peningkatan pemahaman terhadap materi yang telah disampaikan
i. Pelaksanaan edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga dicatat secara terintegrasi
oleh seluruh staf terkait
j. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam upaya mendukung kebutuhan pasien dan
sebagai upaya promosi kesehatan rumah sakit di komunitas, apabila diperlukan pasien
dapat dirujuk ke sumber-sumber yang tersedia di komunitas.

4. Evaluasi
Setelah melakukan Informasi dan Edukasi pada pasien geriatric dan keluarga perlu dilakukan
verifikasi untuk mengetrahui pemahaman pendidikan yang diberikan, yang dinyatakan dengan
cara :
a. Pasien dan keluarga diberi kesempatan untuk bertanya jika masih ada yang kurang jelas
b. Pasien dan keluarga diminta untuk mengulang edukasi yang telah diberikan
c. Apabila pasien dan keluarga sudah mengerti edukasi yang diberikan oleh petugas maka
pasien dan keluarga harus menandatangani formulir yang sudah disediakan
d. Apabila pasien dan keluarga masih belum memahami edukasi yang diberikan maka pasien
dan keluarga berhak untuk mendapatkan re-edukasi kembali.

5. Membuat laporan hasil pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi kepada Kepala Rumah
Sakit
Semua kegiatan pemberian informasi dan edukasi kepada pasien didokumentasikan di dalam
rekam medik pasien. Adapun pelaporan pelaksanaan pemberian informasi dan edukasi
dikoordinir oleh unit promosi kesehatan rumah sakit yang terdiri dari pelaporan dari seluruh
unit yang melaksanakan pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga.

3.11 Masalah Kesehatan pada Usia Lanjut


1. Penyakit yang Sering Dijumpai pada Usia Lanjut
Salah satu permasalahan yang dihadapi di usia lanjut adalah masalah kesehatan akibat proses
penuaan, terjadinya kemunduran fungsi sel-sel tubuh (degenerative) dan menurunnya fungsi
system imun tubuh sehingga muncul penyakit-penyakit degenerative, gangguan gizi
(malnutrisi) penyakit infeksi, masalah kesehatan gizi dan mulut dan lain-lain. Beberapa
penyakit yang sering dijumpai pada usia lanjut sebagai berikut :
a. Pneumonia
Gejala awal berupa penurunan nafsu makan, keluhan akan terlihat seperti dyspepsia.
Keluhan lemas dan lesu akan mendominasi disertai kehilangan minat. Pada keadaan lebih
lanjut akan terjadi penurunan kemampuan melakukan aktivitas kehidupan dasar (ADL)
sampai imonilisasi; dan akhirnya pasien akan mengalami kondisi acute confusional state.
Selain itu, pasien juga dapat muncul ke hadapan dokter dengan keluhan utama instabilitas
postural atau jatuh, jadi perlu diperhatikan bahwa gejala pneumonia pada usia lanjut tidak
selalu berupa batuk, demam, dan sesak napas. Dokter dan tenaga kesehatan lain perlu
mewaspadai hal tersebut. Dalam pemeriksaan laboratorium juga sering kali tidak muncul
leukositosis namun hanya berupa peningkatan persentase sel segmen.
Pemeriksaan jasmani yang teliti akan membantu menegakkan diagnosis dengan
ditemukannya perubahan kesadaran, mungkin ada tanda-tanda dehidrasi, dan tentu adanya
ronki basah pada auskultasi paru-paru. Dalam pengelolaannya, selain memberikan
antibiotic yang adekuat, intervensi gizi yang memadai, serta rehidrasi yang cukup, perlu
pula dipertimbangkan untuk merujuk pasien ke rumah sakit (sesuai indikasi) agar dapat
dikelola lebih intensif. Pengeluaran dahak yang sulit merupakan salah satu alas an mengapa
pasien perlu dirawat di rumah sakit. Tindakan fisioterapi dada, inhalasi, drainase postural,
serta melatih batuk yang efisien merupakan beberapa contoh mengapa rumah sakit dapat
berperan lebih besar.
b. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
PPOK dapat disebabkan oleh beberapa penyakit; namun demikian apapun penyebabnya
harus diupayakan agar pasien terhindar dari eksaserbasi akut. Beberapa faktor risiko yang
meningkatkan kemungkinan eksaserbasi antara lain infeksi saluran pernapasan oleh bakteri
banal maupun virus influenza. Gangguan menelan, tersedak, higienitas gigi mulut yang
buruk akan meningkatkan resiko masuknya kuman ke saluran napas. Perawatan saluran
napas yang baik dengan latihan napas, sekaligus juga latihan batuk dan fisioterapi dada
akan bermanfaat mempertahankan dan meningkatkan faal pernapasan.
Penghentian merokok, perawatan gigi mulut teratur dan pengendalian asma juga
bermanfaat menurunkan resiko kekambuhan. Penggunaan obat-obatan pada PPOK yang
dibutuhkan antara lain : bronkodilator, dianjurkan dalam bentuk inhalasi kecuali pada
eksaserbasi dapat menggunakan sediaan oral atau sistemik, mukolitik diberikan bilamana
terdapat dahak yang lengket dan kental, antibiotic tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang dalam rangka pencegahan eksaserbasi, penggunaan antitusif secara rutin
merupakan suatu kontra indikasi pemberian.
c. Gagal Jantung Kongestif
Hipertensi dan penyakit jantung coroner serta kardiomiopati diabetikum merupakan
penyebab gagal jantung tersering pada usia lanjut. Gagal jantung dapat dicetuskan oleh
infeksi yang berat terutama pneumonia, oleh sebab itu semua faktor yang meningkatkan
resiko pneumonia harus diminimalkan. Karena pengobatannya kompleks maka sangat
perlu mewaspadai efek interaksi di antara obat-obatan yang digunakan. Hati-hati terhadap
efek hyponatremia dan hypokalemia akibat penggunaan furosemide sehingga pemantauan
kadar elektrolit berkala (setiap 1 hingga 2 bulan) akan membantu mencegah
ketidakseimbangan elektrolit. Captopril yang diberikan dalam jangka waktu lama tetap
mengandung resiko efek samping batuk dan depresi, gangguan faal ginjal juga perlu
dicermati. Gagal jantung kongestif memang dapat menyebabkan imobilisasi namun
demikian agar pasien terhindar dari berbagai penyulit akibat imobilisasi, maka tetap perlu
dilakukan mobilisasi bertahap.
d. Osteoartritis
Salah satu penyakit degeneratif yang sering menyerang lanjut usia adalah osteoarthritis.
Organ tersering adalah artikulasio genu, artikulasio talo-crural, artikulasio coxae, dan
sendi-sendi intervertebrae (disebut spondiloartrosis). Karena penyakit ini tidak dapat
disembuhkan secara kausatif maka penatalaksanaan simtomatik dan edukasi serta
rehabilitasi menjadi sangat penting. Resiko jatuh akibat nyeri atau instabilitas postural
karena OA genu dan OA talo-crural harus selalu diingat karena mempunyai akibat yang
dapat fatal. Penggunaan obat analgesic parasetamol tetap merupakan lini pertama;
sedangkan anti-inflamasi non steroid tetap mempunyai resiko efek samping gangguan
lambung dan ginjal. Dalam keadaan nyeri hebat obat ini dapat bermanfaat asalkan tetap
diwaspadai efek samping tersebut, obat antagonis reseptor H2 atau proton pump inhibitor
dapat diberikan untuk mengurangi keluhan lambung. Modalitas rehabilitasi medik amat
membantu untuk berbagai jenis keluhan dan spasme otot yang menyertai, namun jika
fasilitas tidak memadai, bila ada petunjuk senam untuk dilakukan di rumah sebagai
modalitas pendukung tentu akan sangat bermanfaat.
e. Infeksi Saluran Kemih
Gejala awal dapat menyerupai infeksi lain pada umumnya yakni berupa penurunan nafsu
makan, keluhan akan terlihat seperti dyspepsia. Keluhan lemas dan lesu akan mendominasi
disertai kehilangan minat. Pada keadaan lebih lanjut akan terjadi penurunan kemampuan
melakukan aktivitas kehidupan dasar sampai imobilisasi; dan akhirnya pasien akan
mengalami kondisi acute confusional state. Selain itu, pasien juga dating dengan keluhan
utama instabilitas postural atau jatuh. Gejala lain yang penting juga diperhatikan adalah
munculnya inkontinensia urin. Asimtomatik bacteriuria pada usia lanjut juga belum
merupakan indikasi pemberian antibiotik. Sebaiknya dilakukan observasi atau pemantauan
pemeriksaan biakan urin dan uji resistensi sebelum memulai pengobatan antibiotik.
Dukungan nutrisi dan keseimbangan elektrolit serta hidrasi yang baik tetap merupakan
butir-butir penting yang harus diperhatikan.
f. Diabetes Melitus Tipe 2
Prevalensi diabetes meningkat seiring pertambahan umur. Pengendalian gula darah sangat
dipengaruhi oleh gaya hidup. Mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat
kompleks dengan jumlah energi tertentu serta mempertahankan aktivitas olahraga ringan
tetap merupakan pilihan utama pengobatan. Obat hipoglikemik oral diberikan sesuai
indikasi dan indeks masa tubuh. Jika terdapat keraguan akan asupan makanan yang
memadai maka risiko hipoglikemia yang amat berbahaya sebaiknya diingat sehingga
pemberian obat jenis kerja singkat akan lebih sesuai dibandingkan dengan yang bekerja
dalam jangka waktu lama. Akhir-akhir ini pemberian insulin basal amat dianjurkan karena
memudahkan tercapainya kadar gula darah yang diinginkan. Jika terdapat penurunan nafsu
makan misalnya akibat gastroparesis diabetikum atau akibat infeksi berat, maka
suplementasi nutrisi cair dapat diberikan sesuai keperluan.
g. Hipertensi
Disaat awal penegakan diagnosis, usahakan mengukur tekanan darah tidak hanya pada
posisi berbaring namun juga setidaknya pada posisi duduk. Pemantauan tekanan darah
sebaiknya dilakukan dalam dua posisi yakni posisi berbaring dan berdiri, setelah istirahat
sebelumnya selama 5 menit. Hal ini untuk menapis adanya hipotensi ortostatik yang
potensial menimbulkan keluhan pusing hingga instabilitas postural dengan resiko jatuh dan
fraktur. Mengingat adanya aterosklerosis pembuluh darah besar, maka hipertensi sistolik
terisolasi akan banyak dijumpai pada usia lanjut. Pedoman pengobatan tidak berbeda dari
hipertensi pada umumnya. Efek samping beberapa jenis obat yang sering dijumpai harus
diwaspadai. Misalnya, depresi pada penggunaan captopril jangka panjang atau edema
tungkai akibat penggunaan amlodipine. Pada penggunaan furosemide jangka lama
sebaiknya dilakukan pemantauan kadar elektrolit (Na dan K) dalam darah secara teratur.
Agar penatalaksanaan hipertensi pada kelompok usia lanjut dapat berjalan secara optimal,
perlu diimbangi dengan penerapan gaya hidup sehat sebagai perilaku sehari-hari. Pada
kelompok usia lanjut perlu diperhatikan bahwa dalam menurunkan tekanan darah dengan
penggunaan obat harus dilakukan secara bertahap dan hati-hati agar tidak menimbulkan
hipotensi ortostatik.

2. Sindrom Geriatri
Sindrom geriatric adalah kumpulan gejala atau masalah kesehatan yang sering dialami oleh
seorang pasien geriatric. Sindrom geriatric ini dikenal juga dengan istilah 14 I yaitu :
a. Imobilisasi
Sindrom penurunan fungsi fisik sebagai akibat dari penurunan aktivitas dan adanya
penyakit penyerta. Tidak mampu bergerak selama minimal 3 kali 24 jam sesuai definisi
imobilisasi. Imobilisasi seringkali diabaikan dan tidak ditatalaksana dengan baik sejak awal
perawatan, baik di rumah maupun di rumah sakit. Luka atau ulkus decubitus merupakan
salah satu masalah yang ditimbulkan oleh imobilisasi yang seringkali mempersulit
perawatan dan bahkan dapat menimbulkan pemanjangan lama perawatan, tingginya biaya
perawatan dan kematian. Tidak jarang pasien yang mengalami fraktur femur, penurunan
kesadaran dan sakit berat lainnya harus mengalami imobilisasi lama yang pada gilirannya
menimbulkan berbagai komplikasi seperti ulkus decubitus, thrombosis vena, hipotensi
ortostatik, infeksi saluran kemih, pneumonia aspirasi, dan ortostatik, kekakuan dan
kontraktur sendi, hipotrofi otot, dan sebagainya. Identifikasi dan penatalaksanaan sedini
mungkin amat diperlukan baik pada penyakit penyebab imobilisasi maupun masalah
imobilisasi itu sendiri, sehingga terjadinya komplikasi akibat imobilisasi dapat dicegah.
b. Instabilitas postural
Perubahan cara jalan dan keseimbangan seringkali menyertai proses menua. Instabilitas
postural dapat meningaktkan resiko jatuh, yang selanjutnya mengakibatkan trauma fisik
maupun psikososial. Hilangnya rasa percaya diri, cemas, depresi, rasa takut jatuh sehingga
pasien terpaksa mengisolasi diri dan mengurangi aktivitas fisik sampai imobilisasi.
Gangguan keseimbangan merupakan masalah kesehatan yang dapat disebabkan oleh salah
satu atau lebih dari gangguan visual, gangguan organ keseimbangan, dan atau gangguan
sensori motor. Pengasuh/keluarga dan bahkan tenaga kesehatan seringkali menganggap
gangguan cara berjalan dan berkurangnya mobilitas pasien sebagai perubahan yang normal
pada usia lanjut. Ketika seorang usia lanjut sampai mengalami fraktur femur, perlu
dipertimbangkan berbagai masalah yang timbul seperti rasa nyeri yang akan sangat
mengganggu kondisi fisik maupun mental, imobilisasi dengan segala komplikasi seperti
yang telah dikemukakan di atas, serta gangguan asupan makanan, dan cairan yang ikut
memperburuk keadaan.
c. Inkontinensia urin
Secara umum inkontinensia urin didefinisikan sebagai ketidakmampuan menahan
keluarnya urin atau keluarnya urin secara tak terkendali pada saat yang tidak tepat dan
tidak diinginkan. Beberapa penyebab timbulnya inkontinensia urin antara lain adalah
sindrom delirium, imobilisasi, polyuria, infeksi, inflamasi, impaksi feses, serta beberapa
obat-obatan. Inkontinensia urin menimbulkan masalah kesehatan lain seperti dehidrasi
karena pasien mengurangi minumnya akibat takut mengompol, jatuh dan fraktur karena
terpeleset oleh urin yang berceceran, luka lecet sampai ulkus decubitus akibat pemasangan
pembalut, lembab dan basah pada punggung bawah dan bokong. Selain itu, rasa malu dan
depresi juga dapat timbul akibat inkontinensia urin tersebut.
d. Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada pasien lanjut.
Pasien usia lanjut yang dirawat inap biasanya disebabkan karena infeksi. Beberapa faktor
penyebab terjadinya infeksi pada usia lanjut adalah adanya perubahan system imun,
perubahan fisik (penurunan reflex batuk, sirkulasi yang terganggu dan perbaikan luka yang
lama) dan beberapa penyakit kronik lain. Infeksi yang paling sering terjadi pada usia lanjut
adalah infeksi paru, saluran kemih, dan kulit. Gejala dan tanda infeksi pada usia lanjut
biasanya tidak jelas. Diantara penyakit-penyakit infeksi, pneumonia merupakan yang
paling sering menyebabkan kematian. Prevalensi pneumonia cukup tinggi pada usia lanjut.
Infeksi saluran kemih merupakan tipe infeksi kedua yang paling sering ditemui pada usia
lanjut. Sangat penting bagi tenaga kesehatan yang merawat usia lanjut untuk mengenali
gejala dan tanda infeksi pada usia lanjut. Selain itu, pemberian vaksinasi yang sesuai dan
meningkatkan status nutrisi usia lanjut juga penting dilakuakn sebagai tindakan
pencegahan terhadap penyakit infeksi.
e. Impairment of senses
Gangguan fungsi indera merupakan masalah yang sering ditemui pada usia lanjut. Kedua
hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya gangguan fungsional yang menyerupai
gangguan kognitif serta isolasi social. Untuk itu, sangat penting bagi tenaga kesehatan
untuk dapat mengidentifikasi usia lanjut yang mengalami gangguan pendengaran,
gangguan penglihatan, gangguan penciuman, gangguan pengecapan, dan gangguan
perabaan. Mengidentifikasi penyebabnya dan memberikan terapi yang sesuai. Contohnya
saat berkomunikasi dengan pasien usia lanjut yang mengalami gangguan pendengaran,
perlu memperhatikan cara berbicara. Berbicaralah jangan terlalu cepat, intonasi jelas,
yakinlah bahwa pasien dapat memperhatikan gerakan bibir.
f. Inanition
Kekurangan zat gizi baik makro, maupun mikro seringkali dialami orang usia lanjut.
Gangguan gizi pada usia lanjut dapat merupakan konsekuensi masalah-masalah somatik,
fisik atau social. Kekurangan zat gizi energi dan protein terjadi karena kurangnya asupan
energi dan protein, peningkatan metabolic karena trauma atau penyakit tertentu dan
peningkatan kehilangan zat gizi. Asupan energi secara signifikan menurun seiring proses
menua, karena berhubungan dengan penurunan aktivitas fisik pada usia lanjut serta
perubahan komposisi tubuh. Adanya gangguan mobilisasi (misalnya akibat artritis maupun
stroke), gangguan kapasitas aerobic, gangguan input sensor, gangguan gigi-geligi,
malabsorbsi, penyakit kronik, dan obat-obatan menyebabkan usia lanjut mudah mengalami
kekurangan zat gizi. Faktor psikologis seperti depresi dan demensia serta faktor social
ekonomi (keterbatasan keuangan, pengetahuan gizi yang kurang, fasilitas memasak yang
kurang, dan ketergantungan dengan orang lain) juga dapat menyebabkan usia lanjut
mengalami kekurangan gizi. Gizi kurang berhubungan dengan gangguan imunitas,
menghambat penyembuhan luka, penurunan status fungsional, dan peningkatan mortalitas.
g. Iatrogenik
Iatrogenik adalah masalah kesehatan yang diakibatkan oleh tindakan medis. Polifarmasi
merupakan contoh yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Polifarmasi didefinisikan
sebagai penggunaan beberapa macam obat. Definisi lain dari polifarmasi adalah
meresepkan obat melebihi dari obat yang secara klinis diperlukan atau penggunaan obat
lebih dari lama jenis obat. Polifarmasi mengindikasikan bahwa pasien menerima terlalu
banyak obat, menggunakan obat terlalu lama atau obat dengan dosis yang berlebihan.
Faktor yang menyebabkan polifarmasi antara lain masalah penyakit kronik, mendapatkan
resep dari beberapa dokter, kurang baiknya koordinasi perawatan, kesehatan, adanya gejala
penyakit yang tidak khas dan penggunaan obat-obatan tambahan untuk mengatasi efek
samping obat-obatan yang sedang digunakan.
h. Insomnia
Insomnia dapat disebabkan oleh gangguan cemas, depresi, delirium, dan demensia.
Gangguan tidur yang kronik seringkali menyebabkan jiwa pasien tertekan (distress).
i. Intelectiual impairment
Gangguan fungsi kognitif yang dikenal dengan istilah intellectual impairment adalah
kapasitas intelektual yang berada di bawah rata-rata normal untuk usia dan tingkat
pendidikan seseorang tersebut. Gangguan fungsi kognitif ini dapat disebabkan oleh
sindrom delirium dan demensia. Penanganan yang tidak adekuat dari sindrom delirium
akan mengakibatkan berbagai penyulit sesuai perburukan intelektual yang cepat, serta
potensial menimbulkan beban terhadap keluarga dan masyarakat.
j. Isolasi/menarik diri
Menarik diri dari lingkungan sekitar penyebab terseringnya adalah depresi dan hendaya
fisik yang berat. Dalam keadaan yang sangat lanjut dapat muncul kecenderungan bunuh
diri baik aktif maupun pasif.
k. Impecunity
Impecunity mencakup pengertian ketidakberdayaan fiannsial, walaupun dapat terjadi pada
kelompok usia lain, namun khususnya pada usia lanjut menjadi sangat penting karena
meningkatkan resiko keterbatasan akses terhadap berbagai layanan kesehatan, pemenuhan
kebutuhan nutrisi, dan asuhan psikososial.
l. Impaction \ Konstipasi
Kesulitan buang air basat sering terjadi pada usia lanjut karena berkurangnya gerakan
(peristaltik) usus.
m. Immune deficiency
Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh perubahan system imunitas pada usia lanjut.
Sistem imunitas yang tersering mengalami gangguan adalah system imunitas seluler.
Berkaitan dengan hal tersebut, kejadian infeksi tuberculosis meningkat pada populasi usia
lanjut ini sehingga memerlukan kewaspadaan.
n. Impotensi
Gangguan fungsi ereksi pada laki-lali usia lanjut dapat berupa ketidakmampuan ereksi,
ketidakmampuan penetrasi, atau ketidakmampuan mempertahankan ereksi. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh obat-obatan antihipertensi, diabetes melitus dengan kadar gula darah
yang tidak terkendali, merokok, dan hipertensi lama. Enam dari 14 I tersebut, yakni
imoblisasi, instabilitas postural, intellectual impairment, dalam hal ini delirium dan
demensia, isolasi karena depresi, dan inkontinensia urin) merupakan kondisi-kondisi yang
paling sering menyebabkan pasien geriatric harus dikelola lebih intensif. Karenanya
keenam kondisi tersebut seing dinamakan geriatric giants. Kondisi ini membutuhkan
penanganan khusus di rumah sakit.
Sindrom geriatric ini sangat penting untuk diketahui oleh tenaga kesehatan di rumah sakit
karena sering merupakan gejala atau tanda awal dari penyakit yang mendasarinya. Tenaga
kesehatan di rumah sakit agar dapat mengenali sindrom geriatri ini, menelusuri penyebabnya,
mencari keterkaitan antara sindrom dan penyakit yang mendasarinya serta melakukan
penatalaksanaan awal dari sindrom geriatric ini termasuk pencegahan dari dampak atau
komplikasi yang mungkin terjadi.
3. Masalah Gizi pada Usia Lanjut
a. Masalah Gizi pada Usia Lanjut
1) Kurang Energi Kronik
KEK merupakan salah satu masalah gizi pada usia lanjut, dan keadaan KEK
merupakan akibat adanya penyakit kronik, kemiskinan, anoreksia, hidup sendiri,
menurunnya fungsi mental dan fisik termasuk keadaan gigi. Penurunan BB pada
umnumnya mendahului keadaan KEK, sehingga penurunan BB juga digunakan pada
penapisan adanya malnutrisi. The Mini Nutritional Assessment (MNA) merupakan
instrumen untuk mendeteksi adanya resiko malnutrisi ataupun adanya malnutrisi.
2) Gizi Lebih (Obesitas)
Keadaan gizi lebih perlu untuk dideteksi secara dini, untuk mencegah timbulnya
berbagai masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan. Khususnya obesitas sentral dapat
secara mudah diketahui dengan mengukur lingkar pinggang. Bila didapatkan nilai > 90
cm, pada laki-laki, dan > 80 cm pada perempuan, dikategorikan sebagai obesitas
sentral. Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan di dalam jaringan adiposa
tubuh sehingga menimbulkan masalah kesehatan. Obesitas disebabkan adanya
ketidakseimbangan energi, yaitu asupan energi lebih tinggi daripada energi yang
dikeluarkan. Pada usia lanjut, keadaan obesitas maupun kurang gizi tingkat berat dapat
mengakibatkan penurunan fungsi fisik yang lebih ebrat dibandingkan mereka dengan
status gizi baik, kedua hal tersebut dapat mengakibatkan terjadi frailty atau kelemahan,
dan mereka yang tergolong lemah mempunyai resiko tinggi untuk tergantung pada
orang lain, jatuh, mengalami luka, dan lain-lain.

3) Anemia
Menurut WHO dikatakan anemia apabila kadar hemoglobin kurang dari 13 g/dL pada
laki-laki, dan < 12 g/dL pada perempuan. Berbagai penyakit yang terdapat pada
kelompok usia lanjut dapat menyebabkan terjadinya anemia. Keadaan tersebut
merupakaan hal yang sering ditemukan, dan merupakan faktor yang mempengaruhi
kualitas hidup. Salah satu penyebab anemia adalah asupan yang kurang memadai dari
zat gizi yang berperan pada pembentukan Hb. Pengetahuan mengenai penyebab
anemia yang ditemukan penting untuk diketahui agar dapat dilakukan pencegahan
maupun terapi yang sesuai.
b. Kebutuhan Energi dan Gizi pada Usia Lanjut
c. Penatalaksanaan Masalah Gizi pada Usia Lanjut
Penatalaksanaan gizi bagi usia lanjut dianjurkan dalam empat tahap yaitu :
1) Penapisan/skrining menggunakan MNA
2) Diagnosis masalah gizi (sangat kurus, kurus, gemuk, obesitas)
3) Intervensi gizi (penyuluhan gizi seimbang, rujukan)
4) Pemantauan dan evaluasi penatalaksanaan gizi
4. Masalah Kesehatan Mental
5. Masalah Kesehatan Gigi dan Mulut
6. Masalah Kesehatan Reproduksi
7. Pelayanan Rehabilitasi Medik untuk Usia Lanjut di Rumah Sakit
8. Aktivitas Fisik dan Latihan Fisik pada Usia Lanjut
9. Perawatan Usia Lanjut di Rumah (Home Care)
a. Ruang lingkup pelayanan keperawatan usia lanjut di rumah meliputi :
1) Pelayanan asuhan keperawatan secara komprehensif bagi usia lanjut dalam konteks
keluarga
2) Melaksanakan pelayanan keperawatan langsung dan tidak langsung, serta penanganan
gawat darurat
3) Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi usia lanjut dan keluarganya tentang kondisi
kesehatan yang dialami usai lanjut dan penanganannya
4) Mengembangkan pemberdayaan usia lanjut, pengasuh, dan keluarga dalam rangka
meningkatakan kualitas hidup yang lebih baik.
b. Program asuhan keperawatan usia lanjut di rumah
Program asuhan keperawatan usia lanjut di rumah ditujukan untuk memberikan pelayanan
kesehatan pada pasien usia lanjut yang tidak mampu secara fungsional untuk mandiri di
rumah namun tidak terdapat indikasi untuk dirawat di rumah sakit dan secara teknis sulit
untuk berobat jalan di Puskesmas. Program asuhan keperawwatan usia lanjut di rumah
bertujuan sebagai berikut :
1) Mengatasi keluhan/gejala/respon klien terhadap penyakit
2) Mempertahankan kemandirian dan kemampuan klien berfungsi
3) Memberikan bimbingan dan petunjuk pengelolaan perawatan pasien di rumah
4) Membantu pasien dan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari
5) Identifiaksi masalah keselamatan dan keamanan lingkungan, menyediakan bantuan
pemenuhan kebutuhan dasar klien dan keluarga.
6) Identifikasi sumber yang ada di masyarakat untuk memenuhi kebutuhan klien/keluarga
7) Mengkoordinir pemenuhan kebutuhan pelayanan klien
8) Meningkatkan kemandirian keluarga dalam melaksanakan tugas pemeliharaan
kesehatan anggota
c. Kasus prioritas yang perlu diberikan asuhan keperawatan di rumah antara lain :
1) Usia lanjut dengan masalah kesehatan
a) Penyakit degenerative
b) Penyakit kronis
c) Gangguan fungsi atau perkembangan organ
d) Kondisi paliatif
2) Usia lanjut dengan resiko tinggi dengan faktor resiko usia atau masalah kesehatan
3) Usia lanjut terlantar
4) Usia lanjut pasca pelayanan rawat inap
d. Proses asuhan keperawatan usia lanjut di rumah sebagai berikut :
1) Pengkajian
2) Meremuskan masalah
3) Menentukan Tindakan/Intervensi Keperawatan
4) Strategi Intervensi Pencegahan Primer
5) Strategi Intervensi Pencegahan Sekunder
6) Strategi Intervensi Pencegahan Tersier
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Formulir pendaftaran pasien baru/lama


2. Bukti kunjungan (BPJS/Umum/Asuransi)
3. Buku registrasi rawat jalan

Anda mungkin juga menyukai