Tidore PDF
Tidore PDF
ABSTRACT
The sultanate of Tidore is not only an area of Islamic influence residing in Tidore Island, as it is
widely understood all along. Tidore Sultanate, is actually one of the centers of Islamic power that
has a broad influence to other areas in the Maluku Islands and in Papua. Tidore with Ternate, is
the most developed region, as both are able to expand influence and control other areas. This study
is a literature study, through historical data and archaeological data from previous studies, to
explain the development of the Tidore Sultanate as a center of power and influence in the Tidore
power periphery region. The results of the study explain, based on historical data and
archaeological evidence, Tidore developed as a center of power with the character of a sultanate
city, and has a broad influence to other areas both in the Maluku Islands and in Papua which is the
periferinya territory or the territory of Tidore Sultanate.
ABSTRAK
Kesultanan Tidore tidak hanya sebagai wilayah pengaruh Islam yang berada di Pulau Tidore,
sebagaimana yang banyak dipahami selama ini. Kesultanan Tidore, sesungguhnya adalah salah satu
pusat kekuasaan Islam yang memiliki pengaruh yang luas hingga ke wilayah-wilayah lainnya di
Kepulauan Maluku maupun di Papua. Tidore bersama Ternate, merupakan wilayah yang paling
berkembang, karena keduanya mampu memperluas pengaruh dan menguasai wilayah-wilayah
lainnya. Kajian ini merupakan studi literatur, melalui data sejarah dan data arkeologi dari penelitian-
penelitian sebelumnya, untuk menjelaskan perkembangan Kesultanan Tidore sebagai pusat
kekuasaan dan pengaruhnya di wilayah periferi kekuasaan Tidore. Hasil penelitian menjelaskan,
berdasarkan data sejarah dan bukti-bukti arkeologi, Tidore berkembang sebagai pusat kekuasaan
dengan ciri sebagai kota kesultanan, dan memiliki pengaruh yang luas ke wilayah lainnya baik di
wilayah Kepulauan Maluku maupun di Papua yang menjadi wilayah periferinya atau daerah
kekuasaan Kesultanan Tidore.
1
Makalah ini telah dipresentasikan sebelumnya dalam Seminar Nasional “ Ternate-Tidore, Titik
Temu Peradaban Timur Barat yang diselenggarakan oleh Komite Seni dan Budaya Nusantara
(KSBN) bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Tidore, 12 Februari 2018 di Aula Nuku,
Kantor Walikota Tidore.
Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya
Diwilayah Periferi1 ; 17
(Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)
PENDAHULUAN
Perjalanan sejarah Maluku peradaban di kepulauan Maluku,
Utara tidak lepas dari sejarah empat Ternate dan Tidore merupakan dua
kerajaan yang dikenal dengan pilar yang paling berkembang
sebutan Moloku Kie Raha yaitu karena, perluasan kekuasaan
Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan. keduanya melebar ke wilayah-
Dalam sejarahnya, masyarakat wilayah lain sebagai daerah ekspansi
Maluku Utara mengenal cerita rakyat atau wilayah-wilayah vasal dari dua
tentang terbentuknya empat kerajaan pusat kekuasaan Islam itu. Dalam
yang menjadi pilar kekuasaan politik karya Tome Pires, Tidore sudah
di wilayah tersebut. Sebagaimana disebutkan sebagai wilayah yang
dikemukakan oleh Andaya (2015), besar, dengan 2000 penduduk, 200
sejak masa awal kehadiran Portugis diantaranya sudah menganut Islam
di Maluku, terdapat cerita-cerita pada masa Raja Almancor dan
rakyat yang menyebut empat membawahi setidaknya Pulau
kerajaan pertama di Maluku yaitu Makian dan Moti (Cartesao, 2016:
Ternate, Tidore, Makian, dan Moti. 280). Dalam catatan sejarah juga
Keluarga-keluarga bangsawan dari disebut pada abad 16-17, Tidore
Makian dan Moti kemudian berpindah bahkan sudah meluaskan
untuk mendirikan kerajaan lain yaitu pengaruhnya hingga ke wilayah
Makian berpindah ke Bacan dan Moti Papua. Menurut Paramita R.
berpindah ke Jailolo (Andaya, 2015: Abdurachman (1984), Tidore
115). memengaruhi hubungan Maluku dan
Kesultanan Tidore, sejak Kepulauan Papua, yang diperantarai
abad abad 16-17 M, dan berkembang oleh bahasa Melayu karena pada
terus hingga pada masa hegemoni tahun 1600-an bahasa Melayu sudah
kolonial abad 18-19 M, menjadi salah digunakan sebagai bahasa
satu pilar dari empat pilar peradaban perdagangan (Abdurrachman, 1984:
dan kekuasaan Islam di wilayah 325).
Kepulauan Maluku. Dalam hikayat Dengan demikian, bersama
Dinasti Tang (618-906) disebutkan Ternate, Tidore mempunyai posisi
eksistensi suatu kawasan yang penting dalam situasi politik,
digunakan untuk menentukan arah ekonomi, maupun militer. Keduanya
daerah Ho-ling (Kaling) yang terletak mempunyai pandangan politik yang
di sebelah baratnya. Kawasan ini hampir sama yaitu ekspansionis, dan
bernama "Mi-li-ki," yang diperkirakan karenanya mempunyai kekuatan
sebagai sebutan untuk Maluku. militer yang Relatif hampir
Penulis- penulis Cina dari zaman berimbang. Bedanya, dalam
Dinasti Tang, yang menyebutnya mengimplementasikan
sebagai "Mi-li-ki," tidak dapat ekspansionismenya, Ternate
memastikan lokasi sesungguhnya mengarahkan bidikannya ke barat
kawasan yang ditunjuk dengan nama sementara Tidore ke timur (Amal,
tersebut. Pada masa kemudian 2010:6). Meski demikian, dalam
barulah diketahui bahwa yang prakteknya gerak ekspansionisme
dimaksudkan dengan "Mi-li-ki" itu Ternate dan Tidore tidak hanya
adalah gugusan pulau-pulau dipahami dalam kerangka politik
Ternate, Tidore, Makian, Bacan dan penguasaan sumberdaya, namun
Moti (Abdurrahman, 1978: 163; Amal, juga dalam konteks penyebaran
2010: 3). pengaruh agama, budaya dan
Diantara empat pilar perluasan jaringan niaga dan
Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya
Diwilayah Periferi1 ; 19
(Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)
Kajian ini menjadi penting, wilayah Kesultanan Tidore dan
karena berusaha menghadirkan wilayah ekspansi kekuasaannya.
bukti-bukti atau fakta-fakta sejarah Dengan demikian, dalam
berdasarkan data arkeologi. pengumpulan data bersumber dari
Dalam berbagai kajian atau berbagai laporan penelitian dan
hasil-hasil penelitian menyangkut literatur menyangkut hasil kajian
Kesultanan Tidore, pada umumnya tentang perkembangan sejarah dan
merupakan uraian atau catatan- budaya Kesultanan Tidore.
catatan sejarah tertulis tanpa Berdasarkan studi literatur ini, penulis
dukungan bukti atau fakta otentik melakukan analisis dan kajian untuk
berupa data arkeologi yang dapat menghasilkan sintesa menyangkut
mengkonfirmasi catatan sejarah. perkembangan peradaban
Selain itu pentingnya Kesultanan Tidore dan wilayah-
mengungkap lebih jauh, bukan hanya wilayah periferi atau wilayah vasal
tentang Kesultanan Tidore yang kekuasaan Kesultanan Tidore.
selama ini dipahami sebagai wilayah Penulisan ini merupakan upaya
pengaruh Islam di Pulau Tidore, mendeskripsikan kembali, berbagai
namun Kesultanan Tidore yang data hasil penelitian dengan
menjadi pusat kekuasaan Islam dan dukungan berbagai literatur untuk
pengaruhnya menyebar ke wilayah menjelaskan kedudukan Kesultanan
lainnya baik di Kepulauan Maluku Tidore sebagai pusat kekuasaan dan
maupun di wilayah Papua. pengaruh kekuasaan serta
Berdasarkan permasalahan penyebaran peradabannya di
tersebut, maka kajian ini bertujuan berbagai tempat di wilayah
untuk mendeskripsikan jejak Kepulauan Maluku, sejauh yang
arkeologi Kesultanan Tidore yang sudah diteliti, berdasarkan data
dapat menjelaskan tentang penelitian yang diperoleh di lokasi
perkembangan Kesultanan Tidore penelitian.
sebagai pusat kekuasaan Islam di
wilayah Kepulauan Maluku. Selain itu
juga mendeskripsikan data arkeologi HASIL PENELITIAN
di wilayah lain yang berhubungan
dengan persebaran peradaban dan
perkembangan kekuasaan Islam
Kesultanan Tidore.
METODE
Makalah ini dihasilkan dari studi
kompilasi dari berbagai hasil
penelitian yang sebelumnya sudah
dilaporkan baik oleh Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional (Sarjiyanto, dkk
2006) maupun oleh Balai Arkeologi
Maluku ( Mansyur, dkk, 2016). Selain Gambar 1. Lukisan Pulau Tidore Abad 17
itu juga melalui studi literatur dari M yang terletak dekat Pulau Moti, Mare
berbagai kajian baik arkeologi, dan Mitara. (Sumber: Grote Atlas van de
sejarah maupun etnografi Verenigde Oost-IIndische Compagnie :
(antropologi) berkaitan dengan Indische Archipel en Oceanie
perkembangan sejarah budaya di (Sumber: Roever and Broemer, 2008)
Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya
Diwilayah Periferi1 ; 21
(Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)
Hikayat pada abad ke-17 tangan Belanda, daerah yang
pada dasarnya memiliki penting sebagai sarana untuk
keseragaman tentang mengendalikan pantai selatan
penggambaran bagaimana orang- Ternate, dan Pulau Mitara yang
orang di Maluku Utara di bawah terletak antara Pulau Ternate dan
pimpinan para kepala desa (momole) Tidore. Beberapa saat kemudian
yang bersatu di bawah kolano. Di Rumi dikuasai kembali oleh orang
Tidore misalnya, terdapat hikayat Spanyol, namun akhirnya sekali lagi
yang dicatat oleh orang-orang
Portugis tentang tradisi penduduk
Tidore dalam mengingat waktu ketika
perkampungan aslinya masih berada
di Gunung Mareku. Perkampungan
ini kemudian dipindahkan ke pinggir
pantai karena para pedagang asing
berdatangan dalam jumlah besar
untuk mencari cengkih. Mareku tetap
menjadi pusat yang suci di wilayah
Tidore selama berabad-abad Gambar 5. Benteng Ome di sekitar lokasi situs
kemudian karena prestisenya Mareko
sebagai sumber penguasa pertama (Sumber: Mansyur, dkk 2016)
Tidore (Andaya, 1993; Andaya, 2015:
43-44). menjadi milik Belanda. Selanjutnya
pada 1627, Belanda bahkan
membangun benteng persegi di
sana, yang pada peta yang
digambarkan diatas ini belum ada
(lihat gambar 2). Di sebelah selatan
Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya
Diwilayah Periferi1 ; 23
(Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)
dengan indikasi temuan arkeologi benteng Oranje yang ada di Pulau
berupa sebaran fragmen keramik dan Ternate. Terdapat dua struktur yang
gerabah serta sisa struktur. tampak terpisah di lokasi ini, Struktur
Masyarakat sekitar meyakini lokasi I yang berada di sebelah barat
tersebut adalah bekas pusat Kedaton memiliki tinggi ± 150 cm dan Struktur
sebelum dipindahkan ke Soa Sio. II memiliki tinggi ± 100 cm. Struktur I
Sumber lain menyebut toponim Batu memiliki ukuran lebih besar dan
Cina, sebagai pusat kekuasaan menyerupai sebuah bastion. Material
Tidore, jauh sebelum berpindah ke struktur terdiri atas batuan andesit
Soa Sio yang sekarang (Amal, 2010). dan vulkanik dengan sisi permukaan
Untuk toponim Batu Cina, masih yang telah diplester.
memerlukan verifikasi berdasarkan
penelitian arkeologi untuk Benteng Rum
menemukan bukti-bukti faktual. Benteng ini sering juga
Hingga saat ini penelitian arkeologi di disebut dengan Benteng Cobe atau
toponim yang disebut dalam Tsjobe, secara administratif berada
informasi sumber sejarah belum di Desa Rum Kecamatan Tidore dan
pernah dilakukan. keletakan astronomis berada pada
titik N 00° 44’30.2” dan E 127°
Benteng Cobo 23’11.3”. Titik lokasi benteng berada
Secara administratif, benteng di sisi barat Pulau Tidore dan
ini terletak di Kampung Cobo berhadapan langsung dengan Pulau
Kecamatan Tidore Utara Kota Tidore Maitara. Benteng ini berada di atas
Kepulauan dan secara astronomis bukit tanjung dan cukup mudah
berada pada titik N 00° 45’25.9” dan dijangkau karena berada di dekat
E 127° 24’13.0”. Benteng berada di dengan jalan utama yang
atas perbukitan atau tebing tanjung menghubungkan Desa Cobo dan
sehingga dapat memantau arah laut Desa Rum di Pulau Tidore. Benteng
dengan cukup jelas. Lokasi benteng ini berbentuk persegi dengan areal
berada di sisi kiri jalan dekat dengan yang relatif kecil yaitu 15 x 20 meter.
Masjid Kampung Cobo yang ada di Struktur penyusun dinding benteng
sebelah kanan jalan. Sementara itu, didominasi oleh batuan andesit
secara geografis lokasi keberadaan dengan lapisan perekat. Benteng ini
benteng berada di sisi utara Pulau dibangun dengan memanfaatkan
Tidore sehingga dapat memantau kontur lahan sekitarnya sehingga sisi
perairan di sekitarnya dan dari titik dinding yang berhadapan dengan
lokasi ini dapat juga memantau laut tampak menyerupai sebuah
tanggul karena memiliki ukuran yang
sangat tinggi yaitu ± 20 meter. Di
sekitar lokasi ini terdapat tugu
pendaratan Armada Spanyol di
bawah pimpinan Juan Sebastian De
Elcano yang merupakan bagian dari
Ekspedisi Besar Kerajaan Spanyol
pada tahun 1521 yang saat itu
dipimpin oleh Magelhaens.
Berdasarkan serangkaian
hasil penelitian arkeologi yang telah
di lakukan di wilayah yang kini
menjadi wilayah administratif
Provinsi Maluku, terdapat kerajaan
atau negeri Islam yang secara Gambar 12. Artefak alat untuk ritual
meyakinkan merupakan daerah debus.
vasal Kesultanan Tidore. Pulau (Sumber: Handoko, 201b)
pemerintahan Nuku, wilayah Seram
Timur dengan pulau-pulau antara lain
Seram Laut, Gorom, Watubela, Kei
dan Aru termasuk pantai selatan Irian
Jaya merupakan daerah pengaruh
dari Kerajaan Tidore (Pattikayhatu
dan Hamzah,1996:1,5, lihat juga
Katopo, 1984: 216; Amal,
2010a:111). Bersamaan dengan itu,
gerak niaga juga berkembang.
Temuan keramik asing di Gorom
Gambar 11. Naskah kuno’mantra’ debus dapat didentifikasi berasal dari China
(Sumber: Handoko, 2010b) yang umumnya dari Dinasti Ming (16-
Gorom, Seram Bagian Timur, yang 17 M), Ching (17-19 M).
sekarang termasuk dalam wilayah Di wilayah Teluk Waru,
administratif Provinsi Maluku, Seram Bagian Timur, indikasi
menunjukkan adanya pengaruh Pengaruh Budaya yang berasal dari
Tidore. Hubungannya dengan Kesultanan Tidore, dibuktikan
Tidore, catatan sejarah yang sedikit adanya naskah Bebeto, yang
itu menyebutkan pada masa menurut masyarakat merupakan
pemerintahan Sultan Nuku, Tidore naskah perjalanan syiar Islam oleh
mengembangkan wilayah Sultan Tidore bernama Baba Ito.
Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya
Diwilayah Periferi1 ; 25
(Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)
Kemungkinan yang dimaksud bebeto mengikut di dalamnya proses
ataupun Baba Ito dalam tradisi perluasan kekuasaan dan jaringan
masyarakat di Teluk Waru adalah niaga. Kerajaan Salawati sejak abad
Bobato, yakni utusam atau menteri ke-16 merupakan sumber penghasil
yang diutus untuk urusan utama rempah-rempah, sagu,
keagamaan (Amal, 2010a:38). tempurung kura-kura, ambergris (zat
Naskah Bebeto, menurut tua adat lilin abu-abu atau hitam berasal dari
yang bisa membaca naskah tersebut benih ikan paus; ditemukan terapung
berbahasa Tidore, yang di laut atau terdampar di pantai;
menceritakan perjalanan penguasa digunakan untuk pengharum) dan
Tidore dalam syiar agama, sekaligus rempah-rempah yang dijual kepada
perluasan wilayah kekuasaan pedagang Tidore atau Keffing di
(Handoko, 2010b:8 ). Seram timur (Widjojo, 2013:127).
Data arkeologi lainnya berupa Pulau Salawati sejak abad ke-16
artefak alat ‘debus’ dan naskah sudah menjadi wilayah kekuasaan
mantranya, dapat dihubungkan Sultan Tidore (Sinaga, 2013:89
dengan penyiaran Islam melalui jalan Fairyo: 2014: 191). Di Kaimana,
pengenalan sufi (Handoko, 2010b: ). masjid besar merupakan sarana
Jika dihubungkan dengan adanya ibadah yang turun temurun dari
naskah Bebeto, tentang perjalanan kejayaan kesultanan Tidore yang
penguasa Tidore, maka temuan alat menyebarkan Islam di pesisir selatan
debus dan naskah mantra, semakin Papua (Wekke 2013). Selain itu, data
memperkuat pengaruh Tidore, arkeologi berupa bangunan masjid
mengingat tradisi badabus juga terdapat di distrik Fak-Fak,
merupakan tradisi yang kuat Kaimana, Sorong dan tumbuhnya
berkembang di wilayah Pulau Tidore. jaringan perdagangan dan jaringan
Persentuhan Kawasan Teluk Waru ulama, merupakan bagian dari
dengan budaya Islam, dapat pengaruh Kesultanan Tidore
diperkirakan berasal dari beberapa (Mahmud, 2012: 36). Di Fak-fak
sumber, baik langsung maupun tak Diperkirakan bahwa agama Islam
langsung, yakni selain sumber para sudah ada dan berkembang di
pedagang Persia dan Arab, juga daerah Rumbati sebelum tahun 1724
kemungkinan terdapat pengaruh dapat dibuktikan dengan ditemukan
Islam dari Jawa, maupun dari wilayah puing-puing bekas reruntuhan
Kerajaan Tidore. Sementara masjid. Di Kabupaten Fakfak
persentuhan dengan para pedagang terdapat beberapa kerajaan-kerajaan
China pada abad 17 M, menunjukkan Islam yang berkuasa, diantaranya;
pada abad itu aktivitas perdagangan kerajaan Ati-ati, Fatagar, Rumbati,
jarak jauh juga berlangsung di Namatota, Kaimana, Ugar, Patipi.
wilayah itu Temuan keramik asing di Dari keterangan Raja Rumbati ke-16
Kawasan teluk Waru dapat dikatakan bahwa Islam masuk di Was
didentifikasi berasal dari China yang pada tahun 1506 melalui perang
umumnya dari Dinasti Ming (16-17 besar antara Armada Kesultanan
M), Ching (17-19 M) (Handoko, Tidore yang dipimpin Arfan dengan
2010a; Handoko, 2010b). kerajaan Rumbati (Mene, 2013: 18 ).
Selanjutnya wilayah Papua, Di Distrik fak-fak, yakni di bekas
data arkeologi dan sejarah juga Kerajaan Fatagar, terdapat tinggalan
banyak mengungkap tentang peran masjid, yang dikenal dengan Masjid
Kesultanan Tidore dalam proses Merapi dan di Ati-ati, ditemukan
Pengaruh Budaya Islam, juga
Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya
Diwilayah Periferi1 ; 27
(Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)
Dalam konteks morfologi kota,
sebagaimana Kesultanan Ternate,
yang memiliki ciri lingkungan dan
lanskap yang relatif sama dengan
Tidore, gunung adalah makna simbol
suci yang menempatkan dunia
leluhur yang sakral (Handoko, 2015:
135), sementara laut lebih
menunjukkan makna hubungan
kemanusiaan, sikap menerima dan
terbuka terhadap arus datangnya
masyarakat luar melalui laut, Gambar 16. Benteng Torre
sementara posisi arah hadap ( Sumber: Mansyur, dkk 2016)
kedaton ke laut di sebelah timur, jika Sementara itu, pola sebaran
merujuk pada makna orientasi benteng banyak dipengaruhi oleh
kedaton Ternate, maka bermakna kehadiran Spanyol, dimana saat itu
pada arah datangnya manusia dari menjalin hubungan perdagangan dan
berbagai penjuru dunia, yang politik dengan Kesultanan Tidore.
membawa rezeki sekaligus berbagai Pada saat awal kehadiran Spanyol di
cobaan, oleh karena itu di sebelah Tidore, pusat kekuasaan Kesultanan
timur ditempatkan pelabuhan sultan berada di Mareku dimana terdapat
(Sarjiyanto, dkk, 2006: 29). benteng Spanyol di lokasi ini. Seiring
Kesultanan Tidore juga dengan perjalanan historis dengan
melengkapi aspek legalitasnya pertimbangan keamanan Spanyol
dalam berhubungan dengan pihak di kemudian mendirikan sistem
luar kesultanan. Hubungan yang perbentengan untuk melindungi
bersifat politis maupun maupun kepentingan perdagangan mereka.
ekonomis di bidang perdagangan Atas pertimbangan ekonomi pula,
sering disertai dengan surat penguat. Kesultanan Tidore memindahkan
Naskah perjanjian dagang, surat pusat kekuasaannya hingga
keputusan pengangkatan suatu beberapa kali dan terakhir di wilayah
jabatan senantiasa perlu stempel Soa Sio yang saat ini menjadi pusat
resmi kerajaan. Minimal dari kota Tidore. Seiring itu pula, Spanyol
Kesultanan Tidore diperoleh 3 (tiga) mendirikan benteng di lokasi pusat
buah stempel logam berbentuk bulat kekuasaan Kesultanan Tidore
dan oval. sebagaimana tampak saat ini yaitu
benteng Tahula dan benteng Torre
Stempel yang berbentuk bulat yang dekat dengan Kedaton Tidore
memuat nama Sultan yang pernah (Mansyur, dkk, 2016: 68).
berkuasa. Stempel pertama tertulis Selain benteng-benteng
Maliqu –buldan Tarnati - Stempel kolonial yang sudah disebutkan
pertama ini berangka tahum 1216
Hijriah atau 1699 M. Stempel kedua
bertuliskan Khalifatu –Almukarram
Sayid Al Tsaqalayin `ala - jibaal al
Tiduri. Sementara itu stempel
berbentuk oval terdapat lambang
Singa Netherland. (Sarjiyanto, dkk,
2006: 42).
Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya
Diwilayah Periferi1 ; 29
(Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)
pada satu garis lurus yang Kota, perpindahannya ke posisi arah
membentang timur-barat dengan timur pulau Tidore di kampung
orientasi ke arah laut. Elemen lain Soasio. Lokasi ini dikenal dengan
yang membentuk tata kota di nama Limau Timore (Kota Matahari
kawasan ini adalah wilayah-wilayah Terbit). Pada masa itu Portugis
pemukiman yang disebut dengan soa sudah membangun pemukiman di
sio atau sembilan soa. Masing- beberapa lokasi. Ketika Belanda
masing soa memiliki wilayah mengusir Portugis dari Tidore, maka
permukiman berdasarkan etnis yang lokasi Soasio dijadikan lokasi tidak
mendiami. Dari kesembilan soa terbatas. Hal ini dapat dilihat sisa
tersebut, dua soa merupakan soa pagar-pagar batu yang sangat kokoh
pendatang yaitu soa Jawa dan soa untuk perlindungan rumah dan
Cina. Pusat perdagangan dan punghuninya. Perubahan yang
perekonomian berada di kawasan ini menonjol ketika terjadinya
yang ditandai dengan keberadaan kedatangan bangsa Belanda dan
pasar, namun saat ini pasar tersebut VOC. Pada masa itu terdapat
telah dipindahkan ke kawasan lain. bangunan-bangunan rumah untuk
Kawasan sekitar lokasi pasar ini kebutuhan Belanda, posisi
disebut oleh masyarakat sekitar pemukiman dengan pagar-pagar
dengan sebutan pasar lama yaitu di batu alam seperti tembok benteng itu
Jalan Sultan Zainal Abidin (Mansyur, sendiri. (Jafar, Abdullah, 2012:16).
dkk, 2016:77) Jadi diketahui bahwa Dengan demikian meskipun
penguasa Tidore telah morfologi kota menunjukkan ciri kota
memanfaatkan ruang-ruang disisi Kesultanan yang berkarakter kota
barat pulau untuk menempatkan Islam, namun dinamika peradaban
menunjukkan wajah peradaban kota
Tidore sebagai pusat kekuasaan
yang majemuk atau multibudaya.
Selain morofologi kota kuno Islam,
akibat aktivitas niaga yang ramai, ciri
kota majemuk juga tampak dengan
deretan benteng kolonial, juga
terdapat makam China (Tionghoa).
Menyangkut keberadaan makam
Tionghoa, hal ini berhubungan
Gambar 22. Kedaton Tidore dengan proses jaringan niaga Tidore
(Sumber: Dok. Pribadi, 2017) dengan para pedagang dari luar
rencana pusat pemerintahannya. termasuk pedagang Tionghoa, yang
Oleh karena itu dikenal dengan tumbuh pesat pada abad 18-19 M
bekasnya kadaton Rum, yang sangat (Sarjiyanto, dkk, 2006). Hal ini dapat
mungkin masih dipimpin oleh dikonfirmasi dengan temuan
seorang Kolano. Kemudian pusat artefaktual keramik Tionghoa yang
pemerintahan dipindahkan ke justru paling banyak ditemukan di
Kadaton Mareku yang pernah wilayah Kesultanan Tidore. Grafik
kedatangan bangsa Spanyol, dan dibawah ini dapat menjadi petunjuk
lokasi selanjutnya dikadaton Biji untuk penjelasan itu. Grafik diatas
Negara yang terletak di Toloa. menunjukkan, bahwa produk keramik
Perpindahan kekuasaan yang dari Tionghoa mendominasi barang
terakhir yang dilakukan oleh Sultan komoditi yang diperjualbelikan di
Syaifudin atau disebut sebagai Jou Tidore. Kurun waktu abad 18-19,
Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya
Diwilayah Periferi1 ; 31
(Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)
Berdasarkan kronologi dalam jalur lintasan budaya melalui
keramik yang ditemukan di wilayah perairan di wilayah timur ini. Wilayah
Pulau Gorom, menunjukkan jaringan ini menjadi semacam jembatan yang
perdagangan yang ramai di wilayah menghubungkan antara Papua
itu. Sejak abad 17, sangat mungkin dengan Pulau Seram (Maluku
pelabuhan tua Gorom sangat ramai Tengah dan sekitarnya). Wilayah ini
disinggahi kapal-kapal dagang juga menghubungkan antara Maluku
berbagai bangsa luar seperti China, Tenggara dengan Maluku Tengah
Arab dan tentu saja Kolonial Eropa, dan Utara (Handoko, 2007)
yakni Portugis dan Belanda. Dukungan referensi sejarah
Kepulauan Gorom memegang peran menyebutkan pada masa
Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya
Diwilayah Periferi1 ; 33
(Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)
Numfor ke Maluku Utara dan dan wilayah Papua sudah terjalin
terjalinnya hubungan baik antara sejak jalur perdagangan rempah
orang Biak Numfor dan kesultanan terbentuk.
Tidore. Bahkan dimasa VOC, orang
Biak Numfor menjadi salah satu
kekuatan armada laut bagi kerajaan KESIMPULAN
Tidore (Marwati DJ dan Notosusanto, Peninggalan monumental
1993: 112; Usmany:2009). seperti Masjid Kuno, Kedaton,
Dengan demikian gerak niaga kompleks makam kesultanan, pasar,
regional antara wilayah Maluku Utara pelabuhan menjadi ciri bahwa Kota
dan Papua, merupakan zona Tidore adalah pusat kekuasaan
ekonomi menjadi semacam rantai- Islam. Selain itu Kota Tidore, sebagai
rantai perdagangan yang kota kesultanan, semakin
menghubungkan wilayah-wilayah berkembang pada masa kolonialisasi
niaga di Kepulauan Maluku dengan Eropa. Hadirnya benteng-benteng
wilayah Papua. Hal ini karena kedua yang berdiri di pesisir Pulau Tidore
wilayah itu masing-masing memiliki menunjukkan pertumbuhan dan
komiditi andalan untuk saling perkembangan kota yang semakin
dipertukarkan. Wilayah yang secara pesat. Selain itu, bukti adanya
geografis relatif berdekatan, serta kedaton Tidore, tempat Sultan
dihubungkan dengan wilayah- berdiam dan menjalankan roda
wilayah perairan yang merupakan pemerintahan, menunjukkan bahwa
jalur perdagangan internasional Kota Tidore merupaka pusat
sejak awal-awal Masehi. Bagi pemerintahan dan kekuasaan Islam.
wilayah Maluku, wilayah perairan dan Pada perkembangan
daratan Papua, sangat penting untuk selanjutnya, kekuasaan Islam Tidore
menguatkan basis ekonomi kerajaan. meluaskan pengaruhnya hingga ke
(Handoko, 2010a:6-7). wilayah-wilayah lain di seberang
Demikianlah, sejak beradab- Pulau Tidore. Pengaruh budaya dan
abad yang lalu, jalur perairan Maluku kekuasaan Islam Tidore dibuktikan
Utara dengan wilayah Papua, telah adanya catatan sejarah, dan tradisi
menjadi zona politik, budaya dan lisan di beberapa daerah bahwa
ekonomi yang menghubungkan mereka bagian dari kekuasaan Islam
pusat kekuasaan Tidore dengan Kesultanan Tidore. Bukti-bukti fisik
beberapa wilayah Papua. Jejak arkeologi memperkuat bukti bahwa
arkeologi dan sejarah menghadirkan Kesultanan Tidore meluaskan
bukti bahwa Pengaruh Budaya dari pengaruhnya baik pengaruh budaya
Kesultanan Tidore ke wilayah Papua Islam, politik maupun jaringan
sudah terbentuk sejak dulu. perniagaan (ekonomi) ke wilayah-
Berdasarkan data arkeologi dan wilayah lain di Kepulauan Maluku,
sejarah, berikut tradisi kehidupan hingga beberapa wilayah di pesisir
masyarakat di wilayah-wilayah dan daratan Papua.
Pengaruh Budaya dari pusat Tidore Bukti-bukti berkembangnya
sesungguhnya melahirkan simpul peradaban Kesultanan Tidore dan
peradaban, yang lahir dari wilayah periferinya atau wilayah-
kemultibudayaan yang hadir wilayah kekuasaannya masih bisa
sebelumnya di pusat peradaban kita saksikan hingga sekarang dan
Kesultanan Tidore. Tidak hanya soal patut kita jaga kelestariannya untuk
kekuasaan, namun juga agama, menguatkan jati diri bangsa, sebagai
budaya dan jaringan ekonomi Tidore bangsa dengan peradaban yang
Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya
Diwilayah Periferi1 ; 35
(Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)
DAFTAR PUSTAKA
Andaya, L.Y. 2015. Dunia Maluku: Indonesia Timur Pada Zaman Modern Awal.
Edisi Terjemahan dari Judul Asli: The World of Maluku: Eastern Indonesian in
Early Modern Period. Penerjemah: Septian Dhaniar Rahman. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Cortesao, Armando. 2015. Suma Oriental: Karya Tome Pires: Perjalanan dari Laut
Merah ke Cina dan Buku Francisco Rodrigues. Edisi Terjemahan dari Judul
Asli: The Suma Oriental of Tome Pires An Account of The East, From The
Sea to China and The Book of Francisco Rodrigues. Penerjemah: Adrian
Perkasa dan Anggita Pramesti. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Fairyo, Klementin, (2014) Kajian Situs Gunung Dezh Di Pulau Salawati. Jurnal
Arkeologi Papua. 6 (2): 187-193
Hamid, I. Al. (2013). Islam Politik di Papua: Resistensi Dan Tantangan
Membangun. Millah, XII(2), 441–459.
Handoko, W (2007) Peran Strategis Wilayah Kepulauan Gorom dalam Kontak
Awal Budaya, Perkembangan Perdagangan dan Budaya Islam di Maluku”.
Berita Penelitian Arkeologi (BPA) Vol. 2 Nomor 4 Tahun 2007. Balai Arkeologi
Ambon.
Handoko, W. (2009). Dinamika Budaya Islam di Wilayah Kepulauan Maluku
Bagian Selatan. Kapata Arkeologi, 5(9), 15–31.
Handoko. W (2010a) “Gerak Niaga Maluku-Papua: Zona Ekonomi Dan Kekuasaan
Islam.” Jurnal Papua 2 (1):1–13.
Handoko. W (2010b).”Konversi Islam dan Determinasi Kekuasaan. Studi Arkeologi
di Kawasan Teluk Waru, Seram Bagian Timur. Kapata Arkeologi. 6 (10):1–
18.
Handoko, W. (2013). Perniagaan dan Islamisasi di Wilayah Maluku. Kalpataru,
22(1), 17–30.
Handoko, W. (2015) Tata Kota Islam Ternate. Tinjauan Morofologi dan Kosmologi.
Kapata Arkeologi.11(2). 123-138
Handoko, W. (2017) Kerajaan Loloda : Melacak Jejak Arkeologi dan Sejarah.
Mansyur, dkk, (2016) Pola Sebaran Benteng Dan Pengaruh Kolonial Eropa
Terhadap Perkembangan Kota Ternate Dan Tidore. Laporan Penelitian.
Ambon. Balai Arkeologi Maluku. Tidak Terbit
Usmany, Desi. (2009). “Menapak Jejak Pelayaran Tradisional Orang Biak Numfor
Abad 16 Hingga Awal Abad XX. Kajian Sejarah Maritim”. Balai Pelestarian
Sejarah dan Nilai Tradisional Jayapura.
Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya
Diwilayah Periferi1 ; 37
(Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)
Widjojo, Muridan. (2013). Pemberontakan Nuku: Persekutuan Lintas Budaya di
Maluku-Papua Sekitar 1780-1810. Depok: Komunitas Bambu.