Anda di halaman 1dari 7

Tugas Pertemuan 5

Ilmi Nurul Miraj

PO714203181012

Jawablah pertanyaan berikut ini dengan ringkas dan tepat!

1. Jelaskan mekanisme patofisiologi terjadinya pneumonia?

Etiologi Pneumonia

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri,virus, jamur,


dan protozoa. Berikut uraian mengenai jenis pathogen yang dapat menyebabkan pneumonia

a. Bakteri

Pada kenyatannyaan 75% dari infeksi pneumonia disebabkan oleh bakteri dengan klasifikasi
bahwa Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan
gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Jenis bakteri
penyebab pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nosocomial adalah

1) Community acquired Pneumonia (Komuniti) banyak disebabkan oleh Streptococcus


pneumonia, Haemophillus pneumonia, Mycoplasma, Moraxella catharalis, Legionella
pneumophila, chlamydia pneumonia.
2) Hospital acquired Pneumonia (nosokomial) banyak disebabkan oleh Stapylococcus
aureus, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella, Enterobacteriae, Serratia, dan
Actinobacteria.
b. Virus
1) Respiratory syncytial Virus (RSV)
2) Influenza Tipe A dan Tipe B
3) Cytomegalo Virus (CMV)
4) Varicella Zoster
c. Jamur (Fungi)
1) Pneumocystic Pneumonia (PCP)
2) Histoplasmosis
3) Cocciodes

Patogenesis Pneumonia

Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam yang diterbitkan oleh Universitas Indonesia, Dahlan
menyebutkan bahwa proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keadaan
(imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi
satu sama lain. Dalam keadaan normal tubuh manusia telah memiliki serangkaian mekanisme
pertahanan tubuh terhdap pathogen diantaranya adalah

a. Pseudostratified Cilliated Epithelial Tissue, yakni silia yang terdapat pada trakea dan
system pernafasan atas yang dapat menyaring pathogen asing dan mencegahnya untuk
masuk dan menginfeksi tubuh kita
b. Refleks batuk
c. Immunoglobulin Gamma (IgG) yang terdapat pada mukosa dan dapat berikatan dengan
pathogen serta merangsang terjadinya respon imun untuk memusanahkan pathogen
yang masuk.
d. Makrofag (alveolar) yang memfagositosis dan memproduksi sitokin sebagai mediator
dari respon imun.

Bagaimanapun ketika tiga factor yang telah disebutkan sebelumnya mengalami gangguan
maka infeksi bakteri sekecil apapun mungkin akan dapat berakibat buruk. Baik akibat pola
hidup yang buruk seperti konsumsi alcohol, obat-obatan terlarang (IVDrugs), merokok maupun
hal-hal internal yakni imunitas pasien itu sendiri. Dalam hal ini, ketika jenis pathogen yang
masuk tidak dapat lagi dihalau maka akan terjadi kolonisasi pathogen (umumnya bakteri; sekitar
75%). Secara ringkas tahapan infeksi lobar pneumonia dapat dibagi menjadi empat tahap yakni

a. Congestion merupakan tahapan yang terjadi pada hari pertama hingga hari kedua
setelah terjadi paparan. Pada tahapan ini dimulai dari masuknya bakteri yang
mengeluarkan endotoksin yang berujung pada sekretasi berlebihan kemotaksis (sitokin
inflamasi, metionin,leukotrin, histamine) yang dapat meningkatan permeabilitas vascular
dan vasodilatasi sehingga merangsang banyaknya sel darah putih dari pembuluh darah
menuju area terinfeksi. Hal ini menyebabkan terkonsentrasinya eksudat pada area
infeksi dan menimbulkan kesulitan bernafas. Selain kemotaksis diatas yang bisa
menyebabkan kesulitan bernafas tubuh juga memproduksi pyrexia yang dapat
menyebabkan demam.
b. Red hepatization, merupakan tahapan yang terjadi pada hari ke-3 hingga hari ke-4 dari
infeksi. Pada tahapan ini selain pathogen dan cairan yang sebelumnya telah terlebih
dahulu mengisi alveolar, juga akan terdapat sel darah merah didalamnya. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya protein, cairan serta sel darah putih pada area infeksi yang
menyebabkan kerusakan pulmonary capillaries dan akan ikut menarik sel darah merah
menuju alveolar. Dalam tahapan ini juga akan terdapat benang fibrin dalam eksudat ini.
kumpulan dari eksudat berisi benang fibrin, sel darah putih, dan sel darah merah ini
disebut konsolidasi.
c. Grey Hepatization merupakan tahapan yang terjadi pada hari ke-4 hingga hari ke-7
infeksi. Pada tahapan ini sel darah merah akan mengalami kerusakan dan merubah
warnanya menjadi abu-abu dan juga eksudat yang terkonsenrasi juga akan semakin
persisten
d. Resolution merupakan tahapan yang akan terjadi setelah infkesi mencapai pada hari ke-
8 atau lebih dimana konsodilasi dari eksudat inflmasi mungkin saja akan menyebabkan
hipoksia dalam kasus berat dan jika bakteri dalam eksudat ini dapat diatasi mereka akan
mengalami kerusakan dan dikeluarkan dalam bentuk sputum produktif.

Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala) Pneumonia

Gejala umum dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non
produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit
dada karena pleuritis, sesak (shortness of breath), Peningkatan detak jantung, peningkatan
respiratory rate, serta kelelahan.

Sementara beberapa khusus yang hanya terjadi pada infeksi yang disebabkan oleh
pathogen tertentu diantaranya adalah batuk kering, sakit kepala, muntah, diare, kelelahan,
mual, nyeri otot serta adanay penurunan kadar pyrexia dalam tubuh pasien.

Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam yang diterbitkan oleh Universitas Indonesia juga
disebutkan bahwa pada pemeriksaan fisik akan didapatkan retraksi atau penarikan dinding
dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi
redup sampai pekak yang menggambarkan konsolidasi atau adanya cairan pleura, ronki, suara
pernafasan bronkial, serta pleural friction rub.

2. Jelaskan mekanisme patofisiologi terjadinya Asma Bronkial?

Etiologi Asma Bronkial

Belum diketahui secara pasti peneybab dari asma bronkial. Diketahui bahwa ada beberapa
penyebab genetic yang melatar belakanginya dan penyebab dari asma dikatakan berkaitan erat
dengan hal hal berikut diantaranya adalah:

a. Atopic Triad, yakni kondisi dimana seseorang memiliki kecenderungan genetic untuk
lebih sensitive terhadap allergen. Allergen ini dapat berupa tungau debu rumah, hewan
piaraan, kecoa, jamur, serbuk sari, jamur. pajanan pekerjaan, asap rokok , polusi, virus,
infeksi bakteri, parasite, dan obat-obatan. Rangkaian Atopik terdiri dari Asthma, Atopic
dermatitis serta allergic rhinitis. Rangkaian atopic ini menyebabkan produksi berlebihan
mediator inflmaasi yang meneybabkan Eksaserbasi atau Bronchospasm.
b. Samter’s Triad , merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan adanya Asthma, nasal
polyps, serta ASA sensitivity. Kondisi ini memungkinkanseseorang untuk memproduksi
lebih bannyak Leukotrin dari metbolisme asam arakidonat dan menyebabkan terjadinya
Bronchospasm. Hal ini disebabkan sensitivitas seseorang terhadap Aspirin yang pada
umumnya berperan sebagai enzim dalam merubah Asam arakidonat menjadi
prostaglandin.

Patogenesis Asma Bronkial

Konsep pathogenesis dari Asma Bronkial adalah serangkaian proses inflamasi kronik yang
menyebabkan penyempitan pada saluran pernafasan sehingga menyulitkan proses pertukaran
udara dibarengi dengan semakin responsifnya saluran pernafasan tehradap rangsangan yang
dapat memperparah reaksi ini. Asma itu sendiri dapat terjadi melalui dua jalur yakni imunologik
dan non-imunologik pada tahapan ini akan terjadi peningkatan aktivitas dari sel mast, eosinofil,
limfosit T, netrofil dan sel epitel. Sejalan dengan inflmasi kronik yang terjadi tubuh juga akan
menjalankan mekanisme perbaikan jaringan yang dirusak oleh peradangan kronik yang terjadi.

Ketika allergen melakukan kontak dengan Antigen Presenting cell yang ada pada mukosa maka
APC (antigen presenting Cell) dalam hal ini yakni sel dendritic akan mengaktivasi MHC kelas II
serta membawa allergen ini menuju Sel THelper II untuk kemudian saling berikatan dan pada
akhirnya akan merangsang pembentukan antibody spesifik terhadap allergen yang menginvasi.
Selain itu, reaksi ini juga menghasilkan sitokin yang dapat mengaktifkan eosinophil untuk
mensekresi leukotrin dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada area
yang terinfeksi.

Kondisi ini akan berujung pada obstruksi jalan nafas secara luas yang merupakan kombinasi
spasme otot polos bronkus, edema mukosa, sumbatan mukus, dan inflamasi saluran nafas.
Sumbatan jalan nafas menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas, terperangkapnya udara,
serta tentunya dalam proses ekspirasi hal ini akan meningkatkan volume total udara di dalam
paru-paru (hiperinflasi).

Perubahan pada jalan tahanan nafas yang tidak merata pada seluruh bronkus memenyebabkan
tidak padu padannya ventilasi dan perfusi. Ada area-area yang akan mengalami kekurangan
pasokan oksigen (hipoksia). Untuk mengatasinya, tubuh menjalankan mekanisme hiperventilasi
yang justru berkaibat pada menurunnya PaCO2 dan berujung pada kondisi yang disebut
alkalosis respiratorik. Tidak hanya itu, dalam jangka panjang dengan kasus yang lebih berat
obstrukksi jalan nafas ini dapat menyebabkan kelelahan otot pernafasan dan hipoventilasi
alveolar yang berakibat pada terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik serta metabolic.

Penebalan saluran pernafasan dapat terjadi akibat adanya perubahan structural yang disebut
Remodelling . Perubahan ini terjadi sebagai mekanisme perbaikan terhadap jaringan yang
dirusak oleh adanya inflamasi kronik. Remodelling merupakan serangkaian proses yang
menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran nafas melalui
proses diferensiasi, migrasi, dan maturasi struktur sel.

Manifestasi Klinis Asma Bronkial

Gejala klinis asma klasik terdiri dari batuk, wheezing, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan
produksi sputum. Tentunya gejala-gejala ini ditandai dengan karakteristik berupa terjadi secara
berulang (episodic), gejala yang timbul lebih dari satu, gejala memberat pada malam atau dini
hari, dan akan timbul apabila terjadi paparan dengan pencetus tertentu (makanan, minuman,
debu, dll). Tanda fisik yang seringkali dapat dikenali pada penderita asma adalah kesulitan
dalam berbicara, hiperresonansi, wheezing selama ekspirasi dan gerakan otot bagian dada
yang tidak normal, dll.

3. Jelaskan Mekanisme patofisiologi Tuberculosis?

Etiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Kuman ini akan masuk ke saluran pernafasan khususnya
alveolar dan pada kasus yang lebih akut bisa menyebar hingga menjadi sistemik. Penderita TB
BTA (+) merupakan sumber penularan utama penyakit ini, terutama pada waktu bersin atau
batuk. Penyebaran dapat terjadi melalui percikan atau droplet penderita yang akan dihirup oleh
orang lain. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Risiko untuk
terjadinya infeksi yang lebih akut dipengaruhi oleh imunitas seseorang, sepeerti riwayat
penyakit HIV, ataupun hal –hal lainnya yakni transplantasi organ, penggunaan IVY Drugs,
merokok, serta riwayat penyakit malnutrisi seperti diabetes.

Patogenitas Tuberkulosis

Infeksi kuman TB (Tuberkulosis) dimulai ketika kuman TB memasuki system pernafasan


yakni Alveolus dengan cara inhlasi yang dapat lolos sebab ukuran tubuhnya yang relative kecil
yakni sekitar 5-10 mikron. Masuknya kuman ini akan menimbulkan respon imun non-spesifik
oleh makrofag yang akan memfagosit kuman ini. kuman ini akan terus melakukan pembelahan
diri yang mana campuran antara makrofag dan kuman TB yang menginfeksi akan membentuk
lesi didalam paru yang disbeut Granuloma. Ketika granuloma ini semakin besar dan
membentuk koloni, Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN.

Ketika reaksi lokal ini tidak dapat dikontrol maka infeksi oleh kuman TB akan menyebar
hingga ke pembuluh limfa yang juga akan memberi respon imu. Gabungan antara granuloma
dan pembuluh limfa yang terinfeksi disebut dengan komplek GOHN. Setelah kompleks ini
terbentuk imunitas seluler juga telah berhaisl dibentuk dan pada akhirnya berhasil
mengehntikan porliferasi dari kuman TB. Kuman TB ini sebagian besar dapat dimusnahkan
namun sisanya akan tetap bertahan pada paru walau dalam sebagian besar kasus tidak akan
menimbulkan masalah apapau.

Selama masa inkubasi yakni setelah Kuman TB masuk hingga terbentuknya kompleks
imun primer, penyebaran kuman dapat terjadi secara limfogen dan hematogenik. Peneyebaran
limfogen sepeerti yang teah diketahui akan berujung pada pemebntukan kompleks imun primer.
Sedangkan disisi lain, penyebaran hematogenik terjadi saat kuman TB menyebar pada
pembuluh darah dan menyebabkan infeksi yang terjadi bersifat sistemik. Beberapa organ yang
terdampak umunya adalah hati, bagian lain dari paru-paru bahkan otak. Penyebaran
hematogenik yang lebih akut menyebabkan adanya infeksi kuman TB berbentuk menyerupai
butur padi-padian/jewawut (millet seed) yang jumlahnya miliaran.

Segera setelah imunitas seluler aktif dan menghentikan proliferasi dari kuman TB meski
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dorman (tidur) namun dalam
banyak kasus ini akan menjadi akhir dari infeksi kuman TB. Hanya sekitar 5-10% yang akan
berkembang menjadi secondary Infection yang menggambarkan reaktivasi dari kuman TB latent
atau dormant yang sebelumnya telah menginfeksi. Reaktivasi ini dipengaruhi oleh banyak hal
termasuk imunitas pasien, HIV, IVY Drugs Use, laser extent, transplantasi serta berisiko hinga 3
kali lipat untuk mereka yang memiliki riwayat penyakit diabetes dan merokok.

Manifestasi Klinis Tuberkulosis

Gejala sistemik yang dirasakan oleh penderita TB diantaranya adalah batuk-batuk selama lebih
dari tiga minggu yang dapat disertai keluarnya darah, demam yang berlangsung lama dan
muncul di malam hari, dan dalam pernyataan yang dikemukakan Kementrian gejala sistemik jug
adapat ddisertai dengan gejala lain seperti malaise, anoreksia, keringat malam, dan berat
badan menurun yang merupakan ciri khas TB selain batuk yang berkepanjangan.

Untuk Gejala Khusus biasanya menggambarkan efek tertentu dari infeksi kuman TB terhadap
organ yang diinfeksinya misalnya saja bila mengenai bronkus akan menimbulkan suara
“mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, jika mengenai tulang maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya dan mengeluarkan
cairan nanah. Jika mengenai otak maka akan disebut meningitis tuberculosis (radang selaput
otak) dnegan gejalanya berupa demam tinggi, adanya penurunan kesadaran serta kejang-
kejang. Dan masih banyak lagi

Anda mungkin juga menyukai